expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 08 Februari 2015

We Love You Sivia! ( Part 6 )



Part 6

.

.

.

Sore-sore gini enaknya buat jalan-jalan. Apalagi kalo nggak ada kuliah sore sama tugas yang harus diselesaikan besok. Cakka harus menahan rasa kesalnya karena ia nggak bisa ikut jalan-jalan ke gramedia bersama Rio dan Agni.

“Yaa.. Jangan pergi sekarang dong! Gue kan ada kuliah sore.” Mohon Cakka dihadapan Rio dan Agni.

“Yeee.. Salahnya sendiri dosen lo nyuruh kuliah sore.” Kata Agni.

“Tapi kan Ag, kuliah gue nggak bisa dibatalin. Kalo ke gramedia kan bisa kapan-kapan.”

Sebenarnya Agni cuma mau buat Cakka ngambek aja. Pacarnya itu emang kalo keinginannya nggak dituruti ntar bakal ngamuk.

“Ya udah. Gue cemburu nih lo jalan berdua sama Rio.” Kata Cakka seraya membalikkan badan.

“Gitu aja kok cemburu.” Kata Agni sedikit tertawa.

Ponsel Cakka berdering. Cakka langsung mengambil ponsel itu. Pembicaraan antara Cakka dengan dengan orang yang memanggil tadi cukup serius. Agni dan Rio jadi penasaran Cakka telponan dengan siapa.

“Gue harus pergi.” Kata Cakka dengan ekspresi yang tak biasa.

Cakka mengambil tas ranselnya dengan tergesa-gesa. “Mau kemana lo? Lo nggak kuliah?” Tanya Rio menarik ransel Cakka.

“Gue akan pergi ke sebuah tempat.” Kata Cakka penuh misteri lalu meninggalkan tempat itu.

Agni dan Rio memberi jalan untuk Cakka pergi, walau sebenarnya mereka penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada Cakka. Tapi kalo dilihat, wajah Cakka mengekspresikan kesedihan dan ketidakrelaan. Agni maupun Rio tidak bisa menebak masalah apa yang dialami Cakka.

“Jadi ke gramedia nggak?” Tanya Rio membuyarkan pikiran masing-masing.

***

Back to Sivia...

“Gue cemburu.” Kata cowok itu yang tak lain adalah Gabriel. Ingin rasanya ia mendatangi tempat itu dan langsung merebut Sivia.

Sementara Sivia, ia sudah bisa mengontrol jantungnya yang sedaritadi berdetak nggak karuan. Coba bayangkan, lima menit lebih matanya bertemu dengan mata indah cowok itu. Bagi Sivia, lima menit itu adalah lima menit yang paling panjang dalam hidupnya.

“Sorry.”

Giliran cowok itu yang meminta maaf. Cowok itu pun berdiri sambil membersihkan belakang bajunya yang sedikit kotor. Sivia memperhatikan wajah tampan yang dialiri keringat akibat pertandingan tadi. Tapi menurut Sivia, tadi itu bukan pertandingan. Melainkan sebuah hal terbodoh yang pernah ia lakukan.

“Lo Sivia kan?” Tanya cowok itu.

Sivia yang gugupnya mulai kembali menjawab pertanyaan cowok itu dengan ucapan yang nggak jelas.

“Gu.. Ng.. It.. I..”

“Yaa.. Benar nggak?” Tanya cowok itu.

“Ng..”

“IYA! DIA EMANG SIVIA!!”

Bukannya Sivia yang menjawab, melainkan Febby. Kedua pipi Sivia menjadi merah. Ia yakin sekali Febby pasti mengolok-oloknya dengan cowok itu.

“Hai! Gue Febby. Nama lo siapa?” Tanya Febby sok akrab sama cowok itu.

“Gue temannya Gabriel.” Jawab cowok itu.

Temannya Gabriel? Siapa? Batin Sivia. Tapi rasanya ia pernah deh lihat wajah cowok itu sebelumnya. Tapi dimana? Dimana ia pernah melihat cowok itu sebelumnya?

“Payah! Lo sama Gabriel sama aja. Ingatannya nggak sempurna.” Kata cowok itu. Ia tersenyum mengingat pertemuannya dengan Gabriel beberapa hari yang lalu.

“Siapa? Gue nggak ingat.” Jujur Sivia.

“Ntar lo tau.”

Cowok itu meninggalkan Sivia yang masih belum puas. Ingin sekali Sivia memanggil cowok itu. Tapi rasa malu dan gugup menghadang niatnya.

“Cieee.. Ini Vi yang dinamakan cinta.” Kata Febby mencubit pipi Sivia lalu berlari meninggalkan Sivia.

“IHH... AWAS LO FEB!!” Teriak Sivia nggak terima.

***

 Atas persetujuan Agni, keduanya pun pergi ke gramedia dengan berjalan kaki. Sekalian olahraga. Jaraknya juga nggak terlalu jauh kok. Mungkin hanya membutuhkan waktu tiga menit untuk sampai kesana.

“Ag, lo tau kenapa Cakka?” Tanya Rio.

Agni yang berjalan santai tiba-tiba memberhentikan langkahnya tatkala melihat seorang cewek yang sedang duduk menunggu kedatangan bus kota. Ya, itu kan Ify! Muncul sebuah ide jahil dipikiran Agni.

“Kenapa Ag?” Tanya Rio.

“Ayo kesana!” Ajak Agni.

Rio yang nggak tau apa-apa mengikuti perintah Agni. Ia juga merasakan sesuatu yang sepertinya lain dari biasanya. Pandangannya pun tertuju pada seorang cewek yang duduk manis di tempat penungguan bus kota. Cewek itu kan....

“IFY !!” Teriak Agni.

Yang diteriaki menoleh ke samping kanan. Seketika itu juga darahnya berhenti mengalir melihat siapa yang datang. Satu cowok dan satu cewek. Ingin sekali ia kabur dari tempatnya ini.

“Hai, Fy! Lagi nunggu bus ya?” Sapa+Tanya Agni.

Ify hanya mengangguk dan berusaha untuk tidak menatap lelaki yang berada di samping Agni. Seandainya ia berani melihat, dosanya pada Hesti akan bertambah banyak, dan ia nggak mau hal itu terjadi.

“Ohya, ini Rio Fy. Dia anak TI.” Kata Agni memperkenalkan Ify ke Rio.

Tangan dingin Ify berjabatan dengan tangan kaku Rio. Ta’aruf yang paling hebat deh ini, batin Agni girang. Ia nggak bisa membayangkan bagaimana jika ia meninggalkan Rio dan Ify sendirian di tempat ini.

“Rio.” Kata Rio.

“I..Ify.” Jawab Ify setenang mungkin.

Kedua tangan itu terlepas. Sedikit Rio kecewa. Ia ingin sekali memegang tangan lembut itu terus. Selamanya mungkin ingin.

“Busnya nggak nongol-nongol Fy? Lebih baik ikut gue sama Rio ke gramedia aja. Ntar gue teraktir lo novel deh.” Kata Agni.

Ify yang mulai terbiasa dengan situasi ini mulai bicara seperti biasa. “Nggak makasih. Gue nunggu bus aja.” Ucapnya.

“Tapi kan busnya nggak dateng-dateng? Lo nggak takut apa sendirian di tempat ini? Ke rumah gue aja Fy.” Kata Agni.

Mau nggak mau, Ify harus menerima ajakan Agni. Lagipula, hari udah hampir magrib dan denger-denger kalo waktu magrib banyak penjahat yang siap menculik siapapun. Setan-setan juga nggak segan-segan berbuah jahat seperti penjahat.

“Iya deh Ag.” Kata Ify akhirnya.

Dua tambah satu sama dengan tiga. Jadi, ada tiga orang sekarang. Yaitu Rio, Agni dan Ify. Perjalan kali ini tampak kaku. Agni sengaja membisukan mulutnya. Diam-diam ia ingin menilai bagaimana wajah Rio maupun Ify. Hasilnya, sama-sama malu dan gugup. Hihihi..

Eh, emangnya Ify naksir ya sama Rio? Kalo iya, bakal seneng tuh Rio. Cintanya diterima sama Ify.

Setelah membeli novel, buku dan lain sebagainya, ketiganya kembali ke rumah Agni. Jam udah menunjukkan pukul tujuh malam. Ify dan Rio masih ada di rumah Agni.

“Ag, gue pulang dulu. Perasaan gue nggak enak nih..” Kata Ify.

Siapa lagi kalo bukan karena Hesti? Seharusnya ia sudah berada di rumah sakit sekarang. Tapi, hari udah malam dan pasti Mama khawatir banget padanya. Daritadi aja ia di miscall sama Mama karena nggak pulang-pulang.

“Lo kenapa Fy? Ada masalah?” Tanya Agni.

Seharusnya Agni tau! Batin Ify. Dan hatinya sedih mengingat kisah cinta Agni selanjutnya. Oh, andaikata perjodohan itu dibatalkan.. Agni pasti sedih jika mendengarnya.

“Gue pulang ya Ag.” Kata Ify mengambil tasnya.

Ify berjalan tergesa-gesa. Sampai di depan pintu, tak sengaja ia berhadapan langsung dengan Rio. Pasalnya, Rio mau masuk ke dalam dan Ify mau keluar. Jadi, keduanya nggak mustahil kan kalo berhadapan?

“Mau pulang?” Tanya Rio. Dalam hatinya, ia heran banget. Kok bisa ia ia berbicara lancar tanpa sedikitpun kegugupan?

“I..Iya..” Jawab Ify.

Di belakang, Agni cekikikan sendiri. RiFy sama-sama salting. Hihihi.. Kalo disini ada Cakka, bakal heboh deh.

“Mau gue anter? Gue juga mau pulang.”

Rio berubah menjadi 180 derajat. Dia yang aslinya pendiam sekarang menjadi sedikit banyak bicara. Apa mungkin hal ini karena dorongan cinta? Hihihi.. Emangnya Rio benar-benar suka ya sama Ify?

“Ng..”

Sebelum melanjutkan ucapannya, kembali ia teringat dengan Hesti. Ya! Sekarang juga ia harus pergi ke rumah sakit. Tak peduli ocehan Mamanya nanti asalkan ia bisa bertemu dengan Hesti.

Kedua kaki Ify berlari keluar rumah. Ia haru mencari taksi atau angkutan lainnya. Nggak enak kan minta dianter Rio toh ia juga BUKAN SIAPA-SIAPANYA Rio. Lalu, sebuah tangan menarik tangannya. Ify kaget mendapati tangan itu. Rio? Ada apa dengan cowok itu?

Kini, pandangan mereka kembali bertemu. Mata Rio terpusat ke mata Ify yang sepertinya memiliki banyak beban berat. Mata itu sangat indah. Bahkan kalo boleh jujur, itu adalah mata terindah yang pernah ia lihat.

“Ehem..”

Agni membuyarkan konsentrasi RiFy yang sedang saling tatap menatap. Alhasil, RiFy kembali seperti biasa. Ify yang hampir lupa kalo ia harus pergi ke rumah sakit segera berlari ke luar rumah Agni. Rio pun juga ingin balik ke rumah dan niatnya untuk mengantar Ify pulang sudah nggak ada lagi.

“Ify nggak lo anter?” Tanya Agni.

Rio nggak menjawab pertanyaan Agni. Matanya melihat punggung Ify yang semakin mengecil. Hatinya tersenyum melihat semua itu. Sebuah perasaan yang telah lama ditunggunya kini hadir memenuhi ruang hatinya.

Ya, cinta. Sesuatu yang telah lama ingin ia rasakan, dan ia merasakannya sekarang.

“Yo..”

“Eh..”

Ketahuan deh senyum sendiri gara-gara Ify. Nggak bisa dipungkiri seluruh isi dunia tau kalo ia sedang jatuh cinta dengan seorang gadis bernama Ify.

“Lo suka ya sama Ify?” Tanya Agni.

Yang ditanya nggak jawab.

“Ah, kepo gue! Pokoknya lo harus suka sama Ify, titik!”

“Emangnya kenapa Ag? Takut di marah sama Cakka karena gue yang sedang jomblo sering dekat sama lo?”

“Ahh.. Udah ah. Lo pergi sana, hus.. hus..” Usir Agni.

“Hahaha..”

Inilah sesuatu yang paling ditunggu Agni. Agni suka banget liat Rio kalo lagi tertawa atau kalo lagi menggodanya. Rio kan tipe orang yang nggak suka basa-basi dan pikirannya nggak seperti kebanyakan anak remaja lainnya. Ya mungkin sekarang sedang berada pada masa-masa peralihan dari remaja ke dewasa.

Rio pun menyakalakan mesin motornya dan kembali ke rumahnya.

***

Sesuatu terjadi di kamar rawat rumah sakit kencana nomor 56F. Ify yang dengan perasaan nggak enak cepat-cepat berlari menuju ruang rawat 56F.

“Tuhan.. Semoga nggak akan terjadi sesuatu dengan tante Hesti..” Harap Ify.

Ketika ia sampai di ruang 56F, seketika itu juga air matanya nggak bisa ia tahan. Tubuhnya serasa remuk dan seperti kehilangan penopang.

 “Fy, Mama udah meninggal sejam yang lalu..” Kata sebuah suara berat yang mampu memanaskan telinganya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar