expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 01 Februari 2015

Friendship ( Part 2 )



Going To Celebrate

“Yeah, we're happy, free, confused and lonely at the same time
It's miserable and magical, oh yeah
Tonight's the night when we forget about the deadlines
It's time.”


15 tahun kemudian…..

            Gadis bertubuh kurus tinggi itu berlari-lari dan tidak peduli dengan orang-orang yang ditabrakanya. Tujuannya hanya satu. Yaitu bertemu dengan empat sahabatnya. Sudah lama ia dan empat sahabatnya bersahabat. Kira-kira lima belas tahun. Cukup lama bukan? Dan persahabatan mereka tetap terjalin dengan baik walau kadang-kadang ada yang kelahi, tapi cepat baikan lagi. Perkelahian kecil itu bukanlah menjadi alasan perusak persahabatannya itu.

            Taylor Willows, ya nama gadis cantik itu. Umurnya dua puluh tahun dan sudah banyak yang naksir padanya. Namun Taylor menolak semua laki-laki yang telah mengungkapkan rasa padanya. Bagi Taylor, ia tidak membutuhkan seorang pacar selagi masih ada empat sahabatnya yang selalu ada untuknya setiap saat dan selalu menyayanginya tiada henti. Wajahnya memang begitu cantik dan cocok untuk jadi model. Tapi Taylor tidak mau menjadi model. Ia lebih memilih kuliah. Sekarang, ia ada di semester empat dan ia mengambil jurusan sastra karena ia suka sekali dengan hal yang berbau sastra seperti puisi, novel, pantun, membuat karangan dan lain sebagainya.

            Ketika ia menemukan empat sahabatnya, Taylor langsung tertawa bahagia sambil menyerahkan dua lembar kertas yang diatasnya bernilai A. Awalnya, teman-temannya pada heran dengan sikapnya. Namun mereka mulai paham mengapa hari ini Taylor bahagia. Tentu saja ada hubungannya dengan kertas yang bernilai A tersebut.

            “Ciee.. Yang dapat nilai A. Selamat ya..” Ucap Selena.

            Taylor tersenyum. Senyumannya sangat manis dan membuat semua lelaki tidak bisa berhenti membayangkan senyum itu. Mungkin bagi Niall dan Harry yang sudah lama bersahabat dengan Taylor menganggapnya biasa. Bahkan mereka bisa menilai kalau wajah Taylor tidak cantik dan masih banyak gadis lain yang lebih cantik dari Taylor.

            “Taylor memang hebat. Jarang lho ada anak asuhan Mr. James ngasih nilai A.” Kata Taylor menyombongkan dirinya.

            Namun Harry malah meledeknya. “Kau kan cantik. Pantes aja Mr. James kasih nilai A. Kau bisa aja melakukan ‘sesuatu’ agar Mr. James mau mengasihmu nilai A. Semisal….”

            “Heh! Jaga mulutmu!” Bentak Taylor tidak suka. Gadis itu hendak melakukan saalah satu hobinya, yaitu mengacak-acak rambut Harry. Tapi Harry bisa mengelak dari tangan Taylor sehingga membuat Taylor semakin kesal.

            Selena yang melihatnya langsung tertawa. “Tay, kau jangan megang rambut Harry lagi. Ntar ketampanannya hilang.” Ucapnya.

            “Tuh denger kata Selena.” Ucap Harry.

            “Hmm… Eh, kalian pasti lupa ya..” Kata Taylor tiba-tiba.

            Niall, Harry, Ele dan Selena menjadi penasaran. Melupakan sesuatu? Apa itu? Tiba-tiba Niall langsung mengangkat tangannya. Sepertinya cowok yang berusia dua puluh satu tahun itu teringat sesuatu.

            “Oh My God! Hari ini kan aniv persahabatan kita yang kelima belas. Kenapa aku lupa ya?” Ucapnya sambil menggaruk-garuk rambut pirangnya.

            Sementara Harry, Ele dan Selena memukul jidat masing-masing. Taylor tertawa ngakak melihat ekspresi keempat sahabatnya itu. Maklum lah mereka kan lupa hari karena tugas kuliah numpuk. Harry dan Niall mengambil jurusan yang sama yaitu ekonomi bisnis karena dua-duanya suka sekali dengan bisnis. Ele mengambil jurusan yang sama dengan Taylor, yaitu sastra sedangkan Selena mengambil jurusan Teknologi Informatika. Sebenarnya Selena ingin mengambil jurusan sastra agar tetap bersama Ele dan Taylor, tapi karena dia nggak berbakat di bidang sastra dan setiap hari pacaran sama laptop, karena itulah Selena mengambil jurusan Teknologi Informatika. Itu pun atas usul sepupunya bernama Zayn.

            “Sekarang kalian ingat kan?” Tanya Taylor.

            “Tentu saja! Tidak terasa persahabatan kita sudah lima belas tahun dan kita masih bersama.” Kata Selena.

            Taylor merangkul bahu Selena. “Kita harus merayakannya. Hari ini juga!” Ucapnya.

            “Hari ini?” Tanya Harry dan Ele berbarengan.

            “Yee.. Kalian berdua ini kompak banget. Jangan-jangan kalian berdua sudah jadian lagi dan tidak mau ngasih tau kami.” Kata Niall.

            Mendengar ucapan Niall, Harry langsung memelototkan matanya ke arah Niall. “Jangan sok tau! Kau mungkin yang lagi naksir sama Ele. Atau… Taylor. Hahaha…” Ucapnya.

            Harry memang sangatlah tampan dan manis. Tapi sikapnya terhadap wanita selalu tertutup. Harry jarang mau berbicara dengan seorang gadis kecuali berbicara dengan Taylor, Selena dan Ele. Cowok itu memang tertutup. Bisa saja kan dia sedang menyukai seseorang tapi ia pendam?

            “Oke guys! Gimana kalau ntar sore kita pergi ke rumah kakek Selena? Sudah lama kita tidak kesana. Pemandangan disana kan bagus.” Usul Taylor.

            “Usul yang bagus. Hampir lima tahun kita tidak kesana, kecuali Selena tentunya.” Kata Ele.

            “Tapi, kita kesana naik apa?” Tanya Niall.

            “Itu gampang. Pake mobilnya Harry aja.” Jawab Taylor sekenanya.

            “Boleh. Tapi kamu yang bayar bensinnya.” Kata Harry.

            “Oh tentu saja. Tapi aku boleh kan pinjam uangmu untuk beli bensin? Kebetulan aku lagi nggak ada uang.” Kata Taylor.

            Selena memandangi dua sahabatnya yang belakang-belakangan ini memang suka adu mulut. Antara Harry dan Taylor tidak ada yang mau mengalah. Tapi menurutnya, kalau mereka dicoupelin cocok banget. Tapi nggak tau juga sih apa hubungan mereka bisa bertahan lama atau tidak. Pasalnya mereka suka bertengkar sih.

            “Ciee.. Kita bertiga dicuekin. Aku aja deh yang bayar bensinnya.” Kata Niall yang tidak tahan melihat Harry dan Taylor adu mulut.

            “Masalah bensin aja dibahas. Ckck.. Yang paling penting, kapan kita kesana dan bagaimana cara merayakannya?” Tanya Ele.

            Kali ini Selena yang harus berpikir karena tempat tujuan mereka yaitu pergi ke rumah kakeknya yang letaknya cukup jauh dari Ibu Kota. Tepatnya di desa Holmes. Sebuah desa kecil yang aman, tentram dan sejuk. Disana ada sebuah danau luas yang suasananya sangat romantis. Kalau bulan madu disana pasti cocok.

            “Itu mudah saja. Biar aku atur. Tapi kalau perginya nanti sore gimana? Aku akan telpon kakek.” Kata Selena.

            “Nanti sore? Kapan sampainya?” Tanya Taylor.

            “Kira-kira pukul sembilan malam. Gimana?”

            Selena melirik ke arah Ele, Harry, Niall dan Taylor secara bergantian. Namun sepertinya Taylor tidak setuju. Masalahnya, perjalanan dari rumahnya ke rumah kakek Selena cukup jauh dan jika mau memasuki desa harus melewati hutan yang sepi. Ntar kalau mogok malam-malam gimana? Terus kalau tersesat juga gimana?

            “Okelah. Aku setuju-setuju aja.” Ucap Harry.

            “Ya, aku juga.” Sambung Niall dan Ele.

            “Kalau kau Tay?” Tanya Selena.

            Sebelum menjawab, Taylor sempat berpikir lagi. Gadis itu memang suka mewaspadai sesuatu dan takut jika terjadi sesuatu yang nantinya menimpa dirinya, juga sahabat-sahabat tercintanya. Tapi akhirnya Taylor mengangguk.

            “Oke. Perjalanannya santai saja. Aku hafal kok jalannya. Intinya, enjoy saja dan anggap perjalanan kali ini adalah perjalanan pertama kita dengan lokasi yang cukup jauh tanpa ditemani orang tua.” Ucap Selena.

***

            Jam sudah menunjukkan hampir pukul lima sore dan Taylor, Niall, Ele dan Selena belum menemukan tanda-tanda Harry dan mobilnya. Pasalnya, kalau seandainya Harry tidak bisa ikut, berarti rencana pergi  ke rumah kakek Selena dibatalkan karena tidak ada kendaraan untuk pergi kesana. Bisa saja mereka menggunakan mobil Ayah Niall, tapi Niall tidak dizinkan memakai mobil Ayahnya. Ntar takut terjadi sesuatu.

            “Sel, gimana ini? Harry tidak mau angkat telpon.” Ucap Ele.

            Yang ditanya juga bingung, makanya Selena tidak menjawab pertanyaan Ele. Padahal, tadi dia sudah memberitahu perihal kedatangannya pada kakeknya disana dan tentu saja kakeknya merasa senang karena hampir setahun mereka tidak bertemu. Kalau dibatalkan, pasti kakeknya akan kecewa.

            “Biarin aja. Ntar kalau dia datang, kita langsung marahin dia.” Kata Taylor.

            Sementara di rumah Harry….

            “Harr, bangun Harr!”

            Perlahan, Harry membuka kedua matanya yang terasa berat bila dibuka. Ia bisa mendengar suara kasak-kusuk yang ia yakini adalah suara Ibunya. Tapi saking mengantuknya, Harry lebih memilih untuk melanjutkan tidurnya. Ibunya pun menjadi kesal. Ia langsung menarik selimut yang digunakan Harry. Sore-sore gini masih juga tidur nyenyak!

            “Bangun Harr! Bukannya sore ini kamu mau pergi ke rumah kakek Selena? Teman-temanmu sudah lama menunggumu!” Bentak Ibunya.

            Mendengar bentakan Ibunya yang tidak biasa, cepat-cepat Harry membuka matanya dengan lebar. Sial! Mengapa ia bisa selupa ini? Harry tidak tau mengapa hari ini ia tidur dengan nyenyak sekali, padahal ia jarang tidur siang dan malas jika disuruh tidur siang. Lalu Harry mengambil ponselnya dan disana tertera sepuluh panggilan dari Taylor dan lima belas pesan dari Selena. Cepat-cepat Harry membalas pesan ke Selena. Cukup membalas dengan kata ‘sorry’.

            “Kamu mau kemana?” Tanya Ibunya.

            “Mandilah Bu. Apalagi? Sudah telat ini.” Jawab Harry dengan tergesa-gesa.

            Saking tergesa-gesanya, Harry tidak sengaja menabrak Gemma, kakak perempuannya. Tentu saja Gemma langsung marah-marah melihat tingkah adiknya itu.

            “Dasar jomblo ngenes!” Ucap Gemma tapi Harry tidak mempedulikan ucapan kakaknya.

            Sampai sekarang Harry memang tidak mau pacaran. Mendekati cewek pun tidak pernah. Bagi Gemma, Harry adalah cowok yang aneh dan tidak normal. Di umurnya yang ke dua puluh satu ini, Harry sama sekali belum menemukan seseorang yang bisa disebut sebagai kekasihnya. Harry lebih suka berkumpul bersama sahabat-sahabatnya. Gemma juga sempat berpikir apa jangan-jangan Harry lagi naksir diantara tiga sahabat ceweknya. Siapa lagi kalau bukan Ele, Selena atau Taylor?

            “Bu, Harry berangkat dulu.” Ucap Harry, tidak lupa ia mencium tangan Ibunya.

            “Hati-hati ya. Jaga mobilmu baik-baik.” Pesan Ibunya.

            Mobil yang bermerk terkenal itu adalah hadiah ulang tahun Harry yang ke dua puluh satu. Artinya baru saja Harry mendapatkan mobil itu. Keluarga Harry termasuk keluarga kaya. Tapi sayangnya Harry jarang mendapat perhatian dari Ayahnya atau yang lebih tepatnya lagi Ayahnya selalu mencuekkannya.

            Harry berpikir di rumah kakek Selena akan menginap barang satu dua hari karena jika menginap lama-lama, tugas kuliah semakin menumpuk dan Harry tidak suka hal itu. Dan setelah sampai di depan rumah Selena, Harry harus sabar menghadapi ceramah panjang dari Taylor. Memang mulut gadis itu tidak bisa diam.

            “Ehem.. Pangeran tampan baru saja datang..” Ucap Taylor sambil melipat kedua tangan didadanya.

            “Sorry. Aku baru bangun. Ya udah pergi sekarang aja.” Ucap Harry dengan suara sedikit malas. Maksudnya malas adu mulut dengan Taylor.

            “Kalau pergi sekarang, kapan sampainya?” Tanya Niall.

            “Besok pagi.” Jawan Taylor sekenanya.

            Mereka pun masuk ke dalam mobil Harry. Harry dan Selena duduk di depan sedangkan sisanya duduk dibelakang. Sebenarnya Selena malas duduk di depan. Tapi karena Harry lupa arah menuju rumah kakeknya, terpaksa Selena duduk di depan sambil menunjuk arah.

            “Kau bisa Harr nyetir sampai rumah kakek?” Tanya Selena.

            “Yap.” Jawab Harry dengan santai. Tuh cowok hidupnya memang santai dan selalu cuek dengan keadaan.

            “Sel, jam berapa sampainya? Kalau terlalu malam, aku takut.” Ucap Ele.

            Selena tersenyum. “Tenang aja. Palingan jam delapanan sampainya.” Jawabnya.

            “Jam delapan? Bukannya kamu bilang jam sembilan? Itupun kalau berangkatnya siangan.” Kata Taylor.

            “Selena hanya membodohimu. Kau mudah sekali tertipu.” Ucap Harry memulai menjalankan mobilnya.

            Taylor mengerucutkan bibirnya. “Dasar jomblo ngenes!” Ucapnya mengikuti gaya Gemma.

            Perjalanan menuju rumah kakek Selena begitu menyenangkan. Kecepatan mobil Harry berada di kecepatan sedang sehingga mobil melaju dengan santai. Taylor sangat menikmati perjalanan ini. Hari ini, tepatnya tanggal 2 Juni merupakan aniv persahabatan mereka yang ke lima belas. Mereka mengambil tanggal 2 Juni karena di tanggal itu adalah hari pertama mereka bertemu. Saat wajah malu Taylor masuk ke dalam kelas dan bertemu dengan Harry, Niall dan Ele.

            Taylor memejamkan matanya. Banyak orang yang salut dengan persahabatannya yang masih terjalin dengan baik ini. Taylor berharap, ia akan terus bisa bersama sahabat-sahabatnya karena baginya, sahabat adalah segalanya. Sebenarnya banyak yang membullynya karena sampai sekarang ia belum mempunyai pacar. Pernah sih ia pacaran tapi cuma sekali dan setelah itu ia tidak mau pacaran lagi.

            Jika ia tidak tahan dengan bully-an orang-orang disekitarnya, pasti ia akan membawa Niall dihadapan orang-orang itu dan mengaku kalau Niall adalah pacarnya. Tentu saja Niall mau. Lagipula cowok berambut pirang itu juga tidak mau pacaran. Tapi kalau bawa nama Harry jangan sampai karena Harry tidak bisa diajak main-main. Lagipula, nanti banyak yang membencinya. Di kampus, Harry bukanlah orang biasa. Dia adalah pangeran disan dan Taylor beruntung mempunyai sahabat seperti Harry walau sering membuatnya kesal.

            Tidak terasa perjalanan sudah hampir satu jam dan suasanya mulai gelap. Taylor menaruh kepalanya di atas bahu Niall sambil memainkan ponselnya dengan malas. Jujur saja, ia membenci perjalanan. Maunya sampai dengan cepat. Dan ia baru sadar kalau mobil Harry sudah memasuki area hutan yang lumayan sepi dan sedikit mengerikan.

            “Kapan nih sampainya? Sudah mulai gelap.” Ucap Taylor.

            “Bentar lagi sampai.” Jawab Selena.

            Taylor mengintip pemandangan melalui jendela. Pemandangan yang begitu mengerikan dan berbahaya. Jika Harry lengah sedikit saja, mungkin mereka tidak akan bisa kembali ke rumah karena daerah ini rawan kecelakaan.

            “Amazing banget pemandangan luar.” Ucap Ele.

            “Amazing kamu bilang? Pemandangan di luar sangar berbahaya. Bukan amazing.” Kata Taylor.

            Saking tidak sabaran menunggu serta malas, akhirnya Taylor tertidur dipelukan Niall. Tentu saja Niall mau memeluk tubuh Taylor. Di samping Taylor, Ele melihat tingkah keduanya sambil tertawa kecil. Niall pun sebentar lagi pasti tertidur karena suasana yang mudah sekali membuat ngantuk seseorang.

            “Hati-hati loh. Ntar Harry cemburu.” Kata Ele.

            Niall yang belum benar-benar tertidur langsung membuka matanya. Sementara Taylor sudah terlelap. “Biarin saja. Taylor kan lebih memilih aku dibanding Harry.” Ucapnya lalu menutup matanya.

            Akhirnya, tepat pukul delapan malam sesuai dengan perkiraan Selena, mereka pun sampai di rumah kakek Selena. Rumah yang cukup besar dan nyaman. Walau rumahnya tidak sebagus perumahan yang ada di Kota, namun rumah desa itu tidak kalah cantik dengan rumah-rumah yang ada di Kota.

            “Sayang.. Udah sampai.” Ucap Niall dengan suara lembut, seperti membangunkan pacarnya.

            “Oh ayolah kalian, cepat turun! Nanti kalau aku kurung kalian di dalam mobilku, tau rasa!” Kata Harry. Tampaknya cowok itu kelelahan. Gimana tidak lelah selama tiga jam ia mengendarai mobil dan tidak ada yang menggantikannya.

            Perlahan, Taylor membuka kedua matanya yang berat. Gadis itu menguap. “Dimana kita?” Tanyanya.

            “Kita sudah sampai. Turun ah!” Bentak Harry.

            “Wiss bro.. Jangan galak kenapa sama cewek.” Ucap Niall tapi Harry tidak peduli.

            Selena yang pertama masuk ke dalam rumah kakeknya dan ia langsung memeluk kakeknya dengan segala kerinduna. Lalu neneknya dan ada seorang gadis kira-kira berumur dua belas tahun datang dan ikut memeluknya.

            “Wah! Ada bang Harry! Bang Harry semakin ganteng saja. Willa kangen berat tau sama bang Harry.” Ucap gadis yang tadi keluar bersama Nenek Selena. Gadis itu berlari menuju Harry dan memeluknya.

            “Eh Will, Harry lagi marah. Jangan dideketin.” Kata Niall.

            “Huu.. Bilang aja cemburu.” Kata Willa sambil menjulurkan lidahnya ke Niall.

            Terkadang, Niall suka iri dengan Harry, iri dengan apa yang dimiliki Harry dan ia tidak. Harry sangatlah tampan dan ia biasa-biasa saja. Keluarga Harry juga kaya, dan ia sedang-sedang saja. Tapi Niall tidak mau karena hanya hal kecil itu ia menjadi benci kepada Harry. Seharusnya ia bersyukur mempunyai sahabat seperti Harry. Satu-satunya sahabat cowok yang ia miliki.

            “Kalian semakin besar saja. Ohya, ayo makan dulu. Nenek sudah menyiapkan makanan spesial untuk kalian.” Kata Nenek Selena.

            Mereka pun masuk ke dalam dan tentu saja senang karena mendapat makanan khas terlezat di desa ini. Niall yang paling jago makan dan sudah tiga kali ia nambah. Nah, Niall lah yang paling disukai oleh nenek Selena karena menurutnya Niall sangatlah lucu dan cara makannya seperti anak kecil.

            “Cucu nenek yang cantik ini sudah punya pacar tidak?” Tanya nenek yang membuat kedua pipi Selena memerah.

            Tapi Taylor yang menjawab. “Belum. Selena tidak berani deketin cowok manapun. Terakhir saat dia putus sama William, setelah itu Selena tidak mau pacaran lagi.” Jawabnya.

            Selena tersenyum mendengar jawaban Taylor. “Benar nek. Selena malas pacaran. Selena lebih suka menghabiskan waktu bersama teman-teman Selena.” Ucapnya.

            “Ya.. Nenek salut dengan persahabatan kalian. Nenek tidak pernah mempunyai sahabat-sahabat yang luar biasa seperti kalian.” Ucap Nenek.

            “Kita semua single, tapi bahagia.” Ucap Ele.

            Tiba-tiba Taylor mendapat sebuah kata-kata. “Yeah! We are happy, free, confused, and lonely at the same time!” Teriaknya sambil mengangkat kedua tangannya.

            Mendengar teriakan Taylor, semua teman-temannya mengacak-acak rambutnya sehingga membuat Taylor kesal. Apa yang salah dengan ucapannya barusan? Batinnya. Taylor baru sadar di samping kanannya ada Harry yang begitu semangat mengacak-acak rambutnya. Taylor pun membalas mengacak-acak rambut Harry. Kali ini Harry mengalah dan membiarkan Taylor merusak rambutnya.

            “Tumben pasrah.” Ucap Taylor dengan nada mengejek. Tapi Harry tidak berkomentar apapun. Mungkin saking lelahnya ia menjadi pendiam dan tidak banyak tingkah.

            Setelah makan, Nenek Selena mengantar mereka menuju kamar tidur. Nenek Selena sengaja menyediakan tiga kasur besar dalam satu ruangan untuk dijadikan tempat tidur Selena dan teman-temannya.

            “Makasih nek.” Ucap Selena. Tidak lupa ia mencium kedua pipi neneknya.

            “Wah, kok gelapnya?” Tanya Niall.

            Ele yang berada di sampingnya langsung menyenggol bahunya. “Jelaslah gelap karena tidak ada lampunya. Yang ada cuma lampu templek.” Ucapnya.

            “Jadi, rumah kakekmu tidak ada lampu?” Tanya Harry sambil menurunkan barang-barangnya.

            “Iya. Masa’ kau lupa? Di desa ini belum tersedia listrik. Sampai sekarang. Tapi mereka baik-baik saja tanpa adanya listrik.” Jawab Selena.

            “Sadis sekali.” Gumam Niall.

            “Tay, kau mau tidur sama Niall atau Harry?” Tanya Ele iseng.

            Tentu saja Taylor langsung menatap tajam Ele. “Lebih baik aku tidur di kandang kambing daripada seranjang dengan Niall atau Harry.” Jawabnya.

            Mereka pun tidur dengan lelap. Walau ranjang di rumah Kakek Selena tidak seperti ranjang yang ada di rumahnya, tapi mereka tetap nyaman tidur. Terutama Harry. Cowok itu tidur bersama Niall dan berharap malam ini Niall tidak menendangnya karena jika ia tidur seranjang bersama Niall, Niall selalu menendangnya yang membuatnya menjadi kesal dan memilih untuk tidur di ruang tamu.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar