My
Big Mistake
“It's getting dark and it's all too
quiet
And I can't trust anything now
And it's coming over you like it's
all a big mistake.”
Perlahan, ia
membuka matanya dan berharap yang terjadi kemarin malam bukanlah mimpi namun
kenyataan. Taylor tersenyum seraya mengambil ponselnya dan ada tiga pesan masuk
disana. Pertama pesan dari Niall. Taylor baru sadar kalau sekarang adalah hari
kelulusan Niall dan Ele. Akhirnya cowok idiot itu lulus juga dan jam dua siang
ia disuruh kumpul di rumah Harry. Pesan kedua dari Harry. Pesannya simpel saja.
Harry menyuruhnya datang ke rumah jam dua siang seperti pesan dari Niall. Dan
yang ketiga.. Dari Louis!
Taylor
tidak bisa berhenti tersenyum membaca pesan dari Louis. Ternyata, kemarin malam
bukanlah sebuah mimpi. Ia mengira hanya sebuah mimpi karena terlalu indah.
Sekarang jam delapan pagi. Taylor memutuskan untuk mandi dan sarapan. Tiba-tiba
ia teringat saat ia kembali ke rumah dan Ibunya mengintrogasinya.
“Jadi
lelaki itu Louis? Dia sangat tampan! Mama suka kalau kamu pacaran sama Louis.
Ngomong-ngomong, tadi kamu ngapain saja sama Louis? Mama perhatikan wajahmu
senang sekali.”
Kalau
bukan karena permintaan Louis, tentu Ibunya sudah tau kalau ia dan Louis sudah
pacaran. Tapi ia merahasiakan hubungannya dengan Louis untuk sementara. Kata
Louis, lelaki itu ingin memberi kejutan pada Ibunya dan bila tiba saatnya ia
akan diperkenalkan pada keluarga Louis. Tapi kapan? Taylor baru merasakan ada
suatu keganjalan dari permintaan Louis dan ia baru merasakannya sekarang dan
bukan kemarin.
Namun
Taylor tidak mau memikirkannya. Ia sudah percaya pada Louis dan yakin kalau
lelaki itu hanya mencintainya dan tidak akan menyakitinya. Bunga mawar
pemberian dari Louis ia simpan di sebuah tempat yang istimewa dan bunga mawar
itu ia rawat setiap hari. Dan saat ia melihat mawar itu, ia selalu mengingat
Louis.
Tepat
jam dua siang, Taylor sudah sampai di rumah Harry. Disana sudah ada Harry,
Niall, Ele dan Selena. Niall terlihat senang sekali dan cowok itu masih
mengenakan seragam kelulusannya. Cepat-cepat Taylor berlari lalu memeluk Niall.
“Congrats
ya!” Ucap Taylor.
“Thanks.”
Balas Niall.
Setelah
memeluk Niall, Taylor beralih melihat Ele yang juga begitu bahagia. Ia langsung
memeluk Ele. Kini, hanya ia dan Selena yang belum lulus. Mungkin karena otaknya
tidak secerdas Ele padahal ia dan Ele satu angkatan. Sedangkan Niall satu
angkatan dengan Harry tapi Harry duluan lulus.
“Setelah
lulus, kamu kuliah lagi atau tidak?” Tanya Taylor pada Ele.
Sejenak
Ele berpikir. “Entahlah. Tapi sepertinya Ibuku ingin aku cepat-cepat menikah.”
Jawabnya.
Menikah?
Batin Taylor sedih. Jika Ele menikah, tentu saja Ele akan mengikuti suaminya
dan ia akan jarang bertemu dengan Ele. Tapi Taylor tidak bisa melarang
keinginan Ele. Ele mempunyai kehidupan sendiri dan ia tidak bisa mengaturnya.
“Menikah?
Wau! Memangnya kamu sudah punya pacar?” Tanya Niall.
Ele
hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Niall. Tapi jujur saja, ia belum siap
menikah sedekat ini. Umurnya masih dua puluh tiga tahun dan mungkin dua tahun
lagi ia akan menikah. Ele masih ingin berkumpul bersama sahabat-sahabatnya.
Tiba-tiba,
seorang lelaki datang sambil menyapa kelimanya. Setelah tau siapa lelaki itu,
Taylor menjadi kaget. Louis? Mengapa lelaki itu bisa ada disini? Taylor bisa
melihat Louis yang sedang tersenyum ke arahnya dan cepat-cepat ia menunduk.
“Hai
Lou!” Sapa Ele ceria.
Entah
mengapa dadanya bergetar saat mendengar suara ceria Ele menyapa Louis. Ia takut
jika Ele menyukai Louis. Tapi sekali lagi, Taylor berusaha menghilangkan
pikiran-pikiran negatifnya. Boleh-boleh saja Ele akrab dengan Louis asalkan
tidak menganggu hubungannya dengan Louis.
“Hai
Harr.” Sapa Louis sedikit gugup.
Harry
menatap Louis dengan heran. “Hai juga. Mengapa kau kelihatan pucat?” Tanyanya.
Taylor
juga bisa melihat kepucatan di wajah Louis. Ada apa dengan lelaki itu? Baru
saja ia mengalami masa-masa indah bersama Louis dan entah mengapa hatinya
menjadi tidak enak.
“Aku
baik-baik saja. Ohya Harr, aku ingin bicara denganmu. Tapi di tempat lain.”
Kata Louis dengan wajah serius.
***
Keduanya
terdiam dan diantara keduanya belum ada yang bicara. Harry memang sengaja
memilih untuk diam dan menunggu Louis bicara. Pasti lelaki itu sedang ada
masalah dan ingin bercerita dengannya. Belakang-belakangan ini Louis sering
curhat dengannya dan ia bisa menjadi pendengar yang baik.
Sepertinya
Louis ragu untuk bicara. Harry sudah bisa menebaknya. Akhirnya ia yang angkat
bicara karena lelah menunggu Louis yang tidak mau bicara-bicara.
“Ada
apa Lou? Tentang Taylor?” Tebak Harry.
Louis
menghela nafas berat. “Sebelum aku menjawab, aku ingin bertanya. Menurutmu,
Taylor itu bagaimana?” Tanyanya.
Sebelum
menjawab, Harry berpikir sebentar. “Menurutku, Taylor baik dan sikapnya masih
kekanak-kanakan. Dia sangat sayang dengan sahabat-sahabatnya dan tidak mau
berpisah dengan sahabat-sahabatnya. Memangnya ada apa?”
Namun
Louis tidak menjawab. Ia malah memberi pertanyaan lain. “Kau sangat dekat kan
dengannya?”
“Ya.
Aku lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya dan yang lainnya.” Jawab Harry.
“Apa
kau.. Apa kau tidak pernah berpikir untuk menyukainya? Maksudku, dia kan cantik
dan apa kau tidak ingin menjadikannya sebagai kekasihmu?”
Semakin
lama pertanyaan yang dilontarkan Louis semakn aneh. Sampai detik ini Harry
masih belum bisa menebak pikiran Louis dan mengapa lelaki itu terus menanyainya
tentang Taylor. Apa Louis tidak suka
kalau ia bersahabat dengan Taylor? Apa lelaki itu cemburu dengannya?
“Tidak.”
Jawab Harry singkat. “Aku sudah lama mengenalnya dan sudah terbiasa dekat
dengannya.” Sambungnya.
Suasanya
berubah menjadi hening lagi. Lalu tiba-tiba Louis bicara. “Aku baru jadian
dengannya kemarin malam.” Ucapnya.
“Lalu?”
Tanya Harry.
“Tapi…
Tapi aku tidak yakin apa aku benar-benar mencintainya. Mungkin.. Mungkin aku
terlalu terpikat dengan kecantikan Taylor dan…”
Harry
menatap Louis dengan tajam. “Kau jangan main-main dengannya. Dia sudah
benar-benar menemukan cinta sejatinya yaitu kau! Kalau kau berani menyakitinya
dan hanya memanfaatkannya, aku menyesal mendukungmu untuk membantumu agar dekat
dengan Taylor.”
Kembali
hatinya menjadi bingung. Baru saja ia jadian dengan Taylor dan berkata kalau
Taylor adalah satu-satunya gadis yang ia cintai. Tapi, saat ia melihat Ele,
mengapa hari indah kemarin seperti tidak berarti sama sekali? Mungkin ia memang
mencintai Taylor, tapi tidak seperti caranya mencintai Ele.
“Aku..
Aku mencintai Ele. Aku..” Ucap Louis dengan suara terbata-bata.
“Cukup
Lou! Kau ternyata bukan pria yang baik. Berani sekali kau mengatakan didepanku
kalau kau mencintai Ele. Jika kau mencintai Ele, mengapa kau menembak Taylor?
Kau kan punya otak!” Ucap Harry setengah membentak.
“Dengar
Harr. Kalau aku tidak menembaknya, aku kasihan melihat Taylor lelah menungguku.
Dan jika aku jujur dengannya kalau aku mencintai Ele, pasti Taylor akan marah
dan persahabatan kalian hancur hanya karena aku.” Bela Louis.
“Artinya,
kau harus melupakan Ele dan memantapkan hatimu untuk Taylor.” Kata Harry.
Louis
tidak yakin dengan ucapan Harry barusan. Melupakan Ele? Apa ia sanggup? Jika ia
melupakan Ele dan mengaku kalau ia mencintai Taylor, itu sama saja. Sama saja
dapat menghancurkan persahabatan yang sudah lama berdiri itu. Bodoh sekali ia
tertarik dengan Taylor dan membuat gadis itu jatuh cinta padanya.
“Taylor
memang cantik. Banyak pria yang berusaha merebut hatinya dan kau adalah pria
yang dipilihnya. Tapi aku merasa sedih jika kau hanya mencintai Taylor karena
kecantikannya dan jika satu saja kau mengetahui keburukannya, kau akan
meninggalkannya.” Kata Harry.
“Ya,
aku tau dan aku menyesal. Sangat menyesal.” Ucap Louis sambil menunduk.
“Sekarang
kau harus jujur. Sebenarnya, kau mencintai Taylor atau Ele? Jangan jawab dua-duanya.”
Kata Harry
“Aku..
Aku tidak tau.” Jawab Louis.
“Baik.
Tapi aku berharap kau dapat memilih mana yang terbaik untukmu. Kau sudah dewasa
dan bukan remaja lagi dan aku tidak mau membantumu lagi.”
Setelah
mengucapkan kalimat itu, Harry pergi meninggalkan Louis yang masih bingung.
Ingin sekali ia memanggil Harry agar lelaki itu tidak pergi. Tapi ia sudah
merasa sangat bersalah pada Harry dan sudah mengecewakan Harry. Taylor atau
Ele?
***
Tiga
bulan berlalu dan hubungannya dengan Taylor masih ia rahasiakan. Tentu saja
lama-kelamaan Taylor menaruh curiga padanya dan ia sudah kehabisan kata-kata
untuk menjawab. Sore itu, Louis sengaja mendatangi rumah Ele karena ia rindu
dengan Ele. Melihat kedatangan Louis, Ele senang bukan main. Ternyata gadis itu
juga rindu dengan Louis.
Ele
membuat makanan kesukaan Louis yaitu puding cokelat. Ele juga sama seperti
Harry yaitu sama-sama pintar masak. Tapi Ele tidak sejago Harry. Tentu saja
Louis senang karena dibuatkan puding oleh Ele.
“Thanks
ya El. Kau yang terbaik.” Ucap Louis.
“Sama-sama
Lou.” Ucap Ele.
Tidak
butuh waktu lama bagi Louis untuk menghabiskan puding lezat buatan Ele.
Diam-diam, ia kagum pada Ele dan sejenak melupakan Taylor. Baginya, Ele lebih
hebat dari Taylor meski Ele tidak secantik Taylor dan sikap Ele yang lebih
dewasa dibanding Taylor. Benar apa kata Harry. Meski Taylor sangat cantik, tapi
gadis itu banyak memiliki kekurangan dan sikapnya masih kekanak-kanakan. Satu
lagi, Taylor tidak bisa masak.
“Mmm..
Kamu tidak ada rencana untuk menikah? Umurmu sudah hampir dua puluh enam tahun
lho.” Ucap Ele.
Louis
terdiam sesaat. “Entahlah. Memangnya kenapa? Kamu mau menikah denganku?” Tanya
Louis.
Mendengar
pertanyaan Louis, kedua pipi Ele memerah. “Jika boleh meminta, aku mau jadi
pendamping hidupku karena aku mencintaimu.” Ucapnya.
Louis
benar-benar bingung dengan pertanyaannya tadi juga jawaban Ele. Ia teringat
dengan Taylor yang hubungannya yang masih dirahasiakan kecuali Harry tentunya
yang tau tentang hubungannya dengan Taylor. Tapi syukurlah Harry tidak
membocorkan rahasianya. Artinya Harry masih pengertian padanya.
“Ng..
I.. Iya..” Ucap Louis bingung.
“Ada
apa?” Tanya Ele.
“Ti..
Tidak ada.” Jawab Louis.
Ele
merasa ada yang aneh dari Louis. Tapi ia tidak bertanya lebih lanjut, dan entah
mengapa ia ingin sekali menjalin hubungan dengan Louis. Tapi Taylor… Ele hampir
melupakan perasaan Taylor pada Louis dan ia yakin sekali Taylor masih mencintai
Louis. Tapi sekali lagi, ia ingin menang dan bisa mendapat hati Louis.
“Lou.”
Ucap Ele dengan suara pelan.
“Iya?”
Tanya Louis.
“Apa... Apa kau mencintaiku?” Tanya Ele.
Betapa
jahatnya jika ia menjawab ‘ya’ jika Taylor mendengarnya. Tapi Louis tidak tega
menjawab ‘tidak’ karena ia memang mencintai Ele. Oh ayolah Lou, Ele lah pilihan
terbaikmu dan bukan Taylor. Jika kau bicara baik-baik dengan Taylor, pasti
Taylor tidak akan marah dan mengikhlaskanmu bersama Ele.
“Aku..
Aku mencintaimu El.” Jujur Louis.
Ele
lega mendengar pengakuan Louis. Tapi dihatinya ada sedikit keraguan. “Tapi
Taylor..” Ucapnya.
“Kan
aku sudah bilang jangan pikirkan Taylor. Gadis itu akan baik-baik saja.” Ucap
Louis.
Masih
saja Ele mengingat Taylor ketika Louis mengatakan kalau lelaki itu
mencintainya. Sebenarnya, ia ingin jujur ke Taylor kalau ia juga mencintai
Louis. Tapi ia tidak ingin menyakiti hati Taylor. Mungkin ini adalah kesalahan
terbesarnya pada Taylor dan Ele berharap Taylor tidak akan membencinya. Ele tau
kalau Taylor lebih mencintai sahabat-sahabatnya dibanding segalanya.
“Baik
Lou, aku mengerti.” Ucap Ele dengan suara pelan.
Tiga
bulan berlalu, batin Louis sedih. Apa lebih baik ia mengakhiri hubungannya
dengan Taylor? Kali ini lelaki itu sudah benar-benar menemukan pilihan
terbaiknya, yaitu Ele dan bukan Taylor. Tapi, ia tidak berani menyakiti hati
gadis itu. Itu sama saja membuatnya sakit dan kemungkinan besar Ele akan marah
padanya dan mungkin tidak mencintainya lagi.
God,
what should I do? Batin Louis.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar