expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 07 Juni 2016

Can't Have You ( Part 14 )



How about beach? I really need beach.” Ucap Michael.

            Kami memang bosan karena tugas sekolah yang selalu membuat kepala kami pusing. Sepertinya kami membutuhkan liburan. Aku rasa saran Michael tadi adalah saran yang tepat. Sore hari yang cerah ini enaknya pergi ke pantai sambil menunggu matahari terbenam. Cuaca-nya oke juga. Jadi di pantai nanti aku tak akan merasakan kedinginan.

            Dan pada akhirnya kami semua memutuskan untuk pergi ke pantai. Kurasa aku tidak perlu mandi dan memakai baju yang seksi. Aku tetap menggunakan kaus santaiku dan celana pendekku. Rumah-ku cukup dekat dengan pantai. Inilah enaknya tinggal di Sydney ataupun di Perth, kau tak akan jauh-jauh dari pantai. Tapi kami masih membutuhkan kendaraan untuk pergi ke pantai yang indah.

            Setiba di pantai, Cassa berteriak girang. Dia juga ikut dengan kami. Ya, kami memang sangat membutuhkan pantai. Setelah menemukan tempat yang nyaman, kami memasang tikar yang kami bawa dari rumah lalu mengeluarkan beberapa makanan. Tentu saja aku langsung mengambil makanan itu.

            “Siapa yang mau ikut bermain air denganku?” Tanya Cassa.

            Astaga dia benar-benar… Argh! Cassa hanya memakai pakaian dalam dan tubuhnya sangat terlihat jelas disana. Kalau aku sih memakai pakaian seperti Cassa di tempat seperti ini hanya akan membuatku malu. Aku memang gadis yang kuno.

            “Wau Cassa you look so hot!” Ucap Michael lalu berlari menuju Cassa.

            Kurasa mereka cocok menjadi sepasang kekasih. Warna rambut mereka kebetulan sama yaitu merah. Aku baru sadar kalau Michael, Calum dan Ashton sudah membuka baju mereka dan hanya menggunakan celana pendek. Sedangkan Luke, dia sama sepertiku. Cowok itu masih menggunakan baju yang tadi dia pakai dan tidak melepaskannya. Ku harap Luke tidak akan melepaskan bajunya.

            “Ayo kalian berdua! Jangan diam saja!” Teriak Ashton.

            C’mon Leish! Buka bajumu!” Teriak Cassa.

            Sialan Cassa. Mana mau aku membuka bajuku sedangkan tepat di sampingku ada Luke. Sebenarnya sih aku berani aja membuka bajuku kalau aku nekat. Tapi aku benar-benar malu untuk melakukannya.

            “Kau tidak mau bermain air? Seru lho.” Tanya Luke.

            “Sebenarnya sih aku mau. Tapi aku tidak mau membuka bajuku.” Jawabku malu.

            Luke tertawa. “Kau takut anak laki-laki disana bakal mabuk sama tubuhmu yang indah itu?” Godanya.

            Astaga darimana Luke bisa mendapatkan kata-kata itu? Tapi aku tau kalau Luke hanya bercanda. Dia memang suka membuat candaan namun berjung penggodaan seperti tadi. Kemudian, Luke mulai membuka bajunya dan oh! Aku menelan ludahku melihatnya yang half naked. Kemudian dia mengeluarkan celana pendek dan hendak menggantinya. Jangan! Jangan mengganti celana disini!

            “Kau tidak keberatan aku mengganti celanaku disini?” Tanya Luke.

            Aku mengangguk. Apa? Aku kelolosan mengangguk dan pasrah melihat apa yang Luke lakukan. Tapi aku memilih untuk mengalihkan pandang ke arah lain karena rasanya sangat tidak sopan melihat anak laki-laki mengganti pakaiannya. Setelah Luke selesai mengganti pakaiannya, sebisa mungkin aku menahan rasa malu-ku. Baru pertama kali aku melihat Luke dalam keadaan seperti itu.

            “Kau tidak ingin menelusuri pantai yang indah itu atau bermain air?” Tanya Luke.

            Aku menatap Luke bingung. Lalu aku tak sengaja menemukan kain pantai di tas Cassa. Kain yang cukup panjang. Mungkin kain itu bisa membantuku. Aku pun mengambil kain itu.

            Sure. Aku akan menggunakan ini. Tapi aku tidak mau membuka baju disini.” Ucapku lalu pergi meninggalkan Luke.

            Aku menemukan tempat ganti baju yang tidak jauh dari keberadaan Luke. Di tempat itu sudah disediakan cermin. Aku bisa melihat wajahku dengan jelas disana. Benarkah aku cantik? Cepat-cepat aku membuka bajuku dan hanya menyisakan pakaian dalam. Lalu aku menutup tubuhku dengan kain itu. Not bad-lah. Setelah yakin dengan penampilanku, aku merapikan bajuku lalu keluar dari ruangan itu.

            Dari jauh, aku bisa melihat Luke masih duduk disana. Langsung saja aku berlari dan mengagetinya dengan cara memukul pelan pundaknya. Luke sedikit kaget dengan perbuatanku tadi lalu dia tersenyum. Diam-diam Luke memerhatikan penampilanku dari atas sampai bawah. Lucu ya? Batinku miris.

            “Aku aneh ya?” Tanyaku.

            “Oh, tidak-tidak. Ayo kita kesana!” Ucap Luke ceria.

            Luke selalu menarik tanganku dan kami pun berlari bersama. Aku tidak mau bergabung dengan Michael dan lainnya nanti mereka menertawakanku. Aku ingin bersama Luke saja. Luke mengajakku menelusuri pantai sampai ke ujung sana. Sambil membasahkan kaki, di sepanjang perjalanan aku terus saja tertawa. Aku benar-benar bahagia saat ini, tentunya bersama Luke.

            “Menurutmu lagu apa yang cocok untuk kita nyanyikan saat berada di pantai?” Tanya Luke.

            Aku berpikir sejenak, lalu mendapatkan jawabannya. “I know! All Time Low - The Beach!” Jawabku.

            “Ya.. Ya.. I know that song.” Ucap Luke.

            Kami pun bersama-sama menyanyikan lagu itu sekencang-kencangnya. Kurasa suaraku jauh lebih besar ketimbang suara Luke. Kalau aku menyanyikan lagu-lagu yang bernada semangat itu kadang secara tidak sadar dapat membuat orang disekelilingku menjadi sebal karena aku tidak bisa mengontrol volume suara-ku.

            Well they can take, take, take the kids from the summer.. But they'll never, never, never take the summer from me.. It was the very first time that I lost my mind for the week.. They can't make, make, make me forget the weather.. If I never, never, never wash the sand from my feet.. It was the very last time, then we said goodbye to the beach..”

            Tak terasa sudah cukup lama kami berjalan dan kami sudah tiba di ujung pantai yang begitu indah. Hanya ada beberapa orang disini. Aku tersadar sebentar lagi matahari akan terbenam. Tempat ini cocok digunakan untuk menyaksikan matahari terbenam. Ah rasanya romantis sekali apalagi jika kau melihatnya bersama orang yang sangat kau cintai.

            “Sebentar lagi matahari terbenam.” Ucapku.

            Aku dan Luke duduk di pinggir pantai dengan ombak yang bergulung santai. Lalu kami berbaring sambil merasakan angin matahari terbenam yang sekilas terasa hangat dan sekilas terasa dingin. Aku merasa tangan Luke yang menggenggam tanganku. Aku menoleh ke samping kanan. Rasanya susah diungkapkan saat aku menatap Luke dalam jarak sedekat ini.

            Well, aku sangat menikmati masa-masa seperti ini.” Ucap Luke.

            “Aku juga.” Ucapku. ‘Terutama saat bersama orang yang kau cintai’, tambahku dalam hati.

            Sampai kapanpun juga Luke tak akan pernah menyukaiku. Sekalipun dia tidak mencintai mantannya lagi, dia tak akan pernah mencintaiku. Aku harus menerima semuanya. Aku yakin sekali perasaanku pada Luke suatu hari nanti akan berubah karena tidak ada yang abadi di dunia ini. Perasaan setiap orang bisa saja berubah tanpa kita duga. Tapi kapan perasaan ini hilang agar aku tidak merasa tersakiti seperti ini? Setiap aku bersama Luke, perasaan itu bertambah semakin kuat. Jadi apakah aku harus meninggalkannya?

            “Leish, promise me you'll never let me leave..” Ucap Luke pelan.

            Aku tersenyum miris. Baru saja aku memikirkan tentang sesuatu agar perasaanku pada Luke hilang dengan cara meninggalkannya. Tapi Luke malah mengatakan agar aku tak akan membiarkannya pergi. Bagaimana ini? Aku bisa saja menepati janjiku untuk tidak meninggalkan Luke, sedangkan dia? Percuma Luke berjanji padaku jika mantannya kembali lagi maka semua kenangan tentangku akan dia lupakan begitu saja.

            Tiba-tiba aku mendapatkan ide jahil. “Bagaimana jika aku jatuh cinta dengan lelaki lain? Semisal… Shawn! Ah ya, Shawn! Dia adalah pemuda baik hati dan manis.” Ucapku.

            Kulihat Luke terdiam akan kata-kataku tadi. Entah apa yang dia pikirkan mengenai kata-kata yang aku ucapkan tadi. Lalu Luke semakin mengeratkan genggamannya sehingga membuat jantungku berdebar-debar hebat.

            “Tak akan aku biarkan kau jatuh cinta dengan cowok lain.” Ucap Luke sambil tersenyum lebar.

            Aku tau Luk ucapanmu tadi seratus persen candaan. Sebagai sahabat yang baik, tentu saja dia akan memberi kesempatan pada sahabatnya untuk merasakan cinta yang lain. Tapi ya.. Hanya saja waktu yang dulu banyak kita lakukan menjadi berkurang karena kita memiliki hidup masing-masing. Jadi lebih baik milih sahabat atau pacar?

            “Hei lihat! Matahari akan tenggelam!” Seruku.

            Di ufuk barat sana, matahari terlihat sangat indah. Warna-nya jingga dan membuat hatiku tenang. Kurasa ini pertama kalinya aku melihat matahari terbenam. Aku kan anaknya anak rumahan yang jarang keluar rumah. Tidak taulah semenjak aku berteman dengan Luke, aku jadi sering keluar rumah dan hidupku menjadi lebih berwarna.

            Cahaya yang perlahan menghilang membuat keadaan di sekitarku mulai gelap. Aku mulai merasa kedinginan tapi sebisa mungkin aku tahan. Kemudian, aku menoleh ke arah Luke. Sepertinya dia sedaritadi menatapku. Aku menjadi malu. Aku sangat membenci keadaan seperti ini saat kami bertatapan tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun dan memikirkan sesuatu yang abstrak.

            Kemudian, dengan gerakan yang tidak diduga, Luke mendekatkan wajahnya ke wajahku. Karena memang asalnya wajah kami sudah sangat dekat, alhasil hidung kami bersentuhan. Aku memejamkan mataku dan berusaha menjaga ‘bom’ yang ada di dalam tubuhku agar tidak meledak. Lalu aku merasakan tangan lembut yang menyentuh pipi-ku. Luke please, jika kita hanya sahabat, tolong jangan melakukan hal seperti ini, ku mohon….

            Perlahan, aku membuka mataku. Bisa aku rasakan hembusan nafas Luke. Tangannya masih menyentuh pipi-ku. Seandainya aku bisa membaca pikirannya. Are we friends or are we more? Batinku sedih. Dan… Hal yang sangat tidak kuduga pun terjadi. Luke mencium bibirku and this is my first kiss. Aku benar-benar menikmati ciuman itu. Aku malah membalas ciuman Luke dengan rrrrr.. Aku tak mau membahasnya disini. Intinya, nafsu-ku-lah yang berperan sangat besar saat ini. Bahkan kain pantai yang tadi aku pakai sudah terlepas dari tubuhku. Argh!

            Entah apa ini hanya perasaanku atau memang kenyataannya kalau ciuman kami semakin panas. Aku dan Luke saling berhadapan dengan posisi masih berbaring seperti sebelumnya. Tangannya yang lain memegang pinggang-ku dengan erat. Ku mohon please… Aku yakin sekali bahwa aku sedang bermimpi. Mustahil Luke menciumku dengan cara yang panas seperti ini. Luk, inikah yang dinamakan sahabat? Teriakku dalam hati. Apa aku harus mengatakan perasaanku yang sebenarnya ke Luke? Haruskah?

            Aku tidak bisa mengira seberapa lama kami berciuman tapi kurasa ciuman kami cukup lama. Kemudian Luke melonggarkan ciumannya dan perlahan mulai melepaskan bibirnya dari bibirku. Setelah itu kami saling bertatapan dan bingung dengan apa yang sudah kami lakukan tadi.

***

            Luke’s POV

            Apa yang sudah aku lakukan? Aku benar-benar bingung dengan diriku sendiri. Aku tidak tau kenapa aku tiba-tiba mencium Aleisha. Tapi aku sangat menikmatinya. Tadi itu merupakan ciuman terlamaku, kurasa. Sebelumnya aku pernah berciuman dengan mantanku yang sering membuat Aleisha penasaran tapi ciumannya tidak selama seperti ciuman tadi. Apa karena perasaanku saja ya?

            Aku menatap Aleisha yang sedang bingung menatapku. Lalu aku bangkit dan menyadari tempat di sekelilingku sudah gelap. Rasa dingin juga menyerangku. Kemudian Aleisha bangkit dan sepertinya dia ingin kembali ke tempat awal tadi. Aku baru sadar kalau dia tidak memakai kain pantai yang tadi dia pakai. Sepertinya dia tidak sadar, tapi ngg.. aku benar-benar tertarik dengan penampilannya yang sangat langka itu. Aku tau Aleisha adalah gadis yang mampu menjaga diri dan kalau memakai pakaian yang sopan-sopan.

            Entah kenapa aku ingin menciumnya lagi. Aku benar-benar tidak bisa menjaga nafsu-ku dengan baik. Tiba-tiba saja aku meraih pinggangnya dan memegangnya dengan erat. Sepertinya Aleisha kaget dengan apa yang aku perbuat, tapi dia diam saja. Maafkan aku Leish, aku juga tidak mengerti dengan diriku sendiri. Aku seperti kehilangan kontrol dan ingin terus melakukan hal-hal diluar kesadaranku.

            Dan dimulai lagi. Aku kembali mencium Aleisha seperti tadi dengan segala pikiran yang tidak bisa aku pahami. Kurasa Aleisha sama sepertiku. Dia juga merasa bingung tapi dia mau saja melakukannya. Aleisha melingkarkan tangannya ke leherku dan itu membuatku semakin ingin menciumnya lebih dalam lagi. Lalu tiba-tiba saja Aleisha melepaskan ciumanku dan gadis itu mendorong tubuhku sehingga aku sedikit menjauhinya. Aku benar-benar minta maaf padamu.

            “Ku rasa ini sudah cukup. Ayo kita kembali sebelum mereka curiga.” Ucap Aleisha lalu berjalan meninggalkanku.

            Aku menatap kepergiannya dengan perasaan bersalah. Aku tak sengaja melihat kain pantai yang tadi dia pakai lalu aku mengambilnya dan mengejar Aleisha. Ku perhatikan wajah Aleisha cukup kacau karena perbuatanku tadi. Maafkan aku. Aku harap setelah ini hubungan kita baik-baik saja. Aku takut kehilanganmu, sungguh.

            “Nah itu mereka! Astaga Leish! Ternyata kau nakal juga ya..” Ucap Cassa.           

            Tentu saja Cassa kaget dengan penampilan Aleisha yang tidak biasa. Kemudian Michael menatapku dengan bingung. Aku sudah lama bersahabat dengannya dan tentu saja Michael tau bagaimana ekspresi ku saat aku senang, sedih, bingung dan lain-lain. Aku mengambil bajuku lalu memakainya.

            “Luke apa yang telah terjadi?” Tanya Calum.

            Sebisa mungkin aku tersenyum. “Nothing. Everything’s fine.” Jawabku.

            “Tapi kenapa Aleisha bisa terlihat kacau seperti itu? Kau apakan dia?” Tanya Ashton ikutan nimbrung.

            Lagi-lagi aku memaksakan diri untuk tersenyum. “Dia baik-baik saja.” Ucapku meyakinkan mereka.

***

            Aleisha’s POV

            Setelah kejadian tadi, aku dan Luke bagaikan dua manusia yang tidak saling kenal mengenal. Malam ini kami makan malam di restoran yang berada di pantai itu. Aku hanya memesan soup dan teh hangat dan tidak tertartik dengan makanan lain. Perutku terasa mual saat ini mengingat kejadian tadi. Aku dan Luke berciuman dengan sangat panas? Yang benar saja!

            Tadi Cassa berusaha mendapatkan jawaban dariku kenapa aku bisa berubah seperti ini. Pastinya ada hubungannya dengan Luke. Tapi aku diam saja. Aku tidak mau membahasnya. Luke pun sama. Dia juga diam saja tanpa harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Michael dan lainnya.

            Aku sama sekali tidak menduga akan ciuman tadi. Setelah kami sukses dengan ciuman pertama kami, Luke malah menciumku lagi tapi beberapa detik kemudian aku langsung mendorongnya. Aku harap Luke tidak marah. Tapi aku perhatikan wajah Luke yang sedang tidak baik. Mungkin dia mengira aku marah padanya. Dan setelah kejadian tadi, bagaimana kelanjutan hubunganku dengan Luke? Apakah kami anggap kejadian tadi adalah hal yang biasa atau melupakannya begitu saja? Tidak! Bahkan ciuman itu masih terasa di bibirku.

            “Lusa! Ingat Leish, lusa malam!” Ucap Cassa tiba-tiba.

            Aku tersenyum. Apa lagi kalau bukan konser Simple Plan? Tentu aku sangat bersemangat bertemu dengan idola-ku. Selanjutnya, kami sibuk membicarakan Simple Plan. Aku yang tadi diam berubah menjadi cerewet, sedangkan Luke masih diam saja.

            Kuharap dari kejadian tadi aku bisa mendapatkan hikmah-nya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar