Part 6
.
.
.
Sore-sore gini
enaknya buat jalan-jalan. Apalagi kalo nggak ada kuliah sore sama tugas yang
harus diselesaikan besok. Cakka harus menahan rasa kesalnya karena ia nggak
bisa ikut jalan-jalan ke gramedia bersama Rio dan Agni.
“Yaa.. Jangan pergi
sekarang dong! Gue kan ada kuliah sore.” Mohon Cakka dihadapan Rio dan Agni.
“Yeee.. Salahnya
sendiri dosen lo nyuruh kuliah sore.” Kata Agni.
“Tapi kan Ag,
kuliah gue nggak bisa dibatalin. Kalo ke gramedia kan bisa kapan-kapan.”
Sebenarnya Agni
cuma mau buat Cakka ngambek aja. Pacarnya itu emang kalo keinginannya nggak
dituruti ntar bakal ngamuk.
“Ya udah. Gue
cemburu nih lo jalan berdua sama Rio.” Kata Cakka seraya membalikkan badan.
“Gitu aja kok
cemburu.” Kata Agni sedikit tertawa.
Ponsel Cakka
berdering. Cakka langsung mengambil ponsel itu. Pembicaraan antara Cakka dengan
dengan orang yang memanggil tadi cukup serius. Agni dan Rio jadi penasaran
Cakka telponan dengan siapa.
“Gue harus pergi.”
Kata Cakka dengan ekspresi yang tak biasa.
Cakka mengambil tas
ranselnya dengan tergesa-gesa. “Mau kemana lo? Lo nggak kuliah?” Tanya Rio
menarik ransel Cakka.
“Gue akan pergi ke
sebuah tempat.” Kata Cakka penuh misteri lalu meninggalkan tempat itu.
Agni dan Rio
memberi jalan untuk Cakka pergi, walau sebenarnya mereka penasaran apa yang
sebenarnya terjadi pada Cakka. Tapi kalo dilihat, wajah Cakka mengekspresikan
kesedihan dan ketidakrelaan. Agni maupun Rio tidak bisa menebak masalah apa
yang dialami Cakka.
“Jadi ke gramedia
nggak?” Tanya Rio membuyarkan pikiran masing-masing.
***
Back to Sivia...
“Gue cemburu.” Kata
cowok itu yang tak lain adalah Gabriel. Ingin rasanya ia mendatangi tempat itu
dan langsung merebut Sivia.
Sementara Sivia, ia
sudah bisa mengontrol jantungnya yang sedaritadi berdetak nggak karuan. Coba
bayangkan, lima menit lebih matanya bertemu dengan mata indah cowok itu. Bagi
Sivia, lima menit itu adalah lima menit yang paling panjang dalam hidupnya.
“Sorry.”
Giliran cowok itu yang
meminta maaf. Cowok itu pun berdiri sambil membersihkan belakang bajunya yang
sedikit kotor. Sivia memperhatikan wajah tampan yang dialiri keringat akibat
pertandingan tadi. Tapi menurut Sivia, tadi itu bukan pertandingan. Melainkan
sebuah hal terbodoh yang pernah ia lakukan.
“Lo Sivia kan?”
Tanya cowok itu.
Sivia yang gugupnya
mulai kembali menjawab pertanyaan cowok itu dengan ucapan yang nggak jelas.
“Gu.. Ng.. It..
I..”
“Yaa.. Benar
nggak?” Tanya cowok itu.
“Ng..”
“IYA! DIA EMANG
SIVIA!!”
Bukannya Sivia yang
menjawab, melainkan Febby. Kedua pipi Sivia menjadi merah. Ia yakin sekali
Febby pasti mengolok-oloknya dengan cowok itu.
“Hai! Gue Febby.
Nama lo siapa?” Tanya Febby sok akrab sama cowok itu.
“Gue temannya
Gabriel.” Jawab cowok itu.
Temannya Gabriel?
Siapa? Batin Sivia. Tapi rasanya ia pernah deh lihat wajah cowok itu
sebelumnya. Tapi dimana? Dimana ia pernah melihat cowok itu sebelumnya?
“Payah! Lo sama
Gabriel sama aja. Ingatannya nggak sempurna.” Kata cowok itu. Ia tersenyum mengingat
pertemuannya dengan Gabriel beberapa hari yang lalu.
“Siapa? Gue nggak
ingat.” Jujur Sivia.
“Ntar lo tau.”
Cowok itu
meninggalkan Sivia yang masih belum puas. Ingin sekali Sivia memanggil cowok
itu. Tapi rasa malu dan gugup menghadang niatnya.
“Cieee.. Ini Vi
yang dinamakan cinta.” Kata Febby mencubit pipi Sivia lalu berlari meninggalkan
Sivia.
“IHH... AWAS LO
FEB!!” Teriak Sivia nggak terima.
***
Atas persetujuan Agni, keduanya pun pergi ke
gramedia dengan berjalan kaki. Sekalian olahraga. Jaraknya juga nggak terlalu
jauh kok. Mungkin hanya membutuhkan waktu tiga menit untuk sampai kesana.
“Ag, lo tau kenapa
Cakka?” Tanya Rio.
Agni yang berjalan
santai tiba-tiba memberhentikan langkahnya tatkala melihat seorang cewek yang
sedang duduk menunggu kedatangan bus kota. Ya, itu kan Ify! Muncul sebuah ide
jahil dipikiran Agni.
“Kenapa Ag?” Tanya
Rio.
“Ayo kesana!” Ajak
Agni.
Rio yang nggak tau
apa-apa mengikuti perintah Agni. Ia juga merasakan sesuatu yang sepertinya lain
dari biasanya. Pandangannya pun tertuju pada seorang cewek yang duduk manis di
tempat penungguan bus kota. Cewek itu kan....
“IFY !!” Teriak
Agni.
Yang diteriaki menoleh
ke samping kanan. Seketika itu juga darahnya berhenti mengalir melihat siapa
yang datang. Satu cowok dan satu cewek. Ingin sekali ia kabur dari tempatnya
ini.
“Hai, Fy! Lagi
nunggu bus ya?” Sapa+Tanya Agni.
Ify hanya
mengangguk dan berusaha untuk tidak menatap lelaki yang berada di samping Agni.
Seandainya ia berani melihat, dosanya pada Hesti akan bertambah banyak, dan ia
nggak mau hal itu terjadi.
“Ohya, ini Rio Fy.
Dia anak TI.” Kata Agni memperkenalkan Ify ke Rio.
Tangan dingin Ify
berjabatan dengan tangan kaku Rio. Ta’aruf yang paling hebat deh ini, batin
Agni girang. Ia nggak bisa membayangkan bagaimana jika ia meninggalkan Rio dan
Ify sendirian di tempat ini.
“Rio.” Kata Rio.
“I..Ify.” Jawab Ify
setenang mungkin.
Kedua tangan itu
terlepas. Sedikit Rio kecewa. Ia ingin sekali memegang tangan lembut itu terus.
Selamanya mungkin ingin.
“Busnya nggak
nongol-nongol Fy? Lebih baik ikut gue sama Rio ke gramedia aja. Ntar gue
teraktir lo novel deh.” Kata Agni.
Ify yang mulai
terbiasa dengan situasi ini mulai bicara seperti biasa. “Nggak makasih. Gue
nunggu bus aja.” Ucapnya.
“Tapi kan busnya
nggak dateng-dateng? Lo nggak takut apa sendirian di tempat ini? Ke rumah gue
aja Fy.” Kata Agni.
Mau nggak mau, Ify
harus menerima ajakan Agni. Lagipula, hari udah hampir magrib dan denger-denger
kalo waktu magrib banyak penjahat yang siap menculik siapapun. Setan-setan juga
nggak segan-segan berbuah jahat seperti penjahat.
“Iya deh Ag.” Kata
Ify akhirnya.
Dua tambah satu
sama dengan tiga. Jadi, ada tiga orang sekarang. Yaitu Rio, Agni dan Ify.
Perjalan kali ini tampak kaku. Agni sengaja membisukan mulutnya. Diam-diam ia
ingin menilai bagaimana wajah Rio maupun Ify. Hasilnya, sama-sama malu dan
gugup. Hihihi..
Eh, emangnya Ify
naksir ya sama Rio? Kalo iya, bakal seneng tuh Rio. Cintanya diterima sama Ify.
Setelah membeli
novel, buku dan lain sebagainya, ketiganya kembali ke rumah Agni. Jam udah
menunjukkan pukul tujuh malam. Ify dan Rio masih ada di rumah Agni.
“Ag, gue pulang
dulu. Perasaan gue nggak enak nih..” Kata Ify.
Siapa lagi kalo
bukan karena Hesti? Seharusnya ia sudah berada di rumah sakit sekarang. Tapi,
hari udah malam dan pasti Mama khawatir banget padanya. Daritadi aja ia di
miscall sama Mama karena nggak pulang-pulang.
“Lo kenapa Fy? Ada
masalah?” Tanya Agni.
Seharusnya Agni
tau! Batin Ify. Dan hatinya sedih mengingat kisah cinta Agni selanjutnya. Oh,
andaikata perjodohan itu dibatalkan.. Agni pasti sedih jika mendengarnya.
“Gue pulang ya Ag.”
Kata Ify mengambil tasnya.
Ify berjalan tergesa-gesa.
Sampai di depan pintu, tak sengaja ia berhadapan langsung dengan Rio. Pasalnya,
Rio mau masuk ke dalam dan Ify mau keluar. Jadi, keduanya nggak mustahil kan
kalo berhadapan?
“Mau pulang?” Tanya
Rio. Dalam hatinya, ia heran banget. Kok bisa ia ia berbicara lancar tanpa
sedikitpun kegugupan?
“I..Iya..” Jawab
Ify.
Di belakang, Agni
cekikikan sendiri. RiFy sama-sama salting. Hihihi.. Kalo disini ada Cakka,
bakal heboh deh.
“Mau gue anter? Gue
juga mau pulang.”
Rio berubah menjadi
180 derajat. Dia yang aslinya pendiam sekarang menjadi sedikit banyak bicara.
Apa mungkin hal ini karena dorongan cinta? Hihihi.. Emangnya Rio benar-benar
suka ya sama Ify?
“Ng..”
Sebelum melanjutkan
ucapannya, kembali ia teringat dengan Hesti. Ya! Sekarang juga ia harus pergi
ke rumah sakit. Tak peduli ocehan Mamanya nanti asalkan ia bisa bertemu dengan
Hesti.
Kedua kaki Ify
berlari keluar rumah. Ia haru mencari taksi atau angkutan lainnya. Nggak enak
kan minta dianter Rio toh ia juga BUKAN SIAPA-SIAPANYA Rio. Lalu, sebuah tangan
menarik tangannya. Ify kaget mendapati tangan itu. Rio? Ada apa dengan cowok
itu?
Kini, pandangan
mereka kembali bertemu. Mata Rio terpusat ke mata Ify yang sepertinya memiliki
banyak beban berat. Mata itu sangat indah. Bahkan kalo boleh jujur, itu adalah
mata terindah yang pernah ia lihat.
“Ehem..”
Agni membuyarkan konsentrasi
RiFy yang sedang saling tatap menatap. Alhasil, RiFy kembali seperti biasa. Ify
yang hampir lupa kalo ia harus pergi ke rumah sakit segera berlari ke luar
rumah Agni. Rio pun juga ingin balik ke rumah dan niatnya untuk mengantar Ify
pulang sudah nggak ada lagi.
“Ify nggak lo
anter?” Tanya Agni.
Rio nggak menjawab
pertanyaan Agni. Matanya melihat punggung Ify yang semakin mengecil. Hatinya
tersenyum melihat semua itu. Sebuah perasaan yang telah lama ditunggunya kini
hadir memenuhi ruang hatinya.
Ya, cinta. Sesuatu
yang telah lama ingin ia rasakan, dan ia merasakannya sekarang.
“Yo..”
“Eh..”
Ketahuan deh senyum
sendiri gara-gara Ify. Nggak bisa dipungkiri seluruh isi dunia tau kalo ia
sedang jatuh cinta dengan seorang gadis bernama Ify.
“Lo suka ya sama
Ify?” Tanya Agni.
Yang ditanya nggak
jawab.
“Ah, kepo gue!
Pokoknya lo harus suka sama Ify, titik!”
“Emangnya kenapa
Ag? Takut di marah sama Cakka karena gue yang sedang jomblo sering dekat sama
lo?”
“Ahh.. Udah ah. Lo
pergi sana, hus.. hus..” Usir Agni.
“Hahaha..”
Inilah sesuatu yang
paling ditunggu Agni. Agni suka banget liat Rio kalo lagi tertawa atau kalo
lagi menggodanya. Rio kan tipe orang yang nggak suka basa-basi dan pikirannya
nggak seperti kebanyakan anak remaja lainnya. Ya mungkin sekarang sedang berada
pada masa-masa peralihan dari remaja ke dewasa.
Rio pun
menyakalakan mesin motornya dan kembali ke rumahnya.
***
Sesuatu terjadi di
kamar rawat rumah sakit kencana nomor 56F. Ify yang dengan perasaan nggak enak
cepat-cepat berlari menuju ruang rawat 56F.
“Tuhan.. Semoga
nggak akan terjadi sesuatu dengan tante Hesti..” Harap Ify.
Ketika ia sampai di
ruang 56F, seketika itu juga air matanya nggak bisa ia tahan. Tubuhnya serasa
remuk dan seperti kehilangan penopang.
“Fy, Mama udah meninggal sejam
yang lalu..” Kata sebuah suara berat yang mampu memanaskan telinganya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar