Aleisha’s POV
Semenjak Luke pacaran dengan Lea,
aku semakin dekat dengan Shawn. Dia sering menemuiku dan seakan-akan berusaha
untuk menghilangkan rasa sakit yang aku alami karena Luke. Tapi percuma saja.
Shawn bukan Luke dan Shawn tak akan pernah bisa menjadi Luke. Selama di kelas,
aku hanya bisa diam dan berbicara singkat dengan Luke. Saat Luke mengajakku ke
kantin, aku malah menolak. Gila apa aku ke kantin berdua dengannya sedangkan
Luke sudah memiliki pacar yang sudah menjadi Ratu di sekolah ini.
Sudah satu minggu mereka pacaran dan
selama itulah aku terus menahan rasa sakit yang aku rasakan. Aku menyibukkan
diri mengerjakan sesuatu yang dapat membuatku melupakan Luke ataupun berkhayal
bisa berbulan madu dengan idola-idolaku. Tapi aku tidak bisa. Ketika aku
mencoba menjauhkan Luke dari pikiranku, wajah Luke semakin menjadi-jadi dan itu
semakin membuatku sakit. Jadi tidak ada gunanya bersusah payah melupakan Luke.
Saat ini aku berada di perpustakaan
dan duduk di meja paling ujung seakan-akan aku sedang bersembunyi dari musuh.
Aku mencoba membaca novel yang aku temukan di rak buku. Tapi sayangnya aku
tidak ada nafsu membacanya. Kalimat-kalimat yang ada di novel itu berubah menjadi
rentetan nama Luke. Am I crazy? Yes! I am
crazy because I love him.
Aku beralih menatap buku dan
pulpen-ku. Aku mencoba menulis sesuatu yang kurasa akan berbuah menjadi lirik
lagu.
“You didn’t mean to kiss me, I didn’t mean to fall in love, you never
meant to hurt me, we never meant for it to mean this much..”
Berkali-kali aku membaca tulisanku
yang kurasa aneh dan tidak tepat. Lalu aku memikirkan lirik yang lain. Memang
sih kalau suasana hatiku sedang tidak baik aku suka menulis kalimat-kalimat yang
sedih.
“Hush
hush now, I wanted to keep you, forever next to me, you know that I still do,
and all I wanted was to believe..”
“Leish?”
Jantungku berdetak kencang saat
mendengar suara itu. Aku menoleh ke samping dan aku bisa melihat ada Luke
disini. Cepat-cepat aku menutup buku yang berisi lirik yang tadi aku tulis.
Buku itu aku sembunyikan di belakang tubuhku.
“Kau menyembunyikan sesuatu dariku.”
Ucap Luke.
Aku menatap Luke dengan heran dan
berusaha menahan air mataku. Kenapa Luke bisa ada disini? Seharusnya dia
bersama Lea, bukan bersamaku. Aku takut kalau Lea melihat kami berdua dia akan
marah padaku dan mengatakan kalau aku adalah penganggu hubungan orang. Lebih
baik aku merasa tersakiti daripada menjadi pengganggu hubungan orang.
Luke duduk di kursi yang ada di
dekatku. “Hei. Sikapmu berubah saat Lea datang kemari. Kau seakan-akan
menjauhiku.” Ucapnya.
Sebisa mungkin aku tersenyum dan
menganggap semuanya baik-baik saja. “Memangnya kenapa? Lucu tau kalau kau lebih
mengabiskan waktu bersamaku ketimbang Lea.” Ucapku dengan nada suara terdengar
lucu.
“Jadi kau menjauhiku karena kau
tidak ingin hal buruk terjadi antara aku dengan Lea?” Tanya Luke.
Luke memang ganteng, tapi dia bodoh
dan tidak peka! Teriakku dalam hati.
“Anak pintar. Kau sudah tau kan jadi
tidak ada salahnya aku memilih menjauhimu. Tapi tenang saja. Aku tidak akan
meninggalkanmu. Aku tetap menyapamu, marah-marah padamu, mengerjaimu walau
semua itu tidak seperti dulu sebelum Lea datang kemari.” Ucapku.
Luke terdiam, lalu dia memegang
tanganku. Mau-mu apa sih Luk? “Maafkan aku Leish. Tidak seharusnya aku menjadi
temanmu. Aku rasa kau seperti kehilangan seseorang yang berarti untukmu.”
Ucapnya.
Dia sedikit peka juga, oke. “Jadi
apa yang harus aku lakukan? Melupakanmu?” Tanyaku.
“Tidak, bukan itu maksudku. Kau
tetap sahabatku. Tapi jangan seperti berusaha menghindariku karena Lea.
Bersikaplah seperti kau adalah sahabatku, bagaimana?” Ucap Luke.
Aku mengangguk karena tidak tau apa
yang harus aku katakan ke Luke. Luke pun berdiri, sepertinya dia akan kembali
ke kelas atau menemui Lea tentu saja.
“Pulang sekolah nonton di bioskop
yuk? Aku sudah memberitahu ke Michael, Calum, Ashton dan Cassa. Ohya, kau boleh
mengajak Shawn. Kurasa kau cocok dengan Shawn. Kalau begitu aku pergi ya, dah
Leish..” Ucap Luke lalu pergi meninggalkanku.
Aku? Cocok dengan Shawn? Aku
tersenyum sedih. Seandainya begitu, aku ingin jatuh cinta dengan Shawn tapi aku
tidak bisa. Isi otakku hanyalah Luke, Luke dan Luke. Bisa-bisa aku kehilangan
akal dan menjadi orang gila sungguhan. Kemudian aku melanjutkan lirik yang tadi
sempat terhenti karena kedatangan Luke. Aku mulai menggerakkan pensil-ku di
atas buku.
“So
go on, live your life, so go on, say goodbye, so many questions but I don’t ask
why, so this time I won’t even try..”
Tes.. Tes…
Air mataku menetes membahasi tulisan
itu.
***
“Leish!”
Sebenarnya aku malas ikut dengan
mereka menonton bioskop. Walau aku suka film, tapi aku malas menonton bersama
mereka. Tidak ada Cassa lagi disini. Itu tadi suara Lea. Dia langsung
memelukku. Aneh. Seharusnya Lea tidak menyukaiku, tapi tak apa. Artinya aku
harus hati-hati kalau tidak aku akan membuat kepercayaan Lea padaku hilang.
“Sepertinya kalian sudah menjadi
teman yang baik.” Ucap Calum.
Aku memaksakan diri untuk tersenyum.
Aku ingin membalas ucapan Calum tapi keduluan Lea. “Dia sudah menjadi temanku,
benar kan Leish?” Tanyanya.
Aku hanya mengangguk. Lalu tiba-tiba
Luke berbisik padaku. “Kenapa kau tidak mengajak Shawn?” Tanyanya.
Aku menarik nafas dalam-dalam
sebelum menjawabnya. “Dia sedang berciuman dengan pacarnya.” Jawabku.
“Hah? Tidak mungkin Shawn memiliki
pacar.” Ucap Luke.
Kebetulan Lea membawa mobil jadi
kami tidak perlu naik motor. Luke duduk di depan dengan Lea. Aku baru tau kalau
Luke ternyata sudah bisa menyetir. Kalau begini caranya, untuk apa aku ikut?
Seharusnya aku biarkan mereka berdua tanpa ada yang menganggu. Tapi untunglah
ada Calum, Michael dan Ashton. Kalau seandainya mereka tidak ada aku bersumpah
langsung pulang ke rumah.
Setelah tiba, kami langsung berlari
ke area bioskop. Kami melihat jadwal film disana. Lea ingin menonton film yang
berjudul “Refrain” ( tau kan film Refrain yang pemerannya Afgan sama Maudy
Ayunda? Anggap aja itu film barat :v ). Refrain? Aku belum pernah menontonnya.
Aku harap film itu adalah film action, bukan film yang bisa bikin dada sesak.
Setelah membeli tiket dan popcorn, kami duduk di kursi yang paling
depan. Aku berada diantara Luke dan Michael walau sebenarnya aku tidak mau duduk
di samping Luke. Sebentar lagi film dimulai. Aku harap film-nya tidak sedih.
Film itu pun di putar. Apa? Mengapa
baru tiba di awal film itu menceritakan tentang sepasang sahabat yang sudah
berteman sejak kecil dan mereka tidak bisa dipisahkan satu sama lain? Rasanya
aku ingin kabur dari tempat ini. Tapi sebisa mungkin aku tahan. Film itu terus
berputar dan hatiku bagaikan diiris pisau melihat Niki yang adalah pemeran
utama cewek jatuh cinta dengan cowok bernama Oliver terus aku merasa si sahabat
Niki yang bernama Nata cemburu gitu melihat Niki sama cowok lain. Astaga….
Padahal Niki sama Nata itu cocok
walau menurutku si Oliver lebih ganteng daripada si Nata
*ehgantenganafganding*. Terus pas mau selesai, aku sempat meneteskan air mata
saat Niki sadar kalau cowok yang selalu ada untuknya itu adalah Nata bukan
Oliver. Tapi sayangnya Nata pergi meninggalkan Niki untuk kuliah. Jadi apakah
aku nantinya akan seperti Nata yang meninggalkan Niki? Jadi apakah aku akan
meninggalkan Luke?
Tapi sepertinya mereka akan
dipertemukan lagi. Niki berusaha mencari Nata di Austria-tempat Nata kuliah-
dan pada akhirnya Niki melihat Nata yang sedang bermain piano. Disana Nata
terlihat sangat tampan dengan jas hitam-nya sambil bermain piano. Suaranya juga
sangat indah, lagu yang dia nyanyikan juga sedih. Lalu akhirnya mereka bertemu.
Endingnya bahagia. Tapi aku tidak yakin dengan ending-ku apakah aku bahagia
atau tidak.
Setelah itu kami keluar dari bioskop
dan mencari makanan. Aku masih terlihat cengeng karena film itu. Seharusnya aku
tidak menonton film itu walau akhirannya bahagia.
“Si Alesh masih nangis.” Ucap
Michael.
Aku menatap Michael dengan kesal.
“Namaku Aleisha, bukan Alesh!” Bantahku. Lalu aku tak sengaja bertatapan dengan
Luke. Aku menggigit bibir bawahku. “Luk, aku pulang dulu ya.” Ucapku.
Luke menatapku heran. “Kenapa?
Mumpung kita ada disini, mumpung kau ditraktir makan gratis.” Tanya Luke.
“Tapi aku tidak enak makan. Aku
capek. Aku pulang dulu ya.” Ucapku.
Tanpa menunggu respon Luke, aku langsung
meninggalkan mereka. Film tadi mampu membuatku menangis seperti anak kecil,
ditambah dengan Luke, tangisanku menjadi semakin jelas. Bahkan sekarang aku
sedang menangis. Lalu tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang menarik tanganku.
Tangan itu adalah tangan Luke. Aku menutup mulutku menggunakan tanganku yang
lain.
“Kau aneh. Kenapa kau menangis? Apa
karena film tadi?” Tanya Luke.
Saat aku hendak menjawab pertanyaan
Luke, aku tidak sengaja melihat sosok cowok yang sudah tidak asing lagi bagiku.
Shawn! Shawn memang malaikat penyelamat bagiku. Dia selalu ada untukku saat aku
benar-benar bingung dengan keadaan yang aku alami.
“Shawn!” Teriakku.
Shawn menoleh dan sedikit kaget
denganku. Lalu dia berlari menemuiku. “Kau kenapa?” Tanya Shawn. Lalu dia melirik
Luke. “Kau apakah Aleisha sampai dia menangis seperti itu?” Tanyanya dengan
suara yang tinggi.
Luke nampak diam. Entah apa yang
sedang dia pikirkan. Kemudian dia melepaskan tangannya. Cepat-cepat aku menarik
tangan Shawn dan meninggalkan tempat itu.
“Kau tidak apa-apa?” Tanya Shawn.
“Ya, aku tidak apa-apa.” Jawabku.
“Bohong. Pasti karena Luke. Aku tau
Leish kalau kau menyukai Luke tapi kau tidak mau mengungkapkan perasaanmu
karena Luke adalah sahabatmu, juga Luke sudah memiliki pacar.” Ucap Shawn.
Aku menyesal ikut dengan Shawn, tapi
ini lebih baik dibanding saat aku bersama Luke. Shawn amat mudah menebak isi
hatiku. Aku kagum padanya. Jika saja aku bisa mencintai Shawn…
Shawn pun mengantarku pulang setelah
aku menolak makan siang dengannya.
***
Luke’s POV
Aku kembali setelah melihat Aleisha
pergi bersama Shawn. Jujur saja, hatiku sakit melihatnya menangis seperti itu.
Aku bingung dengannya dan aku tidak bisa menebak apa isi otaknya. Tiba-tiba
saja dia menangis. Film yang tadi kami tonton cukup sedih. Kurasa film itu
menceritakan kisah kami. Tapi aku sama sekali tidak menyimpan rasa pada
Aleisha, tidak tau dengan Aleisha. Ku harap gadis itu tidak menyimpan
sedikitpun perasaan padaku.
“Hei apa yang terjadi dengan
Aleisha? Dimana dia?” Tanya Calum.
“Dia pergi bersama Shawn.” Jawabku.
“Shawn? Sudah aku duga. Aleisha
menyukai Shawn.” Ucap Ashton.
Kemungkinan besar Aleisha menyukai
Shawn begitu pula sebaliknya. Dengan adanya Shawn, Shawn pasti bisa
menggantikan posisi-ku. Shawn akan banyak memiliki waktu bersama Aleisha jadi
Aleisha tidak kesepian lagi.
“Kuharap begitu.” Ucapku pelan.
“Hmm.. Sebaiknya kita bertiga
berpisah darimu. Kami tidak enak menganggu kebersamaan kalian.” Ucap Michael.
Baik aku maupun Lea tertawa. Aku meraih
tangan Lea lalu mengajak Lea mencari tempat makanan karena perut kami sangat
lapar.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar