This
Feeling
“Only
my shadow knows how I feel about you
Only
my shadow goes when I dream about you and me”
Sesampainya di Toko Roti milik Harry, keduanya masuk
dan bertemu dengan Gemma yang sedang sibuk melayani pelanggan. Setiap harinya
jumlah pelanggan Harry bertambah dan hal itu membuat Harry senang. Ia tidak
menyangka akan sesukses ini dengan waktu yang cepat. Ibunya dan kakaknya
memutuskan untuk bekerja disini dan Ayahnya mengizinkannya. Bahkan Ayahnya
begitu bangga dengan kerja kerasnya selama ini.
Melihat
kedatangan Taylor yang tidak biasa, Gemma langsung memeluknya. Ia tau kalau
Taylor sedang bersedih dan ia berharap ia bisa menghilangkan rasa sedih yang
dirasakan Taylor. Gemma sudah menganggap Taylor sebagai adiknya sendiri dan ia
sudah lama mengenal Taylor dan bagaimana sikap Taylor.
“Kau
kenapa menangis? Ada masalah lagi? Terakhir ku lihat kau menangis saat mengetahui
Louis mencintai Ele.” Tanya Gemma.
“Selena.
Dia pindah ke New York tadi.” Jawab Taylor dengan suara bergetar.
Gemma
pun melepaskan pelukannya. “Ku kira kau diganggu Harry.” Ucapnya sambil tertawa
dan Taylor tersenyum mendengar gurauan Gemma. Sementara Harry menatap tidak
suka ke arah kakaknya.
Taylor
bersyukur datang kemari karena kesedihan yang ia rasakan mulai berkurang.
Disini, ia juga bisa belajar melayani para pelanggan. Ternyata, bekerja disini
cukup mudah dan santai dibanding bekerja di kantor atau perusahaan. Tapi
keinginannya untuk tinggal di panti asuhan bersama anak-anak sudah bulat.
Taylor ingin sekali membagi ilmunya kepada anak-anak di panti asuhan itu. Ia
yakin disana nanti ia akan mendapatkan kehidupannya yang sebenarnya dan juga kebahagiaannya.
Tapi ya hanya satu yang ia takutkan, yaitu Ayahnya dan kemarahan Ayahnya jika
sewaktu-waktu Ayahnya menjodohkannya dan ia tidak bisa lari begitu aja.
“Harr..”
Kata Taylor dengan suara yang pelan.
“Hmm..”
Ucap Harry tanpa menoleh ke arah Taylor.
Sepertinya
Taylor ragu melanjutkan ucapannya. “Ng… Kalau seandainya Ayah menjodohkanku
dengan lelaki pilihannya gimana? Aku tidak mau Harr. Aku takut jika pulang
nanti Ayah sudah bersama seorang lelaki dan aku tidak bisa berbuat apa-apa.”
Ucapnya.
“Artinya,
kau disuruh Tuhan untuk mencari seorang pacar agar Ayahmu tidak terus-terusan
membicarakan masalah jodoh.” Jawab Harry.
Taylor
mendengus kesal mendengar jawaban yang diberikan Harry. Bisa tidak sih Harry
sepaham dengannya? Pikirannya memang selalu berlawanan dengan pikiran Harry.
Harry menjalani hidupnya lebih banyak bersantai dan tenang sementara ia selalu
diderai rasa ketakutan dan kebingungan.
“Ada
saran lain selain yang kau jawab tadi?” Tanya Taylor.
Harry
pun menatap Taylor dengan heran. “Terkadang aku bingung dengan jalan pikiranmu.
Ayahmu hanya menakut-nakutimu saja dan tidak mungkin dia akan menjodohkanmu
dalam waktu yang sedekat ini. Sebaiknya kau minta maaf dengan Ayahmu dan bicara
baik-baik dengannya. Bicara kalau kau berjanji akan berusaha mencari seseorang yang
pantas mendampingimu. Jangan pernah mengatakan kalau kamu tidak akan menikah.”
Jelasnya.
“Ya..
Ya.. Aku paham..” Kata Taylor dengan malas.
Entah
mengapa Harry tersenyum mendengar suara Taylor yang begitu pasrah. Ia pun
melanjutkan pekerjaannya dan membiarkan Taylor merenungkan sendiri tentang
kesalahan-kesalahannya dan semoga sahabatnya itu sadar dan mulai berubah.
Tidak
terasa, waktu sudah hampir menunjukkan pukul delapan malam dan Taylor masih
tetap berdiam diri di Toko Harry yang semakin ramai. Berkali-kali Ibunya
memiscallnya dan ia merejectnya. Ia malas bicara dengan Ibunya walau Ibunya
tidak salah dan sering membelanya. Taylor tersadar kalau ia berada di tempat ini
dengan waktu yang cukup lama dan motornya yang tadi dikendarai oleh Harry masih
ada di luar sana. Mau tidak mau ia harus pulang ke rumah.
“Kau
mau menginap disini? Atau mau jadi penjaga toko disini?” Tanya Harry.
Taylor
menatapnya dengan kesal. “Aku mau pulang.” Jawabnya lalu bangkit dan berjalan
keluar mencari motornya sementara Harry mengikutinya dari belakang.
“Aku
antar pulang aja ya. Nanti aku pulang naik angkutan umum.” Kata Harry.
Terpaksa
Taylor mengangguk karena kunci motornya ada di tangan Harry dan ia tidak bisa
mengambilnya. Motornya pun melaju membelah malam yang dingin. Di tengah
perjalanan, wajah Ayah dan Ibunya terbayang-bayang dibenaknya. Ia takut jika ia
sampai di rumah Ayah dan Ibunya memarahinya. Dan Selena.. Taylor terlalu sedih
memikirkan satu sahabatnya itu. Tapi ia mencoba untuk ikhlas dan mulai menata
kembali hidupnya yang sempat kacau karena masalah-masalah itu.
Setelah
tiba di pintu gerbang, Taylor merebut paksa kunci motornya sebelum Harry
memainkan kunci motornya itu. “Terimakasih.” Ucapnya lalu memasukkan motornya
ke dalam garasi rumah lalu berjalan masuk ke rumah tanpa mempedulikan Harry.
Namun ia bersyukur Ayah dan Ibunya tidak bertanya kenapa ia lama sekali pulang
dan ia cepat-cepat masuk ke dalam kamarnya.
Di
kamar, Taylor terdiam sambil merenung. Merenungkan semua yang telah menimpa
hidupnya. Pertama Louis. Ia harus kehilangan lelaki yang dicintainya itu hanya
demi kebahagiaan Ele. Kedua, ia harus kehilangan sahabat yang sangat
dicintainya itu, yaitu Selena. Besoknya apa lagi? Taylor tersenyum sinis dan
tidak sabar mendapat derita lagi. Jangan-jangan, di depan pintu kamarnya besok
sudah ada seorang lelaki yang siap menjadi suaminya dan tidak ada caranya untuk
menghindar.
Taylor
mengambil ponselnya dan disana ada dua pesan dari Selena. Kata Selena, dia
menuliskan kata maaf disana. Dan Selena begitu merindukannya dan ingin
mendengar suaranya. Tapi Taylor belum siap menelpon sahabatnya itu. Lalu ia
teringat dengan Ele yang tiba-tiba merasakan kesakitan. Taylor berharap Ele
baik-baik saja dan Ele mau memaklumi perbuatannya tadi karena ia benar-benar
emosi dicampur sedih.
Kemudian,
gadis itu tertidur dengan lelap karena hatinya sudah sangat lelah. Gadis itu
tidak sadar kalau Ibunya masuk ke dalam kamarnya sambil membelai rambutnya,
seraya berkata, “Mama hanya ingin kamu bahagia. Jika kamu tidak ingin menikah,
Mama tidak bisa melarangmu asalkan kamu bahagia.”
***
Selepas
mengantar Taylor pulang, Harry memutuskan untuk menikmati pemandangan malam. Ia
memilih untuk berjalan kaki pulang dan tidak naik angkutan umum. Pemandangan
malam sangatlah indah dan begitu romantis. Saat ia tiba di jalan raya, Harry
banyak menemukan pasangan-pasangan yang berjalan sambil bahagia di malam ini.
Harry menghela nafas panjang. Cinta memanglah indah dan ia baru sadar akan hal
itu.
Sewaktu
disuruh untuk memohon satu permohonan, ia berharap bahwa gadis yang dicintainya
itu tau perasaannya dan balik mencintainya. Kata sahabat-sahabatnya, alangkah
beruntungnya gadis yang ia cintai. Selama ini, ia menganggap cinta hanyalah
sesuatu yang tidak penting dan tidak akan menganggu hidupnya. Namun sekarang,
Harry bisa merasakan seberapa dahsyat kekuatan cinta itu. Tidak heran jika
Taylor terpuruk karena cinta, Harry bisa memakluminya.
Sebelumnya,
ia pernah mencintai beberapa gadis saat ia masih duduk di bangku SMP dan SMA. Sementara
sewaktu kuliah ia tidak pernah merasa tertarik dengan gadis manapun. Tapi rasa
cinta itu hanyalah sementara dan tidak dapat merubah hidupnya. Semua orang
pasti kaget dan tidak percaya dengan gadis beruntung yang kini sudah mencuri
hatinya. Harry terlalu malu dan gugup saat mengingat gadis itu. Dan saat ia
bertemu dengan gadis itu, jantungnya selalu berdegup kencang, tapi ia berusaha
agar terlihat biasa-biasa saja dihadapan gadis itu.
Harry
melewati area penjualan makanan-makanan yang lezat dan baunya sudah sampai
dihidungnya. Sebenarnya ia begitu lapar namun Harry tidak mau membeli satu
diantara makanan-makanan tersebut. Di malam ini ia hanya ingin berjalan sambil
menikmati angin malam dan tentu saja memikirkan perasaannya yang tiba-tiba
hadir tanpa bisa ia cegah.
“Bang
Harry!” Teriak suara seorang anak perempuan.
Harry tersadar dan tau siapa pemilik suara
itu. Dia adalah Kelly, salah satu murid lesnya. Kelly duduk di bangku SMP kelas
satu dan dia yang paling suka menggodainya. Kelly pernah bilang padanya kalau
seandainya dia berumur dua puluhan, Kelly bakalan ingin menjadi pacarnya dan
Harry tertawa mendengar ucapan anak perempuan itu.
“Kenapa Kelly ada disini sendiri?
Ini sudah malam lho.” Tanya Harry.
“Jutru Kelly yang nanya ke bang
Harry. Nah lho, bang Harry lagi galau ya? Cieee.. Kelly sudah bisa nebak
soalnya kakak kelas Kelly banyak yang seperti bang Harry.” Kata Kelly.
Harry langsung mengacak-acak rambut
Kelly. “Kamu sok tau sekali.” Ucapnya dan entah mengapa ia ingin sekali
mengacak-acak rambut Taylor.
“Bukannya Kelly sok tau bang. Tapi
Kelly emang bisa nebak apa yang bang Harry pikirkan. Ngaku aja deh kalau bang
Harry lagi jatuh cinta.”
Anak
perempuan yang bernama Kelly itu berhasil membuatnya kesal, juga menjadi
sedikit gugup. Tapi akhirnya Harry mengaku juga. “Iya.. Iya.. Puas kamu?”
Tanyanya.
Kelly
tertawa. “Ciee… Kelly penasaran siapa cewek yang berhasil membuat abang Kelly
yang ganteng ini jatuh cinta. Kalau bang Harry sudah pacaran sama cewek yang
bang Harry sukai dan mau menikah, jangan lupa undang Kelly ya..”
Harry
tersenyum. “Iya. Sekarang kamu pulang saja ya. Nah itu Mama kamu.” Kata Harry
dan Kelly berlari menuju tempat Ibunya.
Setelah
kepergian Kelly, Harry memutuskan untuk kembali ke tokoknya dengan berjalan
kaki. Sekarang hampir jam sembilan malam dan tokoknya tutup kira-kira pukul
sebelas malam. Jadi ada waktu kurang lebih dua jam untuk berdiam diri di
tokonya.
***
Pagi
yang berbeda dari pagi biasanya. Taylor terbangun dari mimpi buruknya. Dalam
mimpi buruknya, ia merasa sendirian dan sahabat-sahabatnya telah
meninggalkannya. Lalu, Ayahnya datang dan memaksanya untuk menikah dengan
lelaki asing yang sangat tidak disukainya. Ia berusaha menghindar, menghindar
dan ia terbangun dari tidurnya dengan nafas yang tersengal-sengal.
Sebisa
mungkin Taylor menenangkan dirinya dan yakin kalau semuanya akan baik-baik
saja. Gadis itu juga berusaha untuk tidak menangis lagi dan cuek dengan segala
hal yang menimpanya. Ia siap menerima berbagai macam cobaan kecuali Ayahnya
yang akan menjodohkannya. Taylor bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju
ruang keluarga. Disana ada Ibunya yang sedang menonton televisi. Namun Taylor
merasa Ibunya tidak baik.
“Mama
kenapa?” Tanya Taylor mendekati Ibunya.
Ibunya
tersenyum pucat. Astaga! Ibunya sedang sakit! Taylor bingung menghadapi Ibunya
yang kini sedang sakit. Sementara Ayahnya tidak tau kemana. Ayahnya memang
jarang sekali di rumah dan ia tidak pernah mempedulikan Ayahnya.
“Mama
sakit ya? Sebaiknya Mama di kamar aja. Atau lebih baik ke dokter saja?” Tanya
Taylor.
“Mama
baik-baik saja kok. Cuma sedikit lelah saja.” Jawab Ibunya.
Taylor
tidak sengaja melirik ke arah meja makan dan disana tidak ada satupun makanan.
Yang ada hanyalah nasi saja. Pasti Ibunya tidak bisa masak karena sakit. Taylor
mendengus kesal. Ia sungguh-sungguh membenci hidupnya ini.
“Mama
ingin sekali merasakan masakanmu. Gimana kalau kamu buatin Mama bubur spesial?”
Mau tidak mau Taylor mengangguk demi
kesehatan Ibunya. Selama ini ia tidak pernah memasak makanan untuk Ibunya.
Bahkan dirinya pun tidak. Taylor merasa dirinya masih anak-anak dan tidak akan
pernah menjadi dewasa. Ia masih takut memegang pisau dan yang paling parah
lagi, membersihkan ikan yang baginya sangat mengerikan.
“Baiklah.
Taylor akan buatin Mama bubur. Mama istirahat aja ya di kamar.” Kata Taylor dan
diangguki Ibunya.
Setelah
Ibunya sudah ada di kamar, Taylor menjadi bingung. Bagaimana cara membuat
bubur? Apa bahan-bahannya? Taylor melihat bahan-bahan makanan yang ada di rak
dapur sambil berpikir-pikir. Ah, buat asal-asal aja yang penting jadi, gumamnya.
Akhirnya Taylor mulai membuat bubur yang diminta Ibunya dan ia tidak peduli
bagaimana rasanya.
Butuh
waktu setengah jam baginya membuat bubur dan akhirnya selesai. Baunya cukup
enak dan ia yakin sekali rasanya enak juga. Sebelum memberi bubur ke Ibunya,
terlebih dahulu ia mencicipi bubur buatannya itu. Dan pada suapan pertama….
“ARGHH!!
RASA APA INI?? KENAPA ANEH SEKALI??” Teriaknya sambil memuntahkan bubur yang
dimakannnya. Ia yakin sekali jika Ibunya memakan bubur buatannya ini, mungkin
Ibunya langsung dibawa ke rumah sakit.
“Aku
memang bodoh. Gadis bodoh.” Gumamnya sedih lalu membershikan bubur yang kececer
di lantai. “Lebih baik beli di luar aja.” Sambungnya dan berharap Ibunya tidak
kecewa padanya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar