Part 9
.
.
.
Akhirnya sampai
juga di Gramedia. Gabriel nggak tau mengapa ia bisa sampai di tempat yang sama
sekali nggak pernah ia kunjungi. Mulanya ia mau pergi ke Mc’ Donald tapi nggak
tau juga bisa sampai di Gramedia.
Ya, mungkin disini
ia bisa membeli buku pelajaran yang tentunya berguna baginya. Siapa tau juga
ada novel bagus yang akan ia beri pada Sivia. Sivia kan suka baca novel.
Apalagi kalo temanya tentang cinta.
Tiba-tiba ekor
matanya menatap seorang cewek yang kebingungan di depan kasir. Lho? Bukannya
itu murid baru di sekolahnya? Cewek itu kan teman kelasnya Sivia. Gabriel
memutuskan mendatangi cewek yang lagi kebingungan itu.
“Need help?”
Tanyanya.
Sontak cewek itu
kaget melihat cowok yang tiba-tiba ada di belakangnya. Siapa cowok itu? Entah
mengapa jantungnya berdetak-detak lebih dari biasanya saat ia melihat cowok
itu.
“Ng.. Uang gue...”
“Mbak, berapa
rupiah yang harus dibayar oleh cewek ini?” Tanya Gabriel pada sang kasir.
“Sembilan puluh
empat ribu.” Jawab sang kasir.
Gabriel
mengeluarkan uang di dalam dompetnya. Tapi langsung di cegah sama cewek itu.
“Jangan! Biar gue aja yang bayar.” Ucapnya.
“Terus, lo bayarnya
pake apa? Pake daun?” Tanya Gabriel.
Shilla yang nggak
bisa berkata lagi memilih mengangguk. Kejadian ini merupakan sebuah pelajaran
baginya, dan ia nggak akan mengulanginya lagi.
Setelah Gabriel
membayar, keduanya pun keluar. Jadinya Gabriel keluar dari Gramedia dengan
tangan kosong. Tapi tak apa. Bukan novel atau buku yang ia dapat. Tapi pahala
yang ia dapatkan karena menolong cewek itu.
“Makasih ya..” Kata
Shilla senang dan masih dengan jantungnya yang berdetak lebih kencang.
“Urwel. Makanya
kalo mau pergi harus diteliti dulu. Biar nggak ketinggalan.” Kata Gabriel.
“Iya.. Iya..
Makasih sekali lagi ya..”
Krek! ( Anggap dah bunyi
perut yang lagi kelaparan ).
“Hei! Bunyi apa
itu?” Tanya Gabriel.
Mendadak pipi
Shilla jadi memerah. “Ng.. Itu..”
“Lo lapar ya? Ayo!
Kita pergi ke Mc’ donald. Gue yang traktir lo.” Kata Gabriel dan Shilla nggak
bisa menolak.
***
“Mmm, sekali lagi,
makasih ya.” Kata Shilla ketika mereka sampai di Mc’ Donald.
Gabriel mengangguk
dan tersenyum. “Nama lo siapa? Bukannya lo murid baru SMA Value?” Tanyanya.
Wajah Shilla
menjadi cerah mendengar pertanyaan Gabriel. “Gue Ashilla. Panggil aja Shilla.
Ya, gue murid baru SMA Value. Nama lo juga siapa?”
“Gue Gabriel.”
Jawab Gabriel singkat.
Setelah makanan
yang mereka pesan datang, keduanya makan dengan lahap. Terutama Shilla yang
memang aslinya lagi kelaparan. Tanpa ia sadari, Gabriel terus memerhatikan tingkah
laku makannya yang mungkin terkesan aneh.
“Lo adiknya Kak
Pricilla kan?” Tanya Gabriel.
“Ya. Pasti lo tau
karena wajah gue mirip kayak wajah Kak Pricilla.” Jawab Shilla.
Tak jauh dari
tempat itu, seorang cewek tengah memerhatikan pemandangan itu. Entah mengapa
hatinya terasa sakit melihat semua itu.
‘Cemburu. Ya, gue
cemburu.’ Batin cewek itu.
***
“Lo mau kemana?”
Tanya Rio sedikit berteriak.
Yang dipanggil pun
menoleh kebelakang. “Ada deh.” Jawabnya.
“Jangan bilang lo
mau pergi kencan sama cowok lo.”
Sivia tertawa.
“Hahaha.. Ya enggaklah, kak. Lo tuh yang seharusnya kencan sama kak Ify. By the
way, kok gue nggak pernah liat lo pergi ajak kak Ify? Setau gue, kak Ify itu
naksir juga ke elo.” Ucapnya.
Rio tau Sivia hanya
bercanda. Nggak mungkin gadis seperti Ify menyukainya. “Gue tau lo hanya
bercanda.” Ucapnya.
“Eh, beneran lho
kak. Gue sering twitteran sama dia. Kalo nggak percaya, tanya aja langsung ke
orangnya.” Kata Sivia lalu pergi meninggalkan Rio yang tengah berpikir.
Benar juga! Ia harus
berani bertanya pada Ify. Jangan di tunda-tunda deh. Ntar ujung-ujungnya
menyesal lagi.
C’mon, Yo!
Fighting!
***
Suasana ibu kota
sangat ramai. Jalanan macet total. Tapi menurutnya, ini semua biasa aja.
Jakarta emang asli macet. Nggak ada Jakarta yang sepi.
Sivia berhenti di
sebuah tempat makanan. Perutnya nggak
bisa diajak kompromi lagi. Akhirnya Sivia langsung masuk ke dalam
Mc’Donald.
Ketika ia hendak
memesan ayam goreng, matanya terpusat pada dua orang yang dikenalinya. Dua
orang itu sedang tertawa bersama. Seketika itu juga darahnya serasa berhenti
mengalir.
‘Apa? Gue cemburu?
Tidak! Itu kan hak Gabriel. Terserah dia dong mau sama siapa saja.’ Semangat
Sivia dalam hati. Malah, ia berani mendekati dua orang itu.
“Mmm.. Hai Yel! Hai
Shill!” Sapa Sivia.
Gabriel yang sedang
menyedot coca-colanya langung tersedak. Begitupun dengan Shilla yang merasa tak
asing lagi dengan suara itu.
“Maaf ya ganggu
kalian.” Kata Sivia merasa nggak enak.
“Oh, nggak papa kok
Vi. Mmm.. Duduk sini aja Vi.” Kata Gabriel.
Mau nggak mau Sivia
memilih duduk. Ia berhadapan dengan Shilla yang sedang menatapnya dengan
tatapan entahlah. Dan sepertinya Shilla tidak suka dengan kehadirannya.
“Lo udah kenal
Ashilla?” Tanya Gabriel pada Sivia.
Sivia hanya
mengangguk. Merasa nggak enak duduk di tempat ini.
“Kalian sekelas
ya?” Tanya Gabriel lagi.
Lagi-lagi Sivia
mengangguk sementara Shilla diam. Sama sekali nggak mau bicara. Mungkin dia
canggung berada di tempat ini. Dalam hati, ia bertanya. ‘Apa Sivia adalah pacar
Gabriel?’
“Mmm, Shill, Via
ini sahabat gue dari kecil, dan kami sangat dekat.” Kata Gabriel seolah-olah
memperkenalkan Sivia dengan Shilla.
Entah mengapa,
Shilla nggak suka mendengarnya. Kami
sangat dekat. Bisa jadi mereka belum pacaran dan hanya sahabatan. Dan
mengapa juga Shilla seperti membenci Sivia. Hanya sedikit. Nggak tau ke
depannya.
Selanjutnya, Shilla
merasa dikacangin. Daritadi Gabriel keasyikan ngobrol sama Sivia. Shilla merasa
bodoh menduduki tempat ini. Dan ia merasa bodoh telah menyukai Gabriel. Padahal
baru saja ia bertemu dengan cowok itu.
Tanpa ia sadari, ia
telah membenarkan perkataan Pricilla yang mengatakan kalo Sivia cewek yang sok
jago dan nggak mau ngalah. Selalu saja Sivia yang menjadi pemenangnya.
“Ng.. Gue pergi
dulu.” Kata Shilla akhirnya.
Ketika ia hendak
bangkit, tangannya langsung ditarik oleh Gabriel. Jantung Shilla serasa
berhenti berdetak. Sementara Sivia sedikit tak suka melihat pemandangan itu.
“Gue yang anterin
lo pulang.” Kata Gabriel.
Tentu saja Shilla
menolak secara halus. “It’s okay. Gue pulang sendiri aja.” Ucapnya.
“Terus, lo pulang
sama siapa?”
“Ntar kakak gue
yang jemput gue. Ohya, big thanks for helped me.”
Shilla pun
meninggalkan tempat itu dengan perasaan yang campur aduk. Antara senang, benci,
canggung, ragu serta malu.
“Gebetan baru lo?”
Tanya Sivia.
Gabriel sama sekali
nggak memperindah pertanyaan Sivia.
“Nggak.” Jawabnya.
“Why? She is very
beautiful. Kayaknya dia nakir deh sama lo.” Kata Sivia.
“Nggak. Walau dia
naksir gue, tapi gue nggak suka dia. Tenang aja, gue nggak bakal jatuh cinta
dengan Shilla.”
Ucapan Gabriel tadi
dapat menenangkan hati Sivia, dan ucapan tadi seperti mengandung makna lain.
Bisa jadi berarti, ‘Lo jangan khawatir Vi, gue nggak bakal naksir sama Shilla,
dan lo bisa aja jadi pacar gue.’
***
Hari ini hari
libur. Agni jadi bisa menghabiskan waktunya di rumah. Ia udah mengajak Ify dan
Rio piknik ke taman bunga yang letaknya jauh dari jantung Kota. Ya sekalian
mengakrabkan Rio dengan Ify.
Agni jadi teringat
dengan Cakka. Sedang apa dia? Kerinduannya pada Cakka semakin besar. Dulu,
sewaktu Cakka masih menjadi kekasihnya, Cakka sering menge-smsnya dan
mengajaknya jalan-jalan. Tapi sekarang...
Sudahlah Ag..
Jangan dipikirkan lagi. Masa lalu, biarlah berlalu. Mungkin Cakka bukan
jodohnya. Ya, Agni harus menerima semua itu.
Agni pun siap
menunggu mobil Rio yang akan membawa mereka pergi ke suatu tempat.
***
“Mau kemana lo?”
Tanya Sivia yang sedang mendengarkan lagu lewat headsetnya.
Rio yang udah rapi
dengan bajunya menoleh sebentar ke arah Sivia. “Biasa. Refresing otak.” Jawab
Rio singkat.
“Yahh.. Kok gue
nggak diajak sih?” Kata Sivia pura-pura cemberut.
“Heh. Lo masih
kecil, nggak cocok pergi sama anak kuliahan.” Kata Rio seraya cepat-cepat
meninggalkan adiknya itu.
Sivia cemberut
melihat kakaknya yang sudah menghilang dari penglihatannya. Lalu, apa yang
harus ia lakukan di pagi Minggu yang cerah ini? Belajar? Kerjain tugas?
Drtdrtdrt...
Message from :
0878xxxxxxxx
Gutten morgen, cantik! Lg apa? Ketemuan
yuk di depan caffe pagi.
Sivia penasaran membaca
pesan itu. Tapi kalimat pertama begitu menggoda. Di dalam pesan itu, ia disuruh
datang ke Caffe pagi.
Lebih baik jangan
di rungu aja pesan itu. Ntar kan takut kalo yang ngirim adalah orang yang
tidak-tidak. Tapi rasa penasarannya mengalahkan ketakutannya itu.
Cepat-cepat Sivia
ganti baju dan meluncur ke caffe pagi.
***
Melihat siapa yang
datang, Agni tersenyum bahagia. Ya, Ify! Temannya itu tidak mengingkar janji.
Pagi ini, Ify begitu cantik. Ia memakai kaus biru santai dan celana jins
panjang berwarna putih. Ify emang cantik.
Tapi, ada yang lain
dari Ify. Wajah Ify tampak murung. Anak itu hidupnya nggak pernah bahagia.
Senyum pun jarang ia lakukan. Dan sampai sekarang Agni nggak tau penyebab Ify
bisa menjadi seperti itu.
“Fy, lo kenapa sih?
Lama-lama gue kepo tau.” Kata Agni.
Ify mencoba untuk
tersenyum. “Gue nggak papa kok, Ag.” Jawabnya.
“Fy, jujur aja ma
gue. Lo punya masalah besar kan? Ayo cerita!”
Ingin sekali Ify
bercerita. Masalah ini juga menyangkut tentang Agni. Tapi Ify nggak mau membuat
hati Agni sakit. Ya, perjodohan yang sangat menyakitkan!
“Nggak kok, Ag.
Udah ah, kapan kita jalan-jalannya?” Tanya Ify.
“Tuh!” Kata Agni.
Sebuah mobil
bermerk grand livina berhenti di depan rumah Agni. Kaca mobil itu terbuka. Agni
melambaikan tangan melihat kedatangan orang yang ditunggunya. Sementara Ify...
“Yuk, Fy! Rio udah
dateng. Sayang nggak ada Cakka. Biasanya Cakka juga ikut.” Kata Agni.
Masih saja Agni
teringat dengan mantannya itu. Dan jika ia mengingatnya, air matanya nggak
sanggup untuk bertahan dan ingin saja keluar. Tapi Agni berusaha untuk tegar
dan menerima semuanya.
Ify dan Agni
berjalan dan masuk ke dalam mobil Rio. Karena paksaan Agni, Ify yang duduk di
depan. Ceritanya, Agni mau comblangin Rio dengan Ify.
“Pagi, Fy..” Sapa
Rio sedikit canggung.
“Pagi juga..” Jawab
Ify tak kalah canggung.
Di belakang, Agni
cekikikan. Dua-duanya sama-sama canggung! Agni nggak bisa membayangkan
bagaimana jika Rio dan Ify bersatu. Agni nggak mau tau.
Mobil pun berjalan
dengan kecepatan sedang. Rio yang menyetir mobil masih dengan status canggung.
Sama halnya dengan Ify. Ia bukan hanya canggung. Tapi ada perasaan lain yang ia
rasakan namun tak berani ia perdalam lebih jauh. Tentu kalian tau apa
penyebabnya.
“Hati-hati Yo,
jangan canggung gitu. Lo kayak baru bisa nyetir mobil aja. Anggap aja nggak ada
orang di samping lo.” Canda Agni.
Ingin sekali Rio
menerkam Agni. Cewek itu keterlaluan banget. Dia aja kalo lagi di goda langsung
ngambek-ngambek.
Ya, perjalanan kali
ini emang beda dari perjalanan sebelumnya.
***
Sivia
memberhentikan motornya di depan caffe pagi. Mengapa caffe itu disebut sebagai
caffe pagi? Jawabannya mungkin karena caffe itu bukanya pagi hari aja terus
dinamain caffe pagi.
‘Heh! Dimana orang
itu?’ Batin Sivia.
Keringat dingin
keluar dari pori-pori kulitnya. Ia takut orang jahat yang mengirimnya pesan
tadi. Ah, Via! Jangan berpikir negatif. Possitive thingking, Via.. Tapi kok, ia
merasa yang mengirimnya pesan itu adalah...
“Hai! Maaf karena
telah membuatmu menunggu.” Kata suara seorang cowok.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar