Saat jam istirahat,
aku, Luke dan Michael langsung pergi ke kantin. Banyak pasang mata yang melihat
ke arah kami. Aku nyengir saja melihat tatapan aneh mereka. Ya kali cewek
seperti aku bisa jalan bersama dua pria tampan seperti Luke dan Michael. Ini
artinya keberuntungan. Jadi tidak salah aku memutuskan tinggal di Sydney dan
bertemu dengan Luke dan Michael.
“Kau mau pesan apa? Biar aku yang
pesankan.” Tanya Luke.
Uh, betapa romantisnya dia. Rasanya
memang cukup aneh. Ini baru pertama kalinya aku dekat dengan anak-anak cowok
dan langsung akrab. Mungkin setelah ini aku tidak akan mendapatkan teman
perempuan. Kali saja mereka tidak menyukaiku karena aku bisa dekat dengan Luke
dan Michael, dan kurasa disini Michael cukup dikenal banyak orang.
“Mmm.. Satu porsi kentang goreng
jumbo, coca-cola, hamburger ukuran besar, steak, pizza, spa..” Ucapku yang
langsung di tutup oleh tangan Michael. Luke tertawa melihat tingkah kami.
“Kau makan segitu banyaknya? Pantas
saja tubuhmu gendut, tapi pendek.” Ucap Michael.
“Uh, kau bisanya mengejekku saja.
Aku tadi hanya bercanda saja soalnya aku sangat lapar. Baiklah. Aku hanya
memesan kentang goreng jumbo sama coca-cola.” Ucapku.
Kami berdua menunggu Luke yang sibuk
memesan pesanan kami. Tapi tampaknya anak-anak disana memberikan jalan untuk
Luke agar Luke bisa memesan makanan dengan cepat. Aku tak habis pikir. Apa
sebegitu tampan-nya-kah Luke sampai-sampai semua anak disini hormat padanya?
“Kau yakin Luke anak baru disini?”
Tanyaku.
“Ow, kau belum tau. Sebenarnya dia
sekolah disini tapi pindah ke Amerika dan belajar disana selama satu tahun,
lalu dia kembali kesini.” Jawab Michael.
Oalah, jadi itu alasannya. Hebat
sekali Luke bisa belajar di Amerika. Pasti Luke anaknya pintar. Wah, Amerika!
Aku jadi iri dengan Luke. Demi Tuhan aku ingin sekali pergi kesana, terus ke
Kanada. Tapi melihat jarak yang sangat-sangat jauh antara Australia dengan
Amerika membuat nyaliku ciut. Aku lumayan penakut naik pesawat. Dari Perth
kesinin saja sudah hampir membuatku pingsan.
“Dia.. Dia terkenal disini.” Ucapku.
“Tentu. Kau pasti kaget setelah
mendengar ini.” Ucap Michael.
“Apa itu?” Tanyaku penasaran.
Belum sempat Michael menjawab, dua
anak laki-laki datang menemui kami yang wajahnya sama tampannya dengan Michael.
Terutama yang berambut hitam dan wajahnya seperti orang Asia. Anak itu
menatapku entahlah apa yang dia pikirkan mengenaiku lalu tersenyum dan duduk
tepat di sampingku.
“Your
new friend?” Tanya cowok berambut hitam pada Michael.
“Or
Luke’s girlfriend?” Tanya cowok berambut gondrong cokelat.
Aku terkesima mendengar pertanyaan
dari cowok berambut gondrong itu. Jadi Luke belum memiliki pacar? Mendadak
hatiku bahagia. Entahlah apakah aku memang menyukai Luke atau tidak tapi hatiku
terasa aman jika Luke beneran belum memiliki pacar.
“Hi
guys!” Sapa Luke yang ternyata sudah datang.
“Luke! I miss you so much!” Ucap cowok berambut hitam.
They’re
friends, I think. Aku senang melihat mereka berkumpul kembali sekaligus
malu. Malu karena aku ikutan gabung bersama mereka walau Luke mau menjadi
temanku. Mungkin jika aku cowok, pasti aku akan lebih merasa percaya diri
bergabung bersama mereka.
“Your
girlfriend?” Tanya cowok berambut gondrong pada Luke.
Aku menatap ekspresi Luke yang
terlihat sangat.. ah.. kalau begini caranya aku bisa langsung jatuh cinta dengan
Luke. Jika aku sering memandanginya seperti ini, tidak bisa dipungkiri malamnya
nanti aku jatuh cinta padanya. Tapi bisakah aku jatuh cinta pada cowok yang
biasa saja? Maksudku cowok yang tidak terlalu tampan seperti Luke?
“She’s
my new friend, Aleisha.” Jawab Luke.
Luke memperkenalkanku dengan dua
temannya tadi. Mereka adalah Calum dan Ashton. Tampaknya mereka senang
menggodaiku. Apalagi melihat gaya makanku yang terkesan tidak sopan. Aku
santai-santai saja dengan sikap mereka, malah senang bisa bertemu dengan
mereka.
“Aku tak menyangka kau bisa berteman
dengan gadis aneh itu, tapi lucu.” Ucap Ashton.
“Aku memang aneh.” Balasku pada
Ashton.
Ashton tertawa. “Jadi apakah kau
tidak memiliki teman disini? Maksudku kenapa kau lebih akrab dengan Luke dibanding
teman cewek lainnya?” Tanya Ashton.
Aku berpikir sebentar. “Actually, aku malas bergaul dengan teman
yang sikapnya beda jauh denganku. Mereka amat membosankan kurasa. Suka
membicarakan shopping, belanja
online, kalau ada merk terbaru mau tidak mau harus dibeli.. Aku tidak termasuk
ke dalam tipe cewek seperti itu. Aku lebih suka berdiam diri di rumah,
mendengarkan lagu band-band favoritku dan mencari teman maya yang sikapnya
mirip denganku. That’s my life.”
Ucapku.
“Wau. You’re amazing girl! I like you.” Ucap Ashton.
Aku tersenyum malu menatap Ashton.
Aku rasa lebih menyenangkan bergaul dengan teman cowok dibanding teman cewek.
Mereka tidak alay-alay seperti kebanyakan teman cewekku yang sedikit-dikit
kacaan lah, fotoan lah, dan banyak hal yang aku muak karena sikap mereka.
“Jadi, kau pasti belum tau kami
kan?” Tanya Calum.
Aku ingat akan pertanyaan yang tadi
belum Michael jawab. “Kalian sebenarnya siapa? Sepertinya kalian terkenal
disini. Terutama Luke. Kenapa gadis-gadis disana tidak bisa berhenti melihat ke
arahmu?” Ucapku sambil melirik ke arah Luke.
Luke tersenyum menatapku. Shit! Kalau begini caranya aku bisa
terkena diabetes karena keseringan melihat senyumnya.
“Well,
sebenarnya kami adalah satu band. Kami memiliki band bernama 5 Seconds of
Summer. Kami sering tampil di acara-acara musik. Karena itulah kami banyak
dikenal oleh murid-murid disini.” Jelas Luke.
God!
Aku benar-benar sedang bermimpi! Selama ini aku tidak pernah berharap bisa
mendapatkan teman cowok yang ternyata mempunyai band, tapi aku mendapatkannya
sekarang. Aku bingung harus bagaimana, apakah aku harus berteriak? Takutnya aku
dikira orang gila. Menjadi orang yang aneh sudah cukup dan aku tidak mau
dikatakan gila.
“Aku sedang bermimpi kan bertemu
kalian?” Tanyaku.
“Lesih, kau benar-benar lucu. Aku
tidak tau apa isi otakmu tapi kau bisa membuatku tertawa.” Ucap Michael.
“Ya.. Kebetulan aku pecinta band.
Bertemu kalian sangat membuatku bahagia. Aku ingin melihat kalian di panggung
nanti. Pasti akan sangat keren.” Ucapku.
“Sure
you can. Kau juga bisa melihat kami latihan setiap saat.” Ucap Luke.
Aku menatap Luke penuh semangat. “Yes! Yes! Sekali-kali aku ingin belajar
main musik walau aku sudah mahir bermain gitar.” Ucapku.
“Kau bisa bermain gitar? Pasti keren.
Aku suka dengan gadis yang jago bermain gitar.” Ucap Ashton.
Selanjutnya, kami banyak
membicarakan mengenai band-band yang terkenal. Sepertinya band-band favorit
mereka tidak jauh-jauh dengan yang aku suka. Ini baru yang dinamakan hidup. Aku
bertemu dengan teman-teman baru yang kurasa sifatnya cocok denganku. Terutama
Luke. Walau dia yang terlihat paling diam, tetapi Luke mampu membuatku
tersenyum seperti orang gila. Aku tidak bisa menebak apa yang dipikirkan Luke.
Tapi aku harap Luke beneran mau menjadi temanku.
“Lesih, nanti sore ada waktu?” Tanya
Luke sebelum kami kembali ke kelas.
Aku menatapnya dengan mata yang
lebar. “Tidak ada. Memangnya ada apa?” Tanyaku dengan jantung yang
berdebar-debar.
“Datang ke rumahku ya. Nanti aku
jemput di sekolah.” Jawab Luke.
Mimpi! Aku sedang bermimpi! Batinku.
***
Rumah Luke sangat besar. Sepertinya
orangtua Luke adalah orang kaya. Tadi aku merasa sangat malu digonceng oleh
Luke. Aku benar-benar tergila-gila padanya. Jika Luke memintaku untuk menjadi pacarnya,
maka langsung aku jawab ‘iya’. Aku bisa mencintainya dengan baik. Ah, apa yang
aku pikirkan? Aku masuk ke dalam rumahnya yang nampak sepi. Beberapa foto
terpampang di dinding ruang tamu. Aku tersenyum menemukan foto Luke waktu
kecil. Dia sangat imut.
Luke mengajakku duduk di belakang
rumahnya. Disana luas sekali. Ada lapangan basket dan kolam renang yang luas.
Tubuhku sedikit gemetaran duduk di pinggir kolam. Entah apa tujuan Luke
mengajakku ke rumahnya tanpa mengajak teman-temannya yang lain.
“Kau tidak marah kan kuajak kemari?”
Tanya Luke. Dia duduk tepat dihadapanku. Dadaku berdesir hebat.
“Tentu saja tidak. Memangnya ada
apa?” Tanyaku.
Luke terdiam seperti sedang
memikirkan sesuatu. Aku membiarkannya berpikir. Sepertinya Luke sedang mengalami
masalah yang serius. Dia mungkin membutuhkan seseorang untuk diajaknya bicara.
Aku siap menjadi pendengar yang baik untuk Luke.
“Oh, tidak ada. Aku hanya merasa
kesepian.” Ucap Luke. His sound feels sad.
“Dimana orangtuamu?” Tanyaku walau
rasanya tidak enak menanyakan hal itu pada Luke. Aku takut kalau Luke mengalami
masalah yang serius dengan orangtuanya.
“Mereka sedang bekerja.” Jawab Luke
tanpa menunjukkan ekspresi ketidaksukaan akan pertanyaanku. Syukurlah. “Jadi,
mengapa kau pindah kemari? Dimana tempat tinggalmu sebelumnya?” Tanya Luke.
Haruskah aku memberitahukannya
mengenai rumahku yang hancur karena orangtuaku bertengkar? Rasanya tidak
penting. Aku tidak mau terlihat lemah dihadapan orang lain hanya karena
orangtuaku sekalipun itu temanku. Aku sudah berjanji untuk tidak meneteskan air
mata karena mereka. Aku bahagia dengan hidupku yang sekarang. Tinggal bersama
paman, kak Harry dan teman-teman yang sangat aku sayangi. Siapa lagi kalau
bukan Luke, Calum, Michael dan Ashton?
“Aku bosan tinggal di rumahku.”
Jawabku.
Luke tertawa mendengar jawabanku.
Aku pun ikutan tertawa. Aku cocok ya menjadi pelawak? Tapi rasanya senang dapat
membuat orang disekitar kita tertawa.
“Ada ya bosan tinggal di rumah? Apa
kau tidak sedih meninggalkan teman-temanmu disana?” Tanya Luke.
“Well,
aku tidak memiliki teman disana. Ada sih tapi hanya teman biasa. Kebanyakan
teman-temanku berada di dunia maya.” Jawabku.
“Oh, kau orangnya tertutup ya?
Mungkin sama sepertiku. Teman-temanku hanya Calum, Ashton, Mike, juga kau.”
Ucap Luke sambil tersenyum menunjuk ke arahku.
“Aku masih tidak percaya kau mau
berteman denganku. Bisa saja pacarmu nanti memarahiku.” Ucapku.
Ups! Sungguh aku tak sengaja mengucapkan kalimat itu. Aku anaknya lumayan
suka ceplas-ceplos kalau bicara dan tidak mau memikirkan apa akibat dari
ucapanku. Aku ragu-ragu menatap Luke yang air muka-nya sedikit berubah. Sial.
Aku takut kalau-kalau Luke tidak menyukaiku karena ucapanku tadi. Pacar? Tidak!
Apakah Luke sedang memikirkan pacarnya?
“Darimana kau tau kalau aku sudah punya pacar?” Tanya Luke.
Jantungku berdetak hebat mendengar
pertanyaannya. Hatiku tiba-tiba menjadi sakit. Benar kan Luke sudah punya
pacar? Harusnya aku sudah mengetahuinya sejak awal. Mustahil cowok setampan
Luke belum memiliki pacar. Pasti pacarnya sangat cantik. Aku tidak tau apa
jadinya jika aku bertemu dengan pacar Luke. Mending orangnya baik, kalau jahat?
“Aku hanya menebak saja. Kau kan
ganteng. Pasti kau sudah punya pacar.” Ucapku.
Luke terkekeh. “I don’t have girlfriend.” Ucapnya.
Apa? Aku menatap Luke, mencari
kebenaran disana. Sungguh aku sangat malu. Pasti Luke mengira aku tidak ingin
jika dia memiliki pacar. Aku takut jika Luke mengira aku ingin menjadi temannya
karena ingin mendapatkan Luke atau menarik perhatian Luke.
“Sudahlah. Aku masih sendiri jadi
tidak usah membahas tentang pacar.” Ucap Luke.
Aku mengangguk-angguk. Memang sih
tidak ada gunanya membicarakan tentang pacar, aku bahkan sama sekali belum
pernah pacaran. Mungkin Luke bakal ketawa ngakak kalau sampai tau aku yang
belum pernah pacaran. Kemudian, Luke menyodorkanku cup cake yang nampak lezat. Aku tidak tau darimana Luke mendapatkan
cup cake itu. Aku mengambilnya dengan
ragu lalu memakannya. Hmm.. Rasanya sangat lezat. Aku sih semua makanan mau-mau
saja sekalipun itu tidak enak *eh.
“Aku yang membuatnya sendiri. Apakah
ada yang kurang?” Tanya Luke.
Aku hampir tersedak karena tau bahwa
cup cake yang aku makan ini adalah
bikinan Luke sendiri. Keren! Luke mirip seperti Harry. Sama-sama jago masak.
Seharusnya aku bisa memasak apapun jenis masakan jangan hanya bisa makan saja.
“Wah, lezat sekali. Aku iri lho
melihat cowok yang jago masak karena aku sendiri tidak bisa memasak.” Ucapku.
Tiba-tiba aku merasakan tangan
lembut Luke yang menyentuh bibirku. Aku dapat merasakan sentuhannya yang sangat
sulit untuk dideskripsikan. Ternyata Luke saking tidak bisa menahan tawanya
akhirnya memutuskan untuk mengelap bekas cream
di mulutku. Sungguh aku ingin teriak saat ini juga.
“Kau terlihat lucu dengan cream di mulutmu itu.” Ucap Luke.
“Ya.. Ya.. Aku malu sekarang.”
Ucapku lalu cepat-cepat membersihkan mulutku dengan tanganku.
“Oke. Aku akan membuatkanmu minuman
spesial. Tunggu ya.” Ucap Luke cepat-cepat masuk ke dalam sana.
Demi Tuhan, dia sangat sempurna!
Alangkah beruntungnya gadis yang bisa menjadi pacarnya. Aku bahkan baru bertemu
dengannya dan dia sudah sangat baik padaku, sampai-sampai dia membuatkanku cake beserta minumannya pula.
Aku benar-benar beruntung bertemu
dengan Luke.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar