Part 33
.
“Luke?”
Gimana tidak heran sementara Luke
pulang larut malam dan Ibunya menahan diri untuk tidak tidur demi menunggu
Luke. Tumben sekali Luke pulang ke rumah hampir jam dua belas malam. Biasanya
paling lama Luke pulang jam sepuluh malam itupun dengan alasan yang jelas. Ibu
Luke memang sangat ketat mengawasi Luke dan tidak mau Luke terbawa pergaulan
bebas. Keluarga Luke memang begitu. Selalu mendidik anaknya dengan baik hingga
sukses di kemudian hari.
“Mama kira kamu sama Calum dan lainnya.
Tadi Mama telpon Calum, dia tidak bersamamu.” Ucap Ibu Luke.
Luke tersenyum dan mendekati Ibunya.
“Luke baik-baik saja kok.” Ucapnya lalu masuk ke dalam kamarnya.
Disty. Nama itulah yang ada
dipikiriannya dan Luke tidak tau bagaimana cara menghilangkan nama itu untuk
sementara waktu. Disty. Luke begitu khawatir dengan keadaan Disty. Kata
Michael, Disty tidak mau makan dan terus saja mengurung diri di kamar. Email
yang di kirim Lintar sangat dahsyat. Luke sendiri -jika boleh- ia ingin
menangis.
Ternyata, banyak sekali yang
menyayangi Disty. Entah itu Lintar, Rio, Harry, Michael dan cowok lainnya dan
menganggap Disty adalah gadis yang beruntung dan setiap orang akan merasa
senang jika melihat senyumannya. Luke duduk di pinggiran kasurnya sambil menundukkan
kepala dan mengatur nafasnya yang berantakan. Disty. Apakah ia bisa mengobati
luka dan kesedihan yang dialami Disty? Bisakah ia?
Pandangannya tertuju ke meja
belajarnya. Luke berdiri dan menemukan satu lembar kertas berikut pulpen. Luke
pun duduk dan tangannya mulai menulis sesuatu. Sesuatu yang mungkin dirasakan
oleh hatinya.
I need your love to light up this house
I wanna know what you’re all about
I wanna feel you feel you tonight
I wanna tell you that it’s alright
I need your love to guide me back home
When I’m with you, I’m never alone
I need to feel you feel you tonight
I need to tell you that it’s alright
Luke terus saja menulis kata demi kata sambil tersenyum dan memikirkan
seseorang yang sangat disayanginya. Ya. Luke membutuhkan gadis itu karena hanya
gadis itulah yang dapat menyelamatkannya. Luke ingin sekali memeluk gadis itu
dan mengatakan bahwa ia sangat menyayangi gadis itu.
Kemudian, Luke menyimpan lembaran itu ke dalam bukunya. Malam yang indah
dan Luke lega karena telah selesai menulis apa yang ia rasakan.
Gadis itu.. Luke berharap bisa memeluk gadis itu di dalam mimpinya.
***
Pagi yang kelabu. Disty terbangun dari tidurnya. Sepertinya ia merasa
kurang tidur walau Disty merasa lama tidur. Kepalanya sangat sakit dan matanya
berkunang-kunang. Email itu masih jelas tertulis di kepalanya dan kesedihan itu
masih menjalar di hatinya. Lintar. Mengapa Lintar datang kemari? Mengapa
pesawat itu harus kecelakaan? Dan mengapa Lintar harus meninggalkannya?
Satu-satunya yang bisa membuatnya tersenyum dan mengikhlaskan semua ini
yaitu kenang-kenangan dari Lintar berupa stiker berhuruf L. Satu-satunya
pemberian Lintar yang masih tersisa. Tapi stiker itu hilang bersamaan dengan
gitarnya. Hilang. Semuanya hilang. Salahnya. Jika saja Disty tidak menjual
gitarnya, pasti ceritanya akan berbeda. Pasti Lintar bisa datang ke London
dengan selamat.
Dimana gitar itu? Michael mengatakan bahwa gitar itu sudah dibeli oleh
seseorang dan Michael tidak tau siapa orang itu. Jade tidak mau memberitahu
karena orang itu meminta Jade untuk tidak membocorkan identitasnya. Air matanya
turun kembali. Tidak ada nama Harry di pikirannya. Harry. Kali ini Disty bisa
membenci cowok itu. Karena Harry, semuanya menjadi hancur seperti ini. Jika
saja ia tidak bertemu Harry.. Jika saja ia masih bahagia bersama Rio yang tulus
mencintainya apa adanya..
Disty teringat pesan Lintar yang ingin sekali melihatnya kembali bersatu
dengan Rio. Mungkin Rio bisa mengeluarkannya dari lubang ini. Mungkin Rio bisa
mengajarinya untuk menjadi dirinya yang dulu. Tapi apakah orang seperti dirinya
bisa mencintai musik lagi? Disty sudah terlalu jahat pada musik dan rasanya
sudah tidak sanggup bermain gitar lagi. Disty sudah terlalu jahat dengan
gitarnya. Jahat!
Langkah apa yang akan ia lakukan setelah ini? Rio. Ya. Rio. Disty ingin
bicara baik-baik dengan Rio mengenai masalahnya. Tentu Rio akan mengerti dan
Disty berani bertaruh kalau Rio pasti sedih mendengar berita duka. Karena
Lintar adalah sepupu Rio dan Rio sangat menyayangi Lintar. Pasti cowok itu
sangat sedih.
“Dis..” Ucap Michael.
“Aku baik-baik aja.” Ucap Disty.
“Be strong. Aku yakin kau bisa
melaluinya. Sekarang, apa yang kau inginkan? Mungkin aku bisa membantumu.
Setidaknya aku bisa membuatmu tersenyum walau hanya sedikit.” Ucap Michael.
Disty menarik nafas dalam-dalam. “Disty.. Disty membutuhkan gitar yang
pernah Disty kasih ke Jade.” Ucapnya.
“Ya. Tapi Jade tidak mau memberitahuku. Tapi kata Jade gitar itu aman.
Aku penasaran.” Ucap Michael.
“Kenapa kak Mike tidak memaksanya saja sih?” Kesal Disty.
“Rasanya tidak mungkin. Aku tidak ingin ribut di toko orang.” Ucap
Michael.
Suasanya menjadi hening. Relakan saja. Relakan semua itu. Disty telah
menemukan suatu keputusan yang rasanya adalah keputusan yang paling tepat. Sesuai
dengan harapan dan keinginan Lintar. Yaitu meminta bantuan Rio untuk
mengembalikannya menjadi dirinya yang dulu. Perasaannya memang masih tidak
jelas. Tapi Disty yakin sekali bisa kembali jatuh cinta pada Rio. Dan Disty
yakin sekali Rio akan mau mencintainya. Bukankah kata Lintar, Rio sangat
mencintainya dan tidak ingin kehilangannya meski ia tidak mencintai Rio?
“Apa terdengar aneh kalau Disty balikan sama Rio?” Tanya Disty.
“Rio? Tidak. Aku lebih senang kau pacaran dengan Rio. Apa kau sudah bisa
melupakan Harry?” Tanya Michael.
Disty tidak langsung menjawab. “Bisa tidak bisa, Disty harus melupakan
Harry dan menghadapi hidup Disty yang sebenarnya. Bagi Disty, Harry tidak
nyata. Jujur, Disty masih mencintai Harry tapi Disty harus melupakan Harry. Rio.
Itulah masa depan Disty, bukan Harry.” Ucapnya.
“Tapi jika hatimu masih ada Harry, jangan coba untuk mencintai Rio. Kau
akan sakit, Rio juga. Kau harus benar-benar bisa melupakan Harry, baru kau
mencoba mencintai Rio.” Ucap Michael.
“Iya. Disty tau apa yang harus Disty lakukan.” Ucap Disty.
Ya. Hari ini juga Disty menemui Rio dan menceritakan segalanya. Entahlah
apa pendapat Rio. Tapi Disty sangat berharap Rio tidak membencinya karena Disty
tau bahwa dirinya salah. Salah.
***
Keduanya sama-sama diam bersama dengan pikiran masing-masing. Disty telah
selesai menceritakan email dari Lintar dan entahlah apa pendapat Rio. Disty
berharap Rio tidak marah padanya dan menyalahkannya, meski dirinya salah dan
patut dimarah.
“Kau tau kan sekarang?” Tanya Rio ahkirnya.
Disty mengangkat wajahnya. “Ya. Aku sangat menyesal. Aku sudah menyakiti
Lintar dan menyakitimu.” Jawab Disty.
“Jujur, aku tidak menyangka pesawat yang ditumpangi Lintar jatuh dan aku
tidak akan bisa bertemu dengannya lagi. Padahal Lintar begitu semangat dan
penasaran bagaimana London itu.” Ucap Rio.
Disty menatap Rio yang sedang menunduk. “Kenapa kau menyembunyikan semua
ini dariku? Kau hanya menceritakan kalau Ibumu adalah orang Indonesia, tapi kau
tidak pernah bilang kalau kau dan Lintar adalah sepupu dan Lintar masih
mencintaiku.” Ucapnya.
“Kau tidak akan mengerti Dis. Lintar memang sangat mencintaimu, sama
seperti aku mencintaimu. Tapi bukan berarti aku egois. Aku yang ingin merebutmu
dari Lintar. Aku hanya ingin melakukan apa yang Lintar inginkan. Seperti di
email itu, Lintar tidak ingin kau terus-terusan memikirkannya. Lintar
menyuruhku untuk menjagamu.” Jelas Rio.
Tidak. Air mata itu tidak boleh jatuh lagi. Sudah banyak air mata yang
keluar dan Disty tidak ingin menangis lagi. Biarkanlah semua itu berlalu,
biarkanlah. Disty yakin disana Lintar tersenyum bahagia melihatnya, meski ia
tidak bisa melihat senyum bahagia Lintar.
“Apa.. Apa kau masih mencintaiku?” Tanya Disty hati-hati, sekaligus ragu.
Rio menoleh ke arah Disty. “Ya. Aku masih mencintaimu.” Jawabnya.
Hati Disty sedikit lega. “Kalau begitu, ajari aku agar aku bisa menjadi
Disty yang dulu. Disty yang ceria. Disty yang sangat tergila-gila dengan
seorang cowok bernama Mario Haling. Disty yang sangat mencintai musik.”
Ucapnya.
“Kenapa harus aku?” Tanya Rio. Suaranya sedikit serak.
“Karena hanya kau satu-satunya orang yang bisa mengembalikanku menjadi
diriku yang dulu. Sesuai pesan Lintar.” Jawab Disty.
“Kalau aku tidak mau gimana?” Tanya Rio.
“Kalau kau tidak mau, artinya kau tidak mencintaiku dan ucapanmu tadi
bohong.” Jawab Disty.
Rio kembali menundukkan wajahnya. Ya. Ia masih mencintai Disty dan ingin
kembali menjadi seseorang yang spesial di hati Disty. Tapi semua itu tidak akan
bisa terwujud. Jika ada saja sedikit harapan, tentunya Rio akan menggantungkan
harapannya di harapan itu. Tapi sayang sekali. Harapan-harapan itu tidak ada.
Bahkan sekecil apapun.
“Baiklah. Tapi kau harus mengakhiri hubunganmu dengan Harry dan melupakan
cowok itu. Setelah itu kita kembali bersama. Sama-sama saling mencintai dan
menyayangi satu sama lain.” Ucap Rio.
Entah mengapa rasanya sesak. Sesak sekali. Melupakan Harry? Melupakan
seseorang yang sangat dicintainya dan ia sudah mengorbankan segalanya pada
orang itu? Haruskah ia melupakan Harry? Tapi Dis. Tempatmu adalah disini. Di
samping Rio, bukan di samping Harry. Kebahagiaanmu adalah Rio, bukan Harry.
“Ba.. Baiklah. Aku akan mengakhiri hubunganku dengan Harry dan melupakan
Harry.” Ucap Disty dengan suara serak.
“Aku tau kau tidak ikhlas melakukannya. Tapi itu terserah padamu. Jika
kau mau melupakan Harry dan kau melakukannya dengan ikhlas, aku janji akan
selalu ada di sisimu dan mencintaimu seperti dulu. Aku janji.” Ucap Rio.
“Aku akan melakukannya.” Ucap Disty.
***
Disinilah ia. Disinilah ia sekarang. Setelah lelah menghubungi Harry,
akhirnya Disty bisa menghubungi Harry dan mengajak Harry jalan-jalan menikmati
suasana sore menjelang malam. Harry terlihat baik-baik saja. Namun di wajahnya
selalu pucat dan Disty tidak tega melihat wajah Harry yang pucat.
Pandangan Disty lurus ke depan sana, menatapi sungai Thames yang terlihat
tenang. Pikirannya hanya tertuju pada satu kalimat yang ingin sekali ia ucapkan
tapi terasa berat. Mulutnya tidak sanggup mengeluarkan kalimat itu. Tapi, ia
harus mengucapkannya mau tidak mau karena ini adalah keputusannya.
Tiba-tiba, Disty merasa tangan kanannya di genggam oleh seseorang. Gadis
itu memejamkan matanya. Genggaman itu terasa hangat bahkan sampai menjalar ke
seluruh tubuhnya. Mengapa ia harus melakukan semua ini? Mengapa ia harus
melakukannya hanya karena masa lalunya? Mengapa ia harus menghadapi masa
lalunya lagi?
“Disty..”
Suara Harry yang terdengar lembut
itu menyadarkannya. Langsung saja Disty melepaskan tangannya yang digenggam
oleh Harry. Otomatis Harry kaget dan menyadari ada yang tidak beres dengan Disty,
seorang gadis yang sangat dicintainya.
“Maafkan aku. Aku tau aku salah.
Kamu mau kan maafkan aku?” Tanya Harry sambil tersenyum.
Oh damn! Disty tak sengaja melihat
senyuman pemuda itu dan terlihat jelas disana sebuah lesung pipit yang mampu
membuatnya takluk dengan Harry. Tapi ia rasa, sekarang ia sangat membenci
lesung pipit itu. Ia sangat membenci dan ia sudah tidak tertarik lagi.
Perlahan, air matanya turun setetes demi setetes.
Itulah satu-satunya kalimat yang
bisa dikatakan oleh Harry itu tatkala ia membenci Harry. Dan kalimat itu manjur
sekali. Tapi kali ini ia tidak boleh tertipu dengan ucapan manis dari Harry.
Tidak lagi! Dengan satu tarikan nafas panjang, Disty mulai membuka mulutnya dan
hendak mengucapkan satu kalimat yang memang harus ia ucapkan.
“Maaf. Kita.. Kita… Kita harus
putus.” Ucap Disty.
“Putus?” Tanya Harry.
“Iya, putus. Apa kurang jelas?”
Jawab dan tanya Disty dengan suara tinggi.
Harry memandangi wajah Disty yang
sudah jelas sekali terlihat sedih, namun ada amarah disana. Apa Disty
membencinya? Apa gadis itu sedang membencinya? Disty tidak pernah mengucapkan
kata ‘putus’ padanya karena kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Bukankah
Disty berjanji untuk selalu mencintainya meski ia tidak bisa berubah demi
Disty?
“Kau sudah berjanji untuk terus
mencintaiku.” Ucap Harry.
“Harr..” Ucap Disty dengan suara
yang sangat rendah dan seperti memohon. “Aku hancur sekarang. Aku telah melukai
Lintar, cinta pertamamu. Ku harap aku tidak menyakitimu karena aku ingin
meminta putus darimu.” Sambungnya.
Harry menarik nafas dalam-dalam.
“Akhinya kau sadar juga. Kau salah mencintai dan mengorbankan kebahagiaanmu
demi cowok sepertiku. Oke. Kita putus.” Ucapnya.
Tidak ada ekspresi kesedihan di
wajah Harry. Artinya, Harry tidak sakit mendengarnya mengucapkan kata ‘putus’.
Tidak seperti ketika ia meminta putus pada Rio.
“Baiklah. Tapi aku berharap, kau mau
berubah. Aku tidak akan pernah menyesal mencintaimu. Makasih. Meski hubungan
kita tidak bisa bertahan sampai satu tahun, tapi aku sangat bahagia bisa
mencintaimu. Oktober. Di bulan Oktober, kita bertemu, dan di bulan Oktober
inilah kita harus berpisah. Selamat tinggal. Ku harap kau menemukan kebahagiaan
baru, tentunya tanpa diriku. Selamat tinggal.” Ucap Disty.
Setelah selesai mengucapkan kalimat
itu, Disty berjalan mundur lalu pergi meninggalkan Harry. Entahlah apa yang
Harry rasakan. Tapi Disty lega karena berhasil mengucapkan kalimat yang memang
harus ia ucapkan.
Selamat tinggal Harry!
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar