expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Februari 2015

Friendship ( Part 10 )



The Truth

“Cause I honestly believed in you
Holding on the days drag on
Stupid girl, I should've known
I should've known”


Malam yang dingin ini membuat hatinya merasa tidak tenang. Berkali-kali Taylor memejamkan matanya tapi ia tidak bisa juga. Entah mengapa malam ini ia merasakan sebuah firasat yang buruk, yang tentunya ada hubungannya dengan Louis. Tiba-tiba perutnya berbunyi pertanda bahwa ia masih lapar. Padahal tadi ia makan malam dengan cukup. Akhirnya Taylor memutuskan untuk mencari makanan di luar.

            Gadis itu mengenakan jaket dan celana jins sehingga tubuh gadis itu menjadi hangat dan tidak kedinginan. Untunglah Ibu dan Ayahnya sudah tidur, jadi ia bisa kabur dari rumah. Masalah kunci ia sudah tau dimana Ayahnya menyimpan kunci dan ia bisa keluar dari rumah dengan tenang.

            Taylor berjalan seorang diri membelah malam. Ada sedikit rasa takut di hatinya tapi cepat-cepat ia buang. Ketika ia sampai di jalan besar, disana cukup ramai dan Taylor menjadi senang. Ia baru sadar kalau sekarang adalah malam minggu dan Louis tidak berniat mengajaknya keluar rumah tuk sekedar menikmati malam minggu yang indah.

            Tepat di area penjual kaki lima, Taylor memesan burger yang dapat menggugah seleranya. Gadis itu memakan burger berukuran sedang dengan lahap. Si pedanag burger tersenyum melihat gadis cantik yang sendiri dan tanpa ditemani oleh sang pacar.

            “Kalau boleh tau, mengapa kau sendiri? Mana pacarmu?” Tanya si penjual burger yang kira-kira berumur tiga puluhan.

            Taylor tersedak ketika mendapat pertanyaan dari si penjual burger itu. “Aku sudah punya pacar. Namanya Louis William. Mungkin saat ini dia tengah sibuk dan tidak bisa menemaniku.” Jawabnya.

            Alis si penjual burger itu terangkat. Louis William? “Lho? Bukannya tadi Louis baru saja membeli burger disini? Aku kenal Louis. Dia sering datang kemari. Tapi Louis tidak pernah cerita kalau dia punya pacar sepertimu. Yang sering dia ceritakan adalah Ele. Mungkin lelaki itu sedang bersama Ele di suatu tempat.” Ucapnya.

            Burger yang ia makan langsung terjatuh saat mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh penjual burger itu. Ele? Perasaannya semakin tidak enak. Ia merasa seperti dipermainkan oleh Louis. Tapi bisa saja penjual burger itu bohong padanya.

            “Sekarang Louis ada dimana?” Tanyanya.

            “Mungkin di sekitar tempat itu.” Jawab si penjual burger sambil menunjuk ke sebuah tempat yang tidak jauh dari sini. Tapi tempatnya cukup gelap dan mengerikan.

            “Aku akan kesana. Terimakasih.” Kata Taylor seraya meninggalkan tempatnya itu.

            Sementara si penjual burger berteriak kesal. “Hei cantik! Kau belum membayar burgermu!” Teriaknya namun tidak di dengar oleh Taylor.

            Setelah ia dekat dengan tempat yang ditujukan oleh si penjual burger itu, ia mendengar sebuah isakan. Sebuah isakan yang tidak asing lagi baginya.

***

            “KAU JAHAT LOU! KAU JAHAT!” Bentak Ele sambil menangis.

            Setelah menumpahkan segala beban di hatinya, akhirnya Ele merasa lega karena Louis sudah mendengar semuanya. Malam yang gelap ini, Louis tidak sengaja membawa Ele pergi ke tempat ini untuk menjelaskan semuanya dan Louis sadar kalau dia telah menyakiti hati Ele.

            “El, maafkan aku. Maafkan aku. Aku..” Ucap Louis.

            Ele menatap tajam ke arah Louis. “Teganya kau berbohong padaku. Kalau kau cinta aku, kenapa kau mengatakan pada Taylor kalau kau mencintainya? Mengapa kau malah menjadikan Taylor sebagai kekasihmu? Kenapa?”

            “El, maafkan aku..” Ucap Louis.

            Hanya kata maaf yang bisa ia keluarkan. Louis sadar kalau dirinya memang salah dan bodoh. Bodoh karena telah membohongi Ele, juga Taylor. Perlahan, Louis mendekatkan wajahnya ke wajah Ele sehingga jarak keduanya sangat dekat. Hati Louis terasa sakit saat melihat sepasang mata Ele yang memerah. Lelaki itu memegang kepala Ele lalu mendekatkan kepalanya dengan kepala Ele. Berharap agar gadis itu mau mengerti.

            “El, maafkan aku El. Aku memang tidak mencintai Taylor dan aku salah. Salah besar. Aku sudah menyakiti hatinya. Maafkan aku El. Taylor boleh saja membenciku, tapi ku mohon, kau jangan membenciku karena aku akan lebih hancur lagi jika kau ikut membenciku.” Ucap Louis.

            Ele tidak mersepon ucapan Louis. Gadis itu terus-terusan menangis. Namun hatinya terasa tenang saat mendengar suara Louis. Meski Louis sudah menyakiti hati sahabatnya, ia tidak bisa membenci Louis karena ia sangat mencintai Louis.

            “I love you Lou..” Lirih Ele.

            “I love you more..” Balas Louis. Lelaki itu juga ikut menangis karena tidak tahan melihat Ele menangis.

            Dari jarak yang cukup dekat, Taylor dapat menyaksikan semua itu dengan air mata yang mengalir deras. Ternyata, selama ini Louis tidak mencintainya, melainkan mencintai sahabatnya sendiri. Taylor paham dan bisa mengerti perasaan Louis pada Ele dan dia tidak bisa melarangnya. Jadi, apa ia harus melupakan Louis dan merelakannya pergi bersama Ele?

            Dan, dadanya terasa sesak saat melihat Louis dan Ele berciuman dengan penuh cinta. Taylor berusaha untuk baik-baik saja. Tapi ia tidak sanggup lelaki yang sangat dicintainya itu berciuman dengan gadis lain. Setelah berciuman, bisa ia lihat segaris senyum menghiasi wajah Louis dan Ele, lalu keduanya tertawa bersama dalam kebahagiaan.

            Cukup! Batin Taylor. Gadis itu berlari meninggalkan tempat yang sangat menyakitkan itu dan berharap ia sudah berada di kamarnya sambil menangis. Cinta itu sangat menyakitkan. Sangat menyakitkan!

            Sementara Louis dan Ele, keduanya tersenyum hanya untuk menghapus air mata yang membasahi pipi-pipi mereka. Louis melihat ada satu titik air mata yang belum juga hilang di pipi Ele. Ia pun menghapusnya dengan tangannya.

            “El, kau.. Kau tidak benci padaku?” Tanya Louis dengan perasaan takut.

            “Aku tidak akan pernah membencimu Lou meski kau sering menyakitiku.” Jawabnya.

            Louis tersenyum. “Jadi, maukah kau menjadi kekasihku?” Tanya Louis. Lelaki itu benar-benar sudah melupakan Taylor yang kini sedang terpuruk.

            “Tapi Taylor..” Ucap Ele.

            Louis langsung menaruh telunjuknya di bibir Ele. “Masalah Taylor, biar aku yang urus. Pastinya Taylor akan senang kau bahagia bersamaku karena Taylor adalah gadis yang baik dan dia sangat menyayangimu.” Ucapnya.

            Ele menjadi lega. Namun ia masih belum tenang. Bagaimana jika nanti Taylor membencinya? Karena setaunya, Taylor sangat mencintai Louis seperti ia mencintai Louis.

***

            Hampir satu jam Taylor menangis dihadapan sahabat-sahabatnya. Tapi tidak ada Ele disini. Betapa jahatnya jika ia menangis dihadapan Ele. Selena bisa merasakan kesakitan yang di rasakan sahabatnya itu dan ia ikut menangis. Sementara Harry dan Niall memilih untuk diam sambil bersedih. Bagi Taylor, inilah tangisan terlamanya yang berdurasi hampir satu jam dan ia tidak merasa lelah menangis.

            “Tay plis jangan nangis lagi. Aku tau hatimu sakit dan aku bisa merasakannya. Ku mohon Tay tenanglah. Semua pasti ada jalan keluarnya.” Hibur Selena.

            “Tapi.. Tapi.. Louis..” Isak Taylor.

            Tidak jauh dari tempat itu, Ele mengintip Taylor dan hatinya juga merasa sakit. Ia tidak tega melihat Taylor terpuruk sedangkan ia bahagia bersama Louis. Betapa jahatnya ia. Akhirnya gadis itu kembali mengeluarkan air mata. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Apa sebaiknya ia merelakan Louis untuk Taylor? Tapi hal itu sama artinya membunuh dirinya sendiri.

            “Tay, masih ada kami. Lupakan tentang Louis. Mungkin Louis bukan jodohmu. Aku yakin sekali nantinya Tuhan akan memberimu kejutan yang tidak diduga, yang lebih baik dari ini. Jadi, berhentilah menangis.” Kata Niall yang mulai bicara.

            Percuma saja mereka menghibur Taylor tapi gadis itu tidak juga berhenti menangis. Selena pun memeluk Taylor agar tangis gadis itu menjadi berkurang.

            “Sekarang, apa yang harus kita lakukan agar Taylor kembali ceria?” Tanya Selena menatap Harry dan Niall.

            Niall menggelengkan kepalanya sementara Harry tetap diam. “Harr, kenapa kamu diam saja? Lama-lama aku menjadi curiga. Sewaktu Taylor bercerita tentang hubungannya dengan Louis, kau juga diam. Lalu setelah Taylor terpuruk karena Louis, kau juga diam. Sebenarnya apa yang ada di kepalamu?” Tanya Selena.

            Harry menghela nafas panjang lalu menjawab dengan singkat “Entahlah.”

            “Jangan bilang kalau kau suka sama Taylor.” Ucap Selena.

            “Ya. Aku menyukainya.” Jawab Harry yang langsung membuat kaget Selena dan Niall. Sementara Taylor, gadis itu mungkin tidak mendengar ucapan Harry karena ucapan Harry yang pelan dan ia masih terpuruk bersama tangisannya. “Aku juga mencintainya dan menyayanginya.” Sambung Harry. Selena dan Niall masih bersama kekagetannya. Tidak mungkin! Batin keduanya.

            Tentu saja Harry ingin tertawa melihat ekspresi wajah Niall dan Selena. “Kalian benar-benar tidak paham dengan ucapanku. Aku juga mencintai dan menyayangi kalian semua. Tidak mungkin aku membenci kalian.” Ucapnya.

            Selena yang mulai paham dengan ucapan Harry ingin sekali menghajar Harry karena lelaki itu sudah mengerjainya. Sementara Niall masih belum paham juga.

            “Aku juga mencintaimu Harr..” Ucap Selena sambil tersenyum.

            Tiba-tiba kedua mata Niall melebar. Tampaknya lelaki itu sudah mengerti. “Ooo.. Aku paham! Aku paham sekali! Benar katamu Harr. Kita memang sama-sama saling mencintai satu sama lain. Saling mencintai sebagai sahabat. Aku mengerti sekarang.” Ucapnya yang membuat Harry dan Selena tertawa.

            “Nah Tay, meski Louis tidak mencintaimu, ada kami yang selalu mencintaimu.” Ucap Selena.

            Setelah lama menangis, akhirnya Taylor tersenyum. Jika seisi dunia ini membencinya, ia masih mempunyai sahabat-sahabat yang mencintainya dengan tulus dan selalu ada untuknya. Seharusnya ia tidak boleh sedih dan terpuruk. Biarkan saja Louis meninggalkannya asalkan sahabat-sahabatnya tidak akan pernah meninggalkannya karena bukankah ia lebih mementingkan perasahabatan dibanding segalanya?

            “Thanks. Aku juga mencintai kalian. Sangat mencintai kalian.” Ucap Taylor.

            Namun Taylor tidak yakin apakah ia akan baik-baik saja tanpa Louis. Walau ia mempunyai sahabat, tapi ia masih merasa kesepian dan masih membutuhkan Louis disisinya. Jadi, mana yang lebih penting, sahabat-sahabatnya atau Louis?

***

            Ele sudah sampai di rumah dan sisa-sisa air matanya masih membekas di pipinya. Tangisan Taylor masih terngiang-ngiang di pikirannya dan ia tidak tega melihat Taylor menangis. Tuhan memang jahat padanya. Tuhan menakdirkan ia dan Taylor menyukai lelaki yang sama yaitu Louis. Mengapa harus Louis?

            Ele memilih duduk di sofa ruang tamu sambil menghapus sisa-sisa air matanya. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Ia mencintai Louis dan tidak bisa merelakan Louis untuk Taylor. Namun di sisi lain, ia tidak tega melihat Taylor menangis karena melihatnya bahagia bersama Louis. Pikiran demi pikiran itu membuat kepalanya sakit. Ia berharap Tuhan mengirimkannya penyakit amnesia agar ia hilang ingatan dan semua beban-beban yang dialaminya hilang serta ia bisa mengikhlaskan Louis untuk sahabatnya.

            Tiba-tiba, Ibunya datang dan memasang wajah yang serius. Ele heran dengan sikap Ibunya yang tampak serius. Jarang sekali Ibunya bersikap serius. Sepertinya ada hal penting yang akan disampaikan oleh Ibunya.

            “Lho El? Kamu habis nangis ya?” Tanya Ibunya sambil duduk di sampingnya.

            Ele berusaha untuk tersenyum. “Nggak kok ma.” Jawabnya berbohong.

            “Ya sudah. Ohya, Mama dapat kabar bahagia. Mama harap kamu ikut bahagia setelah  mendengarnya.”

            “Berita apa?” Tanya Ele sedikit penasaran.

            “Kamu kenal Zayn sepupunya Selena?” Ibunya balik nanya.

            Ele berpikir sesaat lalu mengangguk. “Ele kenal sama Zayn. Memangnya ada apa? Kabar bahagia yang mama bilang tadi ada hubungannya dengan Zayn?”

            Ibunya tersenyum sambil merangkulnya. “Umurmu kan sudah dua puluh empat tahun. Kemarin mama sudah ketemu keluarga Zayn dan seperti yang pernah kami bicarakan bertahun-tahun yang lalu, kamu dan Zayn akan Mama nikahkan. Mama yakin sekali kamu tidak akan menolak pinangan dari keluarga Zayn karena Mama dekat sekali dengan Ibu Zayn dan Zayn adalah sepupu Selena yang adalah sahabatmu sendiri.” Jelasnya.

            Setelah mendengar penjelasan Ibunya, Ele tidak tau apa ia senang atau sedih. Tapi yang jelas, inilah satu-satunya cara untuk mengakhiri kesedihannya. Artinya, ia ikhlas memberikan Louis untuk Taylor demi persahabatannya. Ia ingin melihat Taylor bahagia. Dan mengenai perasaan Louis padanya, Ele sudah tidak peduli lagi. Kalaupun Louis sudah tidak mau dengan Taylor itu bukan urusannya lagi.

            “Benarkah? Kalau begitu Ele mau. Lebih baik pernikahan Ele dipercepat saja ma.” Jawab Ele.

            Tentu saja Ibu Ele kaget mendengar komentar putrinya. Ada apa dengan putrinya itu? Ia merasa Ele tengah bersedih dan ucapannya tadi tidak sesuai dengan isi hati Ele.

            “Kamu yakin? Apa kamu tidak mau pacaran dulu sama Zayn?” Tanya Ibunya.

            “Tidak ma. Kalaupun pernikahan Ele dilangsungkan malam ini, Ele mau kok.” Jawabnya.

            Ibunya pun mengangguk walau kata demi kata yang diucapkan putrinya masih terasa janggal. Tapi harapannya, ia ingin Ele dan Zayn menikah dan hidup bahagia. Sementara Ele, gadis malang itu berusaha menahan tangisnya. Ia akan menikah dengan Zayn?

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar