expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 18 Maret 2016

Summer 2015: ( 26 ) Australia



            You never listen to me I know I’m better off alone

            Everybody know it’s true we all see through you

            No it won’t be hard to do throw away my stuff from you


            And I’ll wait for her to come she won’t break my heart

            Cause I know she’ll be from Australia

            She’s so beautiful, She’s my dream girl..”

***

            Kuliah hari ini cukup sampai disini. Aku merapikan buku-ku dan kumasukkan ke dalam tasku. Aku benar-benar bahagia saat ini. Entahlah apa yang membuatku bahagia. Sudah satu tahun aku kuliah dan rasanya amat menyenangkan. Aku mengambil jurusan Desain Grafis di University of Sydney. Hei.. Hei! Aku lupa menceritakan kalau Farah Sarasvati Waston setelah lulus SMA memutuskan untuk kuliah dan menetap di negeri kanguru itu, yaitu Australia. Mom dan Dad mendukung keputusanku walau mereka tetap tinggal di Indonesia. Tak apa. Masih banyak saudara-saudaraku yang tinggal di Sydney.

            Sekarang usiaku sembilan belas tahun dan beberapa bulan ke depannya menjadi dua puluh tahun. Mom dan Dad berjanji akan datang ke Sydney untuk merayakan ulang tahunku yang ke-20 tahun. Tapi bertambahnya umur, aku tidak merasakan perubahan apapun. Aku tetaplah Farah yang sikapnya seperti anak-anak. Namun hidup harus kita jalani dan kita tidak usah khawatir akan pertambahan usia.

            Aku memiliki dua sahabat yaitu Alison dan Joe. Kami sama-sama mengambil jurusan Desain Grafis. Entah bagaimana awalnya aku tertarik mengambil jurusan itu karena aku suka dengan seni. Setelah merapikan tas, Alison melambaikan tangan. Aku pun cepat-cepat keluar menemuinya lalu merangkulnya. Jarak antara rumah kami tidak jauh. Aku bisa berjalan kaki menuju rumah Alison. Rumah Joe baru jauh.

            “Umurmu sudah hampir dua puluh tahun dan kau masih belum punya pacar. Ngomong-ngomong, Andy tertarik tuh sama kamu.” Ucap Alison.

            Pipiku memerah mendengar ucapan Alison. Andy adalah kakak angkatanku dan dia sangat baik padaku. Mom sudah jatuh cinta pada Andy dan suka menjodoh-jodohkanku dengan Andy. Tapi sungguh, aku tidak jatuh cinta pada Andy. Aku hanya menyukainya sebagai teman. Entahlah mengapa sampai saat ini aku masih sendirian. Aku cukup takut dengan cinta dan tidak berani jatuh cinta. Kejadian kurang lebih dua tahun lalu yang membuatku takut menghadapi cinta dan hampir membuatku gila. Tapi aku sudah melupakan semuanya dan menjadi Farah yang ceria.

            Aku ingat saat tiba di Indonesia, aku langsung memeluk Mom, lalu Dad dan Rachel. Rachel amat merindukanku walau dia cukup nakal dan suka membuatku kesal. Perasaanku yang pada dasarnya masih sakit lama-kelamaan menjadi baik. Aku tidak menceritakan tentang “dia” pada Mom dan keadaanku yang sudah tidak perawan lagi. Biarlah itu menjadi rahasia-ku dan saat aku nikah nanti, aku baru membuka aib-ku dan yah, aku tak mau memikirkan itu. Zaman sekarang hanya sedikit cewek yang masih perawan.

            Di dekat cafee yang tak jauh dari kampus-ku, aku sengaja memasuki cafee itu sedangkan Alison dan Joe langsung pulang karena mereka kelelahan. Aku datang kesini hanya menumpang wifi gratis karena aku sedang membutuhkan sesuatu yang hanya bisa di cari di internet. Saat aku duduk di kursi cafee, pandanganku tak sengaja ku arahkan ke sebuah meja paling ujung tepat dimana seorang cowok berkaus hitam polos yang sedang bermain handphone. Aku mengerutkan keningku. Apa aku salah lihat? Tapi dia sangat mirip dengan..

            Tiba-tiba saja cowok itu menatapku. Jantungku berdebar-debar. Matanya sangat aku kenali dan mampu membuatku meleleh. Sepertinya cowok itu tampak kaget menatapku. Apa aku aneh? Lalu cowok itu mendatangiku. Perasaanku menjadi tidak enak. Aku takut, sungguh.

            “Farah?” Tanya cowok itu.

            Aku menatapnya. Pandangan kami bertemu. Mata birunya masih seindah dengan mata birunya yang terakhir aku lihat. Dia tersenyum. Senyuman-nya tidak berubah, bahkan aku bisa menemukan lesung pipi di pipi kanannya. Apakah dia? Mengapa dia bisa ada disini? Apa yang dia lakukan disini? Mengapa Luke ada disini?

            “Kau Farah kan?” Tanya cowok itu sekali lagi.

            Aku mengangguk pelan, mencoba menenangkan detakan jantungku yang nakal. Jadi Luke masih mengingatku. Ku kira dia sudah melupakanku. Semua memori yang sudah aku hapus hadir lagi. Semua kisah kami selama musim panas di London terulang kembali di otakku. Tentang kejadian mengerikan, tentang dia yang mengatakan bahwa dia mencintaiku, dan tentang dia yang tega sekali meninggalkanku tanpa sebab. Luke duduk di depanku dan rasanya tak sanggup menatap wajahnya yang dulu sangat aku puja mati-matian. Luke. Dia tetap sama dan tidak berubah. Tapi penampilannya jauh lebih dewasa dibanding penampilannya yang dulu. Perasaan cinta yang sudah lama aku hapus datang kembali. Tidak. Aku tidak boleh jatuh cinta lagi padanya.

            “Aku tak menyangka bisa bertemu disini. Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Luke.

            Aku menatapnya heran. Seharusnya aku yang menanyakan hal itu padanya. “Kau juga, untuk apa kau kemari?” Tanyaku.

            Luke tersenyum dan menahan tawanya. Astaga aku geregetan sekali. Ingin rasanya aku memeluk Luke mengingat dulu Luke sering memeluk dan menciumku dengan mesra. Tak ku sangka Tuhan mempertemukan kami lagi. Aku jadi ingat. Akhir dari kisah hidupku sangat menyedihkan dan inilah sekuel-nya. Aku dipertemukan kembali dengan Luke dan berharap akan terjadi suatu keajaiban.

            “Luke, aku kuliah disini. Sudah satu tahun aku kuliah di Sydney.” Jawabku.

            Luke melebarkan matanya. “Yang benar saja! Kenapa aku tak pernah melihatmu?” Tanyanya.

            Jujur saja aku tak mengerti dengan apa yang Luke katakan. Jadi Luke sering kesini? Jangan-jangan…

            “Keluargaku adalah keluarga full Australia dan aku tidak memiliki campuran apapun. Beda dengan Michael. Dia memiliki darah campuran yang beragam. Sialnya aku tak pernah memberitahumu darimana asalku dan aku hanya tau kau dari Indonesia. Tapi bukankah jarak antara Indonesia dengan Australia sangat dekat?” Ucap Luke.

            Mataku berkaca-kaca dan rasanya ingin menangis. Luke juga sama. Kami sama-sama bodoh karena tidak pernah bertanya tentang asal-usul satu sama lain. Michael juga. Ah aku sangat-sangat bodoh. Jika saja aku tau Luke adalah warga Australia, tidak mungkin Luke meninggalkanku karena aku juga ada campuran Australia meski kewarganegaraanku adalah Indonesia.

            “Luke.. Aku.. Aku tidak menyangka! Aku.. Ayahku adalah warga Australia dan Ibuku adalah warga Indonesia. Jadi..”

            Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, Luke langsung memelukku dan aku menangis dipelukannya. Sungguh aku sangat bahagia sekali. Pelukannya sama seperti pelukan yang dulu, tapi pelukan sekarang jauh lebih hangat. Ahya, Luke semakin tinggi saja dan tubuhnya lebih berbentuk dibanding yang dulu. Aku tersenyum. Luke yang sekarang adalah Luke yang lebih tampan dan dewasa dibanding Luke yang dulu. Banyak sekali pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya.

            “Maafkan aku Farah. Aku sangat menyesal karena sudah meninggalkanmu. Tapi aku disini. Aku berjanji untuk selalu ada di sisimu walau aku tidak tinggal di Sydney, tapi di Canbera karena aku kuliah disana. Tapi keluargaku tetap tinggal di Sydney. Jadi apa aku harus pindah kuliah agar bisa terus ada disampingmu?” Ucap Luke.

            Aku tertawa mendengar ucapannya. Jadi apakah Luke masih mencintaiku? Oh Tuhan! Betapa indahnya hidup ini. Aku mau menjadi kekasih Luke saat itu juga. Aku mencintainya dan akan terus mencintainya. Bahkan aku ingin cepat-cepat menikah dengannya.

            Marry me.” Ucap Luke.

            Sialan Luke. Aku baru berusia sembilan belas tahun dan dia sudah berani melamarku? Yang benar saja. Aku memukul bahunya dan Luke pura-pura kesakitan. Kemudian kami tertawa bersama-sama. Luke.. Tuhan memang sudah menakdirkan kalau kau dan aku akan dipertemukan lagi, terimakasih Tuhan…

            “Kalau aku menikah denganmu, di malam pertama akan terasa membosankan karena kau sudah pernah melakukannya padaku.” Ucapku malu sambil mengingat kejadian saat dimana Luke dan aku terbawa nafsu yang sudah tidak bisa kami atasi lagi.

            “Tapi kau mau kan menjadi bidadari-ku? Ayolah. Aku tak sabar untuk menciummu.” Ucap Luke.

            Apa hubungannya coba menjadi bidadari-ku dengan menciummu? Tentu Luke tau diri. Dia tak mungkin menciumku di cafee karena ramai. Jika saja kami bertemu di tempat yang sepi, tentu Luke sudah menciumku. Ah, aku sangat merindukan ciumannya.

            “Aku mau Luk menjadi seseorang yang penting dalam hidupmu. Awalnya sih aku merasa sakit karena perbuatanmu yang tega meninggalkanku. Tapi itu semua karena salah kita berdua. Jika saja aku tau kau berasal dari Australia, aku berani bertaruh kau tak akan meninggalkanku.” Ucapku.

            “Ya.. ya.. aku tau. Seharusnya aku menaruh curiga padamu. Tidak mungkin kau berdarah asli Indonesia dan pada akhirnya kau menemuiku, seharusnya aku yang menemuimu..” Ucap Luke.

            Setelah kangen-kangenan, Luke mengajakku menuju tempat yang agak sepi. Sialan Luke. Apa dia ingin menciumku dengan segala nafsunya? Aku takut kalau kami tidak bisa menjaga nafsu dan melakukan hal berbahaya seperti itu. Aku berjalan di samping Luke dan Luke menggenggam tanganku dengan erat. Luke benar-benar tinggi sekarang dan aku seolah-olah menjadi kurcaci. Entah tempat apa ini yang jelas cukup nyaman dan jauh dari keramaian. Aku menatapnya dan Luke memberikan senyuman manisnya.

            “Bolehkah aku bersandar di dada-mu?” Tanyaku malu-malu.

            Tanpa menjawab pertanyaanku, Luke langsung menarikku dan aku jatuh di dalam pelukannya. Aku jadi ingat di malam itu. Aku bersandar di dada Luke dan Luke menaruh dagunya di puncak kepalaku. Sungguh romantis. Sentuhan tangan Luke membuatku merinding. Aku memejamkan mataku. Aku rasakan ciuman hangat di puncak kepalaku. Luke.. Aku sangat mencintaimu.

            “Bagaimana kabar Mike, Calum dan Ashton?” Tanyaku.

            “Kabar mereka baik. Bahkan Michael sudah punya kekasih yang sangat cantik.” Jawab Luke.

            Aku bersyukur karena Michael sudah move on dan menemukan gadis yang pantas dia cintai. Tapi aku tak akan melupakan saat-saat dimana aku bersamanya, saat-saat dimana aku menjadi kekasihnya walau hanya dalam waktu yang singkat. Michael adalah sahabat baikku dan aku menyayanginya. Pelukan Luke terasa semakin erat dan aku benar-benar… ah sulit untuk dijelaskan. Ku harap aku bisa mengendalikan nafsu-ku dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Ku harap Luke juga seperti itu.

            “Besok aku akan kembali ke Canbera. Aku harap kau tidak gila karena tidak melihatku dalam beberapa minggu kedepannya.” Ucap Luke.

            Sedih rasanya mendengar ucapan Luke yang mengatakan kalau dia harus kembali ke Canbera. Tapi inilah hidup yang harus kami jalani. Aku jadi teringat dengan Alex dan hubungan jarak jauh kami yang sangat menyakitkan. Sydney-Canbera tidak semenyakit Indonesia-Inggris. Aku tentu sanggup dengan hubungan jarak jauh yang akan kami hadapi.

            “Tentu. Aku sudah biasa dengan hubungan jarak jauh karena aku sudah pernah mengalaminya.” Ucapku sambil tersenyum.

            Dengan gerakan cepat dan tidak diduga, Luke mencium bibirku dan tentu saja aku berani menantang ciumannya. Ciuman yang cukup lama dan merupakan candu bagiku. Suatu hal yang lebih dahsyat dibanding meminum alkohol. Ah aku ngomong apa ya? Aku dikenal alim di kampus tapi jika aku bersama Luke, aku seperti seorang jalang yang tak mau menjaga diri. Tapi aku berjanji untuk tidak melakukan hal buruk bersama Luke, aku janji. Ciuman kami berakhir dan ditutup oleh ciuman hangat di keningku. Lalu Luke menatapku dengan tatapan yang sangat lekat dan rasanya aku ingin.. Argh!!!

            “Bolehkah aku membuka pakaianmu?” Tanya Luke dengan suara menggoda.

            Aku langsung memukul bahunya. “Sialan kau, Luk. Jangan berani meruntuhkan pertahananku karena pertahananku cukup rapuh. Hanya melihat wajahmu saja aku sudah cukup lemah.” Ucapku.

            Luke tertawa lalu mengacak-acak rambutku. “Swear. Aku tidak akan menyentuhmu sebelum kita menikah. Aku janji.” Ucapnya.

            Kami sama-sama tertawa dalam kebahagiaan. Berkali-kali aku menyentuh pipinya dan hidungnya yang membuatku gemas. Iya Luk, aku juga berjanji untuk selalu menjaga diri dan jangan membuat pertahananku runtuh. Aku sangat mencintaimu dan aku tidak ingin kehilanganmu. Jadi, kita sama-sama menjaga pertahanan kita dan cinta kita. Ku harap hubungan kita baik-baik saja dan aku tidak ingin hubungan kita berakhir seperti hubunganku dengan Alex.

            Ya. Aku harap begitu.

***

THE END!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar