Part 20
.
.
.
“Agni..” Kata cewek itu.
Bukan.
Bukan senyum sinis atau senyum meremehkan. Tapi senyum manis dan
kebahagiaan. Kembali Agni merasakan masa lalunya. Berawal ia, Cakka, Oik
bersahabat, lalu saat ia menyetujui janji Oik untuk meninggalkan Cakka.
Agni merasakan ini cuman mimpi. Tidak mungkin masa lalu itu kembali
hadir di masa ini.
“Ag..” Kata Oik.
Tanpa
ada rasa malu, ragu, takut atau apa, Agni udah duduk disamping Cakka.
Tangan Cakka merangkulnya. Agni merasakan kehangatan yang luar biasa.
Ah, masa lalu. Tak ku sangka hadir di hari ini. Agni ingin hari ini
nggak akan pernah berakhir.
“Mulai sekarang, kita bertiga adalah sahabat.” Kata Cakka. Ia mempererat rangkulannya pada Agni dan Oik.
Agni menatap Cakka sedikit heran. “Tapi Kka, Oik..”
“Jangan mempermasalahkan hal itu. Gue dan Cakka adalah adik kakak.” Kata Oik mulai membuka suara.
Tentu
Agni kaget dan nggak percaya apa yang dikatakan Oik. Cakka lalu
menjelaskan dari A sampai Z dan Agni mengerti. Ia mengerti sekarang. Ia
mengerti saat ia pernah melihat bola mata Oik yang berkaca-kaca. Oh Oik,
aku yakin kamu pasti mendapatkan pangeran yang mencintaimu apa adanya.
“Kenapa kalian nggak jadian aja?” Tanya Oik semangat.
Mendadak
pipi Agni memerah. Sementara Cakka hanya tersenyum. Ia belum siap
menjadi pacar Agni walau sesungguhnya ia sangat mencintai Agni. Terlebih
dahulu, Cakka ingin menghabiskan masa-masanya bersama Agni dan Oik. Dua
cewek yang sangat ia sayangi.
“Gue jadi terbayang masa lalu gue yang begitu indah.” Gumam Cakka.
“Ya. Masa lalu yang indah.” Tambah Agni.
Ketiganya
memandangi langit senja yang warnanya mulai gelap. Tentu sang pelangi
itu udah hilang karena waktu. Bila ada harapan yang dapat terkabulkan,
mereka ingin pelangi itu selalu menghiasi bumi setiap hari, setiap saat.
Dan selamanya.
***
Masalah
Cakka kini sudah padam. Tinggal masalah Rio dan Gabriel. Ulangan
semester genap tinggal sebentar lagi. Di kelas 2IPA-1, Rio terlihat
sibuk membolak-balikkan bukunya. Masalah Gabriel ia lupakan untuk
sementara. Tetapi tidak hari ini. Karena ada sebuah suara yang
mengagetkannya.
“Cowok sempurna.” Kata cowok itu pelan. Tanpa ekspresi marah atau tidak suka.
“Lo..” Tunjuk Rio ke arah cowok yang melihatnya tanpa ekspresi.
“Kita butuh bicara. Sore ini, lo temui gue di tempat semula.”
Setelah
mengucapkan kalimat itu, Gabriel berlalu begitu saja. Tempat semula
yang diucapkan Gabriel tadi Rio pahami. Cuman ada rasa kejanggalan di
kalimat Gabriel. Ada apa Gabriel mengajaknya?
“Hei! Gosip mengatakan, lo udah putus ya sama Shilla?” Tanya Dayat tiba-tiba.
Rio sedikit kaget. “Ng.. Sebenarnya gue nggak pernah pacaran sama Shilla.” Jawab Rio.
“Terus, kenapa kalian seperti sepasang kekasih? Lalu, kenapa Gabriel begitu membenci lo saat lo bersama Shilla?”
Keinginan
Shilla yang sulit ia hindari. Coba tidak ada foto sialan itu. Tapi Rio
bersyukur mengingat Shilla sekarang bukanlah Shilla yang dulu. Shilla
sekarang adalah cewek yang baik dan ramah.
“Kenapa nggak jawab?” Tanya Dayat menyadarkan Rio.
“Itu..
Sudahlah. Sebaiknya lo makan tuh semua pelajar agar nilai lo meningkat.
Lo kan pengin jadi juara umum.” Jawab Rio lalu kembali pada bukunya.
Namun,
Rio nggak bisa tenang seperti tadi. Ucapan Gabriel tadi membuatnya
penasaran, dan otaknya nggak bisa menerima informasi dengan baik. Rio
yakin, sia-sia ia sekolah hari ini. Yel, mau lo apa sih? Kalo lo mau
nembak Shilla, tembak aja dia. Tapi, kalo lo masih dendam ama gue, gue
pasrah aja. Gue rela kok nyawa gue nggak sampe delapan jam!
***
Sivia
merasakan perubahan besar pada diri Alvin. Apa itu? Entahlah, ia
sendiri tidak tau. Tapi ia merasakan Alvin jarang menemuinya. Berkirim
pesan pun jarang. Sivia takut, Alvin tidak mencintainya lagi. Sivia
takut jika Alvin menyatakan putus dan ia nangis darah sampe hasil
ulangan semesternya hancur karena Alvin.
Sebegitu dahsyatnya cinta! Jam kelima dan enam, Sivia nggak konsen ke pelajaran. Pikirannya hanya pada Alvin.
“Lo kenapa Vi?” Tanya Ify melihat Sivia yang lain dari biasanya.
“Mmm, Alvin.” Jawab Sivia.
Ify mengerutkan dahi. “Kak Alvin kenapa? Dia baik-baik aja kan?”
Ingat
Alvin, Ify teringat Rio. Tiga kali ia bertemu lelaki impiannya itu.
Pertama, saat di ruang musik. Ia memainkan piano dan tanpa sadar Rio
bernyani indah. Kedua, saat ia memotert Rio dan ia tertangkap basah. Dan
yang ketiga, saat ia menjenguk Rio. Oh, apakah pertemuan keempat
berlangsung seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya? Dan, siapa Acha? Ify
belum berani menanyakan.
“Belakang-belakangan ini dia aneh Fy.” Jawab Sivia.
Ify
tidak terlalu menseriuskan ucapan Sivia. Ia sibuk pada pikirannya
sendiri. Rio.. Acha.. Rio.. Acha.. Apa jangan-jangan.. Ingat Fy. Nama
Acha itu banyak. Ingat Fy sekali lagi, nama Acha itu banyak. Nggak
mungkin kebetulan itu terjadi. Kalo kebetulan itu sampai terjadi, bisa
sakit hatinya.
“Lo kenapa? Mikirin kak Rio? Kak Rio baik-baik aja kok Fy.” Kata Sivia.
Tergerak
hati Ify untuk menceritakan masalah yang dialaminya. Segala rasa
penasarannya ia ceritakan pada Sivia. Gila, curhat di jam pelajaran.
Untungnya guru nggak terlalu mempedulikan. Asalkan nilai bagus, guru itu
nggak akan marah.
“Jadi menurut lo pacar kak Rio itu Acha?” Tanya Sivia.
Ify mengangguk.
“Terus, kenapa kalo Acha?” Tanya Sivia lagi.
Walau
Sivia sahabat dekatnya, Ify nggak berani bercerita yang sesungguhnya.
Cukup mendapat tanggapan kalo Rio itu pacar Acha, penasarannya sedikit
berkurang.
“Siapa Acha itu? Darimana lo tau nama Acha?” Tanya Sivia penasaran. Sekejap ia melupakan masalah Alvin.
“Kak
Rio nggak sadar nyebut nama Acha. Waktu dia nggak sadar di gua, dia
nyebut nama Acha. Dan waktu di rumah sakit, dia nyebut nama Acha juga.”
Jelas Ify.
“Jadi, lo menyimpulkan Acha itu pacar kak Rio?”
Ify mengangguk, walau sedikit nggak yakin.
“Siapa tau kan Acha itu saudara kak Rio?”
Benar
juga. Mungkin Acha itu saudara Rio. Tapi kalau saudara, kenapa Rio
begitu, mmm, gimana ya.. Sedikit penuh harap ketika mengucapkan nama
‘Acha’. Ify yakin. Acha sangat berpengaruh dalam hidup Rio. Lalu,
mengapa Rio nggak pernah bertemu Acha? Dimana Acha sekarang?
“Tanya ama kak Rio aja deh Fy biar penasaran lo hilang.” Usul Sivia.
Usul itu emang udah dipikirkannya. Tapi Ify ragu bertanya ke Rio. Waktu di rumah sakit pun Ify urungkan niat bertanya itu.
“Gue nggak berani. Mmm, gimana kalo lo suruh kak Alvin nanya ke kak Rio?”
***
‘Gue
harus bicara ama Alvin!’ Tekad Sivia dalam hati. Ia menunggu Alvin
dengan sabar di luar gerbang. Malu kan nunggu di depan kelas Alvin.
Karena bosan juga, Sivia menyetel lagu dan memasang earphone di
telinganya. Alunan lembut lagu Change My Mind dari One Direction itu
menenangkan hatinya.
Memang. Jika hatinya tak tenang, lagu
adalah penawarnya. Sivia menjadi tenang ketika telinganya menangkap
alunan lagu yang lembut, terutama lagu favoritnya. Segala masalah yang
membuatnya gelisah atau tidak tenang hilang seketika, walau sementara
juga sih.
Tadi Ify menelponnya. Sahabatnya itu udah pulang
duluan. Maunya sih menemaninya menunggui Alvin, tapi tugas rumah Ify
banyak banget. Sivia pun merelakan Ify tak menemainya disini.
Duh,
kelas 2IPA-1 kok belum pulang ya? Lihat, jam berapa ini! Apa ada jam
tambahan? Atau, ada guru galak yang melarang muridnya pulang sebelum
mengerjakan soal super sulit buatannya? Sivia nggak bisa menebak.
Menunggu dengan sabar adalah temannya saat ini. Sampai sore ataupun
malam ia nggak bosan menunggu. Percuma juga telpon Alvin. HP cowok itu
nggak aktif.
Setelah satu jam menunggu, anak kelas dua
keluar juga. Sivia menjadi lega. Ia berlari masuk ke dalam. Tapi,
kelegaannya seketika itu lenyap. Ketika ia melihat cowoknya bergandengan
tangan ama seorang cewek.
***
Beberapa menit sebelumnya....
“Mmm, adek selalu pulang sama lo ya?” Tanya Alvin pada Dayat.
“Nggak. Dia suka pulang sendiri. Kenapa?”
“Oh, nggak ada. Lo yakin dia udah pulang sekarang?”
Dayat
menatap Alvin bingung. “Lo kenapa sih? Adek gue kan pulangnya sama elo.
Lo gimana sih? Tapi, di jam ginian dia udah pulang. Dia itu males
nunggunin lo. Belakang-belakangan ini adek gue sering pulang bareng
Ify.”
Benar. Belakang-belakangan ini ia sedikit menjauhi
Sivia. Oh, gue emang salah! Cowok macam apa gue yang tega berselingkuh
di belakang? Kenapa juga gue masih terpesona ama kecantikan Febby?
“Kenapa lo jarang menemuinya?” Tanya Dayat menyelidiki.
“Ha? Siapa?”
“Lo mikirin apa sih? Jangan-jangan...”
Perkataan
Dayat dipotong ama suara Bu Astuti yang sepertinya ingin menutupi
pertemuan untuk hari ini. “Baiklah anak-anak, cukup sampai disini. Ibu
hanya berpesan supaya kalian belajar yang rajin.”
Sekolah
kembali ramai dengan kepulangan anak-anak kelas sebelas. Seorang cewek
yang daritadi menunggu tiba-tiba memegang tangan cowok yang kini adalah
pacarnya. Sial! Banyak pasang mata yang melihatnya.
“Lo.. Lo gila! Lo..” Kata Alvin.
“Yuk kita pulang. Lo janji kan ajak gue pulang bareng.” Kata Febby manja.
Ternyata,
belum sepenuhnya Febby tobat! Cewek itu mengundang banyak orang agar
melihatnya berpacaran ama Febby. Seharusnya, Alvin sadar bahwa yang
dilakukannya adalah salah. Dasar lo Vin! Otak lo dimana?
“Gue
nggak nyangka, lo ternyata masih playboy Vin, gue kecewa.” Kata Dayat
yang tiba-tiba udah ada di depannya. Cowok itu tentu bisa menebak
bagaimana reaksi adiknya jika melihat Alvin selingkuh ama Febby.
“Bu.. Bukan.. Gue..”
“Alvin..” Lirih seseorang.
***
Sedikit
ia ragu berdiri di tempat ini. Seperti perjanjiannya, Rio siap menemui
Gabriel di tempat ini. Tanpa membawa siapapun. Lalu, dimana Gabriel? Apa
cowok itu tidak berani menampakkan diri? Rio berusaha memiscall
Gabriel. Tapi usahanya sia-sia. Nomer Gabriel nggak dapat dihubungi.
Terbesit
dipikirannya untuk segera meninggalkan tempat ini. Rio merasakan adanya
ketidakberesa. Apa Gabriel sedang mengumpulkan orang-orang untuk
menghajarnya habis-habisan? Tidak. Gabriel menyuruhnya kesini karena
ingin berbicara penting.
“Nyawa lo tinggal dikit, cowok sempurna.” Kata suara seseorang.
Gabriel!
Cowok itu mendekatinya seperti ingin membunuhnya. Rio mundur selangkah.
Ada senjata yang dibawa Gabriel. Bukan pisau tajam yang dipakai Gabriel
ketika akan membunuhnya.
Melainkan pistol!
***
Part 21
.
.
.
Rumah sakit Mount Elizabeth Hospital...
Suasana
di salah satu ruang rumah sakit itu panik. Dokter maupun suster
mendadak kaget menyadari bahwa pasien yang udah lama berobat disini
mengalami koma, tentu karena penyakit yang udah nggak bisa disembuhkan
lagi.
Asri hampir saja pingsan mendengar berita itu.
Untung Iqbal berusaha menenangkan istrinya. Putrinya itu mengalami koma
secara mendadak. Oh, cobaan apa lagi ini? Apa Acha bisa kembali
tersenyum seperti dulu?
“Kita butuh Rio, Pa..” Kata Asri menahan air matanya.
“Sabar. Sebentar lagi Rio mau semesteran. Jangan beritahu hal ini ke dia. Nanti dia nggak konsen.” Jelas Iqbal.
Hanya
do’a saja yang dapat mereka lakukan setelah usaha sekian lama.
Kira-kira dua tahunan Acha di rawat di rumah sakit ini dan penyakitnya
nggak sembuh-sembuh juga. Oh, apakah ada keajaiban disana?
***
“DIAM! LO NGGAK AKAN LEPAS BEGITU AJA DARI GUE!!” Bentak Gabriel dengan tangan kanan yang memegang pistol ke arah kening Rio.
Rio
mencoba tenang. Sulit baginya kabur dari tempat ini. Jika ia sedikit
bergerak, jangan harap nyawanya bakal selamat! Tempat ini sepi. Mustahil
ada yang menolongnya.
“Lo.. Lo mau gue mati?” Tanya Rio.
“Ya.” Jawab Gabriel.
“Setelah gue mati, apa lo yakin Shilla mau nerima lo?”
“Gue nggak peduli. Yang penting lo mati dan gue bahagia. Meski gue di hukum seumur hidup di penjara, gue nggak peduli.”
Pistol
itu tepat berada di kening Rio. Tinggal menunggu detik berikutnya,
pistol itu mulai melakukan tugas dari empunya. Meski pistol itu
berukuran kecil, namun pelurunya dapat membunuh siapa saja dalam sekali
tembakan.
“Gue emang bukan teman yang baik, tembak kepala
gue. Gue ikhlas.” Kata Rio pelan. Cowok itu memejamkan mata. Yang ia
lihat adalah senyum manis Acha. Namun, senyum itu menghilang dan
digantikan oleh senyum lain. Senyum yang....
Tiba-tiba
pistol yang di bawa Gabriel jatuh ke lantai. Tangan Gabriel menjadi
gemetar. Cowok itu mundur dua langkah dan menunduk melihat pistol tadi
yang mungkin nggak akan ia gunakan. Tau hal itu, Rio membuka mata dan
melihat Gabriel yang kini beralih menatapnya. Rio nggak bisa memprediksi
apa yang Gabriel inginkan sekarang.
“Yo..” Kata Gabriel.
Cowok
itu maju selangkah. Tangannya memegang bahu Rio. Senyum menghiasi
wajahnya yang tadi dipenuhi amarah dan emosi yang nggak ke kontrol.
“Lo sahabat gue yang paling baik.” Kata Gabriel.
Rio tersenyum. “Sudah gue duga lo nggak berani macam-macam sama gue.”
Keduanya
tertawa. Gabriel sadar. Memusuhi Rio sama saja menghancurkan hidupnya.
Baginya, Rio adalah seseosok sahabat yang selalu ada untuknya. Sulit
menemukan orang seperti Rio.
Gabriel melepas tangannya di bahu Rio. “Mmm, lo masih.. sama..”
“Shilla?
Jujur aja. Gue nggak pernah merasa pacaran sama dia. Lo Yel cowok yang
paling cocok buat Shilla. Dan.. Sebenarnya gue udah punya pacar kok..”
Tentu Gabriel kaget. “Lo.. Lo udah punya pacar? Siapa?”
Mungkin
Gabriel cowok pertama yang tau siapa sebenarnya sosok bidadari
hidupnya. Sudah terlalu lama ia menyembunyikan kisah hidupnya bersama
bidadarinya itu.
***
Tangisan dan
penyesalan. Di dalam kamar, Sivia menangis tersedu-sedu. Di luar kamar,
Alvin mencoba menjelaskan dan ia akui dirinya emang salah. Menyesal ia
menerima ajakan Febby.
“Gue heran lo masih terpikat ama Febby.” Kata Shilla yang juga ikutan membujuk Sivia supaya keluar rumah.
“Gue menyesal.” Kata Alvin. Ia membelakangi pintu kamar itu, lalu ia duduk sementara punggungnya bersandar di pintu.
Shilla
mengikuti apa yang dilakukan Alvin. Kalo dilihat dengan seksama, mereka
berdua seperti orang susah saja. “Sebenarnya Febby cuman buat hubungan
lo ama Sivia hancur. Dia sama sekali nggak mencintai lo. Gue tau siapa
Febby itu. Cowoknya banyak..” Jelas Shilla.
Andaikan waktu
itu ia nggak mempedulikan Febby, mungkin kejadiannya nggak akan seperti
ini. Tapi mau bagaimana lagi? Waktu nggak bisa diputar kembali.
KREK !!!
Pintu dibuka. Seorang cewek yang bermata sembab menatap cowok dengan senyum sinis. Cowok playboy! Sia-sia gue mencintainya.
“Via..” Kata Alvin berdiri.
“Ngapain lo masih disini? Urusin noh Febby dan lainnya.” Usir Sivia.
Shilla hendak bicara namun keduluan Alvin. “Vi, maafin gue, gue salah. Gue terpikat dengan pesona Febby. Maafin gue ya Vi..”
“Ohya? Terus, kalo kita balikan lagi, apa lo mengucapkan kata maaf itu lagi?”
“Tidak Vi! Alvin janji nggak akan selingkuh. Karena hanya satu cewek yang Alvin cintai, yaitu kamu..”
“Basi. Kak Shill, usir cowok itu. SEKARANG !!!”
Sivia nggak peduli siapa Shilla. Jikalau Shilla tersinggung karena bentakannya, Sivia nggak peduli, asalkan Alvin pergi.
“Dengerin aku Vi, Febby yang bikin rencana agar hubungan kamu ama Alvin hancur.” Jelas Shilla.
“Nggak. Alvin lebih mencintai Febby daripada Via.”
“Vi..”
“GUE AKAN BUKTIKAN KALO GUE BENAR-BENAR CINTA SAMA KAMU.” Kata Alvin lalu meninggalkan tempat itu.
Siapapun
pasti tau apa yang kini dirasakan Alvin. Bukan sepenuhnya salah Febby,
tapi salahnya juga. Salahnya yang mau menerima tawaran Febby dan
mempercayai kata-kata Febby. Gue menyesal!
***
Hari senin...
Semua
pasti nggak menyukai hari ini, karena hari ini merupakan hari mulainya
ulangan semester genap. Hari pertama ulangan, Rio tampak begitu
semangat. Kegiatan yang nggak dianggapnya penting ia tinggalkan.
Konsentrasinya kini terpusat pada ulangan yang dilaksanakan seminggu
lebih. Setelah itu ia bisa bebas dan tersenyum menemui bidadarinya.
Ah
ya, bagaimana kabar Acha? Tante Asri nggak pernah memberi kabar
belakang-belakangan ini. Apa mungkin Tante Asri ingin memberinya
kejutan? Saat ia tiba di Singapura, bidadarinya sembuh dan dapat
bersamanya lagi? Rio tak henti-hentinya tersenyum memikirkan semua itu.
Ia yakin sekali, Acha pasti bisa sembuh dan menjadi Acha seperti dulu.
Sepulang
dari sekolah, CRAG yang sempat hancur kembali akur lagi. Gabriel kini
nggak mempermasalahkan Shilla. Ia sih masih cinta ama cewek itu, tapi
Gabriel belum siap melaksanakan aksi-aksinya dulu.
“Gue
nggak nyangka kalian berdua akur.” Kata Cakka tersenyum pada Rio dan
Gabriel. Ketiganya tertawa, sementara Alvin melamun sambil memainkan
pulpennya.
Siapa lagi kalo bukan Sivia?
“Udah deh, jangan pikirin Via. Pikirkan dulu ulangan besok.” Hibur Cakka.
“Tapi kan, gue nggak tenang. Gue berdosa sama Via. Dan Via nggak mau balikan lagi sama gue.” Kata Alvin.
“Apa
Via udah mengatakan hubungannya sama lo putus? Belum kan? Artinya, Via
masih sayang elo. Tunggulah beberapa waktu, gue yakin Via tersenyum lagi
sama lo.”
Sepertinya Alvin mendapatkan ide yang
cemerlang. Terlihat jelas wajahnya yang berseri-seri. Lalu dengan
semangatnya ia membuka buku pelajaran Fisika yang akan diujikan besok.
Cakka, Rio, dan Gabriel tentu bingung melihat perubahan Alvin.
“Lo kenapa?” Tanya Gabriel. Yang ditanya nggak jawab dan sibuk ama buku fisikanya.
“Ohya
Yo, kalo lo? Belakang-belakangan ini gue perhatiin lo deket sama adek
kelas yang jadi temannya Via. Lo suka sama cewek itu?” Tanya Cakka
tiba-tiba.
Pertanyaan yang membuat hatinya bimbang. Jika
benar.. Jika benar ia menyimpan sedikit perasaan pada Ify, bagaimana
dengan bidadarinya? Tidak! Ify emang memiliki banyak kemiripan tingkah
dengan Acha. Tapi bukan Ify bidadarinya.
Rio harus menjaga cintanya, sesuai janji yang dulu pernah ia ucapkan ke Acha.
***
Nggak
terasa, waktu berlalu begitu cepat. Ulangan semester genap telah
selesai dilaksanakan. Pagi-pagi sekali, Ify sudah bangun. Ia melakukan
kegiatan yang wajib ia lakukan. Yaitu memotret pemandangan yang
menurutnya indah. Karena terlalu serius memikirkan ulangan, Ify hampir
melupakan cowok yang kian lama kian dicintainya itu. Namun, mulai detik
ini, Ify berusaha melupakan Rio.
Acha, nama yang pernah
diucapkan lirih ama Rio memang pacarnya. Udah Ify duga. Ia dapat
informasi ini dari Shilla. Sementara Shilla mendapatkan informasi ini
dari Gabriel. Tapi, Gabriel nggak menceritakan lebih lanjut tentang
Acha. Cukup memberitahu bahwa Acha itu pacar Rio Shilla paham. Dan
ternyata bidadari Rio adalah Acha, bukan Ify!
Tapi, kalo
bukan Ify, mengapa sewaktu di rumah sakit itu ia melihat Rio dan Ify
seperti menyimpan suatu perasaan khusus? Apa Rio menyukai Ify? Lantas,
dimanakan keberadaan Acha?
“Lo suka ama Rio?” Tanya Shilla yang tiba-tiba datang menemui Ify yang lagi asyik motret pemandangan.
Kali
ini Ify menjawab dengan jujur karena Shilla bukan Shilla yang dulu.
Shilla yang sering membentakinya. “Ya, Ify suka ama kak Rio. Bagi Ify,
kak Rio adalah pangeran hidup Ify, yang mewarnai hidup Ify.” Ify
berhenti bicara. Lalu ia mengambil nafas dalam-dalam. “Tapi sekarang
nggak lagi. Kak Rio udah punya pacar. Ify nggak berani menghancurkan
hubungan mereka. Ify ingin mencari pangeran lain, walau sosoknya sulit
Ify temukan.” Lanjutnya.
Shilla sedikit nggak suka
mendengar penjelasan Ify. “Lo cewek yang ditakdirkan untuk Rio.
Percayalah, Rio menyimpan rasa suka ke elo.”
Ify terkejut
mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Shilla. “Nggak mungkin kak,
nggak mungkin. Kak Rio cinta mati ama pacarnya, buktinya, pas kak Rio
nggak sadarkan diri, dia mengucapkan nama Acha. Artinya, kak Rio nggak
mau kehilangan Acha.”
“Iya Fy, tapi pas gue liat lo dan
Rio di rumah sakit, gue perhatiin Rio baik-baik. Cowok itu menyimpan
rasa suka ke elo. Gue nggak salah lihat!”
“Enggak kak. Mungkin itu rasa iba. Kak Rio iba ama Ify karena Ify adalah gadis jelek dan miskin yang dijauhin cowok.”
Shilla
tersenyum. “Sebenarnya lo cantik Fy, lo menyembunyikan aura kecantikan
itu. Ntar deh gue bawain lo ke salon agar lo berubah menjadi bidadari.”
Memang
benar. Kalo dirias dan memerhatikan penampilan, Ify bisa berubah
menjadi bidadari dan dapat melumpuhkan cowok manapun. Hanya saja Ify
nggak suka pergi ke salon atau mengurus penampilan. Rambutnya aja setiap
hari ia kepang nggak jelas. Dan kalo keluar rumah nggak pernah
merhatiin penampilan.
“Lo tau dimana Acha?” Tanya Shilla.
Sebuah
pertanyaan yang membuatnya kaget bak disengat listri ribuan volt. Yang
ia pikirkan bukan Acha pacar Rio, melainkan Acha lain!
“Eng.. Nggak tau.” Jawab Ify.
“Gabriel
juga nggak tau. Tapi gue merasa Acha sedang rapuh dan butuh
pertolongan. Kemungkinan besar dia mengidap suatu penyakit mematikan.”
Kembali Ify disengat listrik ribuan volt. Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Ify berusaha membuang pikiran negatifnya.
“Darimana kakak tau?” Tanya Ify berusaha tenang.
“Rio
pernah bilang, bahwa bidadarinya seperti pelangi, dan pelangi itu
rapuh. Artinya, Acha yang disebut bidadari itu mungkin sedang mengalami
penyakit yang sulit untuk diobati. Acha rapuh dan Rio nggak mau
kehilangannya.” Jelas Shilla dan Ify nggak ngerti. “Mungkin emang benar.
Rio menunggu Acha sembuh dari penyakitnya, makanya Rio sering melamun
dan menyendiri hingga sikapnya berubah.”
Ada benarnya
juga! Penyebab perubahan sikap Rio adalah Acha! Ify mulai mengerti
pembicaraan Shilla. Tapi yang penyakit tadi, Ify nggak berani memikirkan
lebih lanjut. Mungkin ada Acha sedang melanjutkan sekolah di luar
negeri dan Rio nggak setuju hingga sikapnya berubah. Tapi juga, mengapa
Shilla menyimpulkan kalo Acha itu rapuh? Dan Rio pernah mengatakannya!
“Mmm, pindah kelain topik aja ya.” Kata Shilla akhirnya.
“Iya deh kak, ntar Ify penasaran lagi kalo ngomongin Acha terus-terusan.”
Shilla
mulai serius. Tampaknya cewek itu ingin berbagi pada Ify atau lebih
tepatnya curhat. Selama ini ia sering curhat ama Febby, tapi Febby
bukanlah sahabatnya.
“Gue.. Gue mau cerita sedikit ama lo.” Kata Shilla sedikit malu.
“Apa kak? Apa Ify bisa bantu?”
“Sebenarnya.. Sebenarnya..”
Perkataan Shilla yang putus-putus membuat Ify gemes. Kenapa sih Shilla? Kok wajahnya berubah merah gitu? Apa jangan-jangan...
“Shilla lagi suka ama cowok. Tapi mungkin cowok itu nggak suka ama Shilla. Jujur, Shilla sangat menyesal.” Kata Shilla sedih.
***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja
Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604
Free Contact me : 083129582037 ( axis )
Makasiiii (:
Follow : @uny_fahda19,
gak usah mention langsung aq follback kok ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar