Aleisha’s POV
“So go on, live your life, so go on,
say goodbye, so many questions that I don’t ask why, so this time I won’t even
try..”
Sudah memasuki dini hari dan aku
belum juga tidur. Malam ini aku terserang insomnia dan bawaannya pengen nangis
saja. Aku sudah menulis beberapa lirik lagu yang nantinya akan aku ubah menjadi
sebuah lagu sedih. Aku meraih gitarku lalu memetiknya secara asal hingga
membentuk nada yang terdengar aneh.
Kemudian aku meraih ponselku. Aku
membuka twitter lalu menulis tweet disana. Tweet yang merupakan salah satu dari
lirik lagu yang aku tulis.
“When
I try to forget you, I just keep on remembering.”
Lirik yang kurasa paling sedih yang
pernah aku buat. Ketika kau berusaha melupakannya, tapi kau selalu saja
teringat olehnya. Bukankah itu sangat menyakitkan? Aku tak menyangka semuanya
akan menjadi seperti ini. Tentu setiap orang tidak ingin mendapatkan kesedihan
tapi inilah hidup. Tidak selalu kita merasakan kebahagiaan dan tidak selalu apa
yang kita inginkan akan kita dapatkan. Artinya kita harus merelakan sesuatu
walau itu menyakitkan.
Tiba-tiba aku mendapatkan notifikasi
yang menandakan ada pesan masuk di twitter. Aku membuka pesan itu. Dari Luke.
@lukehemmings:
sudah malam kenapa kau belum tidur?
Hanya karena dia mengirimiku pesan bisa
membuatku tersenyum. Untuk apa memilikinya jika aku bisa bersamanya walau
sebatas sahabat? Untuk apa aku sedih jika aku masih bisa melihat senyumannya
yang bagiku sangat berharga? Aku memang tidak bisa memiliki Luke tapi aku bisa
memilikinya sebagai sosok sahabat. Intinya aku harus kuat meski hatiku sakit
melihat Luke bahagia bersama Lea.
@leish_bouvier15:
kau juga kenapa belum tidur?
@lukehemmings:
akhir-akhir ini aku sulit tidur. Biasanya aku tidur sekitar jam satu pagi.
Bagaimana dengan dirimu?
@leish_bouvier15:
kasihan :p aku tidak bisa tidur karena terus memikirkan ‘dia’.
@lukehemmings:
dia siapa? Leish, kau sedang jatuh cinta dengan seseorang ya? Pasti Shawn kan?
Aku tidak tau bagaimana bentuk
hubungan antara Luke denga Shawn. Shawn sering membicarakan Luke padaku
sedangkan Luke sering membicarakan Shawn padaku. Sebenarnya yang aku maksud
‘dia’ adalah Luke sendiri, bukan Shawn ataupun lainnya.
@leish_bouvier15:
aku tidak menyukai Shawn!
@lukehemmings:
ayo ngaku saja, nanti aku salamin ke dia :D
Jadilah aku dan Luke yang saling
chatingan sampai jam menunjukkan pukul dua pagi. Astaga kenapa aku bisa sekuat
ini padahal besok sekolah. Luke membuat insomnia-ku semakin parah. Tapi sungguh
aku merasa senang mengobrol dengannya walau hanya lewat pesan langsung di
twitter.
@lukehemmings:
btw, besok kau berangkat sekolah denganku ya? Aku akan menjemputmu besok.
Ajakan yang manis. Tapi tenang saja,
aku tau diri kok.
@leish_bouvier15:
jangan! Nanti Lea membunuhku.
@lukehemmings:
jadi kau mengatakan pacarku adalah pembunuh manusia?
@leish_bouvier15:
seperti itulah.
Dua menit berlalu dan Luke tidak membalas
pesanku. Kurasa dia sudah mengantuk. Aku berniat mematikan wifi di ponselku
tapi ada pesan masuk yang aku yakini adalah Luke. Aku pun membukanya.
@lukehemmings:
baiklah. Aku juga tidak ingin mengecewakan Lea. Kalau begitu aku off dulu ya.
Langsung saja aku mematikan wifi
lalu melempar ponselku asal. Meski aku berusaha kuat menghadapi semua itu, tapi
terkadang aku ingin sekali marah. Aku kembali dengan lirik lagu yang aku buat.
Kemudian aku tertidur sambil memeluk gitarku.
***
Bagaimanapun juga aku harus sekolah.
Untunglah hari ini Shawn tidak masuk sekolah tapi aku tidak tau apa alasannya.
Aku harap dia baik-baik saja. Aku yakin sekali pintu gerbang sudah di kunci dan
aku siap mendapatkan hukuman. Biarlah. Itu semua karena Luke. Awas saja nanti
aku akan memarahinya.
Menunggu bus berhenti adalah salah
satu hal yang aku bencikan. Aku melihat jam di tanganku. Astaga aku benar-benar
terlambat. Jalan raya sudah ramai dan matahari sudah mulai panas. Ketika bus
tiba, aku langsung masuk ke dalam.
Dugaanku benar. Pintu gerbang sudah
di kunci. Kulihat pak satpam yang duduk santai sambil meminum kopi. Aku ragu
menemuinya. Pasalnya hanya aku saja yang terlambat. Saat aku membalikkan
badanku, aku menemukan seorang cowok yang tidak lain adalah Luke. Aku tersenyum
lebar. Jadi Luke terlambat juga? Tapi kenapa dia jalan kaki kesini?
“Hai Leish!” Sapa Luke. Dia sama
sekali tidak menampakkan kepanikan karena terlambat sekolah.
“Dimana motormu?” Tanyaku.
Luke mendekatiku. “Aku menaruhnya di
tempat yang aman. Kau tidak berani masuk ke sekolah?” Tanya Luke.
Aku melirik ke satpam itu, lalu
kembali menatap Luke. “Rasanya tidak. Seharusnya aku tidak sekolah hari ini,
dan itu semua karenamu! Kau yang mengajakku chatting sampai jam dua pagi.”
Ucapku dengan nada yang dibuat marah.
Bukannya merasa bersalah tapi Luke
malah tertawa. “Kau juga, kenapa mau balas pesanku. Begini saja, bagaimana
kalau kita bolos sekolah? Aku akan mengantarmu ke tempat manapun yang kau mau.”
Ucap Luke.
“Aku ingin ke bar. Aku ingin minum
alkohol.” Ucapku.
“Hei aku serius.” Ucap Luke.
“Aku juga serius.” Balasku.
“Sejak kapan Aleisha yang kalem,
manis dan cantik suka minum alkohol?” Tanya Luke.
Sial. Aku dibuat malu dan pipiku
menjadi merah karena ucapan Luke. “Terus kita kemana? Tapi kalau kita pergi
berdua, nanti kalau ketauan Lea gimana? Aku tidak mau punya masalah dengannya
dan kau pastinya tidak ingin kehilangan dia lagi untuk yang kedua kalinya kan?”
Tanyaku.
“It’s
ok. Lea akan mengerti. Kita kan hanya berteman. Bagaimana kalau kita ke
mall?” Ucap Luke.
Aku menatap Luke ragu. Gimana ini?
“Baiklah. Tapi kalau ketauan Lea dan kalau dia marah, jangan salahkan aku.”
Ucapku.
Setelah itu Luke langsung menarik
tanganku dan itu sukses membuatku kaget. Luke memang aneh. Dia terlihat seperti
anak kecil yang dibelikan permen oleh ibunya. Dengan riangnya Luke mengajakku
berlari dengan cepat sehingga aku harus bisa menyeimbangi larinya. Tenang saja.
Itu semua salah Luke. Aku bahkan tidak tau kenapa Luke tiba-tiba mengajakku membolos.
Otaknya sudah kebalik kali.
“Kau pasti sangat merindukan naik
motor bersamaku.” Ucap Luke.
Aku tak mempedulikan ucapan Luke.
Aku memilih naik tanpa harus melingkarkan tanganku di pinggangnya. Kuharap Luke
tidak ngebut di jalan. Motor Luke pun melaju dengan kecepatan santai. Syukurlah
Luke mau mengerti karena aku tidak mau memegang pinggangnya. Setelah tiba di
mall, aku dan Luke masuk ke dalam. Semoga kami tidak bertemu dengan penghuni
sekolah atau petugas yang mencurigai kalau kami adalah anak sekolah yang sedang
membolos.
“Kita mau kemana? Kita mau beli
apa?” Tanyaku.
Luke berpikir sesaat. “Itu semua
terserah padamu. Aku ingin tau selama kau di mall apa saja yang kau lakukan.”
Jawabnya.
Aku mendengus kesal. Mending Luke
mau mentraktir barang-barang atau makanan. Akhirnya aku memutuskan pergi ke
toko buku. Siapa tau aku menemukan novel bagus disana. Setiba di toko buku, aku
tersenyum melihat berbagai buku disana, khususnya novel. Terkadang aku juga
membeli majalah yang berhubungan dengan idolaku terus aku mendapatkan poster
yang akan aku tempel di dinding kamarku.
Selama aku sibuk melihat-lihat
novel, Luke tidak melakukan apapun. Cowok itu diam sambil -kurasa-
memerhatikanku. Aku memofuskan dengan novel yang aku baca satu per satu
ringkasannya. Aku harap Luke tidak bosan dengan kegiatan yang aku lakukan.
“Apa kau tidak ingin melihat baju
disana? Atau sepatu? Atau tas mungkin.” Tanya Luke.
Aku beralih menatap Luke. Pasti
kalau Luke mengajak Lea ke mall Lea selalu membeli barang-barang keluaran
terbaru. Tapi aku ini beda. Aku tidak suka membeli barang-barang seperti itu.
Lebih baik aku membeli makanan. Maka dari itu koleksi baju, tas, sepatu atau
barangku lainnya terlihat kuno semua.
“Tidak. Aku lebih suka menghemat
uangku atau membeli makanan.” Jawabku.
“Ow, enak dong.” Ucap Luke.
“Enak? Memangnya makanan?” Tanyaku.
Luke terkekeh. “Ya pastinya cowok
yang berhasil meluluhkan hatimu bahagia memiliki cewek sepertimu. Biasanya kan
cewek yang hobi shopping terkadang
suka menghabiskan uang cowoknya jadi cowoknya itu bangkrut.” Jawab Luke.
“Maksudmu kau tidak suka dengan
gadis yang hobi shopping?” Tanyaku.
“Bukan. Bukan itu maksudku. Bahkan
Lea senang sekali belanja dan mengajakku jalan-jalan untuk melihat
barang-barang keluaran terbaru.” Jawab Luke.
Aku tersenyum tanpa ekspresi yang
jelas. “Dan aku suka melihat kaset-kaset rilisan terbaru dari idola-idolaku.”
Ucapku.
Aku kembali ke novel yang aku baca
ringkasannya dan Luke kembali dengan kegiatannya yang tidak melakukan apapun.
Sepertinya Luke itu tipe cowok yang sabar. Apa mungkin saat Lea mengajak Luke
belanja ke mall dia sabar juga ya? Tapi lucu tau kalau cewek ngajak cowok untuk
memilih barang-barang cewek yang ingin dibelinya.
“Kita cari makanan yuk.” Ucapku.
“Lho? Kau tidak mau beli novel atau
apa?” Tanya Luke.
“I
don’t have money. Dad belum mengirimku uang. Rasanya aneh.” Jawabku jujur.
Luke menatapku dengan iba. “Beli aja
Leish apapun yang kau mau nanti aku yang bayar.” Ucapnya.
“Tidak usah. Aku malas hutang uang
denganmu.” Ucapku.
“Maksudku aku membayar tanpa kau
harus mengembalikan uangku. Artinya aku membelikan itu padamu secara gratis.”
Ucap Luke.
“No
thanks. Aku bukan tipe cewek seperti itu.” Ucapku lalu meninggalkan Luke.
Aku berjalan dan terus berjalan lalu
menemukan tempat makanan yang menjual crepes.
Aku masuk ke dalam lalu memesan crepes
dan minuman yang aku inginkan. Tidak mahal-mahal amat. Aku heran kenapa sampai
sekarang Dad belum mengirim uang padaku. Untunglah aku memiliki tabungan dari
hasil sisa uang Dad yang dia berikan padaku. Kemudian Luke duduk tepat di
hadapanku.
“Kau marah?” Tanya Luke.
“Tidak.” Jawabku.
Tiba-tiba Luke menggenggam tanganku.
Otomatis aku melepaskan tanganku darinya. “Kau kenapa sih? Kalau kita sahabat,
jangan pernah menyentuhku seperti itu! Nanti orang mengira kita adalah sepasang
kekasih, artinya kau selingkuh dari Lea!” Ucapku dengan suara tinggi.
Luke terdiam lalu membuka suara.
“Tapi bagiku kau spesial. Kau lebih dari sekedar sahabat tapi..” Ucap Luke yang
langsung aku potong.
“Aku tidak mau mendengarnya. Kau
adalah milik Lea dan kita hanya sahabat, oke? Setelah ini aku tak mau pergi
berdua lagi denganmu.” Ucapku.
“Kau.. Kau seperti tidak suka saat
aku pacaran dengan Lea. Sebelum Lea kembali, hubungan kita begitu baik.” Ucap
Luke.
Aku kehabisan kata-kata. Aku memilih
diam sambil memainkan ponselku. Kemudian pesananku datang. Aku iseng melihat
Luke yang duduk tanpa memesan apapun. Biarkan saja memangnya aku peduli. Aku
pun memakan crepes itu dengan
semangat dan berusaha menganggap orang yang duduk dihadapanku tidak ada.
“Setelah ini kita kemana?” Tanya
Luke.
“Pulang.” Jawabku singkat.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar