“I don’t wanna hear that I’m too
young
To know it’s love that makes me feel
this way
Cause I don’t have to feel the heat
of the sun
To know it’s shining on me everyday
When it’s warm outside and the look
in your eyes
Is longing to show me the way I don’t
want to wait
Just one kiss from you and suddenly I
see the road laid out in front of me
You give me strength, you give me
hope
And when you hold me in your arms you
make me whole
And I don’t know just what I would do
Without one kiss from you..”
***
Tak ku sangka sudah tiga minggu aku berada di London dan hampir satu
bulan. Tidak ada yang menarik. Mungkin hanya dengan Luke. Aku masih
mengaguminya bahkan semakin mengaguminya. Hubungan Luke dengan Ary tetap
berjalan seperti biasanya dan sepertinya mereka semakin lengket. Mustahil
bagiku untuk menganggu hubungan mereka. Terkadang, Luke membuatku senang dan
terkadang Luke membuat hatiku sedih. Sudah aku katakan Luke memiliki dua
kepribadian yang berbeda.
Aku masuk ke kelasku dan menaruh tasku. Luke belum datang dan aku mencoba
untuk tidak peduli. Belakang-belakangan ini Luke sering terlambat masuk
sekolah. Entah apa karena dia senang begadang hingga larut tentunya bersama
pacarnya itu. Aku juga tidak jarang menemukan kemalasan di wajah Luke dan kuperhatikan
Luke sering menguap. Seandainya aku bisa merubah gaya hidup Luke walau itulah
kehidupan Luke yang sebenarnya, yang sangat bertolak belakang dengan hidupku.
Luke datang dan aku mencoba untuk cuek. Sungguh. Aku selalu tidak bisa
menebak sikapnya yang cepat sekali berubah. Sudah aku katakan, Luke bisa
menjadi seorang malaikat penolong, dan Luke bisa menjadi seorang iblis yang
begitu kejam. Tentu saja perasaanku seperti sebuah ombak dan aku bingung
bagaimana menjelaskannya. Tiga bulan lebih seminggu jika musim panas lama
berakhir tetapi jika musim panas cepat berakhir, maka aku lebih cepat pulang ke
Indonesia dan tidak akan lagi bisa bertemu dengan Luke. Jadi, apakah aku harus
menyatakan perasaanku sebelum kami berpisah?
Seorang guru datang dan aku merasa ada suatu hal yang penting yang akan
disampaikan oleh guru itu. Entah mengapa jantungku menjadi berdebar-debar.
Terlebih saat aku melihat Luke yang sibuk memainkan Iphone-nya. Aku
menyimpulkan Luke sedang berkirim pesan dengan Ary. Entahlah kapan hubungan
mereka berakhir dan rasa sakit hatiku akan berkurang. Saat ku tanya tentang
Ary, Luke selalu tidak suka dan dianggap aku sebagai anak yang ingin tau
kehidupan orang lain. Sebenarnya bagaimana bentuk hubungan mereka? Apakah Luke
benar-benar mencintai Ary?
“Selamat! Kalian akan terpilih untuk mengikuti drama dan kalian akan
tampil minggu depan. Tepatnya di awal Bulan Juli dan penampilan kalian akan di
tonton banyak orang.” Ucap guru itu.
Apa yang selamat? Justru aku sangat membenci hal itu. Pura-pura berakting
seperti artis dan akan tampil di depan panggung cukup membuatku mual. Aku tidak
mau dipilih dan tidak ingin tampil karena aku tau hasilnya akan buruk dan aku
sangat tidak berbakat dalam bidang akting. Seminggu yang akan datang sudah
memasuki bulan Juli. Artinya tinggal tiga bulan lagi atau bisa kurang aku
berada di London. Kenapa pikiran itu yang tiba-tiba muncul di otakku? Bukankah
seharusnya aku senang karena aku akan kembali bersama orangtua dan adik
bawelku? Tapi Luke…
“Kami sudah memutuskan suatu tema yang nantinya akan kalian perankan.
Yaitu… Snow White!” Ucap guru itu.
Snow White? Itu adalah kisah putri salju dan aku cukup menyukai kisahnya.
Ada banyak sekali film yang menayangkan kisah Snow White dalam berbagai alur
yang berbeda. Tentu saja aku tidak ingin berperan disana kecuali jika menjadi
peran tambahan aku mau-mau saja. Dan rasanya yang cocok menjadi pangerannya
adalah Luke. Pasti dia sangat tampan disana. Nah aku memujinya lagi dan
bagaimana jika Luke yang menjadi pangerannya? Pasti aku tidak akan sanggup
melihatnya beradu peran dengan sosok yang menjadi Snow White dan akan
dipastikan ada adegan ciumannya.
“Dan kami sudah memutuskan siapa saja yang akan bermain di peran ini.
Untuk Pangerannya, kami telah memilih Luke Hemmings dan yang menjadi Snow
White-nya adalah..”
Sial! Dugaanku benar dan kulihat Luke tampak kaget namun cowok itu tidak
berani protes. Aku tertawa dalam hati. Siapa tau kan Luke tidak pandai
berakting dan aku tidak bisa membayangkan saat penampilan nanti. Pasti Luke
terlihat memalukan dan aku bersumpah akan menganggunya sehingga dia tidak bisa
fokus dalam memainkan perannya.
“Farah Watson!”
APA??! Aku yakin sekali telingaku salah mendengar tapi guru itu menyebut
namaku. Artinya…. Aku tidak sengaja menatap Luke dan dia juga menatapku dengan
tatapan ketidakramahan. Mati aku! Kenapa harus aku? Dan kenapa harus Luke yang
menjadi pangerannya? Aku pasti akan malu nanti! Bahkan hanya latihan saja aku
tidak sanggup. Tuhan apa yang harus aku lakukan? Apa aku lari begitu saja?
Ku dengar keributan mulai ada dan sepertinya mereka tidak setuju jika aku
yang menjadi Snow White-nya. Sama, aku juga tidak setuju, dan Luke mungkin juga
tidak setuju. Mana mau dia akting denganku? Apalagi aku yang menjadi peran
utamanya dan dia pangerannya! Oh shit!
Bagaimana jika aku dan Luke… Sungguh aku sudah membayangkan bagaimana nanti dan
aku tidak tau bagaimana caranya lari dari semua itu. Tapi di dalam hatiku
mengatakan kalau inilah kesempatan besarku untuk bisa menjadi sosok yang sangat
dicintai oleh Luke walau hanya sebuah drama. Miris.
“Latihannya di mulai besok dan kalian semua berkumpul di aula karena
beberapa diantara kalian juga akan ikut bermain dalam drama itu.”
Aku ingin sekali muntah dan kepalaku mulai terasa sakit dan berputar-putar.
Sepertinya aku mendengar suara Marie yang heboh tapi otakku tidak bisa
meresponnya. Aku merasakan dua hal, pertama rasa ketakutan, jelas-jelaslah aku
merasa takut apalagi sebelumnya aku tidak pernah tampil di depan panggung dan
aku takut nantinya akan ditertawakan. Kedua, aku merasa bahagia karena you know-lah seperti yang sudah aku
katakan, ending kisahnya bahagia dan pastinya aku dijadikan sebagai
satu-satunya gadis yang ada di hati Luke.
“Farah, aku adalah gadis yang sangat beruntung!” Ucap Marie.
Beruntung? Batinku sedih.
***
Tepatnya di aula. Aku tidak terlalu
banyak bicara dengan teman-temanku dan aku menjawab pertanyaan mereka apa
adanya. Aku tau kalau aku sedang lemas dan berharap aku akan sakit. Tapi hatiku
menolak. Hatiku ingin aku bisa menjalankan peranku dengan baik dan tidak
mengecewakan semua orang. Dan alasan terbesarku adalah Luke. Ya, Luke. Jika
saja yang menjadi pangerannya bukan Luke, aku tidak mau berperan menjadi Snow
White, sungguh.
“Farah, kau sangat tidak cocok
disandingkan dengan Luke.”
Tidak tau itu suara siapa yang jelas
mereka kini membenciku. Apa? Aku tau kalau aku jelek dan tidak pantas
disandingkan dengan Luke. Aku ingin saja menangis dan aku merasa dipojokkan.
Seandainya Luke mau mendukungku aku yakin sekali aku sedikit lega dan baik-baik
saja. Tapi jika Luke seperti mereka, aku bertaruh kalau aku pasti menangis. Ya.
Aku menemukan Luke yang sedang duduk sendiri dan ada beberapa gadis yang
mencoba mendekatinya namun Luke menolak. Aku memberanikan diri duduk di sampingnya.
“Luke, ku harap sekali ini saja kau
mau bekerja sama denganku. Sungguh sebenarnya aku tidak ingin hal ini terjadi
tapi mau bagaimana lagi?” Ucapku jujur.
Luke menoleh ke arahku dan dia tidak
menampakkan ekspresi ketidaksukaan. Apakah saatnya Luke berubah menjadi
malaikat? “Bagiku, drama ini hanyalah sebuah lelucon dan aku tidak peduli. Aku
tidak peduli bagaimana jadinya nanti.” Ucapnya.
Aku menghela nafas panjang dan
terasa berat. “Tapi aku malu dan tidak yakin. Aku takut akan membuat mereka kecewa.
Sebelumnya aku tidak pernah memainkan sebuah peran, bahkan tampil di panggung.
Aku tidak bakat berakting dan mengapa mereka memilihku?” Ucapku. Kenapa rasanya
aku seperti curhat dengan Luke?
Luke terdiam sesaat. “Santa saja.
Kalaupun kau salah, mereka tidak akan memakanmu.” Ucapnya.
Mengapa Luke bisa sesantai itu? Aku
jadi kesal dengannya. Dia bisa saja menyembunyikan ekspresi kegugupannya tetapi
aku tidak bisa. Dan sampai sekarang aku masih belum bisa menebak apa yang ada
dipikiran Luke.
“Bagaimana jika ada adegan
ciumannya? Aku tidak mau!” Ucapku.
Demi Tuhan aku sudah menonton film
Snow White baik versi kartun maupun versi manusia dan adegan ciuman itu tentu
saja ada saat Snow White mati karena memakan apel beracun dan si pangeran
menciumnya. Tuhan.. Apakah aku sanggup jika Luke menciumku? Masalahnya aku sama
sekali tidak pernah berciuman.
Ku lihat Luke tersenyum sinis dan
itu membuat hatiku menjadi sakit. “Ciuman itu adalah hal yang biasa. Bahkan
kalau kau mau, kau bisa saja tidur denganku tanpa harus merasakan ketakutan.”
Ucapnya.
LUKE GILA!! Mengapa beralih ke tidur
dengannya? Astaga mengapa dipikiranku hal itu yang tiba-tiba terlintas? Aku tau
pergaulan Luke tidak baik dan aku tidak cocok bergaul dengannya. Dan aku berani
bertaruh Luke sudah sering tidur dengan Ary dan itu sudah menjadi hal yang
biasa bagi Luke. Sialan! Aku menyesal jatuh cinta dengan Luke karena bagiku
Luke adalah anak yang tidak baik, bahkan sangat buruk.
Setelah di beri arahan, kami mulai
berlatih tapi tidak terlalu mirip seperti yang dicontohkan oleh pelatih,
seperti pemanasan. Dan aku tertawa saat mengetahui Marie yang menjadi
penyihirnya yang nantinya akan memberikanku apel beracun. Sebenarnya jika aku
melakukannya dengan ikhlas dan tanpa beban, pasti semuanya akan terasa ringan.
Luke, ku harap dia mau bekerja sama denganku.
***
Hari ketiga latihan dan ku rasa kali
ini kami akan lebih serius. Di hari sebelumnya, Luke seperti tidak mau berperan
dalam perannya dan bersikap cuek padaku. Tentu saja Naura, pelatih kami tidak
suka dengan sikap Luke. Naura ingin Luke lebih serius dan setelah Naura
memarahinya, aku tidak bisa menahan tawaku karena wajah Luke amat lucu.
Sedangkan aku, kata Naura aktingku cukup bagus dan aku cocok dijadikan peran
sebagai Snow White.
Aku tersadar kalau tempat untuk
dijadikan panggung yang nantinya akan kami jadikan tempat untuk tampil sudah
siap dan jantungku berdebar-debar. Oh ayolah tinggal empat hari dan rasanya aku
ingin mati. Hari ketiga aku harus bisa serius dan melupakan semua sikap Luke.
Aku lihat Marie sudah berdandan mirip dengan seorang Ratu cantik dan dia adalah
Ibu tiriku. Make up-nya berhasil
membuat wajah Marie tampak dewasa.
“Tinggal kau yang belum berubah
menjadi putri salju! Ayo!” Ucap Naura.
Namanya adalah Katy dan dia jago
merias wajah orang. Tapi aku tidak mau dirias karena aku nantinya akan merasa
malu. Jujur saja aku tidak ingin menjadi putri salju atau lainnya. Tapi yak
arena paksaan akhirnya aku menurut dengan pasrah. Katy mengajakku masuk ke
dalam ruang make up dan ini pertama
kalinya aku dirias oleh orang.
“Kau sangat cocok menjadi putri
salju karena kau cantik. Dan Luke, dia juga sangat tampan dan cocok denganmu.
Aku saja kagum dengan wajahnya. Tapi sayang dia seperti tidak ingin bermain
dalam drama ini.” Ucap Katy.
Aku tidak mempedulikan ucapannya.
Aku lebih memilih terdiam dan pasrah dengan apa yang dilakukan Katy padaku.
Entah riasan apa yang digunakan Katy pada wajahku. Aku tidak peduli asalkan
wajahku tidak memalukan. Dan Luke, apa yang dia lakukan sekarang? Apa Luke
sudah berubah menjadi sosok pangeran tampan? Bagaimana jika tiba-tiba aku sesak
nafas melihatnya? Dan bagaimana jika aku pingsan melihatnya? Aku menjadi gugup
dan entahlah apa yang akan terjadi empat hari yang akan datang. Apakah
drama-nya akan kacau?
Saat aku menatap wajahku di cermin
bersama dengan gaun yang aku gunakan, ehem, jujur saja aku tampak aneh disana.
Pastinya aku sangat tidak menyukai gaun seperti ini. Namun disana wajahku
tampak berbeda. Mendadak aku jadi malu. Tuhan bagaimana ketika aku berhadapan
dengan Luke? Sanggupkah aku? Kalimat pertama apa yang nantinya akan dikatakan
oleh Luke saat melihatku seperti ini? Rasanya seperti mau menikah saja dan
aku-lah pengantin wanitanya dan Luke pengantin pria-nya. Oh God!
Setelah semuanya siap, aku dituntun
keluar oleh Katy dan saat aku melihat pemain yang lain ( untunglah aku tidak
menemukan Luke ) semuanya tanpa kedip memandang ke arahku. Rasanya seperti.. Ah
aku tidak tau bagaimana menjelaskannya yang jelas rasanya sangat aneh. Aku
seperti orang aneh yang dilihat semua orang tanpa kedip. Aku lucu ya?
“Oh
my God Farah! You look so argh!!”
Marie yang sudah berpenampilan
layaknya penyihir langsung berlari dan memelukku dengan erat sehingga aku sulit
untuk bernafas. Marie gila! Entahlah aku merasa semuanya gila dan aku tidak tau
mengapa tiba-tiba saja semuanya menjadi gila. Drama sialan ini-lah penyebabnya.
Jika tidak ada drama sialan ini tentu sejak kemarin kerjaan di sore hariku
hanyalah tidur saja dan mendengarkan lagu sepuas-puasnya tanpa harus memikirkan
drama dan segala tetekbengeknya.
“Sebaiknya kau lepaskan pelukanmu,
nanti penampilan Farah akan berantakan.”
Suara itu.. Bulu kudukku merinding,
juga Marie. Langsung saja Marie melepaskan pelukannya dan berusaha menutupi
warna merah yang ada di pipinya tatkala menatap Luke. Luke sialan! Tapi Tuhan..
Sebisa mungkin aku bersikap baik-baik saja dan menganggap makhluk dihadapanku
adalah makhluk biasa bukan malaikat. Begini saja aku sudah gugup apalagi pada
saat tampil nanti! Oh ayolah ku mohon aku ingin berganti peran. Aku ikhlas
menjadi kurcaci atau apalah.
“Kali ini kita latihannya serius
seakan-akan kita sedang berada di penampilan yang sesungguhnya. Dan soal ciuman
itu, mau tidak mau aku harus menciummu dan kau tidak boleh lari dariku.” Ucap
Luke.
Tatapan Luke sangat tajam dan aku
semakin meriding. Dicium Luke? Oh ayolah siapa sih yang tidak mau dicium oleh
cowok setampan Luke? Aku tidak henti-hentinya menatap bibir Luke dan melihat
ada lipring disana. Aku menelan
ludahku. Aku sama sekali belum pernah berciuman seperti yang sudah aku katakan
sebelumnya. Dan Luke yang akan merengut ciuman pertamaku? Bagaimana jika aku
tidak bisa lepas dari ciumannya? Lagi pikiranku mulai tidak waras. Luke memang
selalu membuat segala pikiranku menjadi tidak waras.
Latihan pun dimulai dan seperti apa
yang dikatakan Luke, kami berlatih dengan serius dan aku bisa menguasai
peranku. Aku heran mengapa aku bisa berbicara dengan lancar walau tentu saja
aku merasa gugup. Apalagi dipikiran kotorku mulai muncul pikiran tentang ciuman
Luke dan bagaimana rasanya. Dan saat Marie si penyihir memberikanku apel beracun,
aku memakannya dan aku pun terbatuk-batuk layaknya orang yang sedang keracunan
dan mati seketika. Disinilah jantungku mulai berdebar-debar hebat. Aku serasa
ingin pingsan. Entahlah bagaimana kisah selanjutnya. Aku hanya menunggu ciuman
itu datang dengan jantung yang berdebar-debar.
Deg.. Deg.. Deg.. Aku merasa Luke
sudah mendekatiku dan dia berbicara pada sahabat-sahabat kurcaci-ku dengan
suara yang sangat sedih. Suara Luke sangatlah lembut dan hatiku kembali
memaksaku untuk berusaha memilikinya. Akting Luke cukup bagus dan dia terlihat
santai dan cuek. Sama sekali aku tidak menemukan kegugupan di wajah Luke. Dan
ketika aku mendengar suara lembut Luke mengucapkan kalimat yang ingin membuatku
lari dari tempat ini juga, aku semakin memejamkan mataku dan keringat dingin
mulai membasahi wajahku.
“Well,
maybe I should kiss her. I hope she
will wake up and I promise to marry her and make her as my queen.” Ucap
Luke.
Kurasakan jarakku dengan Luke
semakin dekat. Perlahan aku merasakan tangannya yang meraih tanganku. Sial!
Tangan Luke begitu lembut dan ini pertama kalinya Luke menggenggam tanganku.
Lalu tangan lainnya menyentuh rambutku lalu turun menyentuh pipi kiriku.
Perutku mulai terasa sakit dan ingin sekali aku berteriak sekencang-kencangnya.
Dan saat aku merasakan helaan nafas Luke yang sangat begitu dekat…
Fuck!
Entahlah apa yang membuatku bangun dan kabur dari tempat itu dan tentu saja
menangis. Tidak peduli bagaimana make up-ku. Sungguh aku tidak siap dengan
adegan tadi. Aku tidak siap Luke menciumku walau aku ingin sekali. Tapi aku tau
diri. Walau ini hanya drama, aku merasa tidak pantas mendapatkan ciuman oleh
Luke, juga tentang pacarnya. Hatiku semakin hancur. Aku tidak peduli bagaimana
reaksi Luke melihatku kabur seperti pecundang. Aku masuk ke kamar mandi dan
menangis sekencang-kencangnya.
Sakit hati, kesedihan, kebencian,
senang, aku tidak tau tentang semua perasaan itu. Aku hanya ingin menangis dan
berharap tidak ada satupun yang menemuiku. Aku sudah muak dengan drama ini dan
tidak ingin tampil. Rasanya sakit sekali. Dadaku terasa sesak. Tapi apa
susahnya sih menjalankan peran dengan dicium oleh orang lain? Itupun hanya
sebentar bukan?
“Farah!
Farah please open the door! I wanna talk to you, please..”
Tangisku semakin parah tatkala
mendengar suara itu. Aku bisa mengaku kalau aku membenci Luke dan menyesal
bertemu dengannya, tetapi aku tidak bisa membohongi diriku kalau aku amat
mengaguminya dan jatuh cinta padanya. Nah perasaan apakah ini? Mengapa terasa
susah dan rumit? Aku tidak bisa membiarkan Luke masuk dan bagaimana dia bisa
menemuiku? Aku berada di kamar mandi wanita sedangkan dia laki-laki!
“Farah tolong buka pintunya. Aku
tidak tau mengapa hal tadi bisa terjadi. Ku mohon buka pintunya. Kau kan yang
bilang kalau kita harus bisa bekerja sama?”
Luke mengatakan kalimat keduanya
dengan nada permohonan yang sangat, seperti cowok yang ingin meminta maaf sama
ceweknya karena telah menyakiti ceweknya. Luke, apakah sekarang ini adalah diri
malaikat-nya yang berperan? Apakah diri jahat-nya sudah ditutup rapat untuk
sementara? Aku mengusap mataku dan berusaha untuk kuat. Kau pasti bisa Farah!
Ya. Aku putuskan untuk membuka pintu dan siap dengan segala konsekuensinya dan
juga rasa malu serta rasa bersalah yang amat besar.
“Nah gitu lebih baik. Kau jangan
lari begitu saja.” Ucap Luke sambil tersenyum.
Aku sangat menyukai senyum itu dan
lesung pipi di pipi kanannya membuat segalanya terasa lebih sempurna. Senyum
Luke begitu tulus dan tiba-tiba saja dia memelukku dengan erat. Pelukannya
sangatlah hangat dan aku ingin terus berada di dalam pelukannya. Jika semuanya
bisa berjalan seperti ini… Cukup lama Luke memelukku dan cowok itu masih saja
tersenyum. Apa sih yang ada dipikiran Luke?
Suasana menjadi hening. Luke terus
saja menatapku dengan tatapan yang sangat sulit aku artikan. Karena tidak kuat
menatap mata birunya, aku memilih untuk menunduk. Kemudian, Luke mengangkat
daguku dan tatapan kami bertemu. Aku berusaha untuk tetap tenang dan tidak
berteriak alay seperti Marie dan lainnya. Sekali lagi, apa sih yang ada
dipikiran Luke? Aku ingin menjadi Edward Cullen, si vampir yang bisa membaca
pikiran orang lain. Lalu, wajah Luke menunduk dan perasaanku mulai tidak enak.
Aku merasa Luke seperti ingin…
Rasanya dunia seakan-akan berhenti
berputar. Tidak tau kapan dan di detik berapa Luke, cowok yang sangat aku
kagumi menciumku dengan lembut. Aku mencintaimu, Luke! Teriakku dalam hati.
Tidak. Maksudku mencintaimu dengan dirimu yang saat ini, bukan dirimu yang
jahat dan tidak mau memikirkan perasaan orang lain. Aku tak segan-segan
membalas ciumannya dan Luke semakin dalam menciumku seakan-akan kita telah
ditakdirkan untuk hidup bersama. Aku melingkarkan tanganku di lehernya dan
menikmati di setiap detik berharganya. Entahlah berapa lama kami berciuman dan
rasanya seperti sebuah mimpi. Ini adalah ciuman pertamaku dan aku
mendapatkannya dari orang yang aku cintai, Luke.
Aku merasakan Luke mulai
melonggarkan jarak dan mencoba melepaskan bibirnya dari bibirku. Jujur saja,
aku agak kecewa dan bayangan tentang cewek Luke hadir di kepalaku. Bagaimana
jika si sialan Ary tau kalau kekasihnya mencium gadis lain? Apakah Ary akan
membencinku? Apakah aku akan bermasalah dengannya?
“Well,
ciuman pertama yang indah bukan? Ternyata kau amat pandai dalam hal berciuman.”
Ucap Luke sambil bercanda.
Langsung saja kedua pipiku memerah
mendengar suaranya. Satu ciuman darinya seperti telah menyelamatkan hidupku.
Aku menjadi siap dan yakin dengan peranku sebagai Snow White dan tentunya aku
akan siap dengan ciuman yang akan Luke berikan padaku nantinya.
Aku mencintaimu, Luke!”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar