expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 08 Februari 2015

We Love You Sivia! ( Part 9 )



Part 9

.

.

.

Akhirnya sampai juga di Gramedia. Gabriel nggak tau mengapa ia bisa sampai di tempat yang sama sekali nggak pernah ia kunjungi. Mulanya ia mau pergi ke Mc’ Donald tapi nggak tau juga bisa sampai di Gramedia.

Ya, mungkin disini ia bisa membeli buku pelajaran yang tentunya berguna baginya. Siapa tau juga ada novel bagus yang akan ia beri pada Sivia. Sivia kan suka baca novel. Apalagi kalo temanya tentang cinta.

Tiba-tiba ekor matanya menatap seorang cewek yang kebingungan di depan kasir. Lho? Bukannya itu murid baru di sekolahnya? Cewek itu kan teman kelasnya Sivia. Gabriel memutuskan mendatangi cewek yang lagi kebingungan itu.

“Need help?” Tanyanya.

Sontak cewek itu kaget melihat cowok yang tiba-tiba ada di belakangnya. Siapa cowok itu? Entah mengapa jantungnya berdetak-detak lebih dari biasanya saat ia melihat cowok itu.

“Ng.. Uang gue...”

“Mbak, berapa rupiah yang harus dibayar oleh cewek ini?” Tanya Gabriel pada sang kasir.

“Sembilan puluh empat ribu.” Jawab sang kasir.

Gabriel mengeluarkan uang di dalam dompetnya. Tapi langsung di cegah sama cewek itu. “Jangan! Biar gue aja yang bayar.” Ucapnya.

“Terus, lo bayarnya pake apa? Pake daun?” Tanya Gabriel.

Shilla yang nggak bisa berkata lagi memilih mengangguk. Kejadian ini merupakan sebuah pelajaran baginya, dan ia nggak akan mengulanginya lagi.

Setelah Gabriel membayar, keduanya pun keluar. Jadinya Gabriel keluar dari Gramedia dengan tangan kosong. Tapi tak apa. Bukan novel atau buku yang ia dapat. Tapi pahala yang ia dapatkan karena menolong cewek itu.

“Makasih ya..” Kata Shilla senang dan masih dengan jantungnya yang berdetak lebih kencang.

“Urwel. Makanya kalo mau pergi harus diteliti dulu. Biar nggak ketinggalan.” Kata Gabriel.

“Iya.. Iya.. Makasih sekali lagi ya..”

Krek! ( Anggap dah bunyi perut yang lagi kelaparan ).

“Hei! Bunyi apa itu?” Tanya Gabriel.

Mendadak pipi Shilla jadi memerah. “Ng.. Itu..”

“Lo lapar ya? Ayo! Kita pergi ke Mc’ donald. Gue yang traktir lo.” Kata Gabriel dan Shilla nggak bisa menolak.

***

“Mmm, sekali lagi, makasih ya.” Kata Shilla ketika mereka sampai di Mc’ Donald.

Gabriel mengangguk dan tersenyum. “Nama lo siapa? Bukannya lo murid baru SMA Value?” Tanyanya.

Wajah Shilla menjadi cerah mendengar pertanyaan Gabriel. “Gue Ashilla. Panggil aja Shilla. Ya, gue murid baru SMA Value. Nama lo juga siapa?”

“Gue Gabriel.” Jawab Gabriel singkat.

Setelah makanan yang mereka pesan datang, keduanya makan dengan lahap. Terutama Shilla yang memang aslinya lagi kelaparan. Tanpa ia sadari, Gabriel terus memerhatikan tingkah laku makannya yang mungkin terkesan aneh.

“Lo adiknya Kak Pricilla kan?” Tanya Gabriel.

“Ya. Pasti lo tau karena wajah gue mirip kayak wajah Kak Pricilla.” Jawab Shilla.

Tak jauh dari tempat itu, seorang cewek tengah memerhatikan pemandangan itu. Entah mengapa hatinya terasa sakit melihat semua itu.

‘Cemburu. Ya, gue cemburu.’ Batin cewek itu.

***

“Lo mau kemana?” Tanya Rio sedikit berteriak.

Yang dipanggil pun menoleh kebelakang. “Ada deh.” Jawabnya.

“Jangan bilang lo mau pergi kencan sama cowok lo.”

Sivia tertawa. “Hahaha.. Ya enggaklah, kak. Lo tuh yang seharusnya kencan sama kak Ify. By the way, kok gue nggak pernah liat lo pergi ajak kak Ify? Setau gue, kak Ify itu naksir juga ke elo.” Ucapnya.

Rio tau Sivia hanya bercanda. Nggak mungkin gadis seperti Ify menyukainya. “Gue tau lo hanya bercanda.” Ucapnya.

“Eh, beneran lho kak. Gue sering twitteran sama dia. Kalo nggak percaya, tanya aja langsung ke orangnya.” Kata Sivia lalu pergi meninggalkan Rio yang tengah berpikir.

Benar juga! Ia harus berani bertanya pada Ify. Jangan di tunda-tunda deh. Ntar ujung-ujungnya menyesal lagi.

C’mon, Yo! Fighting!

***

Suasana ibu kota sangat ramai. Jalanan macet total. Tapi menurutnya, ini semua biasa aja. Jakarta emang asli macet. Nggak ada Jakarta yang sepi.

Sivia berhenti di sebuah tempat makanan. Perutnya nggak  bisa diajak kompromi lagi. Akhirnya Sivia langsung masuk ke dalam Mc’Donald.

Ketika ia hendak memesan ayam goreng, matanya terpusat pada dua orang yang dikenalinya. Dua orang itu sedang tertawa bersama. Seketika itu juga darahnya serasa berhenti mengalir.

‘Apa? Gue cemburu? Tidak! Itu kan hak Gabriel. Terserah dia dong mau sama siapa saja.’ Semangat Sivia dalam hati. Malah, ia berani mendekati dua orang itu.

“Mmm.. Hai Yel! Hai Shill!” Sapa Sivia.

Gabriel yang sedang menyedot coca-colanya langung tersedak. Begitupun dengan Shilla yang merasa tak asing lagi dengan suara itu.

“Maaf ya ganggu kalian.” Kata Sivia merasa nggak enak.

“Oh, nggak papa kok Vi. Mmm.. Duduk sini aja Vi.” Kata Gabriel.

Mau nggak mau Sivia memilih duduk. Ia berhadapan dengan Shilla yang sedang menatapnya dengan tatapan entahlah. Dan sepertinya Shilla tidak suka dengan kehadirannya.

“Lo udah kenal Ashilla?” Tanya Gabriel pada Sivia.

Sivia hanya mengangguk. Merasa nggak enak duduk di tempat ini.

“Kalian sekelas ya?” Tanya Gabriel lagi.

Lagi-lagi Sivia mengangguk sementara Shilla diam. Sama sekali nggak mau bicara. Mungkin dia canggung berada di tempat ini. Dalam hati, ia bertanya. ‘Apa Sivia adalah pacar Gabriel?’

“Mmm, Shill, Via ini sahabat gue dari kecil, dan kami sangat dekat.” Kata Gabriel seolah-olah memperkenalkan Sivia dengan Shilla.

Entah mengapa, Shilla nggak suka mendengarnya. Kami sangat dekat. Bisa jadi mereka belum pacaran dan hanya sahabatan. Dan mengapa juga Shilla seperti membenci Sivia. Hanya sedikit. Nggak tau ke depannya.

Selanjutnya, Shilla merasa dikacangin. Daritadi Gabriel keasyikan ngobrol sama Sivia. Shilla merasa bodoh menduduki tempat ini. Dan ia merasa bodoh telah menyukai Gabriel. Padahal baru saja ia bertemu dengan cowok itu.

Tanpa ia sadari, ia telah membenarkan perkataan Pricilla yang mengatakan kalo Sivia cewek yang sok jago dan nggak mau ngalah. Selalu saja Sivia yang menjadi pemenangnya.

“Ng.. Gue pergi dulu.” Kata Shilla akhirnya.

Ketika ia hendak bangkit, tangannya langsung ditarik oleh Gabriel. Jantung Shilla serasa berhenti berdetak. Sementara Sivia sedikit tak suka melihat pemandangan itu.

“Gue yang anterin lo pulang.” Kata Gabriel.

Tentu saja Shilla menolak secara halus. “It’s okay. Gue pulang sendiri aja.” Ucapnya.

“Terus, lo pulang sama siapa?”

“Ntar kakak gue yang jemput gue. Ohya, big thanks for helped me.”

Shilla pun meninggalkan tempat itu dengan perasaan yang campur aduk. Antara senang, benci, canggung, ragu serta malu.

“Gebetan baru lo?” Tanya Sivia.

Gabriel sama sekali nggak memperindah pertanyaan Sivia.

“Nggak.” Jawabnya.

“Why? She is very beautiful. Kayaknya dia nakir deh sama lo.” Kata Sivia.

“Nggak. Walau dia naksir gue, tapi gue nggak suka dia. Tenang aja, gue nggak bakal jatuh cinta dengan Shilla.”

Ucapan Gabriel tadi dapat menenangkan hati Sivia, dan ucapan tadi seperti mengandung makna lain. Bisa jadi berarti, ‘Lo jangan khawatir Vi, gue nggak bakal naksir sama Shilla, dan lo bisa aja jadi pacar gue.’

***

Hari ini hari libur. Agni jadi bisa menghabiskan waktunya di rumah. Ia udah mengajak Ify dan Rio piknik ke taman bunga yang letaknya jauh dari jantung Kota. Ya sekalian mengakrabkan Rio dengan Ify.

Agni jadi teringat dengan Cakka. Sedang apa dia? Kerinduannya pada Cakka semakin besar. Dulu, sewaktu Cakka masih menjadi kekasihnya, Cakka sering menge-smsnya dan mengajaknya jalan-jalan. Tapi sekarang...

Sudahlah Ag.. Jangan dipikirkan lagi. Masa lalu, biarlah berlalu. Mungkin Cakka bukan jodohnya. Ya, Agni harus menerima semua itu.

Agni pun siap menunggu mobil Rio yang akan membawa mereka pergi ke suatu tempat.

***

“Mau kemana lo?” Tanya Sivia yang sedang mendengarkan lagu lewat headsetnya.

Rio yang udah rapi dengan bajunya menoleh sebentar ke arah Sivia. “Biasa. Refresing otak.” Jawab Rio singkat.

“Yahh.. Kok gue nggak diajak sih?” Kata Sivia pura-pura cemberut.

“Heh. Lo masih kecil, nggak cocok pergi sama anak kuliahan.” Kata Rio seraya cepat-cepat meninggalkan adiknya itu.

Sivia cemberut melihat kakaknya yang sudah menghilang dari penglihatannya. Lalu, apa yang harus ia lakukan di pagi Minggu yang cerah ini? Belajar? Kerjain tugas?

Drtdrtdrt...

Message from : 0878xxxxxxxx

Gutten morgen, cantik! Lg apa? Ketemuan yuk di depan caffe pagi.

Sivia penasaran membaca pesan itu. Tapi kalimat pertama begitu menggoda. Di dalam pesan itu, ia disuruh datang ke Caffe pagi.

Lebih baik jangan di rungu aja pesan itu. Ntar kan takut kalo yang ngirim adalah orang yang tidak-tidak. Tapi rasa penasarannya mengalahkan ketakutannya itu.

Cepat-cepat Sivia ganti baju dan meluncur ke caffe pagi.

***

Melihat siapa yang datang, Agni tersenyum bahagia. Ya, Ify! Temannya itu tidak mengingkar janji. Pagi ini, Ify begitu cantik. Ia memakai kaus biru santai dan celana jins panjang berwarna putih. Ify emang cantik.

Tapi, ada yang lain dari Ify. Wajah Ify tampak murung. Anak itu hidupnya nggak pernah bahagia. Senyum pun jarang ia lakukan. Dan sampai sekarang Agni nggak tau penyebab Ify bisa menjadi seperti itu.

“Fy, lo kenapa sih? Lama-lama gue kepo tau.” Kata Agni.

Ify mencoba untuk tersenyum. “Gue nggak papa kok, Ag.” Jawabnya.

“Fy, jujur aja ma gue. Lo punya masalah besar kan? Ayo cerita!”

Ingin sekali Ify bercerita. Masalah ini juga menyangkut tentang Agni. Tapi Ify nggak mau membuat hati Agni sakit. Ya, perjodohan yang sangat menyakitkan!

“Nggak kok, Ag. Udah ah, kapan kita jalan-jalannya?” Tanya Ify.

“Tuh!” Kata Agni.

Sebuah mobil bermerk grand livina berhenti di depan rumah Agni. Kaca mobil itu terbuka. Agni melambaikan tangan melihat kedatangan orang yang ditunggunya. Sementara Ify...

“Yuk, Fy! Rio udah dateng. Sayang nggak ada Cakka. Biasanya Cakka juga ikut.” Kata Agni.

Masih saja Agni teringat dengan mantannya itu. Dan jika ia mengingatnya, air matanya nggak sanggup untuk bertahan dan ingin saja keluar. Tapi Agni berusaha untuk tegar dan menerima semuanya.

Ify dan Agni berjalan dan masuk ke dalam mobil Rio. Karena paksaan Agni, Ify yang duduk di depan. Ceritanya, Agni mau comblangin Rio dengan Ify.

“Pagi, Fy..” Sapa Rio sedikit canggung.

“Pagi juga..” Jawab Ify tak kalah canggung.

Di belakang, Agni cekikikan. Dua-duanya sama-sama canggung! Agni nggak bisa membayangkan bagaimana jika Rio dan Ify bersatu. Agni nggak mau tau.

Mobil pun berjalan dengan kecepatan sedang. Rio yang menyetir mobil masih dengan status canggung. Sama halnya dengan Ify. Ia bukan hanya canggung. Tapi ada perasaan lain yang ia rasakan namun tak berani ia perdalam lebih jauh. Tentu kalian tau apa penyebabnya.

“Hati-hati Yo, jangan canggung gitu. Lo kayak baru bisa nyetir mobil aja. Anggap aja nggak ada orang di samping lo.” Canda Agni.

Ingin sekali Rio menerkam Agni. Cewek itu keterlaluan banget. Dia aja kalo lagi di goda langsung ngambek-ngambek.

Ya, perjalanan kali ini emang beda dari perjalanan sebelumnya.

***

Sivia memberhentikan motornya di depan caffe pagi. Mengapa caffe itu disebut sebagai caffe pagi? Jawabannya mungkin karena caffe itu bukanya pagi hari aja terus dinamain caffe pagi.

‘Heh! Dimana orang itu?’ Batin Sivia.

Keringat dingin keluar dari pori-pori kulitnya. Ia takut orang jahat yang mengirimnya pesan tadi. Ah, Via! Jangan berpikir negatif. Possitive thingking, Via.. Tapi kok, ia merasa yang mengirimnya pesan itu adalah...

“Hai! Maaf karena telah membuatmu menunggu.” Kata suara seorang cowok.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar