expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 18 Maret 2016

Summer 2015: ( 12 ) One Kiss From You



I don’t wanna hear that I’m too young

To know it’s love that makes me feel this way

Cause I don’t have to feel the heat of the sun

To know it’s shining on me everyday

When it’s warm outside and the look in your eyes

Is longing to show me the way I don’t want to wait


Just one kiss from you and suddenly I see the road laid out in front of me

You give me strength, you give me hope

And when you hold me in your arms you make me whole

And I don’t know just what I would do

Without one kiss from you..”

***

Tak ku sangka sudah tiga minggu aku berada di London dan hampir satu bulan. Tidak ada yang menarik. Mungkin hanya dengan Luke. Aku masih mengaguminya bahkan semakin mengaguminya. Hubungan Luke dengan Ary tetap berjalan seperti biasanya dan sepertinya mereka semakin lengket. Mustahil bagiku untuk menganggu hubungan mereka. Terkadang, Luke membuatku senang dan terkadang Luke membuat hatiku sedih. Sudah aku katakan Luke memiliki dua kepribadian yang berbeda.

Aku masuk ke kelasku dan menaruh tasku. Luke belum datang dan aku mencoba untuk tidak peduli. Belakang-belakangan ini Luke sering terlambat masuk sekolah. Entah apa karena dia senang begadang hingga larut tentunya bersama pacarnya itu. Aku juga tidak jarang menemukan kemalasan di wajah Luke dan kuperhatikan Luke sering menguap. Seandainya aku bisa merubah gaya hidup Luke walau itulah kehidupan Luke yang sebenarnya, yang sangat bertolak belakang dengan hidupku.

Luke datang dan aku mencoba untuk cuek. Sungguh. Aku selalu tidak bisa menebak sikapnya yang cepat sekali berubah. Sudah aku katakan, Luke bisa menjadi seorang malaikat penolong, dan Luke bisa menjadi seorang iblis yang begitu kejam. Tentu saja perasaanku seperti sebuah ombak dan aku bingung bagaimana menjelaskannya. Tiga bulan lebih seminggu jika musim panas lama berakhir tetapi jika musim panas cepat berakhir, maka aku lebih cepat pulang ke Indonesia dan tidak akan lagi bisa bertemu dengan Luke. Jadi, apakah aku harus menyatakan perasaanku sebelum kami berpisah?

Seorang guru datang dan aku merasa ada suatu hal yang penting yang akan disampaikan oleh guru itu. Entah mengapa jantungku menjadi berdebar-debar. Terlebih saat aku melihat Luke yang sibuk memainkan Iphone-nya. Aku menyimpulkan Luke sedang berkirim pesan dengan Ary. Entahlah kapan hubungan mereka berakhir dan rasa sakit hatiku akan berkurang. Saat ku tanya tentang Ary, Luke selalu tidak suka dan dianggap aku sebagai anak yang ingin tau kehidupan orang lain. Sebenarnya bagaimana bentuk hubungan mereka? Apakah Luke benar-benar mencintai Ary?

“Selamat! Kalian akan terpilih untuk mengikuti drama dan kalian akan tampil minggu depan. Tepatnya di awal Bulan Juli dan penampilan kalian akan di tonton banyak orang.” Ucap guru itu.

Apa yang selamat? Justru aku sangat membenci hal itu. Pura-pura berakting seperti artis dan akan tampil di depan panggung cukup membuatku mual. Aku tidak mau dipilih dan tidak ingin tampil karena aku tau hasilnya akan buruk dan aku sangat tidak berbakat dalam bidang akting. Seminggu yang akan datang sudah memasuki bulan Juli. Artinya tinggal tiga bulan lagi atau bisa kurang aku berada di London. Kenapa pikiran itu yang tiba-tiba muncul di otakku? Bukankah seharusnya aku senang karena aku akan kembali bersama orangtua dan adik bawelku? Tapi Luke…

“Kami sudah memutuskan suatu tema yang nantinya akan kalian perankan. Yaitu… Snow White!” Ucap guru itu.

Snow White? Itu adalah kisah putri salju dan aku cukup menyukai kisahnya. Ada banyak sekali film yang menayangkan kisah Snow White dalam berbagai alur yang berbeda. Tentu saja aku tidak ingin berperan disana kecuali jika menjadi peran tambahan aku mau-mau saja. Dan rasanya yang cocok menjadi pangerannya adalah Luke. Pasti dia sangat tampan disana. Nah aku memujinya lagi dan bagaimana jika Luke yang menjadi pangerannya? Pasti aku tidak akan sanggup melihatnya beradu peran dengan sosok yang menjadi Snow White dan akan dipastikan ada adegan ciumannya.

“Dan kami sudah memutuskan siapa saja yang akan bermain di peran ini. Untuk Pangerannya, kami telah memilih Luke Hemmings dan yang menjadi Snow White-nya adalah..”

Sial! Dugaanku benar dan kulihat Luke tampak kaget namun cowok itu tidak berani protes. Aku tertawa dalam hati. Siapa tau kan Luke tidak pandai berakting dan aku tidak bisa membayangkan saat penampilan nanti. Pasti Luke terlihat memalukan dan aku bersumpah akan menganggunya sehingga dia tidak bisa fokus dalam memainkan perannya.

“Farah Watson!”

APA??! Aku yakin sekali telingaku salah mendengar tapi guru itu menyebut namaku. Artinya…. Aku tidak sengaja menatap Luke dan dia juga menatapku dengan tatapan ketidakramahan. Mati aku! Kenapa harus aku? Dan kenapa harus Luke yang menjadi pangerannya? Aku pasti akan malu nanti! Bahkan hanya latihan saja aku tidak sanggup. Tuhan apa yang harus aku lakukan? Apa aku lari begitu saja?

Ku dengar keributan mulai ada dan sepertinya mereka tidak setuju jika aku yang menjadi Snow White-nya. Sama, aku juga tidak setuju, dan Luke mungkin juga tidak setuju. Mana mau dia akting denganku? Apalagi aku yang menjadi peran utamanya dan dia pangerannya! Oh shit! Bagaimana jika aku dan Luke… Sungguh aku sudah membayangkan bagaimana nanti dan aku tidak tau bagaimana caranya lari dari semua itu. Tapi di dalam hatiku mengatakan kalau inilah kesempatan besarku untuk bisa menjadi sosok yang sangat dicintai oleh Luke walau hanya sebuah drama. Miris.

“Latihannya di mulai besok dan kalian semua berkumpul di aula karena beberapa diantara kalian juga akan ikut bermain dalam drama itu.”

Aku ingin sekali muntah dan kepalaku mulai terasa sakit dan berputar-putar. Sepertinya aku mendengar suara Marie yang heboh tapi otakku tidak bisa meresponnya. Aku merasakan dua hal, pertama rasa ketakutan, jelas-jelaslah aku merasa takut apalagi sebelumnya aku tidak pernah tampil di depan panggung dan aku takut nantinya akan ditertawakan. Kedua, aku merasa bahagia karena you know-lah seperti yang sudah aku katakan, ending kisahnya bahagia dan pastinya aku dijadikan sebagai satu-satunya gadis yang ada di hati Luke.

“Farah, aku adalah gadis yang sangat beruntung!” Ucap Marie.

Beruntung? Batinku sedih.

***

            Tepatnya di aula. Aku tidak terlalu banyak bicara dengan teman-temanku dan aku menjawab pertanyaan mereka apa adanya. Aku tau kalau aku sedang lemas dan berharap aku akan sakit. Tapi hatiku menolak. Hatiku ingin aku bisa menjalankan peranku dengan baik dan tidak mengecewakan semua orang. Dan alasan terbesarku adalah Luke. Ya, Luke. Jika saja yang menjadi pangerannya bukan Luke, aku tidak mau berperan menjadi Snow White, sungguh.

            “Farah, kau sangat tidak cocok disandingkan dengan Luke.”

            Tidak tau itu suara siapa yang jelas mereka kini membenciku. Apa? Aku tau kalau aku jelek dan tidak pantas disandingkan dengan Luke. Aku ingin saja menangis dan aku merasa dipojokkan. Seandainya Luke mau mendukungku aku yakin sekali aku sedikit lega dan baik-baik saja. Tapi jika Luke seperti mereka, aku bertaruh kalau aku pasti menangis. Ya. Aku menemukan Luke yang sedang duduk sendiri dan ada beberapa gadis yang mencoba mendekatinya namun Luke menolak. Aku memberanikan diri duduk di sampingnya.

            “Luke, ku harap sekali ini saja kau mau bekerja sama denganku. Sungguh sebenarnya aku tidak ingin hal ini terjadi tapi mau bagaimana lagi?” Ucapku jujur.

            Luke menoleh ke arahku dan dia tidak menampakkan ekspresi ketidaksukaan. Apakah saatnya Luke berubah menjadi malaikat? “Bagiku, drama ini hanyalah sebuah lelucon dan aku tidak peduli. Aku tidak peduli bagaimana jadinya nanti.” Ucapnya.

            Aku menghela nafas panjang dan terasa berat. “Tapi aku malu dan tidak yakin. Aku takut akan membuat mereka kecewa. Sebelumnya aku tidak pernah memainkan sebuah peran, bahkan tampil di panggung. Aku tidak bakat berakting dan mengapa mereka memilihku?” Ucapku. Kenapa rasanya aku seperti curhat dengan Luke?

            Luke terdiam sesaat. “Santa saja. Kalaupun kau salah, mereka tidak akan memakanmu.” Ucapnya.

            Mengapa Luke bisa sesantai itu? Aku jadi kesal dengannya. Dia bisa saja menyembunyikan ekspresi kegugupannya tetapi aku tidak bisa. Dan sampai sekarang aku masih belum bisa menebak apa yang ada dipikiran Luke.

            “Bagaimana jika ada adegan ciumannya? Aku tidak mau!” Ucapku.

            Demi Tuhan aku sudah menonton film Snow White baik versi kartun maupun versi manusia dan adegan ciuman itu tentu saja ada saat Snow White mati karena memakan apel beracun dan si pangeran menciumnya. Tuhan.. Apakah aku sanggup jika Luke menciumku? Masalahnya aku sama sekali tidak pernah berciuman.

            Ku lihat Luke tersenyum sinis dan itu membuat hatiku menjadi sakit. “Ciuman itu adalah hal yang biasa. Bahkan kalau kau mau, kau bisa saja tidur denganku tanpa harus merasakan ketakutan.” Ucapnya.

            LUKE GILA!! Mengapa beralih ke tidur dengannya? Astaga mengapa dipikiranku hal itu yang tiba-tiba terlintas? Aku tau pergaulan Luke tidak baik dan aku tidak cocok bergaul dengannya. Dan aku berani bertaruh Luke sudah sering tidur dengan Ary dan itu sudah menjadi hal yang biasa bagi Luke. Sialan! Aku menyesal jatuh cinta dengan Luke karena bagiku Luke adalah anak yang tidak baik, bahkan sangat buruk.

            Setelah di beri arahan, kami mulai berlatih tapi tidak terlalu mirip seperti yang dicontohkan oleh pelatih, seperti pemanasan. Dan aku tertawa saat mengetahui Marie yang menjadi penyihirnya yang nantinya akan memberikanku apel beracun. Sebenarnya jika aku melakukannya dengan ikhlas dan tanpa beban, pasti semuanya akan terasa ringan. Luke, ku harap dia mau bekerja sama denganku.

***

            Hari ketiga latihan dan ku rasa kali ini kami akan lebih serius. Di hari sebelumnya, Luke seperti tidak mau berperan dalam perannya dan bersikap cuek padaku. Tentu saja Naura, pelatih kami tidak suka dengan sikap Luke. Naura ingin Luke lebih serius dan setelah Naura memarahinya, aku tidak bisa menahan tawaku karena wajah Luke amat lucu. Sedangkan aku, kata Naura aktingku cukup bagus dan aku cocok dijadikan peran sebagai Snow White.

            Aku tersadar kalau tempat untuk dijadikan panggung yang nantinya akan kami jadikan tempat untuk tampil sudah siap dan jantungku berdebar-debar. Oh ayolah tinggal empat hari dan rasanya aku ingin mati. Hari ketiga aku harus bisa serius dan melupakan semua sikap Luke. Aku lihat Marie sudah berdandan mirip dengan seorang Ratu cantik dan dia adalah Ibu tiriku. Make up-nya berhasil membuat wajah Marie tampak dewasa.

            “Tinggal kau yang belum berubah menjadi putri salju! Ayo!” Ucap Naura.

            Namanya adalah Katy dan dia jago merias wajah orang. Tapi aku tidak mau dirias karena aku nantinya akan merasa malu. Jujur saja aku tidak ingin menjadi putri salju atau lainnya. Tapi yak arena paksaan akhirnya aku menurut dengan pasrah. Katy mengajakku masuk ke dalam ruang make up dan ini pertama kalinya aku dirias oleh orang.

            “Kau sangat cocok menjadi putri salju karena kau cantik. Dan Luke, dia juga sangat tampan dan cocok denganmu. Aku saja kagum dengan wajahnya. Tapi sayang dia seperti tidak ingin bermain dalam drama ini.” Ucap Katy.

            Aku tidak mempedulikan ucapannya. Aku lebih memilih terdiam dan pasrah dengan apa yang dilakukan Katy padaku. Entah riasan apa yang digunakan Katy pada wajahku. Aku tidak peduli asalkan wajahku tidak memalukan. Dan Luke, apa yang dia lakukan sekarang? Apa Luke sudah berubah menjadi sosok pangeran tampan? Bagaimana jika tiba-tiba aku sesak nafas melihatnya? Dan bagaimana jika aku pingsan melihatnya? Aku menjadi gugup dan entahlah apa yang akan terjadi empat hari yang akan datang. Apakah drama-nya akan kacau?

            Saat aku menatap wajahku di cermin bersama dengan gaun yang aku gunakan, ehem, jujur saja aku tampak aneh disana. Pastinya aku sangat tidak menyukai gaun seperti ini. Namun disana wajahku tampak berbeda. Mendadak aku jadi malu. Tuhan bagaimana ketika aku berhadapan dengan Luke? Sanggupkah aku? Kalimat pertama apa yang nantinya akan dikatakan oleh Luke saat melihatku seperti ini? Rasanya seperti mau menikah saja dan aku-lah pengantin wanitanya dan Luke pengantin pria-nya. Oh God!

            Setelah semuanya siap, aku dituntun keluar oleh Katy dan saat aku melihat pemain yang lain ( untunglah aku tidak menemukan Luke ) semuanya tanpa kedip memandang ke arahku. Rasanya seperti.. Ah aku tidak tau bagaimana menjelaskannya yang jelas rasanya sangat aneh. Aku seperti orang aneh yang dilihat semua orang tanpa kedip. Aku lucu ya?

            Oh my God Farah! You look so argh!!”

            Marie yang sudah berpenampilan layaknya penyihir langsung berlari dan memelukku dengan erat sehingga aku sulit untuk bernafas. Marie gila! Entahlah aku merasa semuanya gila dan aku tidak tau mengapa tiba-tiba saja semuanya menjadi gila. Drama sialan ini-lah penyebabnya. Jika tidak ada drama sialan ini tentu sejak kemarin kerjaan di sore hariku hanyalah tidur saja dan mendengarkan lagu sepuas-puasnya tanpa harus memikirkan drama dan segala tetekbengeknya.

            “Sebaiknya kau lepaskan pelukanmu, nanti penampilan Farah akan berantakan.”

            Suara itu.. Bulu kudukku merinding, juga Marie. Langsung saja Marie melepaskan pelukannya dan berusaha menutupi warna merah yang ada di pipinya tatkala menatap Luke. Luke sialan! Tapi Tuhan.. Sebisa mungkin aku bersikap baik-baik saja dan menganggap makhluk dihadapanku adalah makhluk biasa bukan malaikat. Begini saja aku sudah gugup apalagi pada saat tampil nanti! Oh ayolah ku mohon aku ingin berganti peran. Aku ikhlas menjadi kurcaci atau apalah.

            “Kali ini kita latihannya serius seakan-akan kita sedang berada di penampilan yang sesungguhnya. Dan soal ciuman itu, mau tidak mau aku harus menciummu dan kau tidak boleh lari dariku.” Ucap Luke.

            Tatapan Luke sangat tajam dan aku semakin meriding. Dicium Luke? Oh ayolah siapa sih yang tidak mau dicium oleh cowok setampan Luke? Aku tidak henti-hentinya menatap bibir Luke dan melihat ada lipring disana. Aku menelan ludahku. Aku sama sekali belum pernah berciuman seperti yang sudah aku katakan sebelumnya. Dan Luke yang akan merengut ciuman pertamaku? Bagaimana jika aku tidak bisa lepas dari ciumannya? Lagi pikiranku mulai tidak waras. Luke memang selalu membuat segala pikiranku menjadi tidak waras.

            Latihan pun dimulai dan seperti apa yang dikatakan Luke, kami berlatih dengan serius dan aku bisa menguasai peranku. Aku heran mengapa aku bisa berbicara dengan lancar walau tentu saja aku merasa gugup. Apalagi dipikiran kotorku mulai muncul pikiran tentang ciuman Luke dan bagaimana rasanya. Dan saat Marie si penyihir memberikanku apel beracun, aku memakannya dan aku pun terbatuk-batuk layaknya orang yang sedang keracunan dan mati seketika. Disinilah jantungku mulai berdebar-debar hebat. Aku serasa ingin pingsan. Entahlah bagaimana kisah selanjutnya. Aku hanya menunggu ciuman itu datang dengan jantung yang berdebar-debar.

            Deg.. Deg.. Deg.. Aku merasa Luke sudah mendekatiku dan dia berbicara pada sahabat-sahabat kurcaci-ku dengan suara yang sangat sedih. Suara Luke sangatlah lembut dan hatiku kembali memaksaku untuk berusaha memilikinya. Akting Luke cukup bagus dan dia terlihat santai dan cuek. Sama sekali aku tidak menemukan kegugupan di wajah Luke. Dan ketika aku mendengar suara lembut Luke mengucapkan kalimat yang ingin membuatku lari dari tempat ini juga, aku semakin memejamkan mataku dan keringat dingin mulai membasahi wajahku.

            Well, maybe I should kiss her. I hope she will wake up and I promise to marry her and make her as my queen.” Ucap Luke.

            Kurasakan jarakku dengan Luke semakin dekat. Perlahan aku merasakan tangannya yang meraih tanganku. Sial! Tangan Luke begitu lembut dan ini pertama kalinya Luke menggenggam tanganku. Lalu tangan lainnya menyentuh rambutku lalu turun menyentuh pipi kiriku. Perutku mulai terasa sakit dan ingin sekali aku berteriak sekencang-kencangnya. Dan saat aku merasakan helaan nafas Luke yang sangat begitu dekat…

            Fuck! Entahlah apa yang membuatku bangun dan kabur dari tempat itu dan tentu saja menangis. Tidak peduli bagaimana make up-ku. Sungguh aku tidak siap dengan adegan tadi. Aku tidak siap Luke menciumku walau aku ingin sekali. Tapi aku tau diri. Walau ini hanya drama, aku merasa tidak pantas mendapatkan ciuman oleh Luke, juga tentang pacarnya. Hatiku semakin hancur. Aku tidak peduli bagaimana reaksi Luke melihatku kabur seperti pecundang. Aku masuk ke kamar mandi dan menangis sekencang-kencangnya.

            Sakit hati, kesedihan, kebencian, senang, aku tidak tau tentang semua perasaan itu. Aku hanya ingin menangis dan berharap tidak ada satupun yang menemuiku. Aku sudah muak dengan drama ini dan tidak ingin tampil. Rasanya sakit sekali. Dadaku terasa sesak. Tapi apa susahnya sih menjalankan peran dengan dicium oleh orang lain? Itupun hanya sebentar bukan?

            Farah! Farah please open the door! I wanna talk to you, please..”

            Tangisku semakin parah tatkala mendengar suara itu. Aku bisa mengaku kalau aku membenci Luke dan menyesal bertemu dengannya, tetapi aku tidak bisa membohongi diriku kalau aku amat mengaguminya dan jatuh cinta padanya. Nah perasaan apakah ini? Mengapa terasa susah dan rumit? Aku tidak bisa membiarkan Luke masuk dan bagaimana dia bisa menemuiku? Aku berada di kamar mandi wanita sedangkan dia laki-laki!

            “Farah tolong buka pintunya. Aku tidak tau mengapa hal tadi bisa terjadi. Ku mohon buka pintunya. Kau kan yang bilang kalau kita harus bisa bekerja sama?”

            Luke mengatakan kalimat keduanya dengan nada permohonan yang sangat, seperti cowok yang ingin meminta maaf sama ceweknya karena telah menyakiti ceweknya. Luke, apakah sekarang ini adalah diri malaikat-nya yang berperan? Apakah diri jahat-nya sudah ditutup rapat untuk sementara? Aku mengusap mataku dan berusaha untuk kuat. Kau pasti bisa Farah! Ya. Aku putuskan untuk membuka pintu dan siap dengan segala konsekuensinya dan juga rasa malu serta rasa bersalah yang amat besar.

            “Nah gitu lebih baik. Kau jangan lari begitu saja.” Ucap Luke sambil tersenyum.

            Aku sangat menyukai senyum itu dan lesung pipi di pipi kanannya membuat segalanya terasa lebih sempurna. Senyum Luke begitu tulus dan tiba-tiba saja dia memelukku dengan erat. Pelukannya sangatlah hangat dan aku ingin terus berada di dalam pelukannya. Jika semuanya bisa berjalan seperti ini… Cukup lama Luke memelukku dan cowok itu masih saja tersenyum. Apa sih yang ada dipikiran Luke?

            Suasana menjadi hening. Luke terus saja menatapku dengan tatapan yang sangat sulit aku artikan. Karena tidak kuat menatap mata birunya, aku memilih untuk menunduk. Kemudian, Luke mengangkat daguku dan tatapan kami bertemu. Aku berusaha untuk tetap tenang dan tidak berteriak alay seperti Marie dan lainnya. Sekali lagi, apa sih yang ada dipikiran Luke? Aku ingin menjadi Edward Cullen, si vampir yang bisa membaca pikiran orang lain. Lalu, wajah Luke menunduk dan perasaanku mulai tidak enak. Aku merasa Luke seperti ingin…

            Rasanya dunia seakan-akan berhenti berputar. Tidak tau kapan dan di detik berapa Luke, cowok yang sangat aku kagumi menciumku dengan lembut. Aku mencintaimu, Luke! Teriakku dalam hati. Tidak. Maksudku mencintaimu dengan dirimu yang saat ini, bukan dirimu yang jahat dan tidak mau memikirkan perasaan orang lain. Aku tak segan-segan membalas ciumannya dan Luke semakin dalam menciumku seakan-akan kita telah ditakdirkan untuk hidup bersama. Aku melingkarkan tanganku di lehernya dan menikmati di setiap detik berharganya. Entahlah berapa lama kami berciuman dan rasanya seperti sebuah mimpi. Ini adalah ciuman pertamaku dan aku mendapatkannya dari orang yang aku cintai, Luke.

            Aku merasakan Luke mulai melonggarkan jarak dan mencoba melepaskan bibirnya dari bibirku. Jujur saja, aku agak kecewa dan bayangan tentang cewek Luke hadir di kepalaku. Bagaimana jika si sialan Ary tau kalau kekasihnya mencium gadis lain? Apakah Ary akan membencinku? Apakah aku akan bermasalah dengannya?

            Well, ciuman pertama yang indah bukan? Ternyata kau amat pandai dalam hal berciuman.” Ucap Luke sambil bercanda.

            Langsung saja kedua pipiku memerah mendengar suaranya. Satu ciuman darinya seperti telah menyelamatkan hidupku. Aku menjadi siap dan yakin dengan peranku sebagai Snow White dan tentunya aku akan siap dengan ciuman yang akan Luke berikan padaku nantinya.

            Aku mencintaimu, Luke!”

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar