“I
don't even like you, why'd you want to go and make me feel this way?
And I don't understand what's
happened, I keep saying things I never say
I can feel you watching even when
you're nowhere to be seen
I can feel you touching even when
you're far away from me
Tell me where you're hiding your
voodoo doll 'cause I can't control myself
I don't wanna stay, I wanna run away
but I'm trapped under your spell
And it hurts in my head and my heart
and my chest
And I'm having trouble catching my
breath
Won't you please stop loving me to
death?..”
***
Kemarin malam adalah kesalahanku pada Alex. Sepertinya Alex merasa kecewa
padaku karena aku tidak seperti biasanya dan aku masih memikirkan sosok Luke.
Di sekolah, berkali-kali aku menguap dan tidak mempedulikan celoteh dari Marie
ataupun Lily. Mungkin keduanya mengira hubunganku dengan Alex sedang tidak
baik. Kemudian aku bak tersengat listrik melihat Luke yang baru saja masuk ke
kelas dengan pakaian yang sama. Serba hitam. Tapi Luke terlihat keren. Kantukku
langsung hilang, sebagai gantinya jantungku-lah yang berdebar-debar tak karuan.
Sialan Luke!
“Kau kenapa sih? Apakah semalam kau bertengkar dengan Alex?” Tanya Marie.
Aku menggeleng pelan dan rasanya ingin menangis. Alex begitu baik padaku
tapi aku tidak bisa mencintainya denga baik. Semua ini karena Luke. Mantra
apakah yang Luke berikan padaku sehingga aku bisa menjadi seperti ini? Aku akui
Luke memang tampan. Bahkan sangat tampan dan aku berani bertaruh jika aku
jomblo, aku pasti menyukainya. Astaga pikiran apa yang barusan datang di
otakku? Seandainya aku jomblo pun aku tidak mungkin bisa menyukai Luke. Kita
tidak saling kenal mengenal dan pastinya tempat tinggal Luke sangat jauh. Luke
bukan orang Indonesia dan aku tidak mau menjalin hubungan dengan cowok yang
tidak berasal dari Indonesia.
Miss Daisy pun datang dan aku menjadi lega karena aku akan fokus ke
pelajaran dan melupakan masalahku yang terjadi semalam walau hanya sementara.
“Baiklah. Hari ini aku akan membagi kalian menjadi lima tim.” Ucap Miss
Daisy.
Apa? Lima tim? Bukannya seisi kelas ada sepuluh orang? Aku rasa kelas ini
menjadi semakin gila. Jika saja aku diizinkan untuk bolos, aku ingin bolos
sekolah. Ternyata tidak enak juga dikirim ke Inggris kalau ujung-ujungnya jadi
begini. Aku rindu Indonesia, aku ridu Mom, aku rindu Dad dan pastinya rindu
suara si Rachel dan pertengkaran kecil kami.
“Marie, kau bersama Danny, dan Farah, kau bersama Luke.” Ucap Miss Daisy.
Entahlah apa telingaku yang sedang rusak atau Miss Daisy yang sedang gila.
Jadi maksud Miss Daisy akan men-couplekan kami? Astaga apa isi otak Miss Daisy?
Tapi aku mendengar suara-suara ketidaksetjuan kalau aku dipasangkan dengan
Luke. Ya, aku tidak setuju jika dipasangkan dengan Luke karena aku tidak ingin
kegilaanku semakin bertambah.
“Apa? Farah dengan Luke?” Kaget
Stella. Entahlah meski aku tidak setuju jika aku dengan Luke, tapi aku tidak
suka dengan ucapan Stella.
Miss Daisy menatap Stella. “Apakah
ada yang salah?” Tanyanya.
Stella terdiam dan menunduk.
Tampaknya dia merasa bersalah. Tapi ayolah jangan banyak bermain karena aku
sangat tidak menyukai permainan ini. Aku sudah berbuat kesalahan pada Alex
karena Luke, sekarang, aku dipasangkan dengan Luke maka masalah akan jauh
bertambah lebih banyak. Jika saja bukan Luke, mungkin akan baik-baik saja.
Bisakah aku mati saat ini juga?
Entah sejak kapan Luke sudah duduk
tepat di samping kursiku dan jantungku mulai berdetak tak karuan. Sialan Luke!
Sialan! Aku berusaha setenang mungkin tetapi aku tidak bisa tenang. Aku terlihat
gugup dan ingin pulang ke rumah. Jika aku berusaha untuk cuek dan menganggap
Luke tidak ada, itu hanya memperburuk keadaan saja.
“Alex bakal cemburu berat.” Bisik
Marie.
Sialan Marie! Kalau Alex salah paham
gimana? Jika Luke menyuruhku menjadi pacar bohongannya gimana? Atau pesuruhnya?
Bagaimana jika aku disuruh menjadi cewek penggoda dengan membawa segelas bir
yang akan aku beri ke semua cowok agar semua cowok yang aku rayu akan meminum
bir itu? Sialan! Otakku semakin rusak dan aku merasa aku tidak menjadi diriku
sendiri. Sekarang, di sampingku sudah ada Luke dan aku harap anak itu
selama-lamanya, maksudku selama empat bulan ini tidak akan menyapaku.
Pelajaran dimulai dan di sepanjang
pelajaran itu aku merasa kaku.
***
“Kenapa kau nampak murung?” Tanya
Lily.
Aku rasa kondisi tubuhku sedang
tidak baik. Kami berada di kantin dan sepertinya aku akan sakit. Dimana Luke?
Argh kenapa tiba-tiba aku teringat cowok gila itu? Memang sih Luke tampak diam
dan terus saja menatap lurus ke papan walau aku tidak tau apa isi di dalam
otaknya yang sebenarnya.
“Aku bingung.” Ucapku jujur.
“Bingung? Coba ceritakan.” Ucap
Marie.
Sebelum menceritkannya, aku
mengumpulkan seluruh nafasku dan membuangnya secara perlahan. “Ini bukan hanya
tentang Alex, tapi tentang Luke.” Ucapku.
“Memangnya ada apa dengan Luke?
Apakah Luke menganggumu? Tapi menurutku Luke anaknya pendiam dan alim seperti
dirimu.” Ucap Lily.
Aku menatap Liliy tidak setuju.
“Jangan menilai orang dari luarnya saja. Semalaman aku melihatnya mabuk bersama
teman-temannya.” Ucapku sambil membayangkan kejadian kemarin malam.
“Baguslah kalau begitu. Aku suka
tipe cowok yang liar.” Ucap Marie sambil cengengesan.
Hah aku tidak bisa membaca apa isi
pikiran Marie, apalagi Corine yang katanya sudah mempunyai pacar cowok ganteng
tapi yaa you know-lah cowoknya Corine
tidak baik. Apa cowok-cowok luar tidak baik semuanya? Tapi ini Inggris, bukan
Indonesia. Bahkan di Indonesia aku banyak menemukan cowok yang habis
mabuk-mabukkan so semua itu sudah
biasa dan tidak dianggap tidak baik.
“Jantungku selalu berdebar-debar
saat berada di dekat Luke. Jadi selama aku duduk di kelas, selama itulah
jantungku tidak bisa normal.” Ucapku.
“Wah artinya kau menyukai Luke!”
Seru Lily.
Astaga Lily bisa tidak sih volume
suaramu dikecilin? Aku malu jika ada orang yang mendengar suara Lily apalagi
jika Luke yang dengar bisa mati karena malu aku. Tapi apa iya aku menyukai Luke
sementara aku sudah memiliki Alex? Tidak mungkin kan. Aku sangat mencintai Alex
dan tidak ingin kehilangannya tetapi mengapa jantungku bisa berdebar-debar saat
berada di dekat Luke? Bahkan saat aku menatapnya.
“I
can’t tell that I like him. It’s impossible. Aku sudah memiliki Alex. Ku
rasa aku harus banyak belajar saat berhadapan dengan Luke.” Ucapku.
“Pasti karena wajahnya yang seperti
malaikat ya? Coba deh kau perhatikan wajahnya dalam-dalam, dan mata birunya
itu. Aku harap aku berada di posisimu.” Ucap Marie.
Dan jika aku berada di posisi Marie,
pikirku.
***
Aku melakukan kesalahan lagi! Alex
mengajakku pergi ke apartemennya dan menikmati nasi goreng buatannya tetapi
bukannya bahagia, aku malah kepikiran terus oleh Luke. Jika saja Alex bisa
membaca pikiranku, mungkin Alex akan merasa kecewa dan marah padaku karena dia
mencintaiku dengan tulus sedangkan dipikiranku ada cowok lain, cowok yang
seharusnya tidak ada dipikiranku. Aku membenci diriku sendiri.
“Sejak makan malam itu kau tampak
berbeda. Kau seperti ada masalah serius.” Ucap Alex.
Alex bisa menebak perasaan apa yang
aku rasakan dan jika aku memiliki sebuah masalah. Tapi aku tidak mungkin bisa
menceritakan tentang sosok Luke yang mengapa tiba-tiba dengan ganasnya memenuhi
pikiranku dan aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Ku kuatkan hatiku untuk
tidak menyukainya. Tapi saat aku bertemu dengannya.. Walau Luke tak pernah
mengajakku bicara…
“Bicaralah padaku dengan jujur.
Mungkin aku bisa membantumu.” Ucap Alex.
Sejak tadi aku memang diam dan tidak
membuka suara. Aku hanya mengangguk atau menggeleng. Seharusnya aku bahagia di tempat
ini, seharusnya musim panas itu seperti seindah yang aku bayangkan, seharusnya
aku tidak bertemu dengan Luke. Tidak. Luke tidak salah, aku yang salah. Aku
yang menghadirkan Luke ke dalam pikiranku. Sampai saat ini Luke masih terlihat
baik dan sama sekali belum bertindak kasar padaku walau diluarnya aku tidak tau
bagaimana kehidupannya.
“Alex, maafkan aku. Aku harus
pulang.” Ucapku.
Ku lihat kekecewaan di wajahnya dan
ini salahku. Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Aku sangat mencintai Alex
tetapi wajah Luke yang selalu hadir di pikiranku. Aku tidak pernah menginginkan
Luke, menyukai Luke tapi mengapa seakan-akan Luke yang menginginkan aku yang
seperti itu? Mengapa seakan-akan Luke menginginkan aku menyukainya? Ini hanya
sebuah firasat tapi kurasa firasatku tidak benar. Aku tidak mengenal Luke dan
Luke tidak mengenalku.
“Baiklah. Aku akan mengantarmu
pulang.” Ucap Alex.
Suara Alex terdengar berbeda dan aku
takut jika hubunganku dengan Alex menjadi tidak baik. Aku takut jika Alex
mengakhiri hubungan ini dan aku akan menyesal seumur hidup. Tapi sekali lagi,
aku tidak bisa menerjemahkan perasaan apa ini. Luke dan segala hal yang tidak
bisa aku mengerti. Apa sebaiknya aku yang memulai pembicaraan dengannya?
***
Malam harinya aku menangis dan
teman-temanku merasa simpati padaku. Aku menangis sambil memeluk bantalku
memikirkan semua masalah-masalah yang aku alami. Ternyata semua ini tidak
seindah yang aku bayangkan. Sebaiknya aku tetap berada di Indonesia dan menunggu
kelulusan Alex. Di London akan bertambah semakin menyakitkan. Aku ingin pulang.
Really, I wanna back to my home.
“Farah, kalau seperti ini jadinya,
hubunganmu dengan Alex tidak akan berjalan normal.” Ucap Lily.
Ya, Lily benar. Bahkan sejak pertama
kali kami pacaran aku merasa hubunganku dengan Alex tidak berjalan normal. Kami
jarang bertemu dan itu membunuhku. Kami menjalani hubungan jarak jauh yang
sangat menyakitkan. Seharusnya Alex ada di sisiku di setiap aku membutuhkannya.
Alex hanya bisa mengirimiku pesan. Itu sama sekali tidak bisa menghiburku
disaat aku sedih.
“Luke yang salah! Wajahnya terlalu
tampan dan gayanya sok cool gitu.” Ucap Marie.
Mendengar ucapan Marie, Lily, Corine
dan Chloe langsung menjitaknya dan Marie memasang wajah tanpa dosa. Aku tertawa
dalam diam melihat aksi teman-temanku. Setidaknya aku mempunyai teman seperti
mereka. Tapi apa iya semua itu karena ketampanan Luke dan gayanya? Tidak.
Selama ini aku tidak pernah menilai cowok dari tampangnya. Aku menyukai cowok
karena sikapnya yang baik pada wanita, seperti Alex. Dia sangat sopan dan aku
menyukainya. Beda halnya dengan Luke. Pakaiannya kacau dan terlihat seperti
anak yang tidak pernah dirawat oleh orangtuanya.
“Coba jawab pertanyaanku, mana yang
lebih banyak kau pikirkan untuk saat ini, Luke atau Alex?” Tanya Chloe.
Luke atau Alex? Actually yang paling banyak aku pikirkan belakang-belakangan ini
adalah Luke dan seakan-akan aku sudah melupakan Alex. Kalau begitu apa artinya?
Apakah aku sudah tidak menyukai Alex lagi? Apakah aku beralih menyukai Luke?
Tidak! Jika aku menyukai Luke masalahku akan bertambah besar. Aku sama sekali
tidak mengenalinya dan dimana asalnya. Luke bukan warga Indonesia bahkan orang
Asia. Kalaupun Luke menyukaiku, tidak mungkin kami bisa menjalin hubungan.
“Luke.” Jawabku.
“Nah artinya kau menyukai Luke dan
kau tidak lagi menyukai Alex.” Ucap Chloe.
Aku menghela nafas panjang. “But how? Selama ini aku mati-matian
menjaga cintaku pada Alex dan pada saat aku bertemu dengan Alex, aku malah
menyukai cowok lain. Love is a fuck!”
Ucapku kesal sambil melempar bantalku.
Corine memegang pundakku. “Tenanglah
Farah. Masih ada kami. Tujuan utamamu kemari kan untuk belajar? So jangan pikirkan yang lain. Kalau kau
tidak siap bertemu Alex, jangan dulu bertemu dengannya. Seandainya Alex curiga
ya bagaimana lagi? Kalau kau sudah tak lagi mencintainya, kau tidak akan merasa
sakit jika Alex memutus hubungan ini.” Ucapnya.
Tidak lagi mencintai Alex? Bagaimana
bisa? Perasaan saat aku tiba di London aku sangat menikmati hari-hariku bersama
Alex dan aku merasa tidak ingin kehilangannya. Waktu itu aku sangat
mencintainya. Tapi sekarang? Luke. Dia memiliki sebuah mantra yang hebat yang
dapat membuatku menjadi seperti ini walau Luke tidak pernah menyadarinya. Jadi,
apa yang harus aku lakukan? Apa aku mengikuti saran Corine untuk tidak bertemu
Alex dan membuat tenang hatiku untuk sementara?
Tapi bagaimana bisa tenang jika ada
Luke di sampingku?
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar