“How about beach? I really need beach.”
Ucap Michael.
Kami memang bosan karena tugas
sekolah yang selalu membuat kepala kami pusing. Sepertinya kami membutuhkan
liburan. Aku rasa saran Michael tadi adalah saran yang tepat. Sore hari yang
cerah ini enaknya pergi ke pantai sambil menunggu matahari terbenam. Cuaca-nya
oke juga. Jadi di pantai nanti aku tak akan merasakan kedinginan.
Dan pada akhirnya kami semua
memutuskan untuk pergi ke pantai. Kurasa aku tidak perlu mandi dan memakai baju
yang seksi. Aku tetap menggunakan kaus santaiku dan celana pendekku. Rumah-ku
cukup dekat dengan pantai. Inilah enaknya tinggal di Sydney ataupun di Perth,
kau tak akan jauh-jauh dari pantai. Tapi kami masih membutuhkan kendaraan untuk
pergi ke pantai yang indah.
Setiba di pantai, Cassa berteriak
girang. Dia juga ikut dengan kami. Ya, kami memang sangat membutuhkan pantai.
Setelah menemukan tempat yang nyaman, kami memasang tikar yang kami bawa dari
rumah lalu mengeluarkan beberapa makanan. Tentu saja aku langsung mengambil
makanan itu.
“Siapa yang mau ikut bermain air
denganku?” Tanya Cassa.
Astaga dia benar-benar… Argh! Cassa
hanya memakai pakaian dalam dan tubuhnya sangat terlihat jelas disana. Kalau
aku sih memakai pakaian seperti Cassa di tempat seperti ini hanya akan
membuatku malu. Aku memang gadis yang kuno.
“Wau Cassa you look so hot!” Ucap Michael lalu berlari menuju Cassa.
Kurasa mereka cocok menjadi sepasang
kekasih. Warna rambut mereka kebetulan sama yaitu merah. Aku baru sadar kalau
Michael, Calum dan Ashton sudah membuka baju mereka dan hanya menggunakan
celana pendek. Sedangkan Luke, dia sama sepertiku. Cowok itu masih menggunakan
baju yang tadi dia pakai dan tidak melepaskannya. Ku harap Luke tidak akan
melepaskan bajunya.
“Ayo kalian berdua! Jangan diam
saja!” Teriak Ashton.
“C’mon
Leish! Buka bajumu!” Teriak Cassa.
Sialan Cassa. Mana mau aku membuka
bajuku sedangkan tepat di sampingku ada Luke. Sebenarnya sih aku berani aja
membuka bajuku kalau aku nekat. Tapi aku benar-benar malu untuk melakukannya.
“Kau tidak mau bermain air? Seru
lho.” Tanya Luke.
“Sebenarnya sih aku mau. Tapi aku
tidak mau membuka bajuku.” Jawabku malu.
Luke tertawa. “Kau takut anak
laki-laki disana bakal mabuk sama tubuhmu yang indah itu?” Godanya.
Astaga darimana Luke bisa
mendapatkan kata-kata itu? Tapi aku tau kalau Luke hanya bercanda. Dia memang
suka membuat candaan namun berjung penggodaan seperti tadi. Kemudian, Luke
mulai membuka bajunya dan oh! Aku menelan ludahku melihatnya yang half naked. Kemudian dia mengeluarkan
celana pendek dan hendak menggantinya. Jangan! Jangan mengganti celana disini!
“Kau tidak keberatan aku mengganti
celanaku disini?” Tanya Luke.
Aku mengangguk. Apa? Aku kelolosan
mengangguk dan pasrah melihat apa yang Luke lakukan. Tapi aku memilih untuk
mengalihkan pandang ke arah lain karena rasanya sangat tidak sopan melihat anak
laki-laki mengganti pakaiannya. Setelah Luke selesai mengganti pakaiannya,
sebisa mungkin aku menahan rasa malu-ku. Baru pertama kali aku melihat Luke
dalam keadaan seperti itu.
“Kau tidak ingin menelusuri pantai
yang indah itu atau bermain air?” Tanya Luke.
Aku menatap Luke bingung. Lalu aku
tak sengaja menemukan kain pantai di tas Cassa. Kain yang cukup panjang.
Mungkin kain itu bisa membantuku. Aku pun mengambil kain itu.
“Sure.
Aku akan menggunakan ini. Tapi aku tidak mau membuka baju disini.” Ucapku lalu
pergi meninggalkan Luke.
Aku menemukan tempat ganti baju yang
tidak jauh dari keberadaan Luke. Di tempat itu sudah disediakan cermin. Aku
bisa melihat wajahku dengan jelas disana. Benarkah aku cantik? Cepat-cepat aku
membuka bajuku dan hanya menyisakan pakaian dalam. Lalu aku menutup tubuhku
dengan kain itu. Not bad-lah. Setelah
yakin dengan penampilanku, aku merapikan bajuku lalu keluar dari ruangan itu.
Dari jauh, aku bisa melihat Luke
masih duduk disana. Langsung saja aku berlari dan mengagetinya dengan cara
memukul pelan pundaknya. Luke sedikit kaget dengan perbuatanku tadi lalu dia
tersenyum. Diam-diam Luke memerhatikan penampilanku dari atas sampai bawah.
Lucu ya? Batinku miris.
“Aku aneh ya?” Tanyaku.
“Oh, tidak-tidak. Ayo kita kesana!”
Ucap Luke ceria.
Luke selalu menarik tanganku dan
kami pun berlari bersama. Aku tidak mau bergabung dengan Michael dan lainnya
nanti mereka menertawakanku. Aku ingin bersama Luke saja. Luke mengajakku
menelusuri pantai sampai ke ujung sana. Sambil membasahkan kaki, di sepanjang
perjalanan aku terus saja tertawa. Aku benar-benar bahagia saat ini, tentunya
bersama Luke.
“Menurutmu lagu apa yang cocok untuk
kita nyanyikan saat berada di pantai?” Tanya Luke.
Aku berpikir sejenak, lalu
mendapatkan jawabannya. “I know! All
Time Low - The Beach!” Jawabku.
“Ya.. Ya.. I know that song.” Ucap Luke.
Kami pun bersama-sama menyanyikan
lagu itu sekencang-kencangnya. Kurasa suaraku jauh lebih besar ketimbang suara
Luke. Kalau aku menyanyikan lagu-lagu yang bernada semangat itu kadang secara tidak
sadar dapat membuat orang disekelilingku menjadi sebal karena aku tidak bisa
mengontrol volume suara-ku.
“Well
they can take, take, take the kids from the summer.. But they'll never, never,
never take the summer from me.. It was the very first time that I lost my mind
for the week.. They can't make, make, make me forget the weather.. If I never,
never, never wash the sand from my feet.. It was the very last time, then we
said goodbye to the beach..”
Tak terasa sudah cukup lama kami
berjalan dan kami sudah tiba di ujung pantai yang begitu indah. Hanya ada
beberapa orang disini. Aku tersadar sebentar lagi matahari akan terbenam.
Tempat ini cocok digunakan untuk menyaksikan matahari terbenam. Ah rasanya
romantis sekali apalagi jika kau melihatnya bersama orang yang sangat kau
cintai.
“Sebentar lagi matahari terbenam.”
Ucapku.
Aku dan Luke duduk di pinggir pantai
dengan ombak yang bergulung santai. Lalu kami berbaring sambil merasakan angin
matahari terbenam yang sekilas terasa hangat dan sekilas terasa dingin. Aku
merasa tangan Luke yang menggenggam tanganku. Aku menoleh ke samping kanan.
Rasanya susah diungkapkan saat aku menatap Luke dalam jarak sedekat ini.
“Well,
aku sangat menikmati masa-masa seperti ini.” Ucap Luke.
“Aku juga.” Ucapku. ‘Terutama saat
bersama orang yang kau cintai’, tambahku dalam hati.
Sampai kapanpun juga Luke tak akan
pernah menyukaiku. Sekalipun dia tidak mencintai mantannya lagi, dia tak akan
pernah mencintaiku. Aku harus menerima semuanya. Aku yakin sekali perasaanku
pada Luke suatu hari nanti akan berubah karena tidak ada yang abadi di dunia
ini. Perasaan setiap orang bisa saja berubah tanpa kita duga. Tapi kapan
perasaan ini hilang agar aku tidak merasa tersakiti seperti ini? Setiap aku
bersama Luke, perasaan itu bertambah semakin kuat. Jadi apakah aku harus
meninggalkannya?
“Leish, promise me you'll never let me leave..” Ucap Luke pelan.
Aku tersenyum miris. Baru saja aku
memikirkan tentang sesuatu agar perasaanku pada Luke hilang dengan cara
meninggalkannya. Tapi Luke malah mengatakan agar aku tak akan membiarkannya
pergi. Bagaimana ini? Aku bisa saja menepati janjiku untuk tidak meninggalkan
Luke, sedangkan dia? Percuma Luke berjanji padaku jika mantannya kembali lagi
maka semua kenangan tentangku akan dia lupakan begitu saja.
Tiba-tiba aku mendapatkan ide jahil.
“Bagaimana jika aku jatuh cinta dengan lelaki lain? Semisal… Shawn! Ah ya,
Shawn! Dia adalah pemuda baik hati dan manis.” Ucapku.
Kulihat Luke terdiam akan
kata-kataku tadi. Entah apa yang dia pikirkan mengenai kata-kata yang aku
ucapkan tadi. Lalu Luke semakin mengeratkan genggamannya sehingga membuat
jantungku berdebar-debar hebat.
“Tak akan aku biarkan kau jatuh
cinta dengan cowok lain.” Ucap Luke sambil tersenyum lebar.
Aku tau Luk ucapanmu tadi seratus
persen candaan. Sebagai sahabat yang baik, tentu saja dia akan memberi
kesempatan pada sahabatnya untuk merasakan cinta yang lain. Tapi ya.. Hanya
saja waktu yang dulu banyak kita lakukan menjadi berkurang karena kita memiliki
hidup masing-masing. Jadi lebih baik milih sahabat atau pacar?
“Hei lihat! Matahari akan
tenggelam!” Seruku.
Di ufuk barat sana, matahari
terlihat sangat indah. Warna-nya jingga dan membuat hatiku tenang. Kurasa ini
pertama kalinya aku melihat matahari terbenam. Aku kan anaknya anak rumahan
yang jarang keluar rumah. Tidak taulah semenjak aku berteman dengan Luke, aku
jadi sering keluar rumah dan hidupku menjadi lebih berwarna.
Cahaya yang perlahan menghilang
membuat keadaan di sekitarku mulai gelap. Aku mulai merasa kedinginan tapi
sebisa mungkin aku tahan. Kemudian, aku menoleh ke arah Luke. Sepertinya dia
sedaritadi menatapku. Aku menjadi malu. Aku sangat membenci keadaan seperti ini
saat kami bertatapan tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun dan memikirkan sesuatu
yang abstrak.
Kemudian, dengan gerakan yang tidak
diduga, Luke mendekatkan wajahnya ke wajahku. Karena memang asalnya wajah kami
sudah sangat dekat, alhasil hidung kami bersentuhan. Aku memejamkan mataku dan
berusaha menjaga ‘bom’ yang ada di dalam tubuhku agar tidak meledak. Lalu aku
merasakan tangan lembut yang menyentuh pipi-ku. Luke please, jika kita hanya sahabat, tolong jangan melakukan hal
seperti ini, ku mohon….
Perlahan, aku membuka mataku. Bisa
aku rasakan hembusan nafas Luke. Tangannya masih menyentuh pipi-ku. Seandainya
aku bisa membaca pikirannya. Are we
friends or are we more? Batinku sedih. Dan… Hal yang sangat tidak kuduga
pun terjadi. Luke mencium bibirku and
this is my first kiss. Aku benar-benar menikmati ciuman itu. Aku malah membalas
ciuman Luke dengan rrrrr.. Aku tak mau membahasnya disini. Intinya,
nafsu-ku-lah yang berperan sangat besar saat ini. Bahkan kain pantai yang tadi
aku pakai sudah terlepas dari tubuhku. Argh!
Entah apa ini hanya perasaanku atau
memang kenyataannya kalau ciuman kami semakin panas. Aku dan Luke saling
berhadapan dengan posisi masih berbaring seperti sebelumnya. Tangannya yang
lain memegang pinggang-ku dengan erat. Ku mohon please… Aku yakin sekali bahwa aku sedang bermimpi. Mustahil Luke
menciumku dengan cara yang panas seperti ini. Luk, inikah yang dinamakan
sahabat? Teriakku dalam hati. Apa aku harus mengatakan perasaanku yang
sebenarnya ke Luke? Haruskah?
Aku tidak bisa mengira seberapa lama
kami berciuman tapi kurasa ciuman kami cukup lama. Kemudian Luke melonggarkan
ciumannya dan perlahan mulai melepaskan bibirnya dari bibirku. Setelah itu kami
saling bertatapan dan bingung dengan apa yang sudah kami lakukan tadi.
***
Luke’s POV
Apa yang sudah aku lakukan? Aku
benar-benar bingung dengan diriku sendiri. Aku tidak tau kenapa aku tiba-tiba
mencium Aleisha. Tapi aku sangat menikmatinya. Tadi itu merupakan ciuman
terlamaku, kurasa. Sebelumnya aku pernah berciuman dengan mantanku yang sering
membuat Aleisha penasaran tapi ciumannya tidak selama seperti ciuman tadi. Apa
karena perasaanku saja ya?
Aku menatap Aleisha yang sedang
bingung menatapku. Lalu aku bangkit dan menyadari tempat di sekelilingku sudah
gelap. Rasa dingin juga menyerangku. Kemudian Aleisha bangkit dan sepertinya
dia ingin kembali ke tempat awal tadi. Aku baru sadar kalau dia tidak memakai
kain pantai yang tadi dia pakai. Sepertinya dia tidak sadar, tapi ngg.. aku
benar-benar tertarik dengan penampilannya yang sangat langka itu. Aku tau
Aleisha adalah gadis yang mampu menjaga diri dan kalau memakai pakaian yang
sopan-sopan.
Entah kenapa aku ingin menciumnya
lagi. Aku benar-benar tidak bisa menjaga nafsu-ku dengan baik. Tiba-tiba saja
aku meraih pinggangnya dan memegangnya dengan erat. Sepertinya Aleisha kaget
dengan apa yang aku perbuat, tapi dia diam saja. Maafkan aku Leish, aku juga
tidak mengerti dengan diriku sendiri. Aku seperti kehilangan kontrol dan ingin
terus melakukan hal-hal diluar kesadaranku.
Dan dimulai lagi. Aku kembali
mencium Aleisha seperti tadi dengan segala pikiran yang tidak bisa aku pahami.
Kurasa Aleisha sama sepertiku. Dia juga merasa bingung tapi dia mau saja
melakukannya. Aleisha melingkarkan tangannya ke leherku dan itu membuatku
semakin ingin menciumnya lebih dalam lagi. Lalu tiba-tiba saja Aleisha
melepaskan ciumanku dan gadis itu mendorong tubuhku sehingga aku sedikit
menjauhinya. Aku benar-benar minta maaf padamu.
“Ku rasa ini sudah cukup. Ayo kita
kembali sebelum mereka curiga.” Ucap Aleisha lalu berjalan meninggalkanku.
Aku menatap kepergiannya dengan
perasaan bersalah. Aku tak sengaja melihat kain pantai yang tadi dia pakai lalu
aku mengambilnya dan mengejar Aleisha. Ku perhatikan wajah Aleisha cukup kacau
karena perbuatanku tadi. Maafkan aku. Aku harap setelah ini hubungan kita
baik-baik saja. Aku takut kehilanganmu, sungguh.
“Nah itu mereka! Astaga Leish!
Ternyata kau nakal juga ya..” Ucap Cassa.
Tentu saja Cassa kaget dengan
penampilan Aleisha yang tidak biasa. Kemudian Michael menatapku dengan bingung.
Aku sudah lama bersahabat dengannya dan tentu saja Michael tau bagaimana
ekspresi ku saat aku senang, sedih, bingung dan lain-lain. Aku mengambil bajuku
lalu memakainya.
“Luke apa yang telah terjadi?” Tanya
Calum.
Sebisa mungkin aku tersenyum. “Nothing. Everything’s fine.” Jawabku.
“Tapi kenapa Aleisha bisa terlihat
kacau seperti itu? Kau apakan dia?” Tanya Ashton ikutan nimbrung.
Lagi-lagi aku memaksakan diri untuk
tersenyum. “Dia baik-baik saja.” Ucapku meyakinkan mereka.
***
Aleisha’s POV
Setelah kejadian tadi, aku dan Luke
bagaikan dua manusia yang tidak saling kenal mengenal. Malam ini kami makan
malam di restoran yang berada di pantai itu. Aku hanya memesan soup dan teh hangat dan tidak tertartik
dengan makanan lain. Perutku terasa mual saat ini mengingat kejadian tadi. Aku
dan Luke berciuman dengan sangat panas? Yang benar saja!
Tadi Cassa berusaha mendapatkan
jawaban dariku kenapa aku bisa berubah seperti ini. Pastinya ada hubungannya
dengan Luke. Tapi aku diam saja. Aku tidak mau membahasnya. Luke pun sama. Dia
juga diam saja tanpa harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Michael dan
lainnya.
Aku sama sekali tidak menduga akan
ciuman tadi. Setelah kami sukses dengan ciuman pertama kami, Luke malah
menciumku lagi tapi beberapa detik kemudian aku langsung mendorongnya. Aku
harap Luke tidak marah. Tapi aku perhatikan wajah Luke yang sedang tidak baik.
Mungkin dia mengira aku marah padanya. Dan setelah kejadian tadi, bagaimana
kelanjutan hubunganku dengan Luke? Apakah kami anggap kejadian tadi adalah hal
yang biasa atau melupakannya begitu saja? Tidak! Bahkan ciuman itu masih terasa
di bibirku.
“Lusa! Ingat Leish, lusa malam!”
Ucap Cassa tiba-tiba.
Aku tersenyum. Apa lagi kalau bukan
konser Simple Plan? Tentu aku sangat bersemangat bertemu dengan idola-ku. Selanjutnya,
kami sibuk membicarakan Simple Plan. Aku yang tadi diam berubah menjadi
cerewet, sedangkan Luke masih diam saja.
Kuharap dari kejadian tadi aku bisa
mendapatkan hikmah-nya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar