Part 4
.
.
.
Universitas Value...
Seperti biasa. Saat
ia nggak ada jam kuliah, ia lebih suka menyendiri di kantin ditemani laptopnya.
Kesepuluh jarinya yang lincah menekan-nekan keyboard di laptop. Sepertinya ia
sedang mengutak-atik laptop. Ia kan jurusan TI, maklum setiap hari makanannya
laptop atau komputer.
Rio mencomot tahu
isi yang tadi ia pesan di bu kantin. Kalo perut sedang lapar, nggak ada gairah
untuk otak-atik laptop. Apalagi dengan ditambah secangkir moccacino yang sedap.
Hmmm... Enak banget deh melakukan kegiatan ini.
Bagi anak-anak yang
lain, biasanya pada ngumpul sama geng. Nggak kayak Rio yang lebih suka sendiri.
Bagi mereka, menyendiri sambil mainin sesuatu itu nggak seru. Kalo ngumpul
bareng teman baru seru. Ya namanya juga kan perbedaan. Nggak semua orang suka
ngumpul atau bergaul sama teman. Ada beberapa yang lebih suka menyendiri dari
keramaian, ya seperti Rio.
Kalo diperhatikan
Rio dengan Sivia, beda banget sifatnya. Sivia cenderung suka bergaul dan agak
cerewet. Tapi ada juga persamaan keduanya. Yaitu sama-sama belum pernah
pacaran. Philo Phobia mungkin mereka. Tapi kalo udah sekali jatuh cinta baru
nggak bisa diganggu gugat lagi.
Agak jauh dari
tempatnya, cewek berkacamata yang sering ia lihat belakang-belakangan ini juga
sedang menyendiri. Rio melirik ke arah cewek itu yang namanya sampai sekarang
ia tidak tau. Misterius bukan cewek itu? Cakka menyuruhnya untuk berkenalan.
Tapi Rio nggak berani.
“Alah, jadi cowok
jangan penakut! Gue aja berani tuh waktu nembak Agni.” Ejek Cakka.
Hmmm.. Apa gue
emang penakut? Batin Rio. Cowok itu emang suka nervous jika berhadapan sama
cewek. Kayak nggak pernah ketemu cewek aja. Tapi begitulah sifat Rio. Walau ia
mempunyai kelebihan, kekurangan pun banyak ia miliki.
Masih setia melirik
cewek itu. Rio memperhatikan baik-baik dari jauh wajah cewek yang membuatnya
penasaran. Tanpa ia sadar, cewek itu juga meliriknya. Cepat-cepat Rio
mengalihkan pandang. Hal ini emang sering terjadi. Ya, ketika pandangan mereka
bertemu.
“Woi! Pacaran nggak
bilang-bilang.”
Tiba-tiba saja
Cakka udah ada di tempatnya. Ternyata daritadi Cakka memperhatikan tingkah Rio
juga tingkah cewek itu.
“Lo ngapain kesini?
Jangan ganggu gue!” Ketus Rio.
“Kok lo marah?
Ohya, maklum. Lo kan sekarang ini sedang ada dalam masa pedekate. Jadi nggak
ada salahnya lo marahin gue karena gue sebagai setan penganggu perjuangan lo.”
Rio sama sekali
nggak ngerti apa yang dibicarakan Cakka. Pedekate? Sama siapa? Rio tau, Cakka
itu suka jahil dan kalo saja sedikit dekat sama cewek, pasti udah diolok-olok.
Dasar Cakka!
“Lo kalo penasaran,
tanya aja ke tuh cewek. Kayaknya dia sama diemnya kayak lo. Hahaha.. Jodoh
kali..” Kata Cakka.
“Terserah.” Kata
Rio dan kembali pada laptopnya.
Cakka duduk di
samping kursi Rio. “Mentang-mentang anak TI. Pacarannya sama laptop mulu. Kalo
gue baru pacaran sama angka-angka, tambah kurang kali bagi. Ntar Agni ngira gue
selingkuh lagi sama angka-angka itu.” Ucapnya.
Rio nggak
menanggapi omongan Cakka.
“Eh Yo, kayaknya
gue kenal deh sama cewek itu.” Kata Cakka.
“Gue nggak akan
percaya sama omongan lo.” Jawab Rio.
“Sumpah Yo, gue
emang nggak asing lagi sama cewek itu.”
Cakka emang nggak
bohong. Wajah cewek yang baginya familiar itu membuatnya penasaran. Siapa cewek
itu? Cakka nggak punya niat untuk kenalan. Ia takut cewek itu nanti tersinggung
atau apa karena ia tau cewek itu beda dengan cewek lainnya.
“Hai all!” Teriak
suara seseorang.
***
SMA Value...
Dengan langkah
hati-hati, Gabriel mendekati Sivia. Alangkah kagetnya ia menyadari Sivia yang
terkapar lemah di tempat yang agak sepi. Jadi kemungkinan kecil ada orang yang
bisa melihat Sivia.
“Sivia!”
“Yel..” Lirih
Sivia.
Gabriel berusaha
mengangkat tubuh Sivia. Jarak keduanya sangat dekat dan membuat jantung Gabriel
berdetak sangat cepat. Sangat cepat sampai-sampai ia bisa mendengar detakan
jantungnya sendiri.
“Vi, lo kenapa?
Kalo lo sakit, lo jangan sekolah.” Kata Gabriel ketika berhasil mendududukkan
Sivia.
Sivia tersenyum
lemah ke Gabriel. “I’m fine. Tadi dada gue sedikit sesak. Tapi sekarang gue
nggak apa-apa.” Ucapnya.
“Ya udah. Sekarang
gue anter lo pulang ya.”
Baru kali ini
Gabriel melihat Sivia yang lemah. Biasanya, Sivia nggak pernah begini. Sivia
selalu ceria dan jarang sakit. Mungkin Sivia terlalu capek karena tugas-tugas
sekolah numpuk.
Ketika Gabriel
membantu Sivia untuk berdiri, Sivia langsung memukul jidatnya. Ia merutuki
kealpaannya. Ntar sore kan ada pertandingan basket?!
“Astaga! Gue harus
siap-siap nih!” Kata Sivia tiba-tiba.
Gabriel yang mulai
tenang berubah jadi kaget. “Lo ada apa?” Tanyanya.
“Ntar kan ada
pertandingan basket dan gue harus ada nanti sore di SMA Vincen.”
Sepertinya Gabriel
merasa nggak setuju. Coba pikirkan baik-baik. Sivia kan lagi sakit. Jadi
mustahil banget Sivia lari-lari nggak jelas dilapangan. Bukannya malah
bertanding tetapi malah bikin badan tambah sakit.
“Lo jangan maen
nanti, lo masih sakit.” Kata Gabriel.
Tentu Sivia menolak
keras. “Nggak! Gue harus dateng nanti! Gue nggak boleh nggak dateng.”
“Tapi kan Vi, lo
lagi..”
“Yel, udahlah. Gue
nggak apa-apa. Liat kan, gue udah baik dan nggak sakit lagi. So please, ijinin
gue maen.” Kata Sivia memohon. Lha, kayak mohon sama Mama aja minta dibelikan
HP Samsung Galaxy.
Gabriel nggak bisa
melarang Sivia. Ia bukan siapa-siapa Sivia dan ia nggak berhak mengatur hidup
Sivia. Tapi, ia sangat khawatir dengan keadaan Sivia. Ada sebuah rasa yang
makin lama makin tumbuh di hatinya.
Apa.. Apa mungkin sekarang
ia sudah...
Mencintai Sivia?
***
Universitas Value...
“Hai all!”
Seorang cewek
berpenampilan rapi mendatangi Rio dan Cakka. Cewek itu tersenyum manis ke arah
Cakka. Tak lupa cipika-cipiki dulu. Ya, siapa lagi kalo bukan Agni? Kekasih
Cakka. Udah lama Agni nggak ngumpul bareng sama Rio. Rio kan anaknya nggak suka
diajak kumpul bareng? Jadi, waktu inilah yang tepat buat ngobrol sama Rio.
“Wah, sepertinya
ada yang dikacangin nih..” Sinis Rio.
Agni tertawa
melihat Rio.
“Baru nyadar
dikacangin. Gue tuh tiap hari dikacangin sama lo.” Kata Cakka.
“Sama siapa Kka?”
Tanya Agni manja.
“Tuh, sama laptop tercintanya.”
Kata Cakka sambil menunjuk ke laptop acer milik Rio.
“Kenapa emangnya?
Lo cemburu sama laptop gue?” Tanya Rio.
Cakka nggak terima
dengan ucapan Rio. “Lo kira gue banci?” Tanya Cakka.
“Udah-udah. Hehe..
Gue kangen nih suananya kayak gini..” Kata Agni.
“Iya, Agni kan
kangen sama Rio. Ntar malem kita ngedate ya? Nggak papa deh dianggep lagi
selingkuh sama gue.” Kata Rio.
Walau Rio suka
nervous jika berhadapan sama cewek, tapi kalo sama Agni, wah, dia bisa cerewet
juga. Itu dikarenakan Rio akrab sama Agni. Ya mungkin aja karena mereka sering
bertemu. Tapi Agni sama sekali nggak terpengaruh dengan pesona Rio yang
menurutnya lebih cakepan Cakka. Iya dong, Cakka kan pacarnya. Ntar kalo ia
bilang Rio lebih cakep daripada Cakka nanti Cakka bakal ngambek deh, hehe..
“Ohyaya.. Gue
setuju. Ntar malem lo jemput gue ya, sayang..” Kata Agni.
Dua makhluk aneh
itu kenapa sih? Batin Cakka. Kayak nggak ada bahan pembicaraan lain aja. Cakka
tau keduanya itu cuma bercanda aja. Kalo sampai Rio bisa menghancurkan
kesetiaan Agni padanya, jangan harap nyawa Rio bakal selamat. Gini-gini, Cakka
juga jago bunuh orang kok, eh?
“Hei!”
Agni melirik ke
arah seorang cewek berkacamata yang sedaritadi diam sambil membaca buku.
Tampaknya cewek itu terlalu asyik di dunia bacaannya sehingga cuek aja sama
orang yang berada di sekitarnya.
“Siapa Ag?” Tanya
Cakka.
“Tuh!” Tujuk Agni
ke arah cewek yang tak lain adalah cewek yang dipenasaranin sama Rio. “As
usually, that girl very
stolid and she doesn’t like speak with anyone. You know, that girl is mysterious girl in
University of Value.” Jelas Agni.
“Jangan sok inggris
lo. Soal matematika aja lo nggak bisa.” Kata Cakka yang paling nggak bisa
bahasa inggris. Padahal, orang nggak bisa dikatakan gaul kalo nggak bisa bahasa
inggris. Benar nggak?
“Siapa cewek itu?”
Tanya Rio tiba-tiba.
Agni maupun Cakka
langsung menoleh ke arah Rio. Cakka berbisik pelan di telinga Agni dan Agni
tersenyum mendengar bisikan Cakka.
“Don’t worry. I
know who that girl.” Kata Agni tersenyum.
Rio yang nggak
paham kemana arah Agni bicara langsung bertanya. Entahlah, ia berkeinginan
besar untuk mengenali cewek berkacamata itu.
“Lo kenal sama
cewek itu? Siapa?” Tanya Rio penasaran.
Kalo diperhatikan,
wajah Rio lucu banget deh kalo lagi penasaran. Matanya itu loh.. Pokoknya gue
nggak bisa bayangin deh.
“Ternyata, gue tau
siapa secret admirer Ify.” Kata Agni.
“Ify? Siapa Ify?”
Tanya Rio kepo.
***
Sivia’s home...
Sesampai di rumah
Sivia, Gabriel mengantar Sivia sampai pintu depan. Keadaan Sivia memang sudah
lebih baik. Tapi keadaan Sivia nggak bisa dikatakan seperti biasa. Wajah Sivia
sedikit pucat dan nggak sesemangat seperti kemarin-kemarin.
Gabriel duduk di
kursi yang sengaja ditaruh di luar oleh Sivia. “Lo udah baikan?” Tanya Gabriel.
“Udah.” Jawab Sivia
singkat dan hendak masuk ke dalam rumah.
Aneh. Jarang Sivia
seperti ini. Sivia jarang terkesan cuek kayak Rio. Gabriel penasaran dengan
sikap dingin Sivia barusan. Biasanya, ketika ia mengantar Sivia pulang, Sivia selalu
tersenyum padanya dan mengajaknya masuk ke dalam.
“Vi..”
Tangan Sivia yang
terasa dingin ditarik oleh Gabriel. Alhasil Sivia gagal masuk ke dalam rumah.
Sivia menatap Gabriel dengan tatapan entahlah.
“Lo.. Lo jadi
tanding nanti?” Tanya Gabriel memastikan.
“Yes. Don’t forget for
watch me.” Jawab Sivia dengan nada sedikit malas.
“Tap.. Tapi Vi..”
“Yel, lo kok jadi
khawatir banget sih sama gue? Gue tau, selama ini lo selalu perhatian sama gue.
Tapi please Yel, lo harus bagi cinta lo yang sebenarnya ke orang yang tepat.
Jangan jadikan gue sebagai hadangan lo untuk mendapat cinta lo.” Kata Sivia.
Tapi lo lah cinta
gue yang sebenarnya, batin Gabriel.
“Ya.. Gue tau Vi.
Tapi gue nggak bisa.. Gue nggak bisa..”
Gabriel nggak
melanjutkan ucapannya sementara Sivia masih menanti kelanjutan ucapan Gabriel.
Tapi ternyata Gabriel beralih ke topik lain.
“Oke. Ntar sore gue
dateng ke SMA Vincen demi support lo, oke cantik?”
Kata terakhir yang
diucapkan Gabriel membuat Sivia speechless mendengarnya. Cantik? Mengapa ucapan
itu terasa beda di telinganya? Mengapa ucapan itu sepertinya memiliki sebuah
makna penting?
“Ng.. Iya.” Jawab
Sivia.
“And member Vi,
kalo lo ngga kuat, jangan paksain.” Pesan Gabriel dan dibalas anggukan serta
senyuman Sivia.
***
Pertandingan
persahabatan antara SMA Value melawan SMA Vincen berlangsung seru. Sekarang
masuk pada babak terakhir. Dalam pertandingan, Sivia tak sesemangat seperti dia
yang sedang bertanding. Tentu penyebabnya karena kondisi badannya yang nggak
sehat. Teman setimnya pada menyuruh dia istirahat. Tapi Sivia menolak.
“C’mon, Vi! Don’t
give up!” Tekad Sivia dengan nafas ngos-ngosan.
Sekarang bola ada
ditangannya, hasil lemparan dari Osa. Sivia berusaha melewati musuh-musuhnya
yang menghadangnya. Sebisa mungkin Sivia mengecoh sang lawan. Namun apa yang
terjadi? Sivia nggak konsen dan bola yang ia kuasai dengan mudahnya direbut
oleh pemain dari tim lawan.
Sivia kecewa
banget.
Di bangku penonton,
Gabriel khawatir setengah mati melihat Sivia yang sudah sangat kelelahan.
Kenapa Sivia nggak mau istirahat? Kenapa dia memaksakan diri untuk main? Kalo
kalah juga nggak apa-apa kan?
“Adek gue aneh. Dia
seperti bukan adek gue.” Gumam Rio yang menyempatkan diri menonton pertandingan
basket di SMA Vincen. Tadi sepulang kuliah Rio langsung meluncur ke SMA Vincen.
Gabriel tentu
mendengar gumaman Rio. “Via lagi sakit, kak.” Kata Gabriel.
“Ohya? Kalo sakit,
kenapa dia main?” Tanya Rio.
Gabriel hanya
mengangkat bahu lalu fokus melihat Sivia yang berada di tengah lapangan sama
bersama teman timnya. Skor mereka beda tipis. Yaitu 63 untuk SMA Vincen, dan 57
untuk SMA Value. Selisih hanya enam poin.
Seseorang yang juga
ikut menonton pertandingan itu menatap gerak-gerik seorang cewek yang ikut
bertanding dalam pertandingan tersebut. Orang itu tersenyum melihat seseorang
yang dicarinya.
“Vi!” Teriak Osa.
Hampir saja Sivia
terjatuh karena nggak sengaja disenggol oleh pemain lawan. Tapi untungnya Sivia
bisa menjaga keseimbangan. Yes! Sivia mendapat operan bola dari Osa. Kali ini
ia nggak boleh gagal. Ya!
Akhirnya Sivia bisa
lolos dari pemain lawan yang menghadangnya dan sudah mendekati ring. Jika ia
menshoot bola dan masuk, maka poinnya bertambah dan bisa menyalib poin musuh.
Ketika Sivia hendak
menshoot bola, ada sepasang mata yang memerhatikannya. Sivia pun melihat
sepasang mata indah itu. Siapa dia? Mengapa...
Shoot Via! Kenapa
lo jadi nggak konsen gini gara-gara mata indah cowok yang nggak lo kenal itu?
Tapi, siapa cowok itu? Mengapa daritadi dia perhatiin gue terus? Apa cowok itu
mengenali gue?
Tanpa basa-basi,
Sivia langsung menshoot bola dan masuk! Beruntungnya, ketika itu Sivia berada
di garis tiga angka dan pointnya bertambah menjadi 60. Entah mengapa energi
yang tadi hilang kini bertambah menjadi normal bahkan lebih gara-gara melihat
cowok bermata indah itu.
Kini, Sivia kembali
menjadi bintang di lapangan. Semua penonton pada menyoraki namanya. Go Sivia,
Go!
“Via kok jadi
semangat? Ada apa?” Tanya Gabriel.
“Nggak tau. Mungkin
ada sesuatu yang terjadi dengannya.” Jawab Rio.
Poin bertambah
menjadi banyak dikarenakan Sivia kembali aktif dilapangan. Tim lawan jadi
kocar-kacir menyadari perubahan Sivia. Sivia emang Ratu basket SMA Value. Walau
masih kelas satu, kakak-kakak kelas yang ikut tergabung dalam tim basket pada
kalah lawan 1 on 1 sama Sivia.
Itu semua berkat
cowok bermata indah! Sivia juga nggak tau kenapa dirinya bisa semangat karena
melihat cowok yang tidak ia kenal.
Finally, tim Sivia
berhasil memenangkan pertandingan itu dengan poin 67-65. Hanya selisih dua
poin. Sivia cs berpelukan di tengah lapangan. Mengeluarkan rasa kebahagiaan
mereka.
“Hebat kamu, Vi!
Kakak bangga deh sama kamu. Beruntung kamu kakak jadikan pemain inti. Nanti
kakak janji deh akan masukin kamu sebagai pemain inti pada turnamen basket yang
sebentar lagi akan diadakan.” Kata Zevana yang saat ini menjabat sebagai kapten
tim.
Sivia hanya
tersenyum membalas ucapan Zevana. Tiba-tiba ia teringat dengan cowok yang tadi mengirimnya energi sehingga ia bisa memenangkan
pertandingan. Dimana cowok itu sekarang?
“Via!” Teriak
Gabriel yang dibelakangnya diikuti Rio.
“Iya Yel, ada apa?
Gue tadi nggak papa kan?” Tanya Sivia.
“Iya-Iya. Tapi awal
lo tanding, lo kayak orang loyo. Kok lo tiba-tiba jadi semangat gitu sih di
akhir pertandingan? Ada apa?” Tanya Gabriel.
“Itu..” Sivia tidak
melanjutkan pembicaraan. Masalah cowok bermata indah tadi menjadi rahasianya.
“Ng.. Gue nggak tau juga, hehe..”
Langit menampakkan
warna orennya. Matahari yang bekerja demi menyinari sebagian dunia kini akan
bersembunyi di ufuk barat sana. Sudah mulai malam. Sang kegelapan kini mulai
muncul menghiasi bumi yang tidak dikuasai oleh matahari.
“Vi, ayo pulang.
Udah mau malam.” Ajak Rio.
Sivia belum ingin
pulang. Entah mengapa ia ingin sekali mencari tau siapa cowok bermata indah
itu. Lalu, alasan apa yang ia buat agar Rio mengizinkannya untuk tidak pulang
secepatnya?
“Ng.. Via ntar aja
pulang. Via mau jalan-jalan dulu. Ntar Via miscall kak Rio aja deh. Kalo kak
Rio mau pulang duluan dan nggak nunggu Via, Via bisa pulang sendiri kok.” Kata
Sivia.
“Lo mau pergi
kemana?” Tanya Rio.
“Mmm.. Kesana
sebentar.” Jawab Sivia.
“Ya udah.
Hati-hati. Gue tunggu lo aja disana.”
Sivia mengangguk
dan berjalan menjauh dari Rio. Akan kemana gue? Gue sendiri nggak tau, batin
Sivia. Harapannya adalah bertemu dengan cowok bermata indah itu. Tapi dimana
cowok itu? Wajahnya pun hampir ia lupakan.
Sebuah tangan
menyentuh pundaknya dari belakang. Sivia menjadi kaget. Jangan-jangan ada
preman nakal yang mau bermain dengannya! Gawat! Tapi Sivia bukanlah gadis yang
penakut. Selain jago main basket, Sivia juga jago karate. Ia yakin jika orang
itu ingin menculiknya, tentu Sivia duluan menghajar orang itu.
Perlahan, Sivia
membalikkan badannya. Dan entah mengapa, jantungnya berdetak-detak hebat. Dan
kau tau siapa pemilik tangan itu?
“Hai! Gue suka liat
permainan lo tadi.” Ucapnya sambil tersenyum.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar