expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 08 Februari 2015

We Love You Sivia! ( Part 1 )



Part 1

.

.

.

Jakarta, 2005...

Kedua anak itu dengan cerianya saling kejar-kejaran. Anak perempuan yang giliran mengejar anak laki-laki tampak nggak suka. Anak perempuan itu bernama Sivia. Sekarang ia duduk di bangku kelas dua SD. Dengan nafas yang ngos-ngosan ia berusaha menangkap anak laki-laki yang bernama Gabriel. Gabriel adalah sahabatnya. Entah mengapa keduanya bisa akrab.

“Gabriel!! Jangan lari dong! Aku capek kejar kamu terus!” Teriak Sivia.

Gabriel yang tertawa sambil berlari kini bersembunyi di balik pohon yang rindang. Ia melakukan hal ini untuk membuat Sivia penasaran dimana ia berada. Dan benar saja! Sivia yang lagi kesal menjadi penasaran karena nggak tau dimana keberadaan Gabriel. Masalahnya, ia takut pulang sendiri jika seandainya Gabriel meninggalkannya.

“Iyel!! Kamu dimana??!” Teriak Sivia.

Kedua kaki kecilnya berjalan ke sebuah tempat yang sepi. Sivia sama sekali nggak takut berjalan di tempat itu. Sementara di balik pohon, Gabriel merasa bersalah karena meninggalkan Sivia. Kalo Sivia menghilang gimana? Apa yang harus ia katakan ke Mama Sivia kalau Sivia nggak bisa ditemukan?

Gabriel keluar dari persembunyian dan mencari Sivia. Tetapi usahanya nggak membuahkan hasil. Sivia belum juga ditemukan.

“Ini salahku. Kalo Sivia nggak bisa ditemukan gimana?” Panik Gabriel.
Anak laki-kali itu duduk bersandar di bawah pohon. Kedua kakinya ia selonjorkan. Angin sepoi-sepoi membuat kedua matanya terpejam. Gabriel tidak tau kapan ia tertidur. Tau-taunya, ada suara anak perempuan yang membangunkannya.

“Bangun woi! Napa kamu tidur?” Kata anak perempuan itu yang tak lain adalah Sivia.

Gabriel pun terbangun dan lega karena Sivia nggak jadi hilang. “Kamu kemana sih? Tadi aku cari kamu?” Tanya Gabriel.

Wajah Sivia yang kesal bertambah semakin kesal. Untuk apa Gabriel bertanya seperti itu? Harusnya ia yang bertanya ke Gabriel. Gabriel kan yang meninggalkannya.

“Harusnya aku yang nanya, bukan kamu!” Kesal Sivia dan meninggalkan Gabriel.

“Eh, kamu mau kemana?” Tanya Gabriel. Ia menarik tangan Sivia.

“Pulang aja yuk! Ntar lagi mau malem. Nanti Mama marahin aku. Yuk!”

Akhirnya, Sivia dan Gabriel memilih untuk pulang berhubung waktu bermain yang udah mulai habis. Seperti biasa. Sivia dan Gabriel tertawa dan bercanda. Mereka selalu melakukan hal itu. Sebenarnya Sivia banyak mempunyai teman cewek. Tapi ia lebih suka bermain bersama Gabriel. Kata Mama, Sivia nanti kalo udah besar bisa jadi cewek tomboi karena suka bermain bersama anak laki-laki dan suka memainkan mainin anak laki-laki.

Tanpa mereka sadari, ada anak laki-laki yang sedaritadi memerhatikan mereka. Anak laki-laki itu tersenyum seperti mengharapkan sesuatu. Lalu ia pergi meninggalkan tempat itu dan kembali menuju rumahnya.

***

Jakarta... Saat ini....

Sang surya tampak malu-malu menampakkan sinarnya. Ia masih bersembunyi di ufuk timur dan nggak tau kapan naiknya. Mungkin dikarenakan cuaca Kota Jakarta sedang tidak cerah. Memang, bulan-bulan ini cuaca Kota Jakarta sedang tidak cerah. Hujan juga sering melanda Kota Jakarta yang mengakibatkan banjir bandang.

Pagi ini, hujan nggak terlalu deras. Tapi sama saja dinamakan hujan. Cuaca yang nggak cerah ini bisa membuat sebagian orang yang seharusnya beraktivitas malah sibuk dengan mimpi masing-masing. Coba deh bayangkan kalo kita mau sekolah, hujan mengguyur tempat kita dan kita pasti malas buat bangun. Manalagi air dinginnya minta ampun. Jadinya lebih memilih tidur saja daripada sekolah.

Perumahan Asri Kencana seperti biasa mulai ramai dikarenakan aktivitas yang biasanya dilakukan oleh sang pekerja ataupun anak-anak yang hendak berangkat sekolah. Walau rintik hujan membasahi jalan perumahan itu, tidak ada alasan buat mereka malas melakukan aktivitas.

Sebuah rumah sederhana yang termasuk bagian dari Perumahan Asri Kencana tampak sibuk. Suara seorang wanita yang udah serak mulai frustrasi membangunkan putrinya yang nggak mau bangun-bangun. Jam segini belum juga bangun? Setengah jam lagi gerbang sekolah akan ditutup. Wanita itu akhirnya mengguncang-guncangkan putrinya.

“Via.. Bangun! Nanti kamu telat!” Kata Izza, wanita tadi.

Dengan mata yang sangat berat, Sivia, anak dari wanita yang bernama Izza akhirnya terbangun setelah rela meninggalkan mimpi indah. Sivia menguap dan mengerjap-erjapkan mata. Berusaha mengetahui apakah ia berada di alam mimpi atau alam nyata.

“Kemarin kamu tidurnya jam berapa sih? Kenapa kamu sampai telat bangun kayak gini? Untung kakakmu nggak ada kuliah pagi.” Omel Izza yang tentunya nggak di dengar sama Sivia.

“Aduh, Ma.. Jam berapa sih sekarang? Tadi Via lagi mimpiin cowok ganteng yang dengan senang hati ajak Via main basket. Lah.. Gara-gara Mama, jadinya Via nggak jadi main deh sama dia. Huh, Mama gimana sih?”

Giliran Sivia yang ngomel dan Izza langsung menyeret Sivia menuju kamar mandi. Izza sudah nggak tahan sama sifat putrinya yang sulit untuk bangun pagi.

Gadis seperti Sivia termasuk ke dalam kategori gadis yang beruntung. Selain memiliki paras wajah yang cantik, tinggi, dan pintar, Sivia jago bermain basket. Ia menyukai olahraga basket sejak ia menduduki kelas satu SMP. Waktu itu, Sivia iseng milih ekskull basket dan pada akhirnya Sivia menjadi jago bermain basket dan sering dijadikan andalan oleh timnya.

Sekarang ini, Sivia bersekolah di SMA swasta yang termasuk salah satu sekolah favorite di Jakarta. SMA Value namanya. Sivia menduduki kelas satu SMA dan berhasil masuk ke dalam kelas IPA. Karena SMA Value mengikuti ajaran baru, jadi penjurusan dilakukan sejak kelas satu.

Sivia tinggal bersama Mama, Papa dan Kakak lelaki yang bernama Rio, yang sekarang sedang menempuh kuliah di Universitas Value.

Sahabat yang paling dekat dengannya adalah Gabriel. Ia dan Gabriel hampir sepuluh tahun bersahabat. Sekolah mereka pun dari SD hingga SMA sama. Orang mengira mereka adalah sepasang kekasih, tapi nyatanya bukan. Sivia dan Gabriel hanya sahabat, bukan pacar.

“Morning mum! Abang Rio yang gue sayang!” Sapa Sivia. Cewek itu siap dengan seragam putih abu-abunya.

“Pagi sayang! Mama nggak tanggung lho kalo nanti kamu telat.” Kata Izza. Ia mengambilkan Sivia sepiring nasi goreng.

Sivia duduk di antara Izza dan Rio. Hari ini Papanya nggak ada karena ada tugas di luar Kota.  “Nggak apa kok, Ma! Via nggak bakal telat. Telat sekali pun Via dibolehin masuk sekolah.” Kata Sivia seraya memakan nasi goreng lezat buatan Izza.

“Ya sudah. Eh, nanti kamu diantar sama Kak Rio. Soalnya tadi Gabriel udah pergi duluan karena sekarang ada jadwal piketnya.” Kata Izza.

“Oh, oke-oke.” Kata Sivia yang mulutnya dipenuhi nasi goreng.

Rio yang tadi diam mulai bicara. Kakak Sivia itu emang sedikit pendiam, tapi memiliki kecerdasan yang luar biasa. Disamping itu, Rio banyak memiliki fans. Banyak cewek-cewek yang menyukainya karena wajah Rio sangatlah cakep.

“Makannya pelan-pelan. Ntar keselek.” Nasehat Rio.

“Halah! Gue nggak bakal keselek. Lagipula kalo makan gue pelan-pelan, ntar gue telat lagi.” Kata Sivia.

“Katanya kalo telat nanti lo dijinin masuk ke dalam? Ya udah kalo gitu, lo telat-telatin aja.” Kata Rio.

“Ish.. Kak Rio ini..”

Sepiring nasi goreng itu sudah habis dilahap Sivia. Rio yang juga udah selesai sarapan siap mengantar adiknya itu. Umur mereka beda lima tahun. Walau begitu, Sivia sering curhat ke kakaknya itu. Dan ternyata, cowok seperti Rio enak diajak curhat.

“Beruntung pintu gerbang masih dibuka. Cepet sana masuk!” Suruh Rio.

“Oke kak!”

Sivia berlari menuju kelasnya. Tepatnya di kelas 1IPA-2. Kalo kelas Gabriel berada di kelas 1IPA-3. Biasanya Sivia selalu mencari Gabriel di kelas itu. Tapi lama-kelamaan ia tak melakukan aktivitas itu karena nanti takutnya ada gosip yang bilang kalo ia diam-diam pacaran sama Gabriel.

Tapi walau begitu, teman-teman Sivia pada curiga. Selama ini Sivia jarang deket sama cowok keuali Gabriel dan Rio. Kata Sivia, dia sama sekali nggak pernah pacaran. Katanya, pacaran itu hanya buang-buang waktu. Mending dipake buat belajar atau hal lain yang bermanfaat. Tapi boleh jujur, Sivia sering iri sama teman-temannya yang heboh bercerita sehabis ditembak cowok.

“Hai Vi! Tadi lo nggak sama pacar lo itu kan?” Tanya Febby, teman bangku Sivia.

Sivia duduk di bangkunya dan melepas tasnya. “Pacar? Gue nggak punya pacar.” Bantah Sivia. Sivia tau siapa ‘pacar’ yang tadi disebut Febby. Siapa lagi kalo bukan Gabriel?

“Jangan bohong! Siapa ayo ketua kelas 1IPA-3?”

“Ah, udah ah! Gabriel bukan pacar gue. Kita hanya sahabatan. Lo sih yang nggak ngerti sama hidup gue. Hidup lo sama hidup gue itu beda tau.”

“Tapi kan Vi, lo itu cocok tau pacaran sama Gabriel.”

Sivia nggak mempedulikan omongan Febby. Ia memilih mengeluarkan buku paket matematikanya. Begini nih ciri-ciri anak yang rajin. Tiba-tiba Sivia teringat sesuatu.

“Astaga! Besok sore ada pertandingan persahabatan antara SMA gue sama SMA Vincen! Kok gue bisa lupa ya?” Kata Sivia.

“Lasing, lo asyik mikirin Gabriel sih..” Kata Febby.

“Kalo gitu, gue harus siap-siap. Kalo tim kami kalah, bakal malu kita dihadapan anak SMA Vincen yang sok jago itu.”

Bel masuk berbunyi. Semua murid masuk ke dalam kelas masing-masing dan siap menerima ‘santapan’ dari para guru.

***

Jam istirahat, Sivia dan Febby langsung lari ke kantin karena kalo nggak cepat-cepat, nanti kantinnya ramai dan mereka nggak dapet beli makanan. Dapet pun hanya sisa. Untunglah, kantin pada hari ini nggak ramai kayak hari kemarin. Sivia dan Febby jadi bisa beli makanan sepuasnya.

Mereka mencari tempat duduk di ujung, yang paling sepi. Sivia membeli pisang cokelat, molen dan tahu isi sama jus jeruk dan Febby membeli soto dan es teh.

Ketika mereka sedang asyik-asyiknya makan, mereka mendengar suara dari anak-anak yang juga lagi makan di kantin. Anak-anak itu sedang membicarakann hubungan antara Sivia dengan Gabriel.

“Vi, lama-kelamaan, semua menganggap lo sama Gabriel pacaran.” Kata Febby.

Sivia mendengus kesal seraya membanting sendok pada piring yang ada di hadapannya. “Sudah gue bilang, gue sama Gabriel hanya berteman, nggak lebih. Gue bosen tau denger gosip-gosip nggak jelas itu. Apa mereka nggak bisa pahan kalo gue itu hanya sahabatan sama Gabriel? Mata mereka tuh yang nggak bisa membedain antara pacaran sama sahabatan.” Omel Sivia dan dia nggak nafsu makan.

“Ya..Ya.. Gue tau, Vi. Lo sama Gabriel hanya sahabatan. Makanya, lo nyari pacar dong biar gosip nggak jelas itu bisa hilang.”

Sejauh ini Sivia belum pernah berkeingin mempunyai pacar. Jomblo? Why not? Sivia cuek-cuek aja diolok sama orang. Yang katanya nggak laku lah, kuper sama cowok, dan lain sebagainya. Tapi boleh juga kan mencoba mencari cowok yang kita sukai lalu kalo cowok yang kita sukai itu nembak kita, apa salahnya kita terima?

“Oke-oke. Sekarang gue udah mau pacaran. Tapi masalahnya, gue nggak pernah nyimpen perasaan sama cowok. Suka sih pernah, tapi nggak punya pikiran untuk pacaran.”

“Lo tenang aja. Gue bakal bantu lo suka sama cowok. Asalkan lo mau pacaran dan setia sama cowok lo, gimana?”

Sivia tampak berpikir. Hmm.. Apa salahnya juga kan belajar mencintai cowok dengan sungguh-sungguh?

***

“Yel!” Teriak Sivia. Nafasnya ngos-ngosan karena berlari menuju tempat Gabriel berada.

Gabriel tersenyum mendapati sahabatnya itu. “Lo kemana aja sih? Kangen tau gue nggak liat wajah lo.” Ucapnya.

“Yeee.. Kayak nggak pernah ketemu setahun aja.” Kata Sivia.

Seperti biasa, Sivia selalu pulang bareng Gabriel. Dan ini menguatkan gosip yang mengatakan kalo Sivia dan Gabriel pacaran diam-diam. Kalo gini caranya, lebih baik Sivia mengaku dari awal kalo ia dan Gabriel adalah saudara tiri. Kan kalo begitu nggak ada gosip-gosip aneh tentang dirinya sama Gabriel?

Motor Gabriel melaju kencang membelah jalan raya. Gabriel berusaha mencari jalan yang sepi agar nggak terjebak dalam kemacetan. Tapi kan yang namanya Jakarta nggak jauh-jauh lah dari kata macet.

“Lho? Kita mau kemana? Kok lo nggak belokin motor lo sih? Itu kan jalan pulangnya.” Tanya Sivia.

“Gue mau ajak lo pergi ke suatu tempat.” Jawab Gabriel.

Kok Gabriel jadi misterius gitu ya? Pikir Sivia. Ah, tapi nggak apa-apa lah. Pasti Gabriel mau memberi kejutan yang tak terduga. Dulu, di ulang tahunnya yang keempat belas, Sivia dibuat surprise sama Gabriel. Cowok itu yang menjadikan hari ulangtahunnya sangat berarti. Jadi, Gabriel sangat penting ya dalam kehidupan Sivia?

Sampai di sebuah tempat yang sepi. Gabriel memberhentikan motornya lalu mengajak Sivia masuk ke dalam tempat yang ditutupi semak-semak yang banyak.

“Kita ada dimana? Kok gue familiar ya sama tempat ini?” Tanya Sivia.

Gabriel nggak jawab. Melainkan menggenggam tangan Sivia dan menuntut Sivia menuju di balik semak-semak itu.

Dan....

Sivia nggak bisa berhenti tersenyum melihat tempat itu.

Gabriel masih ingat aja! Senyum Sivia.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar