expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 08 Februari 2015

We Love You Sivia! ( Part 7 )



Part 7

.

.

.

“Tante..” Lirih Ify.

Sejam yang lalu nyawa Hesti sudah kembali ke asalnya dan nggak bisa diselamatkan. Ya, inilah takdir Tuhan yang nggak dapat dirubah oleh siapapun, dan Ify yakin sekali arwah Hesti akan bahagia di alam sana. Baginya, mustahil api neraka mendekati Hesti karena selama di dunia, Hesti suka menolong orang lain dan berhati malaikat. Ya, semoga saja.

Di sampingnya, ada cowok yang juga bersedih, sama seperti dirinya. Cowok itu tampak berusaha tegar dan menahan agar air matanya tidak jatuh.

“Fy, Mama udah meninggal sejam yang lalu..” Ulang cowok itu.

Ify yang sadar ada seorang cowok di sampingnya langsung menunduk. Air matanya yang tadi turun sedikit kini bertambah banyak. Bukan, bukan karena kematian Hesti, tapi karena perjodohan itu. Dan ia harus sebisa mungkin tersenyum melihat calon suaminya itu.

“Fy, sebelum Mama meninggal, dia..”

“Cukup!” Kata Ify. Ia ingin sekali memarahi cowok itu. Tapi atas dasar apa? Cowok itu sama sekali nggak salah. “Ify tau tante meninggal dan perjodohan itu akan tetap berlanjut.” Sambungnya seraya meninggalkan ruang itu dengan hati yang sangat sakit.

Perjodohan? Perjodohan apa? Batin cowok itu. Selama ini, Mama nggak pernah menceritakan sebuah perjodohan. Apa sebenarnya yang Mama sembunyikan kepadanya?

“Ini, surat wasiat Hesti.” Kata sebuah suara.

***

Malam hari yang begitu indah. Malam ini, Rio dan Sivia rebahan di bawah sinar bulan. Keduanya tampak bahagia. Sesekali mereka bercanda hingga perut mereka lelah mengeluarkan tawa.

“Lo tau kak, cowok itu misterius. Tapi kecakepannya jangan di tanya. Cowok itu adalah cowok tercakep yang pernah gue lihat.” Kata Sivia tersenyum, membayangkan wajah cowok tadi serta mata indahnya.

“Hmm.. Lebih gantengan mana gue atau cowok itu?” Tanya Rio.

Sivia memukul bahu kakaknya seperti meremehkan. “Gitu aja lo tanya kak. Harusnya lo tau dong! Antara lo dan Gabriel aja gantengan Gabriel, apalagi dengan cowok itu.” Ucapnya.

Ups! Sivia hampir saja melupakan Gabriel. Belakang-belakangan ini ia jarang bertemu dengan Gabriel. Bertemu pun hanya sapaan saja. Gabriel juga jarang menelpon atau mengirimnya pesan. Ada apa dengan Gabriel? Apa mungkin Gabriel sama seperti dirinya? Menemukan sebuah cinta yang sesungguhnya?

Rio tau apa yang ada dipikiran Sivia. Siapa lagi kalo bukan Gabriel? Rio tau komunikasi antara Sivia dengan Gabriel berkurang. Tiba-tiba sebuah pikiran melintas dibenaknya.

“Vi, Gabriel suka ya sama lo?” Tanya Rio.

Sial! Mengapa pertanyaan itu yang terlontar dari mulutnya? Tapi ada benarnya juga. Terakhir ia bertemu Gabriel, terakhir kalinya ia menyimpulkan kalo sebenarnya Gabriel itu suka sama Sivia.

Sivia sedikit terenyak dengan pertanyaan kakaknya. “Siapa bilang? Dia cuma anggap gue sebagai sahabatnya aja. Nggak lebih kok.” Kata Sivia.

Namun, pertanyaan Rio tadi menjadi bahan pikirannya sekarang. Gabriel suka gue? Entah mengapa Sivia senang sekali mendengarnya. Disukai sama sahabat sendiri kan bagus? Tapi ya, dampak negatifnya juga banyak. Ntar kalo jadian sama sahabat sendiri, terus putus, samanya saja memutuskan tali persahabatan yang telah lama dijalin.

Lho? Kok mikirin Gabriel? Bukan seharusnya ia memikirkan cowok misterius tadi? Yang mengajaknya tanding tadi?

“Vi, menurut gue, Gabriel itu suka sama lo.” Kata Rio.

Tiba-tiba saja jantung Sivia serasa berhenti berdetak. Rasa rindunya dengan Gabriel hadir di hatinya. Benar kan, sejam saja ia nggak bertemu Gabriel, maka rindu itu mengganggunya. Oh perasaan apa yang sebenarnya ia rasakan pada Gabriel?

“Kak, kalo kita kangen sama seseorang itu, apa itu artinya kita menyukai orang itu?” Tanya Sivia.

Rio bingung mau jawab apa. Pasalnya, ia juga sedang merindukan seseorang. Ya, Ify! Bagaimana kabar cewek itu? Apa dia baik-baik saja? Oh! Bodoh sekali ia tidak minta nomor HP Ify ke Agni.

“Kak..”

“Eh.. Ng.. Gue nggak tau.” Jawab Rio gugup.

Ada yang aneh dari Rio. Sivia tau itu. Sejak tadi, sikap Rio nggak seperti biasanya. Ada apa ya dengan Rio? Apa...

“Lo lagi jatuh cinta ya? Jawab jujur! Gue penasaran sama lo.” Kata Sivia.

Kali ini Rio nggak bisa mengelak.

***

Sebuah motor ninja terparkir di halaman rumahnya. Gabriel yang sedang membuka-buka buku biologinya mendadak kaget dengan tamu yang barusan datang itu, dan entah mengapa ia tidak suka dengan kehadiran orang itu.

“Ada apa kesini?” Tanya Gabriel.

Alvin yang tak lain adalah orang yang barusan datang itu tersenyum bahagia. Sama sekali ia tidak tau kalo sebenarnya Gabriel sangat cemburu dengan apa yang ia lakukan bersama Sivia sore tadi.

“Yel, gue berhasil dekat sama dia! Via yang dulu ternyata beda ya sama Via sekarang.” Kata Alvin semangat.

‘Lo tau Vin, hati gue panas dengar lo cerita tentang Sivia!’ Batin Gabriel yang udah mulai marah. Tapi sebisa mungkin ia tahan emosinya.

“So, ada hubungannya ke gue?” Tanya Gabriel.

“Lo nggak asyik deh. Lo kan sahabat gue, seharusnya lo senang dong dengar cerita gue. Bukannya lo pernah bilang kalo gue sama Via itu cocok?”

Gabriel terdiam. Darahnya yang tadi naik kini mulai turun. Apa yang dikatakan Alvin emang benar. Ia pernah mengaku kalo Alvin cocok dengan Sivia. Ya, Gabriel mengakui semua itu. Tapi bukan hatinya yang mengakui, melainkan hanya lisannya saja yang tak pernah benar mengucapkan.

“Via masih jomblo kan Yel?” Tanya Alvin.

Gabriel hanya mengangguk.

“Lo kenapa sih? Lo lain deh dari biasanya. Cerita aja ke gue kalo lo lagi punya masalah.”

Bodoh bukan jika seandainya Gabriel menceritakan ke Alvin kalo sebenarnya ia menyukai Sivia dan cemburu dengan kedekatan Alvia?

“Nggak. Gue nggak ada masalah. Hanya saja sekarang gue capek.” Kata Gabriel.

“Oh, ya udah. Mungkin kedatangan gue menganggu lo. Kalo gitu, gue balik dulu.” Kata Alvin seraya meninggalkan rumah Gabriel.

‘Maafin gue, Vin.’ Batin Gabriel.

Benarkan, ia menyukai seseorang pada waktu yang salah. Bahkan sangat-sangat salah.

***

Hari ini SMA Value sedang kedatangan murid baru pindahan dari SMA negeri di Bandung. Murid itu sangat cantik dan ceria. Atas persetujuan sekolah, murid baru itu diletakkan di kelas 1IPA-2, bertepatan dengan kelas Sivia.

Ketika murid baru itu menjejakkan kaki di kelas 1IPA-2, spontan murid-murid cowok pada heboh sendiri. Mimpi apa semalem? Kok bisa-bisanya kedatangan murid baru yang cantiknya melebihi kecantikan artis Korea. Tapi kok, wajahnya nggak asing ya?

“Mari nak perkenalkan dirimu.” Kata Bu Sumi.

Murid baru itu tampak malu-malu. Wajah yang sedaritadi ia tundukkan segera ia naikkan. “Mmm.. Nama gue Ashilla, panggil aja Shilla.” Ucapnya.

“Baiklah Shilla. Kamu duduk dibangku paling belakang itu.” Kata Bu Sumi.

Murid baru yang bernama Shilla itu mengangguk. Ia berjalan menuju bangkunya yang paling belakang. Untunglah disana ada seorang cewek yang duduk sendiri.

“Psstt.. Kok cewek itu wajahnya mirip.. Siapa Vi? Kok gue lupa ya?” Bisik Febby.

“Kak Pricilla. Dia kan adeknya Pricilla.” Jawab Sivia.

“Nah ya.. Iya.. Tapi cantikan adeknya.” Kata Febby seperti menyidir Pricilla.

Siapapun pasti mengenali Pricilla. Dia adalah cewek nomor satu di SMA Value. Cantik? Jangan ditanya. Alasan Febby tidak menyukai Pricilla yaitu karena sifat dan sikap Pricilla yang bertentangan. Semisal suka pilih-pilih teman, nggak mau ngalah, sok tebar pesona dan lain-lain.

Pricilla juga termasuk salah satu pemain inti dalam tim basket putri SMA Value. Tentu saja ia sering bersaing di lapangan dengan seorang adik kelas bernama Sivia. Denger-denger, Pricilla akan dijadikan sebagai kapten tim pengganti Zevana.

Sementara Shilla dengan teman barunya...

“Hai! Nama lo siapa?” Tanya Shilla berusaha akrab dengan teman barunya.

Cewek di samping Shilla terlihat ragu. “Ng.. Nama gue Nabila.” Jawab cewek itu.

“Oh, hai Nabila! Senang berkenalan dengan lo.” Kata Shilla tersenyum.

Ternyata, Shilla orangnya cukup ramah. Beda banget dengan kakaknya. Tapi nggak taulah kedepannya apakah Shilla yang sekarang berubah menjadi Shilla yang seperti Pricilla.

***

Pada jam istirahat, seperti biasa. Sivia dan Febby ngacir ke kantin. Perut harus diisi dong biar nanti bisa konsen ke pelajaran. Apalagi yang namanya matematika. Butuh ekstra keras untuk memahami angka-angka di papan yang ditulis oleh sang guru.

Kali ini Sivia memesan tahu campur dan jus markisa, sementara Febby yang sedikit kenyang hanya memesan kentang goreng plus jus jeruk.

“Vi, liat!” Seru Febby.

Leher Sivia memanjang untuk melihat sesuatu yang ditunjukkan Febby. Oh, murid baru itu. Jadi Febby berseru heboh karena murid baru yang bernama Shilla bersama Nabila mendekati meja tempatnya makan.

“Hai! Boleh gabung? Soalnya meja lain udah ramai.” Kata Nabila.

“Oh, tentu.” Jawab Sivia.

Nabila dan Shilla pun duduk. Nabila berada di samping Febby, dan Shilla berada di samping Sivia karena Sivia dan Febby saling berhadapan.

“Shill, lo mau pesen apa?” Tanya Nabila yang udah mulai akrab dengan Shilla.

“Ng.. Pesan..”

“Heh! Ngapain lo disini bersama cewek yang sok jago itu?” Bentak sebuah suara yang lansung mengagetkan Shilla, Nabila, Sivia dan Febby.

***

Kedua mata lelaki itu sepertinya habis menangis setelah apa yang ia baca. Tubuhnya menjadi kaku dan nggak bisa digerakkan. Benarkah? Benarkah yang ia baca? Atau ia salah baca? Apa karena matanya yang salah?

Selembar kertas putih itu ia remas menjadi sebuah bentuk bola, lalu ia lempar ke ujung kamarnya. Sekarang, apa yang harus ia lakukan? Apa ia harus...

Ya! Ia harus melakukannya. Karena ini demi sang Mama!

***

Baru saja Agni akan berangkat kuliah, padahal, hari ini ia malas sekali keluar rumah. Sekali-sekali apa mengurung diri di rumah. Nonton TV kek atau tidur seharian. Tapi kan yang namanya sang pelajar harus giat menuntut ilmu dan harus rajin. Syukur-syukur bisa dibiyayain kuliah, kalo nggak?

“Mau berangkat?” Tanya Mama.

“Iya, Ma. Agni pergi dulu.”

Agni mencium tangan Mamanya yang udah mulai mengeriput. Tapi paras kecantikan Mama nggak berkurang sedikitpun. Agni selau bilang kalo Mama itu adalah wanita tercantik yang ia lihat. Bidadari pun kalah cantiknya dengan pesona Mama.

Kunci Varionya udah ada ditangannya. Agni berjalan ke garasi untuk mengambil motor. Tiba-tiba, matanya terpusat pada sebuah motor yang barusan datang ke gerbang rumahnya. Cakka! Sedang apa cowok itu kemari?

Cakka melepas helmnya dan berjalan menuju Agni. Agni melihat Cakka yang sepertinya lain daripada biasanya. Cakka kenapa? Kok agak aneh hari ini?

“Kka, lo..”

“Ag, kita putus!” Tegas Cakka.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar