Part 25
.
Mario Haling sangat
tidak menyangka bahwa hubungan Disty dengan Harry semakin hari semakin baik.
Meski sudah berkali-kali ia menyindir Harry dan membuat kata-kata yang dapat
menyakiti Disty, Disty cuek saja dan menganggap status-statusnya itu hanyalah
sesuatu yang tidak penting. Rio dapat menyimpulkan bahwa Disty memang
benar-benar mencintai Harry. Terbukti dari pengorbanan Disty menjual gitar
kesayangannya hanya demi Harry, padahal bagi Disty gitar itulah sesuatu yang
paling penting dalam hidupnya dan Disty tidak bisa hidup tanpa benda
kesayangannya itu.
Mantera apa yang Harry
beri pada Disty sehingga gadis itu dapat berubah seperti itu? Lama-lama Rio
jadi curiga dengan Harry. Rio yakin sekali Harry tidak benar-benar mencintai
Disty. Harry hanya memanfaatkan Disty dan jika waktunya sudah tepat, Harry akan
memutus hubungan itu sehingga Disty menjadi sedih dan menangis, dan Rio tidak
mau hal itu terjadi.
Rio hanya ingin Disty.
Hanya menginginkan Disty, bukan gadis lain. Disty-lah satu-satunya gadis yang
ada di hatinya dan Rio tidak bisa mencari gadis lain. Hanya Disty. Tapi Tuhan
tidak mau mengerti perasaannya. Tuhan ingin hidupnya menderita dan ia tidak
sedikitpun bisa merasakan kebahagiaan.
Kapan ia memberitahu
rahasia itu ke Disty? Kapan? Kalaupun ia sudah menceritakan ke Disty, gadis itu
tidak akan sedih. Gadis itu malah bahagia karena sudah tidak lagi mencintainya
dan menginginkannya. Sedangkan ia? Kalau begini caranya, apa gunanya hidup? Apa
gunanya hidup jika tidak pernah merasakan kebahagiaan?
Oke. Rio akui bahwa
dirinya seperti tidak pernah mensyukuri apapun. Ia tidak pernah bersyukur
memilik wajah yang tampan dan segudang talenta, rumah yang besar dan kedua
orangtua yang sangat menyayanginya. Rio tidak pernah menyadari semua itu. Sebenarnya
hidupnya lebih dari kata cukup. Tapi Rio hanya menginginkan Disty di
sampingnya. Tidak peduli dengan rumah, kekayaan, wajah ataupun lainnya. Rio
hanya menginginkan Disty. Itu saja.
Tapi tunggu saja. Rio
sudah bersumpah bahwa pada akhirnya Disty akan menyesal dan mau kembali
padanya. Tidak tau bagaimana cara yang ia lakukan asalkan Disty tidak lagi
mencintai Harry dan kembali mencintainya, meski itu adalah sebuah kesalahan
yang besar.
***
Sudah tiga bulan Disty
pacaran dengan Harry. Sekarang memasuki bulan April. Disty memang sudah memulai
kehidupan barunya bersama Harry dan Disty sanggup menjalaninya. Meski terkadang
ia begitu rindu dengan masa lalunya dan segala hal yang berbau musik. Disty
selalu menghindari segala hal yang berbau musik agar hatinya tidak menjadi
sakit dan Disty sudah tidak lagi mengikuti kelas musik. Disty yang sekarang
sangat berbeda dengan Disty yang dulu. Disty sekarang agak kalem dan tidak
banyak bicara. Di sekolah, Disty suka menghabiskan waktu di perpustakaan sambil
membaca buku apapun asalkan menarik.
Harry. Jika hatinya
merasa sedih, kesepian ataupun gelisah, Disty selalu mengingat nama Harry dan
semuanya menjadi baik-baik saja. Harry sering mengirimnya pesan dan sering
menelponnya. Hampir setiap malam. Harry memang berbeda dari Rio. Walau rasanya
Harry adalah cowok yang lemah, tapi bagi Disty Harry sangatlah hebat, bahkan
lebih hebat dibanding Rio atau dibanding segalanya.
Pagi yang cerah. Disty
bersiap-siap untuk sekolah. Tapi karena Disty bangun lebih awal dan waktu masih
banyak, Disty iseng membuka laptop-nya dan browsing internet. Hidupnya memang
tidak bisa tanpa internet dan jika kuotanya habis, mau tidak mau Disty harus
membeli di saat itu juga. Entah apa yang membuatnya membuka email yang sudah
lama tidak dibukanya. Email yang mengingatkannya pada Lintar. Dan ketika ia
membuka kotak masuk, Disty kaget setengah mati karena ada satu pesan masuk dari
alamat email yang tidak dikenal dan isinya mampu membuatnya gemetaran.
From: Star
<skyfull888@yahoo.com>
Subject: -
Aku akan kembali padamu. Aku akan
kembali padamu.
L
***
Karena email itu,
sedari tadi Disty melamun dan sudah berkali-kali di tegur oleh guru. Tapi Disty
tidak peduli. Ia begitu penasaran dengan email itu. Disty sudah membalas email
itu tetapi si pemilik akun email itu tidak mau membalasnya. L. Siapa lagi kalau
bukan Lintar? Tapi Disty tidak percaya jika Lintar masih mengingatnya atau
masih mengharapkannya. Salahnya Lintar sendiri yang tidak mau membalas emailnya
dan seakan-akan melupakannya.
“Kau aneh deh hari
ini. Ada apa?” Tanya Donna.
Mau tidak mau Disty
menceritakan kejadian tadi pagi. Donna dan Miley mendengarkan cerita Disty
dengan heran sekaligus penasaran. Apa iya si pemilik akun itu Lintar? Atau
orang lain? Atau seseorang yang iseng saja? Tapi kalau iseng, darimana orang
itu mengetahui email Disty?
“Aku jadi penasaran.
Tapi dia tidak mau membalas emailmu?” Tanya Miley.
“Iya. Kalau dia balas
dan memberitahu namanya padaku, tentu aku tidak seperti ini. Aku akan konsen
belajar dan tidak memikirkan email itu.” Jawab Disty.
“Cuekkan saja deh.
Kalaupun Lintar, dia kan sudah menjadi masa lalumu dan kau sudah tidak
mencintainya lagi.” Ucap Donna.
Ucapan Donna ada
benarnya. Lintar adalah masa lalunya dan Disty tidak akan kembali ke masa
lalunya. Semua itu salah Lintar. Salah Lintar. Meski ia yang meninggalkan
Lintar, tapi Disty selalu memberi kabar ke Lintar sedangkan Lintar tidak mau
membalas emailnya dan memberinya kabar. Itu semua salah Lintar.
Kalau ternyata si
pemilik email itu adalah Lintar, Disty janji untuk tidak kaget. Kalaupun Lintar
akan memenuhi janjinya untuk menyusulnya ke Inggris, Disty mengatakan bahwa
Lintar sudah terlambat. Ya. Cinta pertamanya itu sudah terlambat dan telah
mengecewakannya.
***
“Hubunganmu dengan
cowok berlesung pipit itu semakin baik ya.”
Mendengar sebuah suara
yang sudah tidak asing lagi, mendadak jantung Disty berdebar-debar. Rio!
Mengapa ia dan Rio bisa bertemu? Untung Disty tidak bersama Harry. Kalau
bersama Harry, tentu Disty merasa tidak enak dengan Harry.
“Aku tidak
mengenalmu.” Ucap Disty.
Rio tersenyum lalu
berjalan memutari Disty sehingga membuat gadis itu bingung. “Oke. Aku menyerah.
Kau tidak akan mempan dengan umpatan, ejekan, dan kata-kata yang khusus ku buat
untukmu dan Harry. Ku kira kau akan marah atau lebih baik sadar bahwa cowok
seperti Harry tidak cocok untukmu.” Ucapnya.
Jaga emsosi Dis, jaga
emosi. “You don’t know how special Harry is, you don’t know what he has done
to my heart, you can’t say anything you want cause you don’t know about us.”
Ucapnya sambil tersenyum santai.
Entah mengapa mendadak
Rio tertawa. “Aku heran deh. Apa yang membuatmu menyukai Harry dan mengatakan
bahwa Harry sangat spesial? Apa karena senyumannya? Apa karena lesung pipitnya
yang bodoh itu?” Ucapnya.
“Bilang saja kau
cemburu pada Harry dan ingin memiliki apa yang Harry miliki. Jujur, aku sangat
kecewa padamu. Ku kira kau adalah cowok yang baik. Tapi sayangnya kau sangat
jahat. Kau tega menganggu hubunganku dengan Harry.” Ucap Disty.
“Justru kau yang jahat
denganku. Kau tega mengakhiri hubungan kita yang indah hanya karena cowok bodoh
itu.” Ucap Rio.
Selalu saja kata-kata
itu yang menjadi andalan Rio dan setelah Rio mengucapkan kata-kata itu, Disty
tidak bisa berkomentar apapun. Salahnya memang yang sudah terlanjur tertarik
dengan Harry. Salahnya memang yang berani minta putus dengan Rio. Tapi
beginilah jalan hidupnya. Jika ia tetap mempertahankan hubungannya dengan Rio,
maka hatinya akan semakin sakit.
“Whatever you wanna
say about me. Kalau itu salahku, aku hanya bisa minta maaf dan kau harus
memaafkanku. Kalau kau cowok yang baik, seharusnya kau mau menerima apapun
keputusanku dan jangan jadi cowok yang egois dan tidak mau mengerti perasaan
orang lain.” Ucap Disty.
“Ohya? Aku maafkan
kau.” Ucap Rio lalu menatap Disty dengan dalam. Dulu, tatapan itu sangat
mematikan, tetapi sekarang itu sudah tidak berlaku lagi bagi Disty. “Dan satu
lagi, cowok berlesung pipit seperti Harry adalah cowok yang lemah. Ingat itu.”
Sambungnya lalu pergi meninggalkan Disty.
Rio memang
sangat-sangat keterlaluan tapi Rio sampai saat ini tidak pernah menyakiti
Harry. Rio hanya berani mencurahkan emosi, kekesalan dan kemarahannya melewati
tulisan. Ya. Di jejaring sosial tepatnya.
***
From: Star <skyfull888@yahoo.com>
Subject: -
Tunggu aku. Sebentar
lagi aku akan datang padamu.
L
Lagi-lagi kotak masuk
dari si L yang Disty yakini adalah Lintar. Lagipula menggunakan bahasa
Indonesia jadi Disty sudah dapat menyimpulkan bahwa si pemilik email adalah
Lintar. Tapi kenapa Lintar ingin datang menemuinya? Lupakan saja janji yang
tidak berguna itu. Disty sudah ada Harry sekarang dan tidak mengharapkan Lintar
lagi. Tapi bagaimana kalau Lintar nekat datang ke Inggris hanya untuk
menemuinya? Lintar kan tidak tau alamat rumahnya.
Berkali-kali Disty
membalas bahwa dirinya sudah tidak mengharapkan Lintar karena sudah ada Harry
dan melarang Lintar menemuinya. Tapi Lintar cuek saja dan itu membuat Disty
bingung. Sekarang Disty jadi di landa masalah. Tuhan… Kenapa banyak sekali
cobaan-cobaannya? Apa sebenarnya salahnya?
Tiba-tiba seseorang
memegang pundaknya. Siapa lagi kalau bukan Michael. “Aku tau apa yang sedang
kau rasakan. Jangan salahkan diri sendiri. Berpikir menggunakan logika saja.
Mana mungkin Lintar bisa datang ke Inggris dalam waktu yang sedekat ini?
Kalaupun iya, tentu dia tidak datang sendirian. Kalau Lintar memaksamu untuk
menemuinya, sebaiknya kau temui dia saja dan bilang ke Lintar kalau kau sudah
tidak mencintainya lagi.” Ucapnya.
“Tapi kalau Lintar
memaksaku untuk kembali padanya bagaimana? Bagaimana kalau Lintar masih
mencintaiku? Aku tidak ingin menyakiti lebih banyak orang. Cukup Rio saja yang
aku sakiti.” Ucap Disty.
Sebenarnya Michael
tidak pernah menyangka bahwa kisah adiknya akan itu serumit ini. Kenapa Lintar
tidak mengikhlaskan Disty saja? Masih banyak sekali gadis-gadis di luar sana
yang lebih baik dari Disty. Dan Rio. Kenapa cowok itu tidak ikhlas juga melihat
Disty bahagia bersama Harry dan memilih menganggu hubungan Disty dengan Harry?
“Sekali lagi itu bukan
salahmu. Tidak peduli hati siapa yang kau sakiti. Kau sudah mengatakan yang
sejujur-jujurnya mengenai perasaanmu dan aku yakin Lintar akan mengerti.
Berdo’a saja semuanya akan baik-baik saja.” Ucap Michael.
“Ya. I hope
everything will be alright.” Ucap Disty.
***
Mencoba untuk
baik-baik saja sangatlah sulit. Memasang senyum palsu sangatlah sulit. Tentu
begitu mudah bagi seseorang menebak topeng kebohongan kita. Disty berjalan
menuju kelasnya dengan keadaan yang lesu. Sebenarnya hari ini ia kurang sehat
tapi Disty memaksakan diri untuk sekolah.
“Hai Dis apa kabar?
Lama tidak berjumpa. Aku jarang ke rumahmu belakang-belakangan ini.” Ucap Luke
yang tidak sengaja berpapasan dengan Disty.
Tapi Disty tidak
mempedulikan Luke dan terus saja berjalan. Sesampai di kelas, Disty mendapati
Miley yang kelitahannya sedang bahagia. Dari wajahnya saja sudah bisa ditebak
kalau Miley seperti sedang mendapat rezeki nomplok. Donna pun kelihatan bahagia
juga. Karena itulah sebisa mungkin Disty memasang wajah cerianya dan tidak
ingin terlihat sedih di hadapan teman-temannya.
“Ada apa ini kok
kebahagiaan kalian tidak dibagi-bagi?” Tanya Disty.
Menyadari kehadiran
Disty, Miley langsung memegang pundak Disty dan Disty menatap Miley dengan
heran. “Kau tau? Semalaman aku di ajak jalan-jalan sama si Travis. Ah dia manis
sekali. Dan akhirnya aku telah menemukan pangeran yang selama ini aku cari.”
Ucap Miley.
Siapa sih yang tidak
kenal dengan Travis? Cowok manis berambut pirang yang tergabung dalam band baru
bernama Clouds. Dan tampang Travis tidak jauh berbeda dari Rio. Yang membedakan
hanyalah rambut Travis yang pirang sedangkan Rio hitam. Travis juga jago
bermain gitar dan alat musik lainnya. Band-nya sering tampil di acara sekolah
setelah Boys 124 bubar dan penampilan mereka sangatlah luar biasa walau tidak
sesempurna Boys 124.
“Dan kau tau? Travis
membawakanku lagu romantis dan dia bermain gitar di hadapanku. Rasanya itu
seperti…. Ah susah sekali dijelaskan yang penting aku bahagia sekali. Dan ku
lihat Travis tertartik padaku.” Ucap Miley.
Disty terdiam
mendengar cerita Miley. Seharusnya ia ikut bahagia. Tapi cerita Miley
mengingatkannya pada masa lalunya. Miley adalah dirinya dan Travis adalah Rio.
Masa-masa yang indah.
“Sudah ku bilang,
cowok yang jago main gitar itu yang paling perfect deh dan yang paling
romantis. Akhirnya impianku terwujud juga ya.” Ucap Miley.
Apa Miley tidak sadar
mengucapkan kalimat itu? Disty masih diam dan entah mengapa hatinya merasa
sakit. Sakit sekali. Entah kenapa. Tapi Disty langsung teringat dengan Harry.
Jika saja Harry… Ah sudahlah. Disty mencoba menerima seseorang apa adanya
seperti yang pernah dikatakan Luke padanya.
“Kau benar. Tapi itu
dulu. Bagiku, cowok seperti itu sudah tidak berharga lagi bagiku.” Ucap Disty.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar