expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 05 Juli 2015

Like Rain of Hearts ( Part 33 )



Part 33

.

            “Luke?”

            Gimana tidak heran sementara Luke pulang larut malam dan Ibunya menahan diri untuk tidak tidur demi menunggu Luke. Tumben sekali Luke pulang ke rumah hampir jam dua belas malam. Biasanya paling lama Luke pulang jam sepuluh malam itupun dengan alasan yang jelas. Ibu Luke memang sangat ketat mengawasi Luke dan tidak mau Luke terbawa pergaulan bebas. Keluarga Luke memang begitu. Selalu mendidik anaknya dengan baik hingga sukses di kemudian hari.

            “Mama kira kamu sama Calum dan lainnya. Tadi Mama telpon Calum, dia tidak bersamamu.” Ucap Ibu Luke.

            Luke tersenyum dan mendekati Ibunya. “Luke baik-baik saja kok.” Ucapnya lalu masuk ke dalam kamarnya.

            Disty. Nama itulah yang ada dipikiriannya dan Luke tidak tau bagaimana cara menghilangkan nama itu untuk sementara waktu. Disty. Luke begitu khawatir dengan keadaan Disty. Kata Michael, Disty tidak mau makan dan terus saja mengurung diri di kamar. Email yang di kirim Lintar sangat dahsyat. Luke sendiri -jika boleh- ia ingin menangis.

            Ternyata, banyak sekali yang menyayangi Disty. Entah itu Lintar, Rio, Harry, Michael dan cowok lainnya dan menganggap Disty adalah gadis yang beruntung dan setiap orang akan merasa senang jika melihat senyumannya. Luke duduk di pinggiran kasurnya sambil menundukkan kepala dan mengatur nafasnya yang berantakan. Disty. Apakah ia bisa mengobati luka dan kesedihan yang dialami Disty? Bisakah ia?

            Pandangannya tertuju ke meja belajarnya. Luke berdiri dan menemukan satu lembar kertas berikut pulpen. Luke pun duduk dan tangannya mulai menulis sesuatu. Sesuatu yang mungkin dirasakan oleh hatinya.

I need your love to light up this house

I wanna know what you’re all about

I wanna feel you feel you tonight

I wanna tell you that it’s alright


I need your love to guide me back home

When I’m with you, I’m never alone

I need to feel you feel you tonight

I need to tell you that it’s alright

Luke terus saja menulis kata demi kata sambil tersenyum dan memikirkan seseorang yang sangat disayanginya. Ya. Luke membutuhkan gadis itu karena hanya gadis itulah yang dapat menyelamatkannya. Luke ingin sekali memeluk gadis itu dan mengatakan bahwa ia sangat menyayangi gadis itu.

Kemudian, Luke menyimpan lembaran itu ke dalam bukunya. Malam yang indah dan Luke lega karena telah selesai menulis apa yang ia rasakan.

Gadis itu.. Luke berharap bisa memeluk gadis itu di dalam mimpinya.

***

Pagi yang kelabu. Disty terbangun dari tidurnya. Sepertinya ia merasa kurang tidur walau Disty merasa lama tidur. Kepalanya sangat sakit dan matanya berkunang-kunang. Email itu masih jelas tertulis di kepalanya dan kesedihan itu masih menjalar di hatinya. Lintar. Mengapa Lintar datang kemari? Mengapa pesawat itu harus kecelakaan? Dan mengapa Lintar harus meninggalkannya?

Satu-satunya yang bisa membuatnya tersenyum dan mengikhlaskan semua ini yaitu kenang-kenangan dari Lintar berupa stiker berhuruf L. Satu-satunya pemberian Lintar yang masih tersisa. Tapi stiker itu hilang bersamaan dengan gitarnya. Hilang. Semuanya hilang. Salahnya. Jika saja Disty tidak menjual gitarnya, pasti ceritanya akan berbeda. Pasti Lintar bisa datang ke London dengan selamat.

Dimana gitar itu? Michael mengatakan bahwa gitar itu sudah dibeli oleh seseorang dan Michael tidak tau siapa orang itu. Jade tidak mau memberitahu karena orang itu meminta Jade untuk tidak membocorkan identitasnya. Air matanya turun kembali. Tidak ada nama Harry di pikirannya. Harry. Kali ini Disty bisa membenci cowok itu. Karena Harry, semuanya menjadi hancur seperti ini. Jika saja ia tidak bertemu Harry.. Jika saja ia masih bahagia bersama Rio yang tulus mencintainya apa adanya..

Disty teringat pesan Lintar yang ingin sekali melihatnya kembali bersatu dengan Rio. Mungkin Rio bisa mengeluarkannya dari lubang ini. Mungkin Rio bisa mengajarinya untuk menjadi dirinya yang dulu. Tapi apakah orang seperti dirinya bisa mencintai musik lagi? Disty sudah terlalu jahat pada musik dan rasanya sudah tidak sanggup bermain gitar lagi. Disty sudah terlalu jahat dengan gitarnya. Jahat!

Langkah apa yang akan ia lakukan setelah ini? Rio. Ya. Rio. Disty ingin bicara baik-baik dengan Rio mengenai masalahnya. Tentu Rio akan mengerti dan Disty berani bertaruh kalau Rio pasti sedih mendengar berita duka. Karena Lintar adalah sepupu Rio dan Rio sangat menyayangi Lintar. Pasti cowok itu sangat sedih.

“Dis..” Ucap Michael.

“Aku baik-baik aja.” Ucap Disty.

Be strong. Aku yakin kau bisa melaluinya. Sekarang, apa yang kau inginkan? Mungkin aku bisa membantumu. Setidaknya aku bisa membuatmu tersenyum walau hanya sedikit.” Ucap Michael.

Disty menarik nafas dalam-dalam. “Disty.. Disty membutuhkan gitar yang pernah Disty kasih ke Jade.” Ucapnya.

“Ya. Tapi Jade tidak mau memberitahuku. Tapi kata Jade gitar itu aman. Aku penasaran.” Ucap Michael.

“Kenapa kak Mike tidak memaksanya saja sih?” Kesal Disty.

“Rasanya tidak mungkin. Aku tidak ingin ribut di toko orang.” Ucap Michael.

Suasanya menjadi hening. Relakan saja. Relakan semua itu. Disty telah menemukan suatu keputusan yang rasanya adalah keputusan yang paling tepat. Sesuai dengan harapan dan keinginan Lintar. Yaitu meminta bantuan Rio untuk mengembalikannya menjadi dirinya yang dulu. Perasaannya memang masih tidak jelas. Tapi Disty yakin sekali bisa kembali jatuh cinta pada Rio. Dan Disty yakin sekali Rio akan mau mencintainya. Bukankah kata Lintar, Rio sangat mencintainya dan tidak ingin kehilangannya meski ia tidak mencintai Rio?

“Apa terdengar aneh kalau Disty balikan sama Rio?” Tanya Disty.

“Rio? Tidak. Aku lebih senang kau pacaran dengan Rio. Apa kau sudah bisa melupakan Harry?” Tanya Michael.

Disty tidak langsung menjawab. “Bisa tidak bisa, Disty harus melupakan Harry dan menghadapi hidup Disty yang sebenarnya. Bagi Disty, Harry tidak nyata. Jujur, Disty masih mencintai Harry tapi Disty harus melupakan Harry. Rio. Itulah masa depan Disty, bukan Harry.” Ucapnya.

“Tapi jika hatimu masih ada Harry, jangan coba untuk mencintai Rio. Kau akan sakit, Rio juga. Kau harus benar-benar bisa melupakan Harry, baru kau mencoba mencintai Rio.” Ucap Michael.

“Iya. Disty tau apa yang harus Disty lakukan.” Ucap Disty.

Ya. Hari ini juga Disty menemui Rio dan menceritakan segalanya. Entahlah apa pendapat Rio. Tapi Disty sangat berharap Rio tidak membencinya karena Disty tau bahwa dirinya salah. Salah.

***

Keduanya sama-sama diam bersama dengan pikiran masing-masing. Disty telah selesai menceritakan email dari Lintar dan entahlah apa pendapat Rio. Disty berharap Rio tidak marah padanya dan menyalahkannya, meski dirinya salah dan patut dimarah.

“Kau tau kan sekarang?” Tanya Rio ahkirnya.

Disty mengangkat wajahnya. “Ya. Aku sangat menyesal. Aku sudah menyakiti Lintar dan menyakitimu.” Jawab Disty.

“Jujur, aku tidak menyangka pesawat yang ditumpangi Lintar jatuh dan aku tidak akan bisa bertemu dengannya lagi. Padahal Lintar begitu semangat dan penasaran bagaimana London itu.” Ucap Rio.

Disty menatap Rio yang sedang menunduk. “Kenapa kau menyembunyikan semua ini dariku? Kau hanya menceritakan kalau Ibumu adalah orang Indonesia, tapi kau tidak pernah bilang kalau kau dan Lintar adalah sepupu dan Lintar masih mencintaiku.” Ucapnya.

“Kau tidak akan mengerti Dis. Lintar memang sangat mencintaimu, sama seperti aku mencintaimu. Tapi bukan berarti aku egois. Aku yang ingin merebutmu dari Lintar. Aku hanya ingin melakukan apa yang Lintar inginkan. Seperti di email itu, Lintar tidak ingin kau terus-terusan memikirkannya. Lintar menyuruhku untuk menjagamu.” Jelas Rio.

Tidak. Air mata itu tidak boleh jatuh lagi. Sudah banyak air mata yang keluar dan Disty tidak ingin menangis lagi. Biarkanlah semua itu berlalu, biarkanlah. Disty yakin disana Lintar tersenyum bahagia melihatnya, meski ia tidak bisa melihat senyum bahagia Lintar.

“Apa.. Apa kau masih mencintaiku?” Tanya Disty hati-hati, sekaligus ragu.

Rio menoleh ke arah Disty. “Ya. Aku masih mencintaimu.” Jawabnya.

Hati Disty sedikit lega. “Kalau begitu, ajari aku agar aku bisa menjadi Disty yang dulu. Disty yang ceria. Disty yang sangat tergila-gila dengan seorang cowok bernama Mario Haling. Disty yang sangat mencintai musik.” Ucapnya.

“Kenapa harus aku?” Tanya Rio. Suaranya sedikit serak.

“Karena hanya kau satu-satunya orang yang bisa mengembalikanku menjadi diriku yang dulu. Sesuai pesan Lintar.” Jawab Disty.

“Kalau aku tidak mau gimana?” Tanya Rio.

“Kalau kau tidak mau, artinya kau tidak mencintaiku dan ucapanmu tadi bohong.” Jawab Disty.

Rio kembali menundukkan wajahnya. Ya. Ia masih mencintai Disty dan ingin kembali menjadi seseorang yang spesial di hati Disty. Tapi semua itu tidak akan bisa terwujud. Jika ada saja sedikit harapan, tentunya Rio akan menggantungkan harapannya di harapan itu. Tapi sayang sekali. Harapan-harapan itu tidak ada. Bahkan sekecil apapun.

“Baiklah. Tapi kau harus mengakhiri hubunganmu dengan Harry dan melupakan cowok itu. Setelah itu kita kembali bersama. Sama-sama saling mencintai dan menyayangi satu sama lain.” Ucap Rio.

Entah mengapa rasanya sesak. Sesak sekali. Melupakan Harry? Melupakan seseorang yang sangat dicintainya dan ia sudah mengorbankan segalanya pada orang itu? Haruskah ia melupakan Harry? Tapi Dis. Tempatmu adalah disini. Di samping Rio, bukan di samping Harry. Kebahagiaanmu adalah Rio, bukan Harry.

“Ba.. Baiklah. Aku akan mengakhiri hubunganku dengan Harry dan melupakan Harry.” Ucap Disty dengan suara serak.

“Aku tau kau tidak ikhlas melakukannya. Tapi itu terserah padamu. Jika kau mau melupakan Harry dan kau melakukannya dengan ikhlas, aku janji akan selalu ada di sisimu dan mencintaimu seperti dulu. Aku janji.” Ucap Rio.

“Aku akan melakukannya.” Ucap Disty.

***

Disinilah ia. Disinilah ia sekarang. Setelah lelah menghubungi Harry, akhirnya Disty bisa menghubungi Harry dan mengajak Harry jalan-jalan menikmati suasana sore menjelang malam. Harry terlihat baik-baik saja. Namun di wajahnya selalu pucat dan Disty tidak tega melihat wajah Harry yang pucat.

Pandangan Disty lurus ke depan sana, menatapi sungai Thames yang terlihat tenang. Pikirannya hanya tertuju pada satu kalimat yang ingin sekali ia ucapkan tapi terasa berat. Mulutnya tidak sanggup mengeluarkan kalimat itu. Tapi, ia harus mengucapkannya mau tidak mau karena ini adalah keputusannya.
           
Tiba-tiba, Disty merasa tangan kanannya di genggam oleh seseorang. Gadis itu memejamkan matanya. Genggaman itu terasa hangat bahkan sampai menjalar ke seluruh tubuhnya. Mengapa ia harus melakukan semua ini? Mengapa ia harus melakukannya hanya karena masa lalunya? Mengapa ia harus menghadapi masa lalunya lagi?

            “Disty..”

            Suara Harry yang terdengar lembut itu menyadarkannya. Langsung saja Disty melepaskan tangannya yang digenggam oleh Harry. Otomatis Harry kaget dan menyadari ada yang tidak beres dengan Disty, seorang gadis yang sangat dicintainya.

            “Maafkan aku. Aku tau aku salah. Kamu mau kan maafkan aku?” Tanya Harry sambil tersenyum.

            Oh damn! Disty tak sengaja melihat senyuman pemuda itu dan terlihat jelas disana sebuah lesung pipit yang mampu membuatnya takluk dengan Harry. Tapi ia rasa, sekarang ia sangat membenci lesung pipit itu. Ia sangat membenci dan ia sudah tidak tertarik lagi. Perlahan, air matanya turun setetes demi setetes.

            Itulah satu-satunya kalimat yang bisa dikatakan oleh Harry itu tatkala ia membenci Harry. Dan kalimat itu manjur sekali. Tapi kali ini ia tidak boleh tertipu dengan ucapan manis dari Harry. Tidak lagi! Dengan satu tarikan nafas panjang, Disty mulai membuka mulutnya dan hendak mengucapkan satu kalimat yang memang harus ia ucapkan.

            “Maaf. Kita.. Kita… Kita harus putus.” Ucap Disty.

            “Putus?” Tanya Harry.

            “Iya, putus. Apa kurang jelas?” Jawab dan tanya Disty dengan suara tinggi.

            Harry memandangi wajah Disty yang sudah jelas sekali terlihat sedih, namun ada amarah disana. Apa Disty membencinya? Apa gadis itu sedang membencinya? Disty tidak pernah mengucapkan kata ‘putus’ padanya karena kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Bukankah Disty berjanji untuk selalu mencintainya meski ia tidak bisa berubah demi Disty?

            “Kau sudah berjanji untuk terus mencintaiku.” Ucap Harry.

            “Harr..” Ucap Disty dengan suara yang sangat rendah dan seperti memohon. “Aku hancur sekarang. Aku telah melukai Lintar, cinta pertamamu. Ku harap aku tidak menyakitimu karena aku ingin meminta putus darimu.” Sambungnya.

            Harry menarik nafas dalam-dalam. “Akhinya kau sadar juga. Kau salah mencintai dan mengorbankan kebahagiaanmu demi cowok sepertiku. Oke. Kita putus.” Ucapnya.

            Tidak ada ekspresi kesedihan di wajah Harry. Artinya, Harry tidak sakit mendengarnya mengucapkan kata ‘putus’. Tidak seperti ketika ia meminta putus pada Rio.

            “Baiklah. Tapi aku berharap, kau mau berubah. Aku tidak akan pernah menyesal mencintaimu. Makasih. Meski hubungan kita tidak bisa bertahan sampai satu tahun, tapi aku sangat bahagia bisa mencintaimu. Oktober. Di bulan Oktober, kita bertemu, dan di bulan Oktober inilah kita harus berpisah. Selamat tinggal. Ku harap kau menemukan kebahagiaan baru, tentunya tanpa diriku. Selamat tinggal.” Ucap Disty.

            Setelah selesai mengucapkan kalimat itu, Disty berjalan mundur lalu pergi meninggalkan Harry. Entahlah apa yang Harry rasakan. Tapi Disty lega karena berhasil mengucapkan kalimat yang memang harus ia ucapkan.

            Selamat tinggal Harry!

***





Tidak ada komentar:

Posting Komentar