Part 28
.
Disty pulang dari
rumah Harry dengan wajah yang sedih, marah, kecewa dan khawatir. Gadis itu
masuk ke dalam kamar lalu merebahkan diri di atas kasurnya sambil membayangkan
wajah Harry. Kenapa Tuhan? Kenapa? Kenapa Harry bisa seperti itu? Selama ini
Disty menyimpulkan bahwa Harry adalah anak laki-laki yang baik dan kalem. Tapi
kenapa Harry berani ikut tawuran dengan alasan tidak bisa mengendalikan emosi?
Atau dengan tawuran
Harry bisa mempelampiaskan kekesalannya? Mungkin saja benar. Disty saja kalau
sedang marah kondisinya tidak labil dan ingin merusak semua barang yang
dilihtanya. Satu-satunya obat yang bisa menyembuhkannya adalah…. Ah sudahlah.
Itu masa lalunya dan Disty tidak mau mengingatnya lagi.
“Kali ini, aku meminta
dengan sangat memohon padamu untuk segera meninggalkan Harry. Aku mohon padamu
Dis. Ini demi kebaikanmu.” Ucap Michael yang tiba-tiba muncul dari kamarnya.
Michael berjalan
mendekati Disty. “Kau sudah tau kan sifat Harry yang sebenarnya?” Tanya
Michael.
Disty menatap Michael
dengan linangan air mata di bola matanya. “Kak Mike yang tidak tau bagaimana
hidup Harry! Harry itu sedang tertekan kak karena keluarganya. Seharusnya kak
Mike mengerti! Harry ikut tawuran hanya sebagai pelampiasan kekesalannya.
Seharusnya kak Mike mengerti!” Ucapnya setenga berteriak.
“Kau masih mau membela
Harry? Kau benar-benar gila Dis! Kalau kau kenapa-kenapa bagaimana? Kalau Harry
mempelampiasan kekesalannya dengan cara memperlakukanmu dengan buruk bagaimana?
Apa kau masih mau membelanya?” Tanya Michael.
Disty tidak langsung
menjawab. “Harry tidak seperti itu. Harry selalu jujur padaku dan Harry sangat
menyayangiku. Tidak mungkin Harry berani menyakitiku. Uruslah sendiri hidupmu,
kak. Disty bosan diceramahin terus.” Ucapnya.
“Dis, asal kau tau.
Rasa sayangku itu lebih besar daripada rasa sayang Harry padamu. Aku melakukan
ini karena aku sayang padamu dan kau satu-satunya adik perempuanku. Kau boleh
marah padaku. Kau boleh benci padaku. Kau boleh mengatakan kalau aku bukanlah
figure kakak yang baik. Itu terserah kamu. Tapi aku hanya ingin kau baik-baik
saja. Itu saja. Aku tidak ingin kau disakiti oleh siapapun. Aku sayang padamu.”
Ucap Michael.
Mendengar ucapan
Michael, Disty langsung menghambur ke pelukan Michael dan Michael memeluknya
dengan erat. Salahkah ia? Salahkah ia??! Rasa cintanya pada Michael dan Harry
baginya sama. Seperti rasa cintanya pada Ayah. Disty tau Michael adalah
kakaknya dan tentu saja seorang kakak tidak ingin adiknya dalam bahaya. Tapi
Disty hanya ingin bersama Harry. Hanya Harry. Bukan cowok lainnya. Hanya Harry.
Hanya Harry, dan
apakah itu salah?
***
Pasca kejadian itu,
Harry tidak lagi melakukan hal-hal buruk. Harry kembali menjadi Harry yang saat
pertama kali Disty temui. Harry yang ramah. Harry yang baik. Harry yang suka
tersenyum. Mungkin banyak orang yang menatap dengan jijik hubungan mereka.
Tetapi Disty tidak peduli. Disty tidak peduli dengan mereka. Mereka tidak akan
pernah tau tentangnya dan Harry.
Juli berlalu, dan
sekarang memasuki bulan Agustus. Disty berharap di bulan Agustus ini menjadi
bulan keberuntungannya dan lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya. Seperti
biasa. Disty bangun pagi, membaca sambil tersenyum pesan Harry, mandi, sarapan
dan sekolah. Segala rasa ketidak nyamannya karena tatapan aneh dari
teman-temannya sebisa mungkin Disty cuekkan.
“Kau benar-benar gadis
yang hebat Dis. Kau tetap mencintai Harry apa adanya dan bagaimana pun sikap
Harry. Aku salut padamu.” Ucap Donna.
Disty tersenyum.
Seenggaknya ada sahabat yang selalu mendukungnya. “Terimakasih. Sekarang Harry
sudah menjadi lebih baik.” Ucapnya.
“Hmm.. Kalau boleh
tau, Harry itu seperti apa sih? Apa yang membuatmu menyukai Harry? Bagaimana
keluarga Harry? Kenapa Juli kemarin Harry berani ikut tawuran? Pasti ada alaannya
kan.” Tanya Donna.
“Aku bingung bagaimana
menjelaskannya. Yang jelas, Harry itu orangnya baik, ramah, murah senyum dan
penyayang. Dia sama sekali tidak pernah kasar padaku. Keluarganya… Mungkin
seharusnya kau tidak boleh tau karena itu rahasia Harry. Intinya, keluarga
Harry sedang tidak baik. Itu yang membuatnya tertekan dan berani melakukan apa
aja termasuk tawuran.” Jelas Disty.
“Kalau begitu pantas
saja Harry seperti itu. Aku punya teman dan sikapnya buruk sekali karena
keluarganya. Tapi yang membuatmu menyukai Harry dan memuji Harry karena lesung
pipitnya kan?” Ucap Donna.
Disty tersenyum malu.
“Ya.. Mungkin itu salah satunya. Aku selalu tidak tahan saat melihat lesung
pipitnya. Manis sekali. Jarang ada cowok seperti itu. Ada sih ada tapi tidak
bisa semanis Harry.” Ucapnya.
“Kali ini aku
sependapat denganmu. Cowok berlesung pipit itu adalah cowok yang perfect deh.
Di banding cowoknya Miley. Gitar, gitar mulu kan bosan. Ya kan Dis?” Ucap
Donna.
“Hmm.. Iya juga kali.
Aku juga tidak suka dan benci dengan tipe cowok seperti Travis. Itu
mengingatkanku pada Rio dan aku sangat membenci Rio. Untunglah Rio sudah tidak
lagi menulis status tentangku dan Harry, dan kami jarang bertemu.” Ucap Disty.
“Tapi cowok yang jago main gitar itu keren
juga Dis. Apalagi kalau punya lesung pipit. Tambah sempurna. Aku ingin mencari
cowok seperti itu. Siapa tau ada kan jadi aku yang menjadi cewek terberuntung
di sekolah ini.” Ucap Donna.
Mendengar ucapan
Donna, Disty teringat dengan pembicaraannya dengan Luke. Sudah berbulan-bulan
yang lalu, tapi Disty masih ingat. Tapi cowok seperti itu mana ada? Ada sih ada
tapi pasti susah dicari. Kalaupun ada, tidak langsung cowok itu menyukai kita.
Gimana kalau sifatnya jelek? Ah kok jadi ngomongin itu ya.
“Sudah ah. Cari saja
kalau kau mau. Ku harap kau menemukan orangnya.” Ucap Disty sambil membuka buku
pelajaran.
Donna tertawa. “Wish
me luck!” Ucapnya.
***
Dimana Harry? Batin
Disty.
Sudah tiga hari Harry
tidak masuk sekolah. Disty sudah menanyakannya pada teman sekelas Harry. Tapi
mereka tidak ada yang tau. Kata mereka, ngapain mikirin cowok seperti Harry?
Disty benar-benar khawatir. Belakang-belakangan ini ia sering khawatir terhadap
Harry dan rasa kekhawatirannya itu sangat berlebihan.
Berkali-kali Disty
memiscall Harry tetapi nomor Harry tidak aktif. Disty mengira bulan Agustus ini
akan menjadi lebih baik. Namun dugaannya salah. Justru di bulan Agustus ini
timbul rasa kekhawatiran yang berlebih. Khawatir akan keadaan Harry dan yang
paling Disty takutkan, ia akan kehilangan Harry, dan Disty tidak mau hal itu
terjadi.
Michael melihat Disty
yang duduk murung di teras sambil meringkuk. Tentu saja Michael bisa menebak
apa yang dirasakan Disty. Siapa lagi kalau bukan Harry? Diam-diam Michael
menyelidiki siapa sebenarnya Harry itu dan dari informasi-informasi yang ia
dapatkan, ternyata Harry itu broken home. Semenjak Ayahnya meninggal,
Harry berubah total. Di tambah lagi Ibunya yang tidak pernah mengurusinya dan
jarang pulang ke rumah. Karena itulah yang menjadikan Harry berbeda dari
lainnya.
“Sudahlah Dis. Lupakan
Harry. Biarkan Harry sendiri dan melakukan apa yang ia inginkan. Aku sudah tau
siapa dan bagaimana Harry. Biarkan dia sendiri dan kau jangan menambahnya
beban.” Ucap Michael.
“Aku bukan beban
Harry! Justru Harry berterimakasih padaku karena sudah menceriakan
hari-harinya.” Bantah Disty.
“Iya aku tau. Tapi
bisa saja Harry berbohong. Dis, cobalah cari cowok lain yang lebih baik dari
Harry. Seperti Rio. Jika saja kau masih bersama Rio, semuanya tidak akan
seperti ini. Rio tidak akan menganggumu.” Ucap Michael.
“Jangan sebut nama itu
lagi, kak. Disty benci Rio! Disty takut apa yang dikatakan Rio benar. Rio
mengatakan kalau Disty akan menyesal. Disty takut hal itu terjadi!” Ucap Disty.
Drtdrtdrt…
1 Message From: Harry
Dis, I need you know. Pls come to my
home.
All the love H.
***
“Maafkan aku. Aku tau aku salah. Kamu
mau kan maafkan aku?”
Entah itu yang keberapa kalinya
Harry mengucapkan kalimat yang mampu membuat Disty luluh. Ditambah lagi suara
serak Harry dan senyum Harry yang sangat tidak bisa dihindarinya. Disty menatap
Harry dengan kasihan, sekaligus rasa kecewa yang teramat sangat. Dan Disty
menyadari di lengan kiri Harry ada tattoo yang bagi Disty mengerikan. Sejak
kapan cowok manis seperti Harry berani memasang tattoo?
Tadi Harry mengirimnya pesan karena
kondisi Harry tidak baik-baik saja. Wajah Harry yang lemas menandakan Harry
seperti baru saja kebanyakan minum alkohol. Disty bisa mencium bau mulut Harry
dan Disty tidak tau harus berkata apa. Ia sungguh-sungguh sangat kecewa dengan
Harry.
“Dis, maafkan aku. Aku..” Ucap
Harry.
“Sudahlah Harr. Aku lelah. Jangan
meminta maaf lagi. Kenapa kau berani make tattoo? Kenapa kau berani minum
minuman berbahaya itu?” Tanya Disty.
“Aku..” Ucap Harry.
“Kau sedang kesal kan dengan Ibumu?
Karena itu kau lampiaskan semua kekesalanmu dengan cara merusak tubuhmu
sendiri? Ayolah Harr! Umurmu masih panjang. Masih banyak hal-hal yang belum kau
lakukan dan masih banyak pengalaman-pengalaman yang belum kau dapatkan. Bisakah
kau menjadi anak yang baik seperti apa yang aku harapkan?”
“Bu.. Bukan. Aku hanya.. Aku bingung
menjelaskannya. Tapi ku rasa aku lebih tenang jika aku melakukan itu. Ke bar,
minum alkohol, pulang malam, dan..”
“Sudah! Aku tidak mau mendengar
ucapanmu lagi!” Ucap Disty.
Tidak hanya kekecewaan saja yang
Disty rasakan. Namun rasa kesedihan yang luar biasa. Kenapa hal buruk itu
datang pada orang yang sangat dicintainya? Kenapa? Apa ini karena sumpahan Rio
bahwa suatu hari nanti ia akan menyesal? Apakah Disty merasakan penyesalan
sekarang? Gadis itu pun berdiri dan menatap Harry sekali lagi.
“Harr, aku sudah berkorban untukmu.
Musik yang dulunya adalah hidupku aku korbankan hanya untukmu. Kenapa kau tidak
mau berkorban untukku? Tolong jadilah anak yang baik. Tolong berkorban untukku.
Aku yakin kau bisa melakukannya.” Ucap Disty lalu bersiap-siap untuk
meninggalkan Harry.
“Aku tidak bisa janji Dis.” Jujur
Harry. Namun Disty sudah membalikkan badan dan pergi meninggalkan Harry dengan
rasa kesedihan dan kekecewaan yang teramat sangat.
***
Entah berapa lama Disty berjalan
seorang diri mengelilingi jalanan kota London yang agak sepi. Disty memang
ingin mencari kesepian dan ketenangan, dan pada akhirnya ia menemukannya di
pinggiran jalan sepi yang terhindar dari keramaian. Sedikit angker memang. Tapi
Disty tidak peduli.
Gadis itu mengeratkan jaketnya
karena suasana yang mulai dingin dan sebentar lagi malam tiba. Ponselnya
sengaja ia matikan agar tidak ada yang menganggunya. Disty berani bertaruh
pasti Ibu, Ayah dan Michael berusaha menghubunginya tetapi gagal karena
nomornya tidak aktif. Biarkan saja.
“Adisty Christina Clifford. Kekasih
Harry Styles.” Ucap sebuah suara.
Tubuh Disty gemetaran mendengar
suara itu dan menyadari dirinya sedang berhadapan dengan dua cowok gondrong
yang berwajah mengerikan. Banyak sekali tattoo yang menghiasi tangan dua cowok
itu. Ditambah lagi tindikan-tindikan di wajah dua cowok itu. Siapa mereka?
Darimana mereka tau namanya?
Cowok yang bertubuh agak pendek itu
maju ke depan dan mencengkram kuat tangan Disty sehingga membuat Disty
ketakutan. “Gadis bodoh! Sama seperti Harry! Dia sangat bodoh! Kenapa kau tidak
bisa menjaga pacarmu itu?” Ucapnya setengah membentak.
Disty mencoba untuk memberanikan
diri menatap cowok itu. “Aku tidak mengerti maksudmu.” Ucapnya.
Cowok itu tertawa, diikuti satu
temannya. “Harry. Cowok sialan yang sudah merebut pacarku dan sekarang pacarku
jatuh cinta dengan Harry! Aku sudah menghajarnya habis-habisan agar dia mau
menjauhi pacarku tetapi Harry menolak dan balik menghajarku. Seharusnya kau
bisa menasehati pacarmu agar tidak tertartik dengan pacar orang!” Jelasnya.
Tentu saja Disty tidak percaya
dengan apa yang dikatakan cowok itu. Harry merebut pacar orang? Tidak! Ini
lebih parah dari yang ia kira. Tidak mungkin Harry bermain-main dibelakangnya
karena jatuh cinta dengan gadis lain. Setaunya, Harry hanya mencintainya. Hanya
mencintainya.
“Harry tidak pernah seperti itu. Dia
hanya mencintaiku!” Ucap Disty.
“Ohya? Tapi karena dia sudah merebut
pacarku, giliran aku yang merebut pacarnya. Kebetulan pacarnya cantik. Hanya
saja tubuhnya tertutup dan aku ingin sekali melihat tubuhnya.” Ucap cowok itu
sambil menyentuh lembut lengan Disty.
Disty sedang dalam bahaya! Tampaknya
cowok itu benar-benar serius dan Disty tidak bisa berbuat apapun untuk
menyelamatkan dirinya. Disty hanyalah seorang gadis biasa dan tidak akan bisa
lolos dari cengkraman dua cowok itu. Disty memejamkan matanya. Berharap
seseorang membantunya. Yang ia rasakan hanyalah cengkraman erat tangan cowok
itu di pinggangnya dan sepertinya bersiap-siap untuk merusak baju yang
dikenakannya.
“Lepaskan dia!” Teriak seseorang.
Disty hafal suara itu. Tapi
tiba-tiba kepalanya menjadi pusing dan rasanya seperti dibanting dengan keras
sehingga tubunya jatuh di tanah dan merasakan rasa sakit yang luar biasa. Disty
merasa ada darah yang keluar dari mulutnya. Walau kepalanya sakit, tapi Disty masih
bisa melihat siapa sosok yang menyelamatkannya.
“Luke..” Lirihnya lalu pingsan.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar