Going
To Celebrate
“Yeah,
we're happy, free, confused and lonely at the same time
It's
miserable and magical, oh yeah
Tonight's
the night when we forget about the deadlines
It's
time.”
15 tahun kemudian…..
Gadis bertubuh
kurus tinggi itu berlari-lari dan tidak peduli dengan orang-orang yang
ditabrakanya. Tujuannya hanya satu. Yaitu bertemu dengan empat sahabatnya. Sudah
lama ia dan empat sahabatnya bersahabat. Kira-kira lima belas tahun. Cukup lama
bukan? Dan persahabatan mereka tetap terjalin dengan baik walau kadang-kadang
ada yang kelahi, tapi cepat baikan lagi. Perkelahian kecil itu bukanlah menjadi
alasan perusak persahabatannya itu.
Taylor
Willows, ya nama gadis cantik itu. Umurnya dua puluh tahun dan sudah banyak
yang naksir padanya. Namun Taylor menolak semua laki-laki yang telah
mengungkapkan rasa padanya. Bagi Taylor, ia tidak membutuhkan seorang pacar selagi
masih ada empat sahabatnya yang selalu ada untuknya setiap saat dan selalu
menyayanginya tiada henti. Wajahnya memang begitu cantik dan cocok untuk jadi
model. Tapi Taylor tidak mau menjadi model. Ia lebih memilih kuliah. Sekarang,
ia ada di semester empat dan ia mengambil jurusan sastra karena ia suka sekali
dengan hal yang berbau sastra seperti puisi, novel, pantun, membuat karangan
dan lain sebagainya.
Ketika
ia menemukan empat sahabatnya, Taylor langsung tertawa bahagia sambil
menyerahkan dua lembar kertas yang diatasnya bernilai A. Awalnya,
teman-temannya pada heran dengan sikapnya. Namun mereka mulai paham mengapa
hari ini Taylor bahagia. Tentu saja ada hubungannya dengan kertas yang bernilai
A tersebut.
“Ciee..
Yang dapat nilai A. Selamat ya..” Ucap Selena.
Taylor
tersenyum. Senyumannya sangat manis dan membuat semua lelaki tidak bisa
berhenti membayangkan senyum itu. Mungkin bagi Niall dan Harry yang sudah lama
bersahabat dengan Taylor menganggapnya biasa. Bahkan mereka bisa menilai kalau
wajah Taylor tidak cantik dan masih banyak gadis lain yang lebih cantik dari
Taylor.
“Taylor
memang hebat. Jarang lho ada anak asuhan Mr. James ngasih nilai A.” Kata Taylor
menyombongkan dirinya.
Namun
Harry malah meledeknya. “Kau kan cantik. Pantes aja Mr. James kasih nilai A. Kau
bisa aja melakukan ‘sesuatu’ agar Mr. James mau mengasihmu nilai A. Semisal….”
“Heh!
Jaga mulutmu!” Bentak Taylor tidak suka. Gadis itu hendak melakukan saalah satu
hobinya, yaitu mengacak-acak rambut Harry. Tapi Harry bisa mengelak dari tangan
Taylor sehingga membuat Taylor semakin kesal.
Selena
yang melihatnya langsung tertawa. “Tay, kau jangan megang rambut Harry lagi.
Ntar ketampanannya hilang.” Ucapnya.
“Tuh
denger kata Selena.” Ucap Harry.
“Hmm…
Eh, kalian pasti lupa ya..” Kata Taylor tiba-tiba.
Niall,
Harry, Ele dan Selena menjadi penasaran. Melupakan sesuatu? Apa itu? Tiba-tiba
Niall langsung mengangkat tangannya. Sepertinya cowok yang berusia dua puluh
satu tahun itu teringat sesuatu.
“Oh
My God! Hari ini kan aniv persahabatan kita yang kelima belas. Kenapa aku lupa
ya?” Ucapnya sambil menggaruk-garuk rambut pirangnya.
Sementara
Harry, Ele dan Selena memukul jidat masing-masing. Taylor tertawa ngakak
melihat ekspresi keempat sahabatnya itu. Maklum lah mereka kan lupa hari karena
tugas kuliah numpuk. Harry dan Niall mengambil jurusan yang sama yaitu ekonomi
bisnis karena dua-duanya suka sekali dengan bisnis. Ele mengambil jurusan yang
sama dengan Taylor, yaitu sastra sedangkan Selena mengambil jurusan Teknologi
Informatika. Sebenarnya Selena ingin mengambil jurusan sastra agar tetap
bersama Ele dan Taylor, tapi karena dia nggak berbakat di bidang sastra dan
setiap hari pacaran sama laptop, karena itulah Selena mengambil jurusan
Teknologi Informatika. Itu pun atas usul sepupunya bernama Zayn.
“Sekarang
kalian ingat kan?” Tanya Taylor.
“Tentu
saja! Tidak terasa persahabatan kita sudah lima belas tahun dan kita masih
bersama.” Kata Selena.
Taylor
merangkul bahu Selena. “Kita harus merayakannya. Hari ini juga!” Ucapnya.
“Hari
ini?” Tanya Harry dan Ele berbarengan.
“Yee..
Kalian berdua ini kompak banget. Jangan-jangan kalian berdua sudah jadian lagi
dan tidak mau ngasih tau kami.” Kata Niall.
Mendengar
ucapan Niall, Harry langsung memelototkan matanya ke arah Niall. “Jangan sok
tau! Kau mungkin yang lagi naksir sama Ele. Atau… Taylor. Hahaha…” Ucapnya.
Harry
memang sangatlah tampan dan manis. Tapi sikapnya terhadap wanita selalu
tertutup. Harry jarang mau berbicara dengan seorang gadis kecuali berbicara
dengan Taylor, Selena dan Ele. Cowok itu memang tertutup. Bisa saja kan dia
sedang menyukai seseorang tapi ia pendam?
“Oke
guys! Gimana kalau ntar sore kita pergi ke rumah kakek Selena? Sudah lama kita
tidak kesana. Pemandangan disana kan bagus.” Usul Taylor.
“Usul
yang bagus. Hampir lima tahun kita tidak kesana, kecuali Selena tentunya.” Kata
Ele.
“Tapi,
kita kesana naik apa?” Tanya Niall.
“Itu
gampang. Pake mobilnya Harry aja.” Jawab Taylor sekenanya.
“Boleh.
Tapi kamu yang bayar bensinnya.” Kata Harry.
“Oh
tentu saja. Tapi aku boleh kan pinjam uangmu untuk beli bensin? Kebetulan aku
lagi nggak ada uang.” Kata Taylor.
Selena
memandangi dua sahabatnya yang belakang-belakangan ini memang suka adu mulut.
Antara Harry dan Taylor tidak ada yang mau mengalah. Tapi menurutnya, kalau
mereka dicoupelin cocok banget. Tapi nggak tau juga sih apa hubungan mereka
bisa bertahan lama atau tidak. Pasalnya mereka suka bertengkar sih.
“Ciee..
Kita bertiga dicuekin. Aku aja deh yang bayar bensinnya.” Kata Niall yang tidak
tahan melihat Harry dan Taylor adu mulut.
“Masalah
bensin aja dibahas. Ckck.. Yang paling penting, kapan kita kesana dan bagaimana
cara merayakannya?” Tanya Ele.
Kali
ini Selena yang harus berpikir karena tempat tujuan mereka yaitu pergi ke rumah
kakeknya yang letaknya cukup jauh dari Ibu Kota. Tepatnya di desa Holmes.
Sebuah desa kecil yang aman, tentram dan sejuk. Disana ada sebuah danau luas
yang suasananya sangat romantis. Kalau bulan madu disana pasti cocok.
“Itu
mudah saja. Biar aku atur. Tapi kalau perginya nanti sore gimana? Aku akan
telpon kakek.” Kata Selena.
“Nanti
sore? Kapan sampainya?” Tanya Taylor.
“Kira-kira
pukul sembilan malam. Gimana?”
Selena
melirik ke arah Ele, Harry, Niall dan Taylor secara bergantian. Namun
sepertinya Taylor tidak setuju. Masalahnya, perjalanan dari rumahnya ke rumah
kakek Selena cukup jauh dan jika mau memasuki desa harus melewati hutan yang
sepi. Ntar kalau mogok malam-malam gimana? Terus kalau tersesat juga gimana?
“Okelah.
Aku setuju-setuju aja.” Ucap Harry.
“Ya,
aku juga.” Sambung Niall dan Ele.
“Kalau
kau Tay?” Tanya Selena.
Sebelum
menjawab, Taylor sempat berpikir lagi. Gadis itu memang suka mewaspadai sesuatu
dan takut jika terjadi sesuatu yang nantinya menimpa dirinya, juga
sahabat-sahabat tercintanya. Tapi akhirnya Taylor mengangguk.
“Oke.
Perjalanannya santai saja. Aku hafal kok jalannya. Intinya, enjoy saja dan
anggap perjalanan kali ini adalah perjalanan pertama kita dengan lokasi yang
cukup jauh tanpa ditemani orang tua.” Ucap Selena.
***
Jam
sudah menunjukkan hampir pukul lima sore dan Taylor, Niall, Ele dan Selena
belum menemukan tanda-tanda Harry dan mobilnya. Pasalnya, kalau seandainya
Harry tidak bisa ikut, berarti rencana pergi
ke rumah kakek Selena dibatalkan karena tidak ada kendaraan untuk pergi
kesana. Bisa saja mereka menggunakan mobil Ayah Niall, tapi Niall tidak
dizinkan memakai mobil Ayahnya. Ntar takut terjadi sesuatu.
“Sel,
gimana ini? Harry tidak mau angkat telpon.” Ucap Ele.
Yang
ditanya juga bingung, makanya Selena tidak menjawab pertanyaan Ele. Padahal,
tadi dia sudah memberitahu perihal kedatangannya pada kakeknya disana dan tentu
saja kakeknya merasa senang karena hampir setahun mereka tidak bertemu. Kalau
dibatalkan, pasti kakeknya akan kecewa.
“Biarin
aja. Ntar kalau dia datang, kita langsung marahin dia.” Kata Taylor.
Sementara di rumah Harry….
“Harr, bangun
Harr!”
Perlahan,
Harry membuka kedua matanya yang terasa berat bila dibuka. Ia bisa mendengar
suara kasak-kusuk yang ia yakini adalah suara Ibunya. Tapi saking mengantuknya,
Harry lebih memilih untuk melanjutkan tidurnya. Ibunya pun menjadi kesal. Ia
langsung menarik selimut yang digunakan Harry. Sore-sore gini masih juga tidur
nyenyak!
“Bangun
Harr! Bukannya sore ini kamu mau pergi ke rumah kakek Selena? Teman-temanmu
sudah lama menunggumu!” Bentak Ibunya.
Mendengar
bentakan Ibunya yang tidak biasa, cepat-cepat Harry membuka matanya dengan
lebar. Sial! Mengapa ia bisa selupa ini? Harry tidak tau mengapa hari ini ia
tidur dengan nyenyak sekali, padahal ia jarang tidur siang dan malas jika
disuruh tidur siang. Lalu Harry mengambil ponselnya dan disana tertera sepuluh
panggilan dari Taylor dan lima belas pesan dari Selena. Cepat-cepat Harry
membalas pesan ke Selena. Cukup membalas dengan kata ‘sorry’.
“Kamu
mau kemana?” Tanya Ibunya.
“Mandilah
Bu. Apalagi? Sudah telat ini.” Jawab Harry dengan tergesa-gesa.
Saking
tergesa-gesanya, Harry tidak sengaja menabrak Gemma, kakak perempuannya. Tentu
saja Gemma langsung marah-marah melihat tingkah adiknya itu.
“Dasar
jomblo ngenes!” Ucap Gemma tapi Harry tidak mempedulikan ucapan kakaknya.
Sampai
sekarang Harry memang tidak mau pacaran. Mendekati cewek pun tidak pernah. Bagi
Gemma, Harry adalah cowok yang aneh dan tidak normal. Di umurnya yang ke dua
puluh satu ini, Harry sama sekali belum menemukan seseorang yang bisa disebut
sebagai kekasihnya. Harry lebih suka berkumpul bersama sahabat-sahabatnya. Gemma
juga sempat berpikir apa jangan-jangan Harry lagi naksir diantara tiga sahabat
ceweknya. Siapa lagi kalau bukan Ele, Selena atau Taylor?
“Bu,
Harry berangkat dulu.” Ucap Harry, tidak lupa ia mencium tangan Ibunya.
“Hati-hati
ya. Jaga mobilmu baik-baik.” Pesan Ibunya.
Mobil
yang bermerk terkenal itu adalah hadiah ulang tahun Harry yang ke dua puluh
satu. Artinya baru saja Harry mendapatkan mobil itu. Keluarga Harry termasuk
keluarga kaya. Tapi sayangnya Harry jarang mendapat perhatian dari Ayahnya atau
yang lebih tepatnya lagi Ayahnya selalu mencuekkannya.
Harry
berpikir di rumah kakek Selena akan menginap barang satu dua hari karena jika
menginap lama-lama, tugas kuliah semakin menumpuk dan Harry tidak suka hal itu.
Dan setelah sampai di depan rumah Selena, Harry harus sabar menghadapi ceramah
panjang dari Taylor. Memang mulut gadis itu tidak bisa diam.
“Ehem..
Pangeran tampan baru saja datang..” Ucap Taylor sambil melipat kedua tangan
didadanya.
“Sorry.
Aku baru bangun. Ya udah pergi sekarang aja.” Ucap Harry dengan suara sedikit
malas. Maksudnya malas adu mulut dengan Taylor.
“Kalau
pergi sekarang, kapan sampainya?” Tanya Niall.
“Besok
pagi.” Jawan Taylor sekenanya.
Mereka
pun masuk ke dalam mobil Harry. Harry dan Selena duduk di depan sedangkan
sisanya duduk dibelakang. Sebenarnya Selena malas duduk di depan. Tapi karena
Harry lupa arah menuju rumah kakeknya, terpaksa Selena duduk di depan sambil
menunjuk arah.
“Kau
bisa Harr nyetir sampai rumah kakek?” Tanya Selena.
“Yap.”
Jawab Harry dengan santai. Tuh cowok hidupnya memang santai dan selalu cuek
dengan keadaan.
“Sel,
jam berapa sampainya? Kalau terlalu malam, aku takut.” Ucap Ele.
Selena
tersenyum. “Tenang aja. Palingan jam delapanan sampainya.” Jawabnya.
“Jam
delapan? Bukannya kamu bilang jam sembilan? Itupun kalau berangkatnya siangan.”
Kata Taylor.
“Selena
hanya membodohimu. Kau mudah sekali tertipu.” Ucap Harry memulai menjalankan
mobilnya.
Taylor
mengerucutkan bibirnya. “Dasar jomblo ngenes!” Ucapnya mengikuti gaya Gemma.
Perjalanan
menuju rumah kakek Selena begitu menyenangkan. Kecepatan mobil Harry berada di
kecepatan sedang sehingga mobil melaju dengan santai. Taylor sangat menikmati
perjalanan ini. Hari ini, tepatnya tanggal 2 Juni merupakan aniv persahabatan
mereka yang ke lima belas. Mereka mengambil tanggal 2 Juni karena di tanggal
itu adalah hari pertama mereka bertemu. Saat wajah malu Taylor masuk ke dalam
kelas dan bertemu dengan Harry, Niall dan Ele.
Taylor
memejamkan matanya. Banyak orang yang salut dengan persahabatannya yang masih
terjalin dengan baik ini. Taylor berharap, ia akan terus bisa bersama
sahabat-sahabatnya karena baginya, sahabat adalah segalanya. Sebenarnya banyak
yang membullynya karena sampai sekarang ia belum mempunyai pacar. Pernah sih ia
pacaran tapi cuma sekali dan setelah itu ia tidak mau pacaran lagi.
Jika
ia tidak tahan dengan bully-an orang-orang disekitarnya, pasti ia akan membawa
Niall dihadapan orang-orang itu dan mengaku kalau Niall adalah pacarnya. Tentu
saja Niall mau. Lagipula cowok berambut pirang itu juga tidak mau pacaran. Tapi
kalau bawa nama Harry jangan sampai karena Harry tidak bisa diajak main-main.
Lagipula, nanti banyak yang membencinya. Di kampus, Harry bukanlah orang biasa.
Dia adalah pangeran disan dan Taylor beruntung mempunyai sahabat seperti Harry
walau sering membuatnya kesal.
Tidak
terasa perjalanan sudah hampir satu jam dan suasanya mulai gelap. Taylor
menaruh kepalanya di atas bahu Niall sambil memainkan ponselnya dengan malas.
Jujur saja, ia membenci perjalanan. Maunya sampai dengan cepat. Dan ia baru
sadar kalau mobil Harry sudah memasuki area hutan yang lumayan sepi dan sedikit
mengerikan.
“Kapan
nih sampainya? Sudah mulai gelap.” Ucap Taylor.
“Bentar
lagi sampai.” Jawab Selena.
Taylor
mengintip pemandangan melalui jendela. Pemandangan yang begitu mengerikan dan
berbahaya. Jika Harry lengah sedikit saja, mungkin mereka tidak akan bisa
kembali ke rumah karena daerah ini rawan kecelakaan.
“Amazing
banget pemandangan luar.” Ucap Ele.
“Amazing
kamu bilang? Pemandangan di luar sangar berbahaya. Bukan amazing.” Kata Taylor.
Saking
tidak sabaran menunggu serta malas, akhirnya Taylor tertidur dipelukan Niall.
Tentu saja Niall mau memeluk tubuh Taylor. Di samping Taylor, Ele melihat
tingkah keduanya sambil tertawa kecil. Niall pun sebentar lagi pasti tertidur
karena suasana yang mudah sekali membuat ngantuk seseorang.
“Hati-hati
loh. Ntar Harry cemburu.” Kata Ele.
Niall
yang belum benar-benar tertidur langsung membuka matanya. Sementara Taylor
sudah terlelap. “Biarin saja. Taylor kan lebih memilih aku dibanding Harry.”
Ucapnya lalu menutup matanya.
Akhirnya,
tepat pukul delapan malam sesuai dengan perkiraan Selena, mereka pun sampai di
rumah kakek Selena. Rumah yang cukup besar dan nyaman. Walau rumahnya tidak
sebagus perumahan yang ada di Kota, namun rumah desa itu tidak kalah cantik
dengan rumah-rumah yang ada di Kota.
“Sayang..
Udah sampai.” Ucap Niall dengan suara lembut, seperti membangunkan pacarnya.
“Oh
ayolah kalian, cepat turun! Nanti kalau aku kurung kalian di dalam mobilku, tau
rasa!” Kata Harry. Tampaknya cowok itu kelelahan. Gimana tidak lelah selama
tiga jam ia mengendarai mobil dan tidak ada yang menggantikannya.
Perlahan,
Taylor membuka kedua matanya yang berat. Gadis itu menguap. “Dimana kita?”
Tanyanya.
“Kita
sudah sampai. Turun ah!” Bentak Harry.
“Wiss
bro.. Jangan galak kenapa sama cewek.” Ucap Niall tapi Harry tidak peduli.
Selena
yang pertama masuk ke dalam rumah kakeknya dan ia langsung memeluk kakeknya
dengan segala kerinduna. Lalu neneknya dan ada seorang gadis kira-kira berumur
dua belas tahun datang dan ikut memeluknya.
“Wah!
Ada bang Harry! Bang Harry semakin ganteng saja. Willa kangen berat tau sama
bang Harry.” Ucap gadis yang tadi keluar bersama Nenek Selena. Gadis itu
berlari menuju Harry dan memeluknya.
“Eh
Will, Harry lagi marah. Jangan dideketin.” Kata Niall.
“Huu..
Bilang aja cemburu.” Kata Willa sambil menjulurkan lidahnya ke Niall.
Terkadang,
Niall suka iri dengan Harry, iri dengan apa yang dimiliki Harry dan ia tidak.
Harry sangatlah tampan dan ia biasa-biasa saja. Keluarga Harry juga kaya, dan
ia sedang-sedang saja. Tapi Niall tidak mau karena hanya hal kecil itu ia
menjadi benci kepada Harry. Seharusnya ia bersyukur mempunyai sahabat seperti
Harry. Satu-satunya sahabat cowok yang ia miliki.
“Kalian
semakin besar saja. Ohya, ayo makan dulu. Nenek sudah menyiapkan makanan
spesial untuk kalian.” Kata Nenek Selena.
Mereka
pun masuk ke dalam dan tentu saja senang karena mendapat makanan khas terlezat
di desa ini. Niall yang paling jago makan dan sudah tiga kali ia nambah. Nah,
Niall lah yang paling disukai oleh nenek Selena karena menurutnya Niall
sangatlah lucu dan cara makannya seperti anak kecil.
“Cucu
nenek yang cantik ini sudah punya pacar tidak?” Tanya nenek yang membuat kedua
pipi Selena memerah.
Tapi
Taylor yang menjawab. “Belum. Selena tidak berani deketin cowok manapun.
Terakhir saat dia putus sama William, setelah itu Selena tidak mau pacaran
lagi.” Jawabnya.
Selena
tersenyum mendengar jawaban Taylor. “Benar nek. Selena malas pacaran. Selena
lebih suka menghabiskan waktu bersama teman-teman Selena.” Ucapnya.
“Ya..
Nenek salut dengan persahabatan kalian. Nenek tidak pernah mempunyai
sahabat-sahabat yang luar biasa seperti kalian.” Ucap Nenek.
“Kita
semua single, tapi bahagia.” Ucap Ele.
Tiba-tiba
Taylor mendapat sebuah kata-kata. “Yeah! We are happy, free, confused, and
lonely at the same time!” Teriaknya sambil mengangkat kedua tangannya.
Mendengar
teriakan Taylor, semua teman-temannya mengacak-acak rambutnya sehingga membuat
Taylor kesal. Apa yang salah dengan ucapannya barusan? Batinnya. Taylor baru
sadar di samping kanannya ada Harry yang begitu semangat mengacak-acak
rambutnya. Taylor pun membalas mengacak-acak rambut Harry. Kali ini Harry
mengalah dan membiarkan Taylor merusak rambutnya.
“Tumben
pasrah.” Ucap Taylor dengan nada mengejek. Tapi Harry tidak berkomentar apapun.
Mungkin saking lelahnya ia menjadi pendiam dan tidak banyak tingkah.
Setelah
makan, Nenek Selena mengantar mereka menuju kamar tidur. Nenek Selena sengaja
menyediakan tiga kasur besar dalam satu ruangan untuk dijadikan tempat tidur
Selena dan teman-temannya.
“Makasih
nek.” Ucap Selena. Tidak lupa ia mencium kedua pipi neneknya.
“Wah,
kok gelapnya?” Tanya Niall.
Ele
yang berada di sampingnya langsung menyenggol bahunya. “Jelaslah gelap karena
tidak ada lampunya. Yang ada cuma lampu templek.” Ucapnya.
“Jadi,
rumah kakekmu tidak ada lampu?” Tanya Harry sambil menurunkan barang-barangnya.
“Iya.
Masa’ kau lupa? Di desa ini belum tersedia listrik. Sampai sekarang. Tapi
mereka baik-baik saja tanpa adanya listrik.” Jawab Selena.
“Sadis
sekali.” Gumam Niall.
“Tay,
kau mau tidur sama Niall atau Harry?” Tanya Ele iseng.
Tentu
saja Taylor langsung menatap tajam Ele. “Lebih baik aku tidur di kandang
kambing daripada seranjang dengan Niall atau Harry.” Jawabnya.
Mereka
pun tidur dengan lelap. Walau ranjang di rumah Kakek Selena tidak seperti
ranjang yang ada di rumahnya, tapi mereka tetap nyaman tidur. Terutama Harry.
Cowok itu tidur bersama Niall dan berharap malam ini Niall tidak menendangnya
karena jika ia tidur seranjang bersama Niall, Niall selalu menendangnya yang
membuatnya menjadi kesal dan memilih untuk tidur di ruang tamu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar