expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 08 Februari 2015

We Love You Sivia! ( Part 4 )



Part 4

.

.

.

Universitas Value...

Seperti biasa. Saat ia nggak ada jam kuliah, ia lebih suka menyendiri di kantin ditemani laptopnya. Kesepuluh jarinya yang lincah menekan-nekan keyboard di laptop. Sepertinya ia sedang mengutak-atik laptop. Ia kan jurusan TI, maklum setiap hari makanannya laptop atau komputer.

Rio mencomot tahu isi yang tadi ia pesan di bu kantin. Kalo perut sedang lapar, nggak ada gairah untuk otak-atik laptop. Apalagi dengan ditambah secangkir moccacino yang sedap. Hmmm... Enak banget deh melakukan kegiatan ini.

Bagi anak-anak yang lain, biasanya pada ngumpul sama geng. Nggak kayak Rio yang lebih suka sendiri. Bagi mereka, menyendiri sambil mainin sesuatu itu nggak seru. Kalo ngumpul bareng teman baru seru. Ya namanya juga kan perbedaan. Nggak semua orang suka ngumpul atau bergaul sama teman. Ada beberapa yang lebih suka menyendiri dari keramaian, ya seperti Rio.

Kalo diperhatikan Rio dengan Sivia, beda banget sifatnya. Sivia cenderung suka bergaul dan agak cerewet. Tapi ada juga persamaan keduanya. Yaitu sama-sama belum pernah pacaran. Philo Phobia mungkin mereka. Tapi kalo udah sekali jatuh cinta baru nggak bisa diganggu gugat lagi.

Agak jauh dari tempatnya, cewek berkacamata yang sering ia lihat belakang-belakangan ini juga sedang menyendiri. Rio melirik ke arah cewek itu yang namanya sampai sekarang ia tidak tau. Misterius bukan cewek itu? Cakka menyuruhnya untuk berkenalan. Tapi Rio nggak berani.

“Alah, jadi cowok jangan penakut! Gue aja berani tuh waktu nembak Agni.” Ejek Cakka.

Hmmm.. Apa gue emang penakut? Batin Rio. Cowok itu emang suka nervous jika berhadapan sama cewek. Kayak nggak pernah ketemu cewek aja. Tapi begitulah sifat Rio. Walau ia mempunyai kelebihan, kekurangan pun banyak ia miliki.

Masih setia melirik cewek itu. Rio memperhatikan baik-baik dari jauh wajah cewek yang membuatnya penasaran. Tanpa ia sadar, cewek itu juga meliriknya. Cepat-cepat Rio mengalihkan pandang. Hal ini emang sering terjadi. Ya, ketika pandangan mereka bertemu.

“Woi! Pacaran nggak bilang-bilang.”

Tiba-tiba saja Cakka udah ada di tempatnya. Ternyata daritadi Cakka memperhatikan tingkah Rio juga tingkah cewek itu.

“Lo ngapain kesini? Jangan ganggu gue!” Ketus Rio.

“Kok lo marah? Ohya, maklum. Lo kan sekarang ini sedang ada dalam masa pedekate. Jadi nggak ada salahnya lo marahin gue karena gue sebagai setan penganggu perjuangan lo.”

Rio sama sekali nggak ngerti apa yang dibicarakan Cakka. Pedekate? Sama siapa? Rio tau, Cakka itu suka jahil dan kalo saja sedikit dekat sama cewek, pasti udah diolok-olok. Dasar Cakka!

“Lo kalo penasaran, tanya aja ke tuh cewek. Kayaknya dia sama diemnya kayak lo. Hahaha.. Jodoh kali..” Kata Cakka.

“Terserah.” Kata Rio dan kembali pada laptopnya.

Cakka duduk di samping kursi Rio. “Mentang-mentang anak TI. Pacarannya sama laptop mulu. Kalo gue baru pacaran sama angka-angka, tambah kurang kali bagi. Ntar Agni ngira gue selingkuh lagi sama angka-angka itu.” Ucapnya.

Rio nggak menanggapi omongan Cakka.

“Eh Yo, kayaknya gue kenal deh sama cewek itu.” Kata Cakka.

“Gue nggak akan percaya sama omongan lo.” Jawab Rio.

“Sumpah Yo, gue emang nggak asing lagi sama cewek itu.”

Cakka emang nggak bohong. Wajah cewek yang baginya familiar itu membuatnya penasaran. Siapa cewek itu? Cakka nggak punya niat untuk kenalan. Ia takut cewek itu nanti tersinggung atau apa karena ia tau cewek itu beda dengan cewek lainnya.

“Hai all!” Teriak suara seseorang.

***

SMA Value...

Dengan langkah hati-hati, Gabriel mendekati Sivia. Alangkah kagetnya ia menyadari Sivia yang terkapar lemah di tempat yang agak sepi. Jadi kemungkinan kecil ada orang yang bisa melihat Sivia.

“Sivia!”

“Yel..” Lirih Sivia.

Gabriel berusaha mengangkat tubuh Sivia. Jarak keduanya sangat dekat dan membuat jantung Gabriel berdetak sangat cepat. Sangat cepat sampai-sampai ia bisa mendengar detakan jantungnya sendiri.

“Vi, lo kenapa? Kalo lo sakit, lo jangan sekolah.” Kata Gabriel ketika berhasil mendududukkan Sivia.

Sivia tersenyum lemah ke Gabriel. “I’m fine. Tadi dada gue sedikit sesak. Tapi sekarang gue nggak apa-apa.” Ucapnya.

“Ya udah. Sekarang gue anter lo pulang ya.”

Baru kali ini Gabriel melihat Sivia yang lemah. Biasanya, Sivia nggak pernah begini. Sivia selalu ceria dan jarang sakit. Mungkin Sivia terlalu capek karena tugas-tugas sekolah numpuk.

Ketika Gabriel membantu Sivia untuk berdiri, Sivia langsung memukul jidatnya. Ia merutuki kealpaannya. Ntar sore kan ada pertandingan basket?!

“Astaga! Gue harus siap-siap nih!” Kata Sivia tiba-tiba.

Gabriel yang mulai tenang berubah jadi kaget. “Lo ada apa?” Tanyanya.

“Ntar kan ada pertandingan basket dan gue harus ada nanti sore di SMA Vincen.”

Sepertinya Gabriel merasa nggak setuju. Coba pikirkan baik-baik. Sivia kan lagi sakit. Jadi mustahil banget Sivia lari-lari nggak jelas dilapangan. Bukannya malah bertanding tetapi malah bikin badan tambah sakit.

“Lo jangan maen nanti, lo masih sakit.” Kata Gabriel.

Tentu Sivia menolak keras. “Nggak! Gue harus dateng nanti! Gue nggak boleh nggak dateng.”

“Tapi kan Vi, lo lagi..”

“Yel, udahlah. Gue nggak apa-apa. Liat kan, gue udah baik dan nggak sakit lagi. So please, ijinin gue maen.” Kata Sivia memohon. Lha, kayak mohon sama Mama aja minta dibelikan HP Samsung Galaxy.

Gabriel nggak bisa melarang Sivia. Ia bukan siapa-siapa Sivia dan ia nggak berhak mengatur hidup Sivia. Tapi, ia sangat khawatir dengan keadaan Sivia. Ada sebuah rasa yang makin lama makin tumbuh di hatinya.

Apa.. Apa mungkin sekarang ia sudah...

Mencintai Sivia?

***

Universitas Value...

“Hai all!”

Seorang cewek berpenampilan rapi mendatangi Rio dan Cakka. Cewek itu tersenyum manis ke arah Cakka. Tak lupa cipika-cipiki dulu. Ya, siapa lagi kalo bukan Agni? Kekasih Cakka. Udah lama Agni nggak ngumpul bareng sama Rio. Rio kan anaknya nggak suka diajak kumpul bareng? Jadi, waktu inilah yang tepat buat ngobrol sama Rio.

“Wah, sepertinya ada yang dikacangin nih..” Sinis Rio.

Agni tertawa melihat Rio.

“Baru nyadar dikacangin. Gue tuh tiap hari dikacangin sama lo.” Kata Cakka.

“Sama siapa Kka?” Tanya Agni manja.

“Tuh, sama laptop tercintanya.” Kata Cakka sambil menunjuk ke laptop acer milik Rio.

“Kenapa emangnya? Lo cemburu sama laptop gue?” Tanya Rio.

Cakka nggak terima dengan ucapan Rio. “Lo kira gue banci?” Tanya Cakka.

“Udah-udah. Hehe.. Gue kangen nih suananya kayak gini..” Kata Agni.

“Iya, Agni kan kangen sama Rio. Ntar malem kita ngedate ya? Nggak papa deh dianggep lagi selingkuh sama gue.” Kata Rio.

Walau Rio suka nervous jika berhadapan sama cewek, tapi kalo sama Agni, wah, dia bisa cerewet juga. Itu dikarenakan Rio akrab sama Agni. Ya mungkin aja karena mereka sering bertemu. Tapi Agni sama sekali nggak terpengaruh dengan pesona Rio yang menurutnya lebih cakepan Cakka. Iya dong, Cakka kan pacarnya. Ntar kalo ia bilang Rio lebih cakep daripada Cakka nanti Cakka bakal ngambek deh, hehe..

“Ohyaya.. Gue setuju. Ntar malem lo jemput gue ya, sayang..” Kata Agni.

Dua makhluk aneh itu kenapa sih? Batin Cakka. Kayak nggak ada bahan pembicaraan lain aja. Cakka tau keduanya itu cuma bercanda aja. Kalo sampai Rio bisa menghancurkan kesetiaan Agni padanya, jangan harap nyawa Rio bakal selamat. Gini-gini, Cakka juga jago bunuh orang kok, eh?

“Hei!”

Agni melirik ke arah seorang cewek berkacamata yang sedaritadi diam sambil membaca buku. Tampaknya cewek itu terlalu asyik di dunia bacaannya sehingga cuek aja sama orang yang berada di sekitarnya.

“Siapa Ag?” Tanya Cakka.

“Tuh!” Tujuk Agni ke arah cewek yang tak lain adalah cewek yang dipenasaranin sama Rio. “As usually, that girl very stolid and she doesn’t like speak with anyone. You know, that girl is mysterious girl in University of Value.” Jelas Agni.

“Jangan sok inggris lo. Soal matematika aja lo nggak bisa.” Kata Cakka yang paling nggak bisa bahasa inggris. Padahal, orang nggak bisa dikatakan gaul kalo nggak bisa bahasa inggris. Benar nggak?

“Siapa cewek itu?” Tanya Rio tiba-tiba.

Agni maupun Cakka langsung menoleh ke arah Rio. Cakka berbisik pelan di telinga Agni dan Agni tersenyum mendengar bisikan Cakka.

“Don’t worry. I know who that girl.” Kata Agni tersenyum.

Rio yang nggak paham kemana arah Agni bicara langsung bertanya. Entahlah, ia berkeinginan besar untuk mengenali cewek berkacamata itu.

“Lo kenal sama cewek itu? Siapa?” Tanya Rio penasaran.

Kalo diperhatikan, wajah Rio lucu banget deh kalo lagi penasaran. Matanya itu loh.. Pokoknya gue nggak bisa bayangin deh.

“Ternyata, gue tau siapa secret admirer Ify.” Kata Agni.

“Ify? Siapa Ify?” Tanya Rio kepo.

***

Sivia’s home...

Sesampai di rumah Sivia, Gabriel mengantar Sivia sampai pintu depan. Keadaan Sivia memang sudah lebih baik. Tapi keadaan Sivia nggak bisa dikatakan seperti biasa. Wajah Sivia sedikit pucat dan nggak sesemangat seperti kemarin-kemarin.

Gabriel duduk di kursi yang sengaja ditaruh di luar oleh Sivia. “Lo udah baikan?” Tanya Gabriel.

“Udah.” Jawab Sivia singkat dan hendak masuk ke dalam rumah.

Aneh. Jarang Sivia seperti ini. Sivia jarang terkesan cuek kayak Rio. Gabriel penasaran dengan sikap dingin Sivia barusan. Biasanya, ketika ia mengantar Sivia pulang, Sivia selalu tersenyum padanya dan mengajaknya masuk ke dalam.

“Vi..”

Tangan Sivia yang terasa dingin ditarik oleh Gabriel. Alhasil Sivia gagal masuk ke dalam rumah. Sivia menatap Gabriel dengan tatapan entahlah.

“Lo.. Lo jadi tanding nanti?” Tanya Gabriel memastikan.

“Yes. Don’t forget for watch me.” Jawab Sivia dengan nada sedikit malas.

“Tap.. Tapi Vi..”

“Yel, lo kok jadi khawatir banget sih sama gue? Gue tau, selama ini lo selalu perhatian sama gue. Tapi please Yel, lo harus bagi cinta lo yang sebenarnya ke orang yang tepat. Jangan jadikan gue sebagai hadangan lo untuk mendapat cinta lo.” Kata Sivia.

Tapi lo lah cinta gue yang sebenarnya, batin Gabriel.

“Ya.. Gue tau Vi. Tapi gue nggak bisa.. Gue nggak bisa..”

Gabriel nggak melanjutkan ucapannya sementara Sivia masih menanti kelanjutan ucapan Gabriel. Tapi ternyata Gabriel beralih ke topik lain.

“Oke. Ntar sore gue dateng ke SMA Vincen demi support lo, oke cantik?”

Kata terakhir yang diucapkan Gabriel membuat Sivia speechless mendengarnya. Cantik? Mengapa ucapan itu terasa beda di telinganya? Mengapa ucapan itu sepertinya memiliki sebuah makna penting?

“Ng.. Iya.” Jawab Sivia.

“And member Vi, kalo lo ngga kuat, jangan paksain.” Pesan Gabriel dan dibalas anggukan serta senyuman Sivia.

***

Pertandingan persahabatan antara SMA Value melawan SMA Vincen berlangsung seru. Sekarang masuk pada babak terakhir. Dalam pertandingan, Sivia tak sesemangat seperti dia yang sedang bertanding. Tentu penyebabnya karena kondisi badannya yang nggak sehat. Teman setimnya pada menyuruh dia istirahat. Tapi Sivia menolak.

“C’mon, Vi! Don’t give up!” Tekad Sivia dengan nafas ngos-ngosan.

Sekarang bola ada ditangannya, hasil lemparan dari Osa. Sivia berusaha melewati musuh-musuhnya yang menghadangnya. Sebisa mungkin Sivia mengecoh sang lawan. Namun apa yang terjadi? Sivia nggak konsen dan bola yang ia kuasai dengan mudahnya direbut oleh pemain dari tim lawan.

Sivia kecewa banget.

Di bangku penonton, Gabriel khawatir setengah mati melihat Sivia yang sudah sangat kelelahan. Kenapa Sivia nggak mau istirahat? Kenapa dia memaksakan diri untuk main? Kalo kalah juga nggak apa-apa kan?

“Adek gue aneh. Dia seperti bukan adek gue.” Gumam Rio yang menyempatkan diri menonton pertandingan basket di SMA Vincen. Tadi sepulang kuliah Rio langsung meluncur ke SMA Vincen.

Gabriel tentu mendengar gumaman Rio. “Via lagi sakit, kak.” Kata Gabriel.

“Ohya? Kalo sakit, kenapa dia main?” Tanya Rio.

Gabriel hanya mengangkat bahu lalu fokus melihat Sivia yang berada di tengah lapangan sama bersama teman timnya. Skor mereka beda tipis. Yaitu 63 untuk SMA Vincen, dan 57 untuk SMA Value. Selisih hanya enam poin.

Seseorang yang juga ikut menonton pertandingan itu menatap gerak-gerik seorang cewek yang ikut bertanding dalam pertandingan tersebut. Orang itu tersenyum melihat seseorang yang dicarinya.

“Vi!” Teriak Osa.

Hampir saja Sivia terjatuh karena nggak sengaja disenggol oleh pemain lawan. Tapi untungnya Sivia bisa menjaga keseimbangan. Yes! Sivia mendapat operan bola dari Osa. Kali ini ia nggak boleh gagal. Ya!

Akhirnya Sivia bisa lolos dari pemain lawan yang menghadangnya dan sudah mendekati ring. Jika ia menshoot bola dan masuk, maka poinnya bertambah dan bisa menyalib poin musuh.

Ketika Sivia hendak menshoot bola, ada sepasang mata yang memerhatikannya. Sivia pun melihat sepasang mata indah itu. Siapa dia? Mengapa...

Shoot Via! Kenapa lo jadi nggak konsen gini gara-gara mata indah cowok yang nggak lo kenal itu? Tapi, siapa cowok itu? Mengapa daritadi dia perhatiin gue terus? Apa cowok itu mengenali gue?

Tanpa basa-basi, Sivia langsung menshoot bola dan masuk! Beruntungnya, ketika itu Sivia berada di garis tiga angka dan pointnya bertambah menjadi 60. Entah mengapa energi yang tadi hilang kini bertambah menjadi normal bahkan lebih gara-gara melihat cowok bermata indah itu.

Kini, Sivia kembali menjadi bintang di lapangan. Semua penonton pada menyoraki namanya. Go Sivia, Go!

“Via kok jadi semangat? Ada apa?” Tanya Gabriel.

“Nggak tau. Mungkin ada sesuatu yang terjadi dengannya.” Jawab Rio.

Poin bertambah menjadi banyak dikarenakan Sivia kembali aktif dilapangan. Tim lawan jadi kocar-kacir menyadari perubahan Sivia. Sivia emang Ratu basket SMA Value. Walau masih kelas satu, kakak-kakak kelas yang ikut tergabung dalam tim basket pada kalah lawan 1 on 1 sama Sivia.

Itu semua berkat cowok bermata indah! Sivia juga nggak tau kenapa dirinya bisa semangat karena melihat cowok yang tidak ia kenal.  

Finally, tim Sivia berhasil memenangkan pertandingan itu dengan poin 67-65. Hanya selisih dua poin. Sivia cs berpelukan di tengah lapangan. Mengeluarkan rasa kebahagiaan mereka.

“Hebat kamu, Vi! Kakak bangga deh sama kamu. Beruntung kamu kakak jadikan pemain inti. Nanti kakak janji deh akan masukin kamu sebagai pemain inti pada turnamen basket yang sebentar lagi akan diadakan.” Kata Zevana yang saat ini menjabat sebagai kapten tim.

Sivia hanya tersenyum membalas ucapan Zevana. Tiba-tiba ia teringat dengan cowok yang tadi mengirimnya energi sehingga ia bisa memenangkan pertandingan. Dimana cowok itu sekarang?

“Via!” Teriak Gabriel yang dibelakangnya diikuti Rio.

“Iya Yel, ada apa? Gue tadi nggak papa kan?” Tanya Sivia.

“Iya-Iya. Tapi awal lo tanding, lo kayak orang loyo. Kok lo tiba-tiba jadi semangat gitu sih di akhir pertandingan? Ada apa?” Tanya Gabriel.

“Itu..” Sivia tidak melanjutkan pembicaraan. Masalah cowok bermata indah tadi menjadi rahasianya. “Ng.. Gue nggak tau juga, hehe..”

Langit menampakkan warna orennya. Matahari yang bekerja demi menyinari sebagian dunia kini akan bersembunyi di ufuk barat sana. Sudah mulai malam. Sang kegelapan kini mulai muncul menghiasi bumi yang tidak dikuasai oleh matahari.

“Vi, ayo pulang. Udah mau malam.” Ajak Rio.

Sivia belum ingin pulang. Entah mengapa ia ingin sekali mencari tau siapa cowok bermata indah itu. Lalu, alasan apa yang ia buat agar Rio mengizinkannya untuk tidak pulang secepatnya?

“Ng.. Via ntar aja pulang. Via mau jalan-jalan dulu. Ntar Via miscall kak Rio aja deh. Kalo kak Rio mau pulang duluan dan nggak nunggu Via, Via bisa pulang sendiri kok.” Kata Sivia.

“Lo mau pergi kemana?” Tanya Rio.

“Mmm.. Kesana sebentar.” Jawab Sivia.

“Ya udah. Hati-hati. Gue tunggu lo aja disana.”

Sivia mengangguk dan berjalan menjauh dari Rio. Akan kemana gue? Gue sendiri nggak tau, batin Sivia. Harapannya adalah bertemu dengan cowok bermata indah itu. Tapi dimana cowok itu? Wajahnya pun hampir ia lupakan.

Sebuah tangan menyentuh pundaknya dari belakang. Sivia menjadi kaget. Jangan-jangan ada preman nakal yang mau bermain dengannya! Gawat! Tapi Sivia bukanlah gadis yang penakut. Selain jago main basket, Sivia juga jago karate. Ia yakin jika orang itu ingin menculiknya, tentu Sivia duluan menghajar orang itu.

Perlahan, Sivia membalikkan badannya. Dan entah mengapa, jantungnya berdetak-detak hebat. Dan kau tau siapa pemilik tangan itu?

“Hai! Gue suka liat permainan lo tadi.” Ucapnya sambil tersenyum.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar