expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 03 Februari 2015

Friendship ( Part 8 )




My Big Mistake

“It's getting dark and it's all too quiet
And I can't trust anything now
And it's coming over you like it's all a big mistake.”


            Perlahan, ia membuka matanya dan berharap yang terjadi kemarin malam bukanlah mimpi namun kenyataan. Taylor tersenyum seraya mengambil ponselnya dan ada tiga pesan masuk disana. Pertama pesan dari Niall. Taylor baru sadar kalau sekarang adalah hari kelulusan Niall dan Ele. Akhirnya cowok idiot itu lulus juga dan jam dua siang ia disuruh kumpul di rumah Harry. Pesan kedua dari Harry. Pesannya simpel saja. Harry menyuruhnya datang ke rumah jam dua siang seperti pesan dari Niall. Dan yang ketiga.. Dari Louis!

            Taylor tidak bisa berhenti tersenyum membaca pesan dari Louis. Ternyata, kemarin malam bukanlah sebuah mimpi. Ia mengira hanya sebuah mimpi karena terlalu indah. Sekarang jam delapan pagi. Taylor memutuskan untuk mandi dan sarapan. Tiba-tiba ia teringat saat ia kembali ke rumah dan Ibunya mengintrogasinya.

            “Jadi lelaki itu Louis? Dia sangat tampan! Mama suka kalau kamu pacaran sama Louis. Ngomong-ngomong, tadi kamu ngapain saja sama Louis? Mama perhatikan wajahmu senang sekali.”

            Kalau bukan karena permintaan Louis, tentu Ibunya sudah tau kalau ia dan Louis sudah pacaran. Tapi ia merahasiakan hubungannya dengan Louis untuk sementara. Kata Louis, lelaki itu ingin memberi kejutan pada Ibunya dan bila tiba saatnya ia akan diperkenalkan pada keluarga Louis. Tapi kapan? Taylor baru merasakan ada suatu keganjalan dari permintaan Louis dan ia baru merasakannya sekarang dan bukan kemarin.

            Namun Taylor tidak mau memikirkannya. Ia sudah percaya pada Louis dan yakin kalau lelaki itu hanya mencintainya dan tidak akan menyakitinya. Bunga mawar pemberian dari Louis ia simpan di sebuah tempat yang istimewa dan bunga mawar itu ia rawat setiap hari. Dan saat ia melihat mawar itu, ia selalu mengingat Louis.

            Tepat jam dua siang, Taylor sudah sampai di rumah Harry. Disana sudah ada Harry, Niall, Ele dan Selena. Niall terlihat senang sekali dan cowok itu masih mengenakan seragam kelulusannya. Cepat-cepat Taylor berlari lalu memeluk Niall.

            “Congrats ya!” Ucap Taylor.

            “Thanks.” Balas Niall.

            Setelah memeluk Niall, Taylor beralih melihat Ele yang juga begitu bahagia. Ia langsung memeluk Ele. Kini, hanya ia dan Selena yang belum lulus. Mungkin karena otaknya tidak secerdas Ele padahal ia dan Ele satu angkatan. Sedangkan Niall satu angkatan dengan Harry tapi Harry duluan lulus.

            “Setelah lulus, kamu kuliah lagi atau tidak?” Tanya Taylor pada Ele.

            Sejenak Ele berpikir. “Entahlah. Tapi sepertinya Ibuku ingin aku cepat-cepat menikah.” Jawabnya.

            Menikah? Batin Taylor sedih. Jika Ele menikah, tentu saja Ele akan mengikuti suaminya dan ia akan jarang bertemu dengan Ele. Tapi Taylor tidak bisa melarang keinginan Ele. Ele mempunyai kehidupan sendiri dan ia tidak bisa mengaturnya.

            “Menikah? Wau! Memangnya kamu sudah punya pacar?” Tanya Niall.

            Ele hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Niall. Tapi jujur saja, ia belum siap menikah sedekat ini. Umurnya masih dua puluh tiga tahun dan mungkin dua tahun lagi ia akan menikah. Ele masih ingin berkumpul bersama sahabat-sahabatnya.

            Tiba-tiba, seorang lelaki datang sambil menyapa kelimanya. Setelah tau siapa lelaki itu, Taylor menjadi kaget. Louis? Mengapa lelaki itu bisa ada disini? Taylor bisa melihat Louis yang sedang tersenyum ke arahnya dan cepat-cepat ia menunduk.

            “Hai Lou!” Sapa Ele ceria.

            Entah mengapa dadanya bergetar saat mendengar suara ceria Ele menyapa Louis. Ia takut jika Ele menyukai Louis. Tapi sekali lagi, Taylor berusaha menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya. Boleh-boleh saja Ele akrab dengan Louis asalkan tidak menganggu hubungannya dengan Louis.

            “Hai Harr.” Sapa Louis sedikit gugup.

            Harry menatap Louis dengan heran. “Hai juga. Mengapa kau kelihatan pucat?” Tanyanya.

            Taylor juga bisa melihat kepucatan di wajah Louis. Ada apa dengan lelaki itu? Baru saja ia mengalami masa-masa indah bersama Louis dan entah mengapa hatinya menjadi tidak enak.

            “Aku baik-baik saja. Ohya Harr, aku ingin bicara denganmu. Tapi di tempat lain.” Kata Louis dengan wajah serius.

***

            Keduanya terdiam dan diantara keduanya belum ada yang bicara. Harry memang sengaja memilih untuk diam dan menunggu Louis bicara. Pasti lelaki itu sedang ada masalah dan ingin bercerita dengannya. Belakang-belakangan ini Louis sering curhat dengannya dan ia bisa menjadi pendengar yang baik.

            Sepertinya Louis ragu untuk bicara. Harry sudah bisa menebaknya. Akhirnya ia yang angkat bicara karena lelah menunggu Louis yang tidak mau bicara-bicara.

            “Ada apa Lou? Tentang Taylor?” Tebak Harry.

            Louis menghela nafas berat. “Sebelum aku menjawab, aku ingin bertanya. Menurutmu, Taylor itu bagaimana?” Tanyanya.

            Sebelum menjawab, Harry berpikir sebentar. “Menurutku, Taylor baik dan sikapnya masih kekanak-kanakan. Dia sangat sayang dengan sahabat-sahabatnya dan tidak mau berpisah dengan sahabat-sahabatnya. Memangnya ada apa?”

            Namun Louis tidak menjawab. Ia malah memberi pertanyaan lain. “Kau sangat dekat kan dengannya?”

            “Ya. Aku lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya dan yang lainnya.” Jawab Harry.

            “Apa kau.. Apa kau tidak pernah berpikir untuk menyukainya? Maksudku, dia kan cantik dan apa kau tidak ingin menjadikannya sebagai kekasihmu?”

            Semakin lama pertanyaan yang dilontarkan Louis semakn aneh. Sampai detik ini Harry masih belum bisa menebak pikiran Louis dan mengapa lelaki itu terus menanyainya tentang  Taylor. Apa Louis tidak suka kalau ia bersahabat dengan Taylor? Apa lelaki itu cemburu dengannya?

            “Tidak.” Jawab Harry singkat. “Aku sudah lama mengenalnya dan sudah terbiasa dekat dengannya.” Sambungnya.

            Suasanya berubah menjadi hening lagi. Lalu tiba-tiba Louis bicara. “Aku baru jadian dengannya kemarin malam.” Ucapnya.

            “Lalu?” Tanya Harry.

            “Tapi… Tapi aku tidak yakin apa aku benar-benar mencintainya. Mungkin.. Mungkin aku terlalu terpikat dengan kecantikan Taylor dan…”

            Harry menatap Louis dengan tajam. “Kau jangan main-main dengannya. Dia sudah benar-benar menemukan cinta sejatinya yaitu kau! Kalau kau berani menyakitinya dan hanya memanfaatkannya, aku menyesal mendukungmu untuk membantumu agar dekat dengan Taylor.”

            Kembali hatinya menjadi bingung. Baru saja ia jadian dengan Taylor dan berkata kalau Taylor adalah satu-satunya gadis yang ia cintai. Tapi, saat ia melihat Ele, mengapa hari indah kemarin seperti tidak berarti sama sekali? Mungkin ia memang mencintai Taylor, tapi tidak seperti caranya mencintai Ele.

            “Aku.. Aku mencintai Ele. Aku..” Ucap Louis dengan suara terbata-bata.

            “Cukup Lou! Kau ternyata bukan pria yang baik. Berani sekali kau mengatakan didepanku kalau kau mencintai Ele. Jika kau mencintai Ele, mengapa kau menembak Taylor? Kau kan punya otak!” Ucap Harry setengah membentak.

            “Dengar Harr. Kalau aku tidak menembaknya, aku kasihan melihat Taylor lelah menungguku. Dan jika aku jujur dengannya kalau aku mencintai Ele, pasti Taylor akan marah dan persahabatan kalian hancur hanya karena aku.” Bela Louis.

            “Artinya, kau harus melupakan Ele dan memantapkan hatimu untuk Taylor.” Kata Harry.

            Louis tidak yakin dengan ucapan Harry barusan. Melupakan Ele? Apa ia sanggup? Jika ia melupakan Ele dan mengaku kalau ia mencintai Taylor, itu sama saja. Sama saja dapat menghancurkan persahabatan yang sudah lama berdiri itu. Bodoh sekali ia tertarik dengan Taylor dan membuat gadis itu jatuh cinta padanya.

            “Taylor memang cantik. Banyak pria yang berusaha merebut hatinya dan kau adalah pria yang dipilihnya. Tapi aku merasa sedih jika kau hanya mencintai Taylor karena kecantikannya dan jika satu saja kau mengetahui keburukannya, kau akan meninggalkannya.” Kata Harry.

            “Ya, aku tau dan aku menyesal. Sangat menyesal.” Ucap Louis sambil menunduk.

            “Sekarang kau harus jujur. Sebenarnya, kau mencintai Taylor atau Ele? Jangan jawab dua-duanya.” Kata Harry

            “Aku.. Aku tidak tau.” Jawab Louis.

            “Baik. Tapi aku berharap kau dapat memilih mana yang terbaik untukmu. Kau sudah dewasa dan bukan remaja lagi dan aku tidak mau membantumu lagi.”

            Setelah mengucapkan kalimat itu, Harry pergi meninggalkan Louis yang masih bingung. Ingin sekali ia memanggil Harry agar lelaki itu tidak pergi. Tapi ia sudah merasa sangat bersalah pada Harry dan sudah mengecewakan Harry. Taylor atau Ele?

***

            Tiga bulan berlalu dan hubungannya dengan Taylor masih ia rahasiakan. Tentu saja lama-kelamaan Taylor menaruh curiga padanya dan ia sudah kehabisan kata-kata untuk menjawab. Sore itu, Louis sengaja mendatangi rumah Ele karena ia rindu dengan Ele. Melihat kedatangan Louis, Ele senang bukan main. Ternyata gadis itu juga rindu dengan Louis.

            Ele membuat makanan kesukaan Louis yaitu puding cokelat. Ele juga sama seperti Harry yaitu sama-sama pintar masak. Tapi Ele tidak sejago Harry. Tentu saja Louis senang karena dibuatkan puding oleh Ele.

            “Thanks ya El. Kau yang terbaik.” Ucap Louis.

            “Sama-sama Lou.” Ucap Ele.

            Tidak butuh waktu lama bagi Louis untuk menghabiskan puding lezat buatan Ele. Diam-diam, ia kagum pada Ele dan sejenak melupakan Taylor. Baginya, Ele lebih hebat dari Taylor meski Ele tidak secantik Taylor dan sikap Ele yang lebih dewasa dibanding Taylor. Benar apa kata Harry. Meski Taylor sangat cantik, tapi gadis itu banyak memiliki kekurangan dan sikapnya masih kekanak-kanakan. Satu lagi, Taylor tidak bisa masak.

            “Mmm.. Kamu tidak ada rencana untuk menikah? Umurmu sudah hampir dua puluh enam tahun lho.” Ucap Ele.

            Louis terdiam sesaat. “Entahlah. Memangnya kenapa? Kamu mau menikah denganku?” Tanya Louis.

            Mendengar pertanyaan Louis, kedua pipi Ele memerah. “Jika boleh meminta, aku mau jadi pendamping hidupku karena aku mencintaimu.” Ucapnya.

            Louis benar-benar bingung dengan pertanyaannya tadi juga jawaban Ele. Ia teringat dengan Taylor yang hubungannya yang masih dirahasiakan kecuali Harry tentunya yang tau tentang hubungannya dengan Taylor. Tapi syukurlah Harry tidak membocorkan rahasianya. Artinya Harry masih pengertian padanya.

            “Ng.. I.. Iya..” Ucap Louis bingung.

            “Ada apa?” Tanya Ele.

            “Ti.. Tidak ada.” Jawab Louis.

            Ele merasa ada yang aneh dari Louis. Tapi ia tidak bertanya lebih lanjut, dan entah mengapa ia ingin sekali menjalin hubungan dengan Louis. Tapi Taylor… Ele hampir melupakan perasaan Taylor pada Louis dan ia yakin sekali Taylor masih mencintai Louis. Tapi sekali lagi, ia ingin menang dan bisa mendapat hati Louis.

            “Lou.” Ucap Ele dengan suara pelan.

            “Iya?” Tanya Louis.

             “Apa... Apa kau mencintaiku?” Tanya Ele.

            Betapa jahatnya jika ia menjawab ‘ya’ jika Taylor mendengarnya. Tapi Louis tidak tega menjawab ‘tidak’ karena ia memang mencintai Ele. Oh ayolah Lou, Ele lah pilihan terbaikmu dan bukan Taylor. Jika kau bicara baik-baik dengan Taylor, pasti Taylor tidak akan marah dan mengikhlaskanmu bersama Ele.

            “Aku.. Aku mencintaimu El.” Jujur Louis.

            Ele lega mendengar pengakuan Louis. Tapi dihatinya ada sedikit keraguan. “Tapi Taylor..” Ucapnya.

            “Kan aku sudah bilang jangan pikirkan Taylor. Gadis itu akan baik-baik saja.” Ucap Louis.

            Masih saja Ele mengingat Taylor ketika Louis mengatakan kalau lelaki itu mencintainya. Sebenarnya, ia ingin jujur ke Taylor kalau ia juga mencintai Louis. Tapi ia tidak ingin menyakiti hati Taylor. Mungkin ini adalah kesalahan terbesarnya pada Taylor dan Ele berharap Taylor tidak akan membencinya. Ele tau kalau Taylor lebih mencintai sahabat-sahabatnya dibanding segalanya.

            “Baik Lou, aku mengerti.” Ucap Ele dengan suara pelan.

            Tiga bulan berlalu, batin Louis sedih. Apa lebih baik ia mengakhiri hubungannya dengan Taylor? Kali ini lelaki itu sudah benar-benar menemukan pilihan terbaiknya, yaitu Ele dan bukan Taylor. Tapi, ia tidak berani menyakiti hati gadis itu. Itu sama saja membuatnya sakit dan kemungkinan besar Ele akan marah padanya dan mungkin tidak mencintainya lagi.

            God, what should I do? Batin Louis.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar