expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 18 Maret 2016

Summer 2015: ( 19 ) Untitled ( How Could This Happen To Me? )



            I open my eyes I try to see but I'm blinded by the white light

I can't remember how I can't remember why

I'm lying here tonight and I can't stand the pain

And I can't make it go away no, I can't stand the pain


How could this happen to me? I made my mistakes

Got nowhere to run the night goes on

As I'm fading away I'm sick of this life

I just wanna scream how could this happen to me?”

***

Katanya tadi Luke mau pergi ke toilet sebentar dan aku harus menunggu di parkiran. Banyak yang pulang dan beberapa dari mereka menyapaku. Aku sempat melihat Lily bersama Damian. Aku berusaha menahan rasa kantukku dan berharap secepatnya Luke kembali dan mengantarku pulang.

“Farah..”

Suara Michael! Aku kaget mendapati Michael yang hanya seorang diri tanpa ditemani pasangannya. Kulihat Michael sangatlah tampan dan rambutnya disisir dengan rapi. Warna rambutnya sekarang adalah hitam dan nampak sopan. Aku tersenyum melihat Michael namun cowok itu terlihat tidak bahagia. Aku teringat saat tak sengaja bertatapan dengan Michael yang memang sama sekali tidak bahagia.

“Kau kenapa? Dimana pasanganmu?” Tanyaku.

Michael terdiam sesaat. “Pulang sama aku yuk.” Ucapnya.

Tanpa sepersetujuanku, Michael menarik tanganku tapi cepat-cepat aku melepaskannya. Michael kenapa? Baru kali ini aku melihat Michael yang tidak sopan dan sedikit kasar. Aku yakin cowok itu sedang mendapat masalah yang serius dan aku ingin sekali membantunya karena Michael sudah begitu baik padaku. Kemudian, sosok yang aku tunggu sejak tadi sudah tiba. Luke. Luke menatap Michael tidak suka lalu dia menarik tanganku dan masuk ke dalam mobilnya. Perasaanku menjadi tidak enak. Apakah Luke dengan Michael sedang tidak baikan?

“Mike kenapa, Luk?” Tanyaku.

Percuma bicara dengan Luke. Cowok itu terlihat dingin dan lebih memfokuskan diri ke depan, dan aku tersadar. Aku tersadar bahwa Luke mengendarai mobilnya berlawanan dengan arah pulang menuju asrama. Jantungku berdebar-debar. Akankah Luke akan membawaku ke dalam dunianya? Tidak. Aku tidak mau hal itu terulang lagi. Saat itu aku masih beruntung karena diselamatkan oleh Ashton.

“STOPP !!!” Teriakku.

Sekeras aku berteriak, Luke tetap menjalankan mobilnya. Malah cowok itu mempercepat kecepatan mobilnya sehingga mobilnya berada di kecepatan rata-rata. Aku menjadi merinding. Kulihat Luke yang dengan tanpa ekspresi dan terlihat sama sekali tidak mempedulikanku. Aku memejamkan mataku. Perasaanku semakin tidak enak. Terutama saat Luke memarkirkan mobilnya di sebuah rumah yang sedikit menakutkan dan rasanya aku seperti tengah diculik oleh Luke.

“Cepat keluar!” Bentak Luke.

Rasanya aku ingin menangis. Aku keluar sambil memperbaiki gaunku yang cukup berantakan. Kemudian Luke menarik paksa tanganku dan aku tampak pasrah saja dengan kelakuannya yang tidak manusiawi. Rumah yang kami masuki terasa damai dan tentu saja gelap. Luke benar-benar gila. Dan saat Luke membuka pintu yang aku yakini adalah sebuah kamar, Luke mendorongku dan aku terjatuh sambil menahan kesakitan yang aku rasakan. God! Malam ini Luke sangat tampak berbeda dari biasanya. Malam ini Luke terlihat seperti monster. Aku duduk dengan cara meringkuk dan air mataku sudah tidak bisa aku tahan lagi. Aku benar-benar ketakutan saat ini.

Dia mendekatiku. Luke mendekatiku dan menatapku dengan lekat. Aku mengangkat wajahku dan menemukan wajahnya dalam kegelapan. Sekarang apa yang ingin kau lakukan Luke? Saat ini hanya ada kami berdua, di kamar ini. Otak gilaku mulai bekerja. Aku sering menonton film Barat yang banyak sekali adegannya terutama Fifty Shades of Grey dan aku takut jika hal itu terjadi padaku. Ketakutanku semakin menjadi-jadi saat Luke memegang pipiku namun sentuhan tangannya terasa lembut. Hal itu membuatku menjadi tenang. Nafasku kini menjadi normal. Luke menyeka air mataku yang membekas di pipiku.

Selanjutnya, Luke merubah posisi duduknya dan cowok itu sudah duduk disampingku. Entah apa yang membuatku langsung menjatuhkan kepalaku di atas bahunya. Sungguh aku merasa sangat nyaman dengan posisi seperti ini padahal tadi aku sangat ketakutan. Tiba-tiba saja lampu menyala dan aku bisa melihat wajah tampan Luke dengan jelas. Luke tersenyum padaku. Sekali lagi aku tidak bisa membaca pikirannya. Luke memelukku dengan erat dan rasanya… Ah aku sulit untuk menjelaskan namun satu hal yang aku tau bahwa nafsu-lah yang saat ini berperan baik aku maupun Luke dan aku tidak peduli. Aku tidak bisa menahan nafsu-ku bahkan aku menginginkan yang lebih. Dan saat Luke menciumku, aku tak segan-segan membalas ciumannya dan segala pikiranku hanya terisi dengan ciuman itu saja. Tidak ada hal lain yang aku pikirkan. Tidak ada. Aku benar-benar tidak bisa menjaganya karena aku sangat mencintai Luke dan ingin merasakan semuanya.

Kemudian, Luke menggendongku dan membaringkanku dengan lembut di atas kasur. Farah yang dikenal alim dan selalu menjaga diri tiba-tiba saja berubah menjadi gadis nakal yang mudah terbawa nafsu hanya karena Luke, tapi aku tidak peduli, dan aku bisa menebak hal apa yang selanjutnya terjadi. Aku tersadar karena asyik dengan pikiran kotorku bahwa Luke sudah membuka semua pakaiannya dan aku tersenyum malu. Tidak. Tidak semua cowok itu membuka pakaiannya karena Luke masih tau diri. Akupun membalas apa yang Luke lakukan. Dengan gerakan cepat dan tanpa keraguan, aku membuka gaunku dan aku menyisakan pakaian yang dapat membuat para cowok mabuk melihatnya. Sungguh pikiranku benar-benar tidak jernih dan aku tidak mempedulikan konsekuensi apa yang nantinya aku dapatkan.

Luke kini sudah berbaring tepat disampingku dan rasanya seperti.. Ah.. Aku tidak bisa menjelaskannya, sungguh. Intinya malam ini aku sangat bahagia dan melupakan semuanya. Aku dan Luke berhadapan sambil tersenyum. Aku membiarkan apa yang Luke lakukan padaku karena terlalu asyik dengan perasaan ini.

“Tampaknya kau sangat menikmatinya. Apa kau tidak merasakan kesakitan?” Tanya Luke.

Aku memejamkan mataku sebelum menjawab pertanyaannya. “Aku.. Aku bingung menjelaskannya tapi aku sangat bahagia. Aku tidak mempedulikan semuanya asalkan aku bahagia di malam ini bersamamu.” Ucapku.

Luke tersenyum dan cowok itu melakukan hal yang lebih parah lagi namun lagi-lagi aku tidak peduli. Kami berdua sama-sama menikmatinya tanpa memikirkan hal lain. Aku sangat mencintaimu Luk apapun yang terjadi. Entahlah kapan aku tertidur dengan pulas yang jelas malam ini aku sangat bahagia. Sangat bahagia!

***

Berat. Ketika ku buka kedua mataku rasanya sangat berat. Namun aku berhasil membuka kelopak mataku dan aku merasakan sakit di kepalaku. Dan sakit di ( you know what I mean ). Sebisa mungkin aku mengingat kejadian yang telah aku lakukan. Astaga! Aku baru ingat kemarin malam aku dan Luke telah.. Fuck! Cepat-cepat aku duduk dan rasa sakit itu bertambah namun sebisa mungkin aku menahannya. Dan aku kaget menyadari diriku yang telanjang bulat tanpa memakai apa-apa padahal saat aku melakukannya bersama Luke aku tidak telanjang seperti ini. Lalu dimana Luke? Aku melindungi tubuhku dengan selimut tebal dan aku merinding saat menemukan bercak-bercak darah di sprei. Tiba-tiba saja air mataku menetes. Apa yang sudah aku lakukan bersama Luke adalah dosa besar dan aku tidak bisa mengembalikan semuanya. Aku sudah tidak suci lagi dan Luke yang merengut kesucianku. Dan bagaimana jika aku hamil? Astaga! Tiba-tiba bayangan Mom dan Dad menari-nari di pikiranku dan jika saja mereka tau….

Deg. Aku tersentak saat menemukan Luke yang baru saja keluar dari kamar mandi. Aku tersenyum miris melihat tubuhnya yang benar-benar.. dan itu-nya… Fuck, fuck, fuck! Luke menatapku dengan tatapan aneh dan cowok itu melemparkan handuk yang dia gunakan dan handuk itu tepat mengenai wajahku. Langsung saja aku membuang handuk itu.

“Luke apa yang sudah kau lakukan padaku?” Tanyaku dengan suara bergetar.

“Kau sudah tidak perawan lagi.” Jawab Luke datar.

Sial. Air mataku keluar dan rasanya aku ingin menangis sekencang-kencangnya. Tidak. Itu bukan sepenuhnya salah Luke. Aku juga yang terlalu terobsesi dengannya dan mau menuruti nafsu-ku sehingga jadilah diriku yang ini. Luke datang mendekatiku dan cowok itu duduk disampingku sambil membelai rambutku dengan lembut, namun hal itu tidak membuatku lebih baik.

“Sebaiknya kau mandi. Aku sudah menyediakan baju untukmu.” Ucap Luke.

Aku menatapnya dengan air mata. Kemudian Luke bangkit dan memakai baju-nya dengan lengkap. Luke menatapku dengan heran karena aku belum juga bangkit. Entahlah, aku tidak tau apa yang aku inginkan saat ini.

“Apa kau mau mandi bersamaku?” Goda Luke.

Aku cemberut lalu mengambil handuk dan cepat-cepat masuk ke dalam kamar mandi. Air dari shower mampu membuat tubuhku menjadi segar. Kemarin malam adalah kesalahan terbesarku dan aku tidak tau bagaimana caraku menjelaskan pada orangtuaku mengenai diriku yang tidak perawan lagi. Apa aku berbohong pada mereka kalau aku diperkosa oleh laki-laki nakal atau mengatakan yang sejujur-jujurnya? Setelah lama bermain bersama pikiran, aku keluar dari kamar mandi dan mendapati Luke yang sedang membuka laptop.

“Apa kau menganggap semua yang terjadi hanyalah kesalahan kecil saja?” Tanyaku.

Luke membalikkan badannya dan rasanya aku mati rasa menatap mata birunya itu. “Actually, kemarin malam aku tidak bisa menahan nafsuku. Kau terlalu menarik bagiku dan kau masih perawan. Selama ini aku tidak pernah tidur bersama gadis yang masih perawan.” Ucap Luke.

“Dan kau memanfaatkan nafsumu untuk menghancurkanku! Kau jahat, Luk! Teganya kau merenggut hal berharga yang aku miliki. Bagaimana jika aku hamil?” Ucapku. Dan lagi aku menangis.

“Aku siap menikahimu.” Jawab Luke santai.

Aku benar-benar kesal dengan Luke. Alhasil aku membuka handuk yang melindungi tubuhku dan aku membuang handuk itu jauh-jauh. Aku menatap diriku di depan cermin. Diriku tanpa busana sedikitpun. Sialnya Luke melihatku dan cowok itu bukannya kaget, cowok itu malah tersenyum.

“Tubuhmu sangat indah. Kau juga harus menjaga tubuhmu itu. Aku rasa kemarin malam kau sangat menikmatinya dan tidak mau memikirkan apapun. Asal kau tau Farah, jika saja malam itu kau menolak nafsu-ku dan memilih untuk memohon dan menangis, aku bersumpah tidak akan melakukannya padamu karena aku masih punya hati. Tapi kau malah membuatku semakin bersemangat untuk melakukannya.” Jelas Luke.

Aku tidak bisa berbicara apa-apa lagi. Salahku juga yang mau saja melayani Luke. Cepat-cepat aku memakai pakaianku dan meninggalkan kamar itu. Aku ingin pulang ke asrama dan menangis sambil bercerita pada Lily, Marie, Corine dan Chloe mengenai kejadian apa yang telah terjadi pada malam itu.

God! How could this happen to me?

***

            Berkali-kali Marie mencoba menenangkanku tetapi aku belum bisa berhenti menangis sampai malam ini. Aku menangis dan rasanya sia-sia saja. Aku tetaplah cewek yang sudah tidak suci lagi. Awalnya Marie dan lainnya kaget dengan ceritaku namun mereka bisa mengerti karena setiap manusia terkadang sulit untuk menahan nafsu-nya. Aku belum menceritakan hal ini pada Michael dan aku tidak mau Michael tau. Jika saja Michael tau, maka Michael akan marah besar dan membenci Luke hanya karena aku.

            “Aku takut kalau aku hamil.” Tangisku.

            Lily membelai lembut rambutku. “Separah itukah kau melakukannya bersama Luke?” Tanyanya.

            “Sangat parah, tapi aku sangat menikmatinya. Namun kenikmatan itu berujung dosa besar dan aku tidak dapat mengembalikan diriku ke awal.” Jawabku.

            “Luke memang sangat menarik. Mana ada cewek yang menolak ajakannya untuk tidur bersamanya? Tapi Farah, lupakan saja. Jangan menangis terus-terusan seperti ini. Kurasa kau harus melupakan Luke. Aku takut sesuatu yang lebih besar terjadi lagi padamu kalau kau tidak melupakan Luke.” Ucap Corine.

            Tidak. Meski Luke yang telah melakukan ini padaku, aku tidak bisa membencinya. Tidak. Aku masih mencintainya dan rasanya aku ingin mati saat ini juga. Aku menderita karena mencintainya. Tapi bukankah cinta itu anugerah dan kau akan merasa bahagia karena cinta? Sampai kapan aku bisa lepas dari perasaan ini? Kapan aku bisa melupakan Luke?

            Malam yang begitu hancur dan menyakitkan. Rasanya ingin berteriak dan marah kenapa Tuhan membuat hidupku menjadi seperti ini. Semua itu karena ajakan bersekolah di London dan karena musim panas sialan itu. Yeah! I hate summer! Tinggal dua bulan lagi aku meninggalkan kota yang membuatku hancur, namun aku tidak tau apakah aku bisa diterima lagi untuk tinggal bersama kedua orangtuaku. Aku benar-benar hancur sekarang.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar