expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 07 Juni 2016

Can't Have You ( Part 13 )



Dua minggu lagi……..

Waktu berjalan begitu cepat ya. Tidak terasa konser Simple Plan di Sydney akan dilaksanakan dua minggu lagi. Aku sudah membeli tiket yang paling mahal. Bukan maksud menyombongkan diri. Tapi itulah impianku. Aku ingin melihat Simple Plan dari jarak yang cukup dekat. Bahkan aku ingin berada satu panggung dengannya. Aku dan Luke membeli tiket gold sedangkan Michael, Calum, Ashton juga Cassa membeli tiket tribun. Tidak apa-apa. Yang penting kami bisa menontonnya.

Sore ini aku berada di tempat latihan band Luke cs. Mereka sibuk memainkan lagu Simple Plan. Salah satu lagu favorit-ku adalah Jet Lag. Tapi kurasa Simple Plan akan membawakan lagu-lagu baru mereka di album baru mereka tentu saja. Ada Cassa disini. Ternyata gadis itu jago memainkan alat musik baik gitar, bass, drum maupun piano. Keren bukan?

“Leish, what is your fav Simple Plan song?” Tanya Cassa.

Aku berpikir. “Ada banyak sekali lagu-lagu Simple Plan favoritku.” Jawabku.

“Pasti dari sekian banyak lagu ada satu lagu yang paling kau suka.” Ucap Cassa.

Aku tersenyum dan semakin berpikir lebih keras lagi. Lagu paling favorit? “Ya! Ada satu lagu Simple Plan yang membuat aku menangis. Judulnya ‘Gone Too Soon’. Kalau kau?” Ucapnku.

Cassa berpikir sesaat. “Jet Lag. Aku lebih suka lagu yang bersemangat dibanding lagu yang sedih.” Jawabnya.

Kami sama-sama tertawa. Entah apa yang kami tertawakan. God! Aku sangat bersyukur mendapatkan teman seperti Cassa. Dia sangat baik dan sekalipun tak pernah menyakitiku. Kemudian, Luke, Michael, Calum dan Ashton datang menemui kami.

“Aku bersumpah akan satu stage dengan Simple Plan nantinya.” Ucap Michael.

In your dream.” Ucap Cassa.

“Hei guys! Aku ingin membawakan satu lagu untuk kalian. Lagu Simple Plan juga.” Ucap Luke tiba-tiba. Dia sudah siap dengan gitarnya. Aku menahan nafas dan bersiap-siap untuk mati. Melihatnya bermain gitar mampu membuat tubuhku lemas. Suara gitar pun mulai terdengar. Aku memejamkan mata, mencoba meresapi makna dari setiap lirik yang Luke nyanyikan.

I've never been the best at honesty

I've made more mistakes than I can even count

But things are gonna be so different now

You make me wanna turn it all around..”

            Yang dinyanyikan Luke adalah salah satu lagu kesukaanku yang berjudul ‘Try’. Lagu yang menceritakan tentang seseorang yang pernah melakukan kesalahan dan mengecewakan orang lain tapi orang itu berusaha untuk tidak mengecewakan siapapun lagi. Tiba-tiba aku teringat dengan mantan Luke. Jadi Luke menyanyikan lagu itu untuk mantanya? Mood-ku menjadi buruk. Tapi apa hak-ku untuk melarang Luke mengingat mantannya?

            I think of all the games that I have played

The unsuspecting people that I've hurt

Deep inside I know I don't deserve

Another chance to finally make it work..”

Kulihat Luke menyanyikan lagu itu dengan penuh penghayatan. Dia seperti benar-benar telah membuat kesalahan besar dan banyak mengecewakan orang. Dada-ku berdesir mendengar suaranya yang lembut dan emosional. Bukan hanya aku saja yang merasa tersentuh seperti ini, tapi Calum, Michael, Ashton dan Cassa juga merasakan apa yang aku rasakan.

But I'll try, to never disappoint you

I'll try, until I get it right

I've always been so reckless, all of my life

But I'll try… for you..


This time I won't make up excuses

Cause I don't wanna lose you

Don't give up on me and I'll prove that

I can do this..”

Setelah Luke selesai menyanyi, aku dan lainnya bertepuk tangan. Kalau boleh jujur, aku lebih suka suara Luke ketimbang vokalis-vokalis band favoritku karena suara Luke bagiku sangat spesial dan mampu membuatku meleleh. Aku rasa Luke cocok menjadi penyanyi terkenal, membuat album lalu tour keliling dunia. Pasti sangat menyenangkan. Tidak perlu susah kuliah tapi mendapatkan banyak uang dengan cara menyanyi.

“Kurasa lagu itu kau nyanyikan untuk si Miss. Everything itu.” Ucap Michael.

“Michael benar. Kau merasa bersalah karena telah mengecewakannya dan kau ingin meminta maaf dengannya.” Tambah Calum.

Kulihat Luke tersenyum malu karena ucapan Michael dan Calum. Aku menghela nafas panjang. Luke masih mencintai mantannya dan aku tidak bisa berbuat apapun. Justru kebahagiaan Luke yang paling penting. Bahkan kalau berani aku mau membantu Luke untuk menemukan mantannya itu dan mengembalikan hubungan mereka agar Luke bahagia.

“Kalian setuju kalau Luke pacaran sama bitch itu?” Tanya Cassa.

“Jangan memberi julukan yang tidak baik. Lagipula darimana kau tau kalau dia benar-benar gadis jalang? Kau tidak tau bagaimana kehidupannya.” Ucap Ashton.

Cassa mendengus kesal. “I hate her so much! Jika kami bertemu, kami selalu memasang wajah perang. Aku pernah menjambak rambutnya tapi tidak lama karena ada guru yang curiga dengan kami. Tapi syukurlah dia sudah pergi, aku bisa tenang.” Ucapnya.

Sebenarnya sejak sebelum pacaran dengan Luke, hubungan Cassa dengan mantan Luke memang tidak baik. Cassa pernah menceritakannya padaku. Mantan Luke mengira Cassa menyukai Luke sehingga dia takut kalau-kalau Cassa bisa menaklukan Luke. Entah apa yang membuat Cassa begitu membenci gadis itu.

“Tapi bukankah kebahagiaan Luke yang paling penting? Aku ikhlas Luke pacaran dengan gadis manapun sekalipun aku juga menyukai gadis itu. Aku tidak tega melihatnya menangis hanya karena ditinggal oleh mantannya itu.” Ucap Calum.

Sepertinya Luke tidak suka dengan topik yang mereka bicarakan. “Bisakah kita membicarakan hal lain? Tolong jangan bahas ‘dia’. Itu masalah pribadiku. Anggap saja aku tidak pernah bertemu dengannya.” Ucap Luke.

Rasanya ada yang aneh saat Luke mengucapkan kalimatnya yang terakhir. Pasti nyesek ya Luk. Aku tau kau sangat mencintainya bagaimanapun dia, meski dia banyak dibenci oleh orang-orang dan mendapat julukan yang tidak baik. Itu memang masalah Luke tapi aku terus saja kepikiran. Aku ingin sekali bertemu dengan gadis yang bisa membuat Luke se-sedih itu. Tapi dimana dia sekarang? Jika dia kembali dan bertemu dengan Luke, akankah aku kuat menghadapinya?

***

            Oke, selesai!

            Setiap harinya aku melihat kalender lalu mencoretnya dan menghitung hari sampai hari dimana konser Simple Plan diadakan. Tinggal seminggu lagi. Harry merasa heran melihatku yang setiap pagi mencoret kalender sambil tersenyum seperti orang gila. Hari ini hari Minggu. Sekolah diliburkan. Biasanya aku suka bangun siang. Tapi setiap kali aku bangun siang, perutku selalu memaksaku untuk bangun pagi-pagi. Bagaimana tidak berontak karena setiap pagi atau setidaknya jam tujuh pagi perutku harus diisi makanan. Eh kok ngomongin perut dan makanan ya?

            “Lagi-lagi kalender. Sebenarnya ada apa sih?” Tanya Harry.

            Aku menatap Harry sambil memasang wajah penuh misteri. “Kau tidak tau?” Tanyaku.

            “Tidak. Memangnya ada hari penting ya dalam waktu dekat ini?” Ucap Harry.

            “Tepat sekali!” Ucapku lalu pergi meninggalkan Harry. Harry langsung berlari mengejarku. Sepertinya dia sangat penasaran.

            “Seminggu lagi Simple Plan akan mengadakan konser di Sydney. Aku sudah memesan tiket-nya dan sudah memberitahu ke paman. Untunglah dia mengizinkanku asalkan Dad juga mengizinkanku.” Jelasku.

            Harry mengangguk-angguk. “Lalu kenapa aku tidak diajak?” Tanyanya.

            Aku tertawa. “Kau bahkan tidak tau siapa Simple Plan itu jadi percuma mengajakmu.” Ucapku.

            Sepertinya Harry tidak setuju dengan ucapanku. “I know them. Pasti yang nyanyi lagu ‘you say good morning when it’s midnight going out of my head alone in this bed’.” Ucapnya sambil menggoyang-goyangkan kepala mengikuti irama lagu itu.

            “Yaaa tapi kalau kau ingin nonton beli tiket sendiri.” Ucapku lalu berlari meninggalkannya dan masuk ke dalam kamar.

            Hari minggu memang hari yang cukup membosankan. Aku seharian bisa bermalas-malasan di dalam kamar. Kemudian aku membuka twitter dan mencari akun Simple Plan. Aku tersenyum membaca tweet mereka. Ya, mereka sedang mengadakan tour dunia dan sebentar lagi mereka akan datang ke Sydney.

            Tiba-tiba aku menemukan tweet Luke yang aku yakini menulis tentang mantannya. Luke menulis “If I met you again, I swear to never disappoint you.” Jika saja mantan Luke masih mem-follow akun twitter Luke tentunya dia bakal melihat isi tweet-nya Luke. Meski Luke sudah mengecewakannya, mana ada sih gadis yang menolak permintamaafannya dengan tulus? Firasatku mengatakan bahwa mantan Luke masih mencintai Luke dan suatu hari nanti akan kembali menemui Luke. Dan jika saja itu benar…..

            Drdrdrtt…

            Aku membuka ponselku. Ternyata Luke yang mengirim pesan padaku. Katanya dia sedang membutuhkanku. Dia menyuruhku datang ke rumahnya saat ini juga. Aku sejenak berpikir. Apa yang lainnya juga harus datang ke rumah Luke? Memangnya Luke ingin minta bantuan apa dariku? Aku tidak bisa memberikannya apa-apa. Akhirnya aku memutuskan pergi ke rumah Luke.

            Sesampai di rumah Luke, rumah itu sama saja seperti hari-hari sebelumnya. Rumah itu selalu terlihat sepi. Seandainya Luke mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Kulihat ada keanehan di rumahnya. Aku bahkan tidak pernah melihat orangtua Luke. Ku harap mereka baik-baik saja. Aku masuk ke dalam rumahnya.

            Thanks sudah mau datang.” Ucap Luke. Dia menggandeng tanganku lalu mengajakku entah kemana.

            Ternyata hanya aku saja yang disuruh datang ke rumahnya. Kurasa aku yang paling spesial diantara sahabat-sahabat Luke lainnya. Kalau tidak, kenapa aku yang selalu menjadi orang pertama jika Luke tengah membutuhkan bantuan? Dan pastinya, aku yang paling dekat dengan Luke diantara yang lain. Ini opini-ku lho tidak tau jika opini-ku benar di mata Luke atau tidak.

            Ada sebuah ruangan yang berukuran sedang yang bagiku agak misterius. Luke membuka kenop pintu ruangan itu. Gelap. Kemudian Luke menyalakan lampu. Aku terdiam melihat isi ruangan yang bersih itu. Kemudian mata-ku tertuju pada sebuah grand piano yang nampak cantik disana. Jadi Luke punya piano juga?

            “Itu piano-mu?” Tanyaku sambil menunjuk ke arah piano itu.

            Luke tersenyum kemudian dia duduk di kursi yang sudah disediakan di dekat piano itu. Aku menyusul Luke lalu duduk di sampingnya. Perlahan, jari-jari Luke menyentuh tuts piano itu sehingga menciptakan sebuah nada yang indah. Ah ternyata Luke jago juga ya main piano.

            “Ini piano milik Ibuku. Dia adalah pemain piano yang hebat.” Jelas Luke.

            “Ohya? Ibumu memang hebat. Dia adalah guru matematika, seorang photographer dan jago bermain piano. Pantasan saja anaknya hebat karena ikut Mama-nya.” Ucapku.

            Entah instrument apa yang Luke mainkan di piano itu, namun hatiku tersentuh mendengarnya. Aku menatap wajah Luke dalam-dalam. Sungguh wajah yang selalu membuatku ingin melayang tinggi, tersenyum dan gila. Aku mencintai-mu Luk. Aku ingin terus selalu ada di sampingmu.

            “Dia juga pintar bermain piano.” Ucap Luke tiba-tiba.

            Dia? Batinku dalam hati. Ow. Aku tau. Siapa lagi kalau bukan mantannya itu? Hatiku selalu merasa sakit saat Luke mengingat mantannya itu. Gadis bodoh sepertiku tak akan pernah bisa membuat Luke melupakan mantan yang sangat dicintainya itu.

            “Seberapa cantiknya sih dia? Apa kau punya foto-nya? Aku penasaran sekali.” Tanyaku.

            Luke menghentikan permainan piano-nya lalu menatapku dan mengangguk. Dia bangkit dan mengambil sebuah pigura foto yang aku yakini adalah foto mantan-nya. Jantungku berdebar-debar. Pasti gadis itu sangat cantik. Saat Luke membirkan pigura itu, aku bisa melihat dengan jelas disana. Gadis itu sangat cantik, sungguh. Bahkan aku mengaku Kendall Jenner atau Gigi Hadid kalah dengan gadis itu. Disana ada Luke juga yang tengah merangkul gadis itu dan mencium pipinya. Hiks. Alangkah bahagia-nya mereka.

            “Dia benar-benar cantik.” Ucapku mencoba menyembunyikan wajah sedihku. “Seandainya aku bisa secantik dia.” Tambahku.

            Mendengar suaraku yang terkesan seperti putus asa, Luke langsung mengacak-acak rambutku. Sepertinya dia tidak setuju dengan ucapanku. Tapi inilah kenyataannya. Aku tidak secantik gadis lain yang pernah aku temui. Bahkan aku jarang melihat diriku di depan cermin. Tapi aku tak pernah marah pada Tuhan karena Tuhan memberikan diriku apa adanya yang seperti ini.

            “Berapa kali aku harus mengatakan kalau kau sangat cantik.” Ucap Luke.

            Aku tersenyum malu. “Kalau begitu, cantikan mana antara aku dengan gadis yang di foto ini?” Tanyaku.

            Luke terkekeh. “Kalian berdua sama-sama cantik.” Ucapnya.

            Selanjutnya, Luke kembali memainkan pianonya. Kali ini dia akan menyanyikan sebuah lagu. Ku harap aku mengetahui lagu yang dia nyanyikan. Sayangnya saat dia mulai memainkan intro nada-nya aku tidak bisa menebak lagu apa yang dinyanyikan Luke.

            I smile, you laugh, I look away, I sigh, you ask me why, I say

            It’s ok and I am just feeling down

            Your hand on mine I hear the words, if only love had found us first

            Our lives they would be different, oh

            So I stand and wait, I am just a man, oh


            Where would we be now baby, if we found each other first

            Where would we be now baby


            And now I must confess, that I am a sinking ship

            And I’m anchored by the weight of my heart cause it’s filled with these feelings

            But I keep my true thought locked, beside my hearts black box

            And it won’t be found, it won’t survive through the smoke or the wreckage

            So I crash and burn, I got a lot of things to learn, oh..



            Where would we be now baby, if we found each other first

            Where would we be now baby, if I said these simple words

            I’ll wait, I’ll wait as long as you want

            But where would we be now baby..”

            Lagunya sangat bagus. Tapi aku tidak tau itu lagu siapa. Apa Luke yang membuatnya sendiri? Kalau iya, hebat sekali dia. Setelah selesai menyanyikan lagu itu, Luke menatapku seakan-akan menyuruhku untuk giliran menyanyikan lagu sambil bermain piano. Tapi aku tidak bisa bermain piano. Bisa sih hanya saja tidak se-jago aku ketika aku bermain gitar.

            “Ngomong-ngomong, orangtua-mu kemana sih? Aku ingin sekali bertemu dengan Ibu-mu.” Ucapku.

            Luke selalu mengubah ekspresi wajahnya saat aku menanyakan tentang orangtuanya. Aku salah ya? Apa orangtua Luke sedang tidak baik? Dilihat dari ekspresi Luke memang menguatkan kalau orangtua Luke sedang tidak baik. Apa Luke mengalami hal yang sama dengan apa yang aku alami? Apa orangtua Luke sedang bertengkar?

            Kuharap Luke baik-baik saja.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar