Part 7
.
.
.
“Tante..” Lirih
Ify.
Sejam yang lalu
nyawa Hesti sudah kembali ke asalnya dan nggak bisa diselamatkan. Ya, inilah
takdir Tuhan yang nggak dapat dirubah oleh siapapun, dan Ify yakin sekali arwah
Hesti akan bahagia di alam sana. Baginya, mustahil api neraka mendekati Hesti
karena selama di dunia, Hesti suka menolong orang lain dan berhati malaikat.
Ya, semoga saja.
Di sampingnya, ada
cowok yang juga bersedih, sama seperti dirinya. Cowok itu tampak berusaha tegar
dan menahan agar air matanya tidak jatuh.
“Fy, Mama udah
meninggal sejam yang lalu..” Ulang cowok itu.
Ify yang sadar ada
seorang cowok di sampingnya langsung menunduk. Air matanya yang tadi turun
sedikit kini bertambah banyak. Bukan, bukan karena kematian Hesti, tapi karena
perjodohan itu. Dan ia harus sebisa mungkin tersenyum melihat calon suaminya
itu.
“Fy, sebelum Mama
meninggal, dia..”
“Cukup!” Kata Ify.
Ia ingin sekali memarahi cowok itu. Tapi atas dasar apa? Cowok itu sama sekali
nggak salah. “Ify tau tante meninggal dan perjodohan itu akan tetap berlanjut.”
Sambungnya seraya meninggalkan ruang itu dengan hati yang sangat sakit.
Perjodohan?
Perjodohan apa? Batin cowok itu. Selama ini, Mama nggak pernah menceritakan
sebuah perjodohan. Apa sebenarnya yang Mama sembunyikan kepadanya?
“Ini, surat wasiat
Hesti.” Kata sebuah suara.
***
Malam hari yang
begitu indah. Malam ini, Rio dan Sivia rebahan di bawah sinar bulan. Keduanya
tampak bahagia. Sesekali mereka bercanda hingga perut mereka lelah mengeluarkan
tawa.
“Lo tau kak, cowok
itu misterius. Tapi kecakepannya jangan di tanya. Cowok itu adalah cowok
tercakep yang pernah gue lihat.” Kata Sivia tersenyum, membayangkan wajah cowok
tadi serta mata indahnya.
“Hmm.. Lebih
gantengan mana gue atau cowok itu?” Tanya Rio.
Sivia memukul bahu
kakaknya seperti meremehkan. “Gitu aja lo tanya kak. Harusnya lo tau dong!
Antara lo dan Gabriel aja gantengan Gabriel, apalagi dengan cowok itu.”
Ucapnya.
Ups! Sivia hampir
saja melupakan Gabriel. Belakang-belakangan ini ia jarang bertemu dengan
Gabriel. Bertemu pun hanya sapaan saja. Gabriel juga jarang menelpon atau
mengirimnya pesan. Ada apa dengan Gabriel? Apa mungkin Gabriel sama seperti
dirinya? Menemukan sebuah cinta yang sesungguhnya?
Rio tau apa yang
ada dipikiran Sivia. Siapa lagi kalo bukan Gabriel? Rio tau komunikasi antara
Sivia dengan Gabriel berkurang. Tiba-tiba sebuah pikiran melintas dibenaknya.
“Vi, Gabriel suka
ya sama lo?” Tanya Rio.
Sial! Mengapa
pertanyaan itu yang terlontar dari mulutnya? Tapi ada benarnya juga. Terakhir
ia bertemu Gabriel, terakhir kalinya ia menyimpulkan kalo sebenarnya Gabriel
itu suka sama Sivia.
Sivia sedikit
terenyak dengan pertanyaan kakaknya. “Siapa bilang? Dia cuma anggap gue sebagai
sahabatnya aja. Nggak lebih kok.” Kata Sivia.
Namun, pertanyaan
Rio tadi menjadi bahan pikirannya sekarang. Gabriel suka gue? Entah mengapa
Sivia senang sekali mendengarnya. Disukai sama sahabat sendiri kan bagus? Tapi
ya, dampak negatifnya juga banyak. Ntar kalo jadian sama sahabat sendiri, terus
putus, samanya saja memutuskan tali persahabatan yang telah lama dijalin.
Lho? Kok mikirin
Gabriel? Bukan seharusnya ia memikirkan cowok misterius tadi? Yang mengajaknya
tanding tadi?
“Vi, menurut gue,
Gabriel itu suka sama lo.” Kata Rio.
Tiba-tiba saja
jantung Sivia serasa berhenti berdetak. Rasa rindunya dengan Gabriel hadir di
hatinya. Benar kan, sejam saja ia nggak bertemu Gabriel, maka rindu itu
mengganggunya. Oh perasaan apa yang sebenarnya ia rasakan pada Gabriel?
“Kak, kalo kita
kangen sama seseorang itu, apa itu artinya kita menyukai orang itu?” Tanya
Sivia.
Rio bingung mau
jawab apa. Pasalnya, ia juga sedang merindukan seseorang. Ya, Ify! Bagaimana
kabar cewek itu? Apa dia baik-baik saja? Oh! Bodoh sekali ia tidak minta nomor
HP Ify ke Agni.
“Kak..”
“Eh.. Ng.. Gue
nggak tau.” Jawab Rio gugup.
Ada yang aneh dari
Rio. Sivia tau itu. Sejak tadi, sikap Rio nggak seperti biasanya. Ada apa ya
dengan Rio? Apa...
“Lo lagi jatuh
cinta ya? Jawab jujur! Gue penasaran sama lo.” Kata Sivia.
Kali ini Rio nggak
bisa mengelak.
***
Sebuah motor ninja terparkir
di halaman rumahnya. Gabriel yang sedang membuka-buka buku biologinya mendadak
kaget dengan tamu yang barusan datang itu, dan entah mengapa ia tidak suka
dengan kehadiran orang itu.
“Ada apa kesini?”
Tanya Gabriel.
Alvin yang tak lain
adalah orang yang barusan datang itu tersenyum bahagia. Sama sekali ia tidak
tau kalo sebenarnya Gabriel sangat cemburu dengan apa yang ia lakukan bersama
Sivia sore tadi.
“Yel, gue berhasil
dekat sama dia! Via yang dulu ternyata beda ya sama Via sekarang.” Kata Alvin
semangat.
‘Lo tau Vin, hati
gue panas dengar lo cerita tentang Sivia!’ Batin Gabriel yang udah mulai marah.
Tapi sebisa mungkin ia tahan emosinya.
“So, ada
hubungannya ke gue?” Tanya Gabriel.
“Lo nggak asyik
deh. Lo kan sahabat gue, seharusnya lo senang dong dengar cerita gue. Bukannya
lo pernah bilang kalo gue sama Via itu cocok?”
Gabriel terdiam.
Darahnya yang tadi naik kini mulai turun. Apa yang dikatakan Alvin emang benar.
Ia pernah mengaku kalo Alvin cocok dengan Sivia. Ya, Gabriel mengakui semua
itu. Tapi bukan hatinya yang mengakui, melainkan hanya lisannya saja yang tak
pernah benar mengucapkan.
“Via masih jomblo
kan Yel?” Tanya Alvin.
Gabriel hanya
mengangguk.
“Lo kenapa sih? Lo
lain deh dari biasanya. Cerita aja ke gue kalo lo lagi punya masalah.”
Bodoh bukan jika
seandainya Gabriel menceritakan ke Alvin kalo sebenarnya ia menyukai Sivia dan
cemburu dengan kedekatan Alvia?
“Nggak. Gue nggak
ada masalah. Hanya saja sekarang gue capek.” Kata Gabriel.
“Oh, ya udah.
Mungkin kedatangan gue menganggu lo. Kalo gitu, gue balik dulu.” Kata Alvin
seraya meninggalkan rumah Gabriel.
‘Maafin gue, Vin.’
Batin Gabriel.
Benarkan, ia
menyukai seseorang pada waktu yang salah. Bahkan sangat-sangat salah.
***
Hari ini SMA Value
sedang kedatangan murid baru pindahan dari SMA negeri di Bandung. Murid itu
sangat cantik dan ceria. Atas persetujuan sekolah, murid baru itu diletakkan di
kelas 1IPA-2, bertepatan dengan kelas Sivia.
Ketika murid baru
itu menjejakkan kaki di kelas 1IPA-2, spontan murid-murid cowok pada heboh
sendiri. Mimpi apa semalem? Kok bisa-bisanya kedatangan murid baru yang
cantiknya melebihi kecantikan artis Korea. Tapi kok, wajahnya nggak asing ya?
“Mari nak
perkenalkan dirimu.” Kata Bu Sumi.
Murid baru itu
tampak malu-malu. Wajah yang sedaritadi ia tundukkan segera ia naikkan. “Mmm..
Nama gue Ashilla, panggil aja Shilla.” Ucapnya.
“Baiklah Shilla.
Kamu duduk dibangku paling belakang itu.” Kata Bu Sumi.
Murid baru yang
bernama Shilla itu mengangguk. Ia berjalan menuju bangkunya yang paling
belakang. Untunglah disana ada seorang cewek yang duduk sendiri.
“Psstt.. Kok cewek
itu wajahnya mirip.. Siapa Vi? Kok gue lupa ya?” Bisik Febby.
“Kak Pricilla. Dia
kan adeknya Pricilla.” Jawab Sivia.
“Nah ya.. Iya..
Tapi cantikan adeknya.” Kata Febby seperti menyidir Pricilla.
Siapapun pasti
mengenali Pricilla. Dia adalah cewek nomor satu di SMA Value. Cantik? Jangan
ditanya. Alasan Febby tidak menyukai Pricilla yaitu karena sifat dan sikap
Pricilla yang bertentangan. Semisal suka pilih-pilih teman, nggak mau ngalah,
sok tebar pesona dan lain-lain.
Pricilla juga
termasuk salah satu pemain inti dalam tim basket putri SMA Value. Tentu saja ia
sering bersaing di lapangan dengan seorang adik kelas bernama Sivia.
Denger-denger, Pricilla akan dijadikan sebagai kapten tim pengganti Zevana.
Sementara Shilla
dengan teman barunya...
“Hai! Nama lo
siapa?” Tanya Shilla berusaha akrab dengan teman barunya.
Cewek di samping
Shilla terlihat ragu. “Ng.. Nama gue Nabila.” Jawab cewek itu.
“Oh, hai Nabila!
Senang berkenalan dengan lo.” Kata Shilla tersenyum.
Ternyata, Shilla
orangnya cukup ramah. Beda banget dengan kakaknya. Tapi nggak taulah kedepannya
apakah Shilla yang sekarang berubah menjadi Shilla yang seperti Pricilla.
***
Pada jam istirahat,
seperti biasa. Sivia dan Febby ngacir ke kantin. Perut harus diisi dong biar
nanti bisa konsen ke pelajaran. Apalagi yang namanya matematika. Butuh ekstra
keras untuk memahami angka-angka di papan yang ditulis oleh sang guru.
Kali ini Sivia
memesan tahu campur dan jus markisa, sementara Febby yang sedikit kenyang hanya
memesan kentang goreng plus jus jeruk.
“Vi, liat!” Seru
Febby.
Leher Sivia
memanjang untuk melihat sesuatu yang ditunjukkan Febby. Oh, murid baru itu.
Jadi Febby berseru heboh karena murid baru yang bernama Shilla bersama Nabila
mendekati meja tempatnya makan.
“Hai! Boleh gabung?
Soalnya meja lain udah ramai.” Kata Nabila.
“Oh, tentu.” Jawab
Sivia.
Nabila dan Shilla
pun duduk. Nabila berada di samping Febby, dan Shilla berada di samping Sivia
karena Sivia dan Febby saling berhadapan.
“Shill, lo mau
pesen apa?” Tanya Nabila yang udah mulai akrab dengan Shilla.
“Ng.. Pesan..”
“Heh! Ngapain lo
disini bersama cewek yang sok jago itu?” Bentak sebuah suara yang lansung
mengagetkan Shilla, Nabila, Sivia dan Febby.
***
Kedua mata lelaki
itu sepertinya habis menangis setelah apa yang ia baca. Tubuhnya menjadi kaku
dan nggak bisa digerakkan. Benarkah? Benarkah yang ia baca? Atau ia salah baca?
Apa karena matanya yang salah?
Selembar kertas
putih itu ia remas menjadi sebuah bentuk bola, lalu ia lempar ke ujung
kamarnya. Sekarang, apa yang harus ia lakukan? Apa ia harus...
Ya! Ia harus
melakukannya. Karena ini demi sang Mama!
***
Baru saja Agni akan
berangkat kuliah, padahal, hari ini ia malas sekali keluar rumah. Sekali-sekali
apa mengurung diri di rumah. Nonton TV kek atau tidur seharian. Tapi kan yang
namanya sang pelajar harus giat menuntut ilmu dan harus rajin. Syukur-syukur
bisa dibiyayain kuliah, kalo nggak?
“Mau berangkat?”
Tanya Mama.
“Iya, Ma. Agni
pergi dulu.”
Agni mencium tangan
Mamanya yang udah mulai mengeriput. Tapi paras kecantikan Mama nggak berkurang
sedikitpun. Agni selau bilang kalo Mama itu adalah wanita tercantik yang ia
lihat. Bidadari pun kalah cantiknya dengan pesona Mama.
Kunci Varionya udah
ada ditangannya. Agni berjalan ke garasi untuk mengambil motor. Tiba-tiba,
matanya terpusat pada sebuah motor yang barusan datang ke gerbang rumahnya.
Cakka! Sedang apa cowok itu kemari?
Cakka melepas
helmnya dan berjalan menuju Agni. Agni melihat Cakka yang sepertinya lain
daripada biasanya. Cakka kenapa? Kok agak aneh hari ini?
“Kka, lo..”
“Ag, kita putus!”
Tegas Cakka.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar