Dua minggu lagi……..
Waktu berjalan begitu cepat ya. Tidak terasa konser Simple Plan di Sydney
akan dilaksanakan dua minggu lagi. Aku sudah membeli tiket yang paling mahal.
Bukan maksud menyombongkan diri. Tapi itulah impianku. Aku ingin melihat Simple
Plan dari jarak yang cukup dekat. Bahkan aku ingin berada satu panggung
dengannya. Aku dan Luke membeli tiket gold
sedangkan Michael, Calum, Ashton juga Cassa membeli tiket tribun. Tidak
apa-apa. Yang penting kami bisa menontonnya.
Sore ini aku berada di tempat latihan band Luke cs. Mereka sibuk
memainkan lagu Simple Plan. Salah satu lagu favorit-ku adalah Jet Lag. Tapi
kurasa Simple Plan akan membawakan lagu-lagu baru mereka di album baru mereka
tentu saja. Ada Cassa disini. Ternyata gadis itu jago memainkan alat musik baik
gitar, bass, drum maupun piano. Keren bukan?
“Leish, what is your fav Simple
Plan song?” Tanya Cassa.
Aku berpikir. “Ada banyak sekali lagu-lagu Simple Plan favoritku.”
Jawabku.
“Pasti dari sekian banyak lagu ada satu lagu yang paling kau suka.” Ucap
Cassa.
Aku tersenyum dan semakin berpikir lebih keras lagi. Lagu paling favorit?
“Ya! Ada satu lagu Simple Plan yang membuat aku menangis. Judulnya ‘Gone Too
Soon’. Kalau kau?” Ucapnku.
Cassa berpikir sesaat. “Jet Lag. Aku lebih suka lagu yang bersemangat
dibanding lagu yang sedih.” Jawabnya.
Kami sama-sama tertawa. Entah apa yang kami tertawakan. God! Aku sangat bersyukur mendapatkan
teman seperti Cassa. Dia sangat baik dan sekalipun tak pernah menyakitiku.
Kemudian, Luke, Michael, Calum dan Ashton datang menemui kami.
“Aku bersumpah akan satu stage
dengan Simple Plan nantinya.” Ucap Michael.
“In your dream.” Ucap Cassa.
“Hei guys! Aku ingin membawakan
satu lagu untuk kalian. Lagu Simple Plan juga.” Ucap Luke tiba-tiba. Dia sudah
siap dengan gitarnya. Aku menahan nafas dan bersiap-siap untuk mati. Melihatnya
bermain gitar mampu membuat tubuhku lemas. Suara gitar pun mulai terdengar. Aku
memejamkan mata, mencoba meresapi makna dari setiap lirik yang Luke nyanyikan.
“I've never been the best at
honesty
I've made more mistakes than I can
even count
But things are gonna be so different
now
You make me wanna turn it all around..”
Yang dinyanyikan Luke adalah salah
satu lagu kesukaanku yang berjudul ‘Try’. Lagu yang menceritakan tentang
seseorang yang pernah melakukan kesalahan dan mengecewakan orang lain tapi
orang itu berusaha untuk tidak mengecewakan siapapun lagi. Tiba-tiba aku teringat
dengan mantan Luke. Jadi Luke menyanyikan lagu itu untuk mantanya? Mood-ku menjadi buruk. Tapi apa hak-ku
untuk melarang Luke mengingat mantannya?
“I
think of all the games that I have played
The unsuspecting people that I've
hurt
Deep inside I know I don't deserve
Another chance to finally make it
work..”
Kulihat Luke menyanyikan lagu itu dengan penuh penghayatan. Dia seperti
benar-benar telah membuat kesalahan besar dan banyak mengecewakan orang.
Dada-ku berdesir mendengar suaranya yang lembut dan emosional. Bukan hanya aku
saja yang merasa tersentuh seperti ini, tapi Calum, Michael, Ashton dan Cassa
juga merasakan apa yang aku rasakan.
“But I'll try, to never disappoint
you
I'll try, until I get it right
I've always been so reckless, all of
my life
But I'll try… for you..
This time I won't make up excuses
Cause I don't wanna lose you
Don't give up on me and I'll prove
that
I can do this..”
Setelah Luke selesai menyanyi, aku dan lainnya bertepuk tangan. Kalau
boleh jujur, aku lebih suka suara Luke ketimbang vokalis-vokalis band favoritku
karena suara Luke bagiku sangat spesial dan mampu membuatku meleleh. Aku rasa
Luke cocok menjadi penyanyi terkenal, membuat album lalu tour keliling dunia.
Pasti sangat menyenangkan. Tidak perlu susah kuliah tapi mendapatkan banyak
uang dengan cara menyanyi.
“Kurasa lagu itu kau nyanyikan untuk si Miss. Everything itu.” Ucap
Michael.
“Michael benar. Kau merasa bersalah karena telah mengecewakannya dan kau
ingin meminta maaf dengannya.” Tambah Calum.
Kulihat Luke tersenyum malu karena ucapan Michael dan Calum. Aku menghela
nafas panjang. Luke masih mencintai mantannya dan aku tidak bisa berbuat
apapun. Justru kebahagiaan Luke yang paling penting. Bahkan kalau berani aku
mau membantu Luke untuk menemukan mantannya itu dan mengembalikan hubungan
mereka agar Luke bahagia.
“Kalian setuju kalau Luke pacaran sama bitch itu?” Tanya Cassa.
“Jangan memberi julukan yang tidak baik. Lagipula darimana kau tau kalau
dia benar-benar gadis jalang? Kau tidak tau bagaimana kehidupannya.” Ucap
Ashton.
Cassa mendengus kesal. “I hate her
so much! Jika kami bertemu, kami selalu memasang wajah perang. Aku pernah
menjambak rambutnya tapi tidak lama karena ada guru yang curiga dengan kami. Tapi
syukurlah dia sudah pergi, aku bisa tenang.” Ucapnya.
Sebenarnya sejak sebelum pacaran dengan Luke, hubungan Cassa dengan
mantan Luke memang tidak baik. Cassa pernah menceritakannya padaku. Mantan Luke
mengira Cassa menyukai Luke sehingga dia takut kalau-kalau Cassa bisa
menaklukan Luke. Entah apa yang membuat Cassa begitu membenci gadis itu.
“Tapi bukankah kebahagiaan Luke yang paling penting? Aku ikhlas Luke
pacaran dengan gadis manapun sekalipun aku juga menyukai gadis itu. Aku tidak
tega melihatnya menangis hanya karena ditinggal oleh mantannya itu.” Ucap
Calum.
Sepertinya Luke tidak suka dengan topik yang mereka bicarakan. “Bisakah
kita membicarakan hal lain? Tolong jangan bahas ‘dia’. Itu masalah pribadiku.
Anggap saja aku tidak pernah bertemu dengannya.” Ucap Luke.
Rasanya ada yang aneh saat Luke mengucapkan kalimatnya yang terakhir.
Pasti nyesek ya Luk. Aku tau kau sangat mencintainya bagaimanapun dia, meski
dia banyak dibenci oleh orang-orang dan mendapat julukan yang tidak baik. Itu
memang masalah Luke tapi aku terus saja kepikiran. Aku ingin sekali bertemu
dengan gadis yang bisa membuat Luke se-sedih itu. Tapi dimana dia sekarang?
Jika dia kembali dan bertemu dengan Luke, akankah aku kuat menghadapinya?
***
Oke, selesai!
Setiap harinya aku melihat kalender
lalu mencoretnya dan menghitung hari sampai hari dimana konser Simple Plan
diadakan. Tinggal seminggu lagi. Harry merasa heran melihatku yang setiap pagi
mencoret kalender sambil tersenyum seperti orang gila. Hari ini hari Minggu.
Sekolah diliburkan. Biasanya aku suka bangun siang. Tapi setiap kali aku bangun
siang, perutku selalu memaksaku untuk bangun pagi-pagi. Bagaimana tidak
berontak karena setiap pagi atau setidaknya jam tujuh pagi perutku harus diisi
makanan. Eh kok ngomongin perut dan makanan ya?
“Lagi-lagi kalender. Sebenarnya ada
apa sih?” Tanya Harry.
Aku menatap Harry sambil memasang
wajah penuh misteri. “Kau tidak tau?” Tanyaku.
“Tidak. Memangnya ada hari penting
ya dalam waktu dekat ini?” Ucap Harry.
“Tepat sekali!” Ucapku lalu pergi
meninggalkan Harry. Harry langsung berlari mengejarku. Sepertinya dia sangat
penasaran.
“Seminggu lagi Simple Plan akan
mengadakan konser di Sydney. Aku sudah memesan tiket-nya dan sudah memberitahu
ke paman. Untunglah dia mengizinkanku asalkan Dad juga mengizinkanku.” Jelasku.
Harry mengangguk-angguk. “Lalu
kenapa aku tidak diajak?” Tanyanya.
Aku tertawa. “Kau bahkan tidak tau
siapa Simple Plan itu jadi percuma mengajakmu.” Ucapku.
Sepertinya Harry tidak setuju dengan
ucapanku. “I know them. Pasti yang
nyanyi lagu ‘you say good morning when
it’s midnight going out of my head alone in this bed’.” Ucapnya sambil
menggoyang-goyangkan kepala mengikuti irama lagu itu.
“Yaaa tapi kalau kau ingin nonton
beli tiket sendiri.” Ucapku lalu berlari meninggalkannya dan masuk ke dalam
kamar.
Hari minggu memang hari yang cukup
membosankan. Aku seharian bisa bermalas-malasan di dalam kamar. Kemudian aku
membuka twitter dan mencari akun Simple Plan. Aku tersenyum membaca tweet
mereka. Ya, mereka sedang mengadakan tour dunia dan sebentar lagi mereka akan
datang ke Sydney.
Tiba-tiba aku menemukan tweet Luke
yang aku yakini menulis tentang mantannya. Luke menulis “If I met you again, I swear to never disappoint you.” Jika saja
mantan Luke masih mem-follow akun twitter Luke tentunya dia bakal melihat isi
tweet-nya Luke. Meski Luke sudah mengecewakannya, mana ada sih gadis yang
menolak permintamaafannya dengan tulus? Firasatku mengatakan bahwa mantan Luke
masih mencintai Luke dan suatu hari nanti akan kembali menemui Luke. Dan jika
saja itu benar…..
Drdrdrtt…
Aku membuka ponselku. Ternyata Luke
yang mengirim pesan padaku. Katanya dia sedang membutuhkanku. Dia menyuruhku
datang ke rumahnya saat ini juga. Aku sejenak berpikir. Apa yang lainnya juga
harus datang ke rumah Luke? Memangnya Luke ingin minta bantuan apa dariku? Aku
tidak bisa memberikannya apa-apa. Akhirnya aku memutuskan pergi ke rumah Luke.
Sesampai di rumah Luke, rumah itu
sama saja seperti hari-hari sebelumnya. Rumah itu selalu terlihat sepi.
Seandainya Luke mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Kulihat ada
keanehan di rumahnya. Aku bahkan tidak pernah melihat orangtua Luke. Ku harap
mereka baik-baik saja. Aku masuk ke dalam rumahnya.
“Thanks
sudah mau datang.” Ucap Luke. Dia menggandeng tanganku lalu mengajakku entah
kemana.
Ternyata hanya aku saja yang disuruh
datang ke rumahnya. Kurasa aku yang paling spesial diantara sahabat-sahabat
Luke lainnya. Kalau tidak, kenapa aku yang selalu menjadi orang pertama jika
Luke tengah membutuhkan bantuan? Dan pastinya, aku yang paling dekat dengan
Luke diantara yang lain. Ini opini-ku lho tidak tau jika opini-ku benar di mata
Luke atau tidak.
Ada sebuah ruangan yang berukuran
sedang yang bagiku agak misterius. Luke membuka kenop pintu ruangan itu. Gelap.
Kemudian Luke menyalakan lampu. Aku terdiam melihat isi ruangan yang bersih
itu. Kemudian mata-ku tertuju pada sebuah grand piano yang nampak cantik
disana. Jadi Luke punya piano juga?
“Itu piano-mu?” Tanyaku sambil
menunjuk ke arah piano itu.
Luke tersenyum kemudian dia duduk di
kursi yang sudah disediakan di dekat piano itu. Aku menyusul Luke lalu duduk di
sampingnya. Perlahan, jari-jari Luke menyentuh tuts piano itu sehingga
menciptakan sebuah nada yang indah. Ah ternyata Luke jago juga ya main piano.
“Ini piano milik Ibuku. Dia adalah
pemain piano yang hebat.” Jelas Luke.
“Ohya? Ibumu memang hebat. Dia
adalah guru matematika, seorang photographer dan jago bermain piano. Pantasan
saja anaknya hebat karena ikut Mama-nya.” Ucapku.
Entah instrument apa yang Luke
mainkan di piano itu, namun hatiku tersentuh mendengarnya. Aku menatap wajah
Luke dalam-dalam. Sungguh wajah yang selalu membuatku ingin melayang tinggi,
tersenyum dan gila. Aku mencintai-mu Luk. Aku ingin terus selalu ada di
sampingmu.
“Dia juga pintar bermain piano.”
Ucap Luke tiba-tiba.
Dia? Batinku dalam hati. Ow. Aku
tau. Siapa lagi kalau bukan mantannya itu? Hatiku selalu merasa sakit saat Luke
mengingat mantannya itu. Gadis bodoh sepertiku tak akan pernah bisa membuat
Luke melupakan mantan yang sangat dicintainya itu.
“Seberapa cantiknya sih dia? Apa kau
punya foto-nya? Aku penasaran sekali.” Tanyaku.
Luke menghentikan permainan
piano-nya lalu menatapku dan mengangguk. Dia bangkit dan mengambil sebuah
pigura foto yang aku yakini adalah foto mantan-nya. Jantungku berdebar-debar.
Pasti gadis itu sangat cantik. Saat Luke membirkan pigura itu, aku bisa melihat
dengan jelas disana. Gadis itu sangat cantik, sungguh. Bahkan aku mengaku
Kendall Jenner atau Gigi Hadid kalah dengan gadis itu. Disana ada Luke juga
yang tengah merangkul gadis itu dan mencium pipinya. Hiks. Alangkah bahagia-nya
mereka.
“Dia benar-benar cantik.” Ucapku
mencoba menyembunyikan wajah sedihku. “Seandainya aku bisa secantik dia.”
Tambahku.
Mendengar suaraku yang terkesan
seperti putus asa, Luke langsung mengacak-acak rambutku. Sepertinya dia tidak
setuju dengan ucapanku. Tapi inilah kenyataannya. Aku tidak secantik gadis lain
yang pernah aku temui. Bahkan aku jarang melihat diriku di depan cermin. Tapi
aku tak pernah marah pada Tuhan karena Tuhan memberikan diriku apa adanya yang
seperti ini.
“Berapa kali aku harus mengatakan
kalau kau sangat cantik.” Ucap Luke.
Aku tersenyum malu. “Kalau begitu,
cantikan mana antara aku dengan gadis yang di foto ini?” Tanyaku.
Luke terkekeh. “Kalian berdua
sama-sama cantik.” Ucapnya.
Selanjutnya, Luke kembali memainkan
pianonya. Kali ini dia akan menyanyikan sebuah lagu. Ku harap aku mengetahui
lagu yang dia nyanyikan. Sayangnya saat dia mulai memainkan intro nada-nya aku
tidak bisa menebak lagu apa yang dinyanyikan Luke.
“I
smile, you laugh, I look away, I sigh, you ask me why, I say
It’s
ok and I am just feeling down
Your
hand on mine I hear the words, if only love had found us first
Our
lives they would be different, oh
So I
stand and wait, I am just a man, oh
Where
would we be now baby, if we found each other first
Where
would we be now baby
And
now I must confess, that I am a sinking ship
And
I’m anchored by the weight of my heart cause it’s filled with these feelings
But I
keep my true thought locked, beside my hearts black box
And
it won’t be found, it won’t survive through the smoke or the wreckage
So I
crash and burn, I got a lot of things to learn, oh..
Where
would we be now baby, if we found each other first
Where
would we be now baby, if I said these simple words
I’ll
wait, I’ll wait as long as you want
But
where would we be now baby..”
Lagunya sangat bagus. Tapi aku tidak
tau itu lagu siapa. Apa Luke yang membuatnya sendiri? Kalau iya, hebat sekali
dia. Setelah selesai menyanyikan lagu itu, Luke menatapku seakan-akan
menyuruhku untuk giliran menyanyikan lagu sambil bermain piano. Tapi aku tidak
bisa bermain piano. Bisa sih hanya saja tidak se-jago aku ketika aku bermain
gitar.
“Ngomong-ngomong, orangtua-mu kemana
sih? Aku ingin sekali bertemu dengan Ibu-mu.” Ucapku.
Luke selalu mengubah ekspresi
wajahnya saat aku menanyakan tentang orangtuanya. Aku salah ya? Apa orangtua
Luke sedang tidak baik? Dilihat dari ekspresi Luke memang menguatkan kalau
orangtua Luke sedang tidak baik. Apa Luke mengalami hal yang sama dengan apa
yang aku alami? Apa orangtua Luke sedang bertengkar?
Kuharap Luke baik-baik saja.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar