Rasanya malas
bangun dari mimpi indah. Aku masih memeluk guling dan malas membuka mata
padahal sejak tadi Harry membangunkanku tapi aku cuek saja. Aku tau hari ini
aku sudah mulai sekolah tapi aku malas bangun. Semalaman aku begadang nonton
film yang aku sendiri tidak tau apa judulnya. Aku iseng saja nonton ternyata
filmnya sangat bagus. Mau ending-nya saja aku sempat meneteskan air mata.
“That's
what I like about you, you hold me tight..Tell me I'm the only one wanna come
over tonight? Yeah..”
Entah lagu siapa yang Harry mainkan
namun aku langsung bangun dan menatap Harry dengan kesal. Harry berusaha
menahan tawanya melihat tampang baru bangunku yang sangat mengerikan. Setelah
semua nyawaku terkumpul, aku berdiri, mengambil handuk lalu masuk ke kamar
mandi. Salah satu kebiasaan burukku yaitu aku suka menyanyi sambil mandi. Leish
memang gila dan aku mengakui diriku yang memang gila, tapi aku menyukainya.
Setelah mandi dan berpakaian rapi
walau tak yakin apakah aku rapi atau tidak, aku berjalan menuju meja makan.
Harry-lah yang memasak semua makanan itu. Dasar cowok sempurna. Masakannya
sangat lezat dan aku iri pada Harry. Aku yang cewek saja sulit untuk membuat
makanan yang enak sedangkan Harry sangat jago memasak.
“Bagaimana penampilanku? Apakah ada
yang kurang?” Tanyaku.
“Tidak. Kau sudah rapi.” Jawab
paman.
“Hmm.. Sebaiknya kau luruskan
rambutmu. Aku kurang menyukai rambutmu yang terkesan seperti tidak bisa
disisir.” Ucap Harry.
Aku tersenyum mendengar pujian Harry.
“Terimakasih atas kejujuranmu. Tapi aku sangat menyayangi rambutku ini.”
Ucapku.
Sarapan selesai. Paman yang
mengantarkanku menuju sekolah baru setelah itu aku akan berangkat sendiri
menggunakan kendaraan umum. Dulu, aku selalu diantar jemput oleh supir-ku jadi
aku tidak perlu berdesakan di bus. Tapi sekarang semuanya telah berubah. Aku
harus bisa menerima semuanya dan men-syukuri apapun yang Tuhan beri padaku.
Tidak peduli apakah aku harus berdesakan dengan penumpang lain saat menaiki
angkutan umum.
Di perjalanan, aku tampak gugup.
Sedaritadi aku genggam ponsel-ku dengan erat seperti ada seseorang yang mau
mengambilnya. Menjadi murid baru memang tidak enak. Kau akan menjadi orang
asing disana walau selama ini aku dianggap asing oleh teman-temanku walau
mereka mengenaliku. Tapi ku harap di sekolah nanti lebih baik tidak ada
seorangpun yang mau berteman denganku daripada harus mendapatkan teman yang
bisanya hanya membuat sakit hati saja.
“Sudah sampai.” Ucap paman.
Aku menatap gedung yang megah itu.
Aku melepas helm kemudian merapikan rambutku dengan jari-jariku. Wah sepertinya
aku terlihat kacau. Rambutku pasti berantakan. Aku menyesal tidak membawa
sisir.
“Kau bisa mengatasinya sendiri kan?”
Tanya paman.
Aku mengangguk. Hei! Aku bukan anak
kecil lagi. Aku bisa mengatasi semuanya dengan sendiri. Kutarik nafas
dalam-dalam. Motor paman sudah meninggalkan sekolah dan aku siap untuk masuk ke
dalamnya. Baru saja aku memasuki gerbang, di dalam sini cukup ramai. Banyak
murid-murid yang nampak ceria bersama teman-temannya. Tujuanku yaitu pergi ke
ruangan kepala sekolah untuk menanyakan dimana kelasku.
Sangat mudah menemukan ruang kepala
sekolah. Sebelum masuk, aku merapikan pakaian dan rambutku agar tidak terlihat
aneh. Kemudian aku mengetuk pintu. Suara Mrs. Hailey menyuruhku untuk
membukanya dan masuk ke dalam. Dengan jantung yang sedikit berdebar-debar, aku
membuka knop pintu dan menyadari ada sosok lain disana selain Mrs. Hailey,
yaitu seorang cowok berambut cokelat. Tiba-tiba saja aku teringat dengan cowok
di toko musik itu. Aku tidak bisa melihat siapa cowok yang bersama Mrs. Hailey
karena cowok itu duduk membelakangiku.
“You
must be Aleisha right? Ayo duduk.” Ucap Mrs. Hailey ramah.
Aku tersenyum lalu duduk disamping
cowok tadi. Dan saat aku bertatapan dengan cowok itu, sebisa mungkin aku
menahan teriakanku dan mencoba untuk tenang. C..Cowok itu kan? Cowok itu kan
yang aku temui di toko musik itu? Sepertinya cowok itu tau kalau aku sedang
kaget, tapi dia senyum saja. Sial. Melihat senyum-nya saja sudah membuat aku
melayang-layang. Gila cowok itu. Mengapa wajahnya jauh lebih tampan
dibandingkan dengan idola-idolaku?
Ternyata cowok itu juga murid baru.
Aku jadi lega. Jadi kita satu sekolah? Yes!
Mungkin aku adalah orang pertama yang bertemu dengan cowok itu. Sepertinya
cowok itu akan menjadi bintang disini. Akan banyak gadis yang tergila-gila
padanya. Aku ragu kalau-kalau dia belum memiliki seorang pacar. Hal lain yang
membuatku senang, aku dan cowok itu dikumpulkan di satu kelas. Jadi aku akan sering
melihatnya, siapa tau aku bisa menjadi temannya.
Aku teringat dengan album musik yang
ingin cowok itu beli tapi sudah habis. Jadi apakah cowok itu sudah mendapatkan
album Future Hearts di toko lain? Akhirnya kami berdua boleh meninggalkan
ruangan Mrs. Hailey. Jantungku berdebar-debar berjalan mengikutinya dari
belakang. Namun sepertinya cowok itu sama sekali tidak tertarik padaku. Lihat
saja, dia meninggalkanku dan membiarkanku berjalan sendirian dibelakang. Lho?
Memangnya aku ini siapa? Harusnya aku yang tau diri.
Tapi aku nekat juga dan berusaha
men-sejajari langkahku dengan langkahnya. Cowok itu tersadar kalau aku tengah
berusaha dekat dengannya. Ayolah cowok, tatap aku atau bicara apapun. Aku
anaknya kepedean memang, tumben sekali. Biasanya aku itu cuek dan tidak mau
peduli dengan orang lain.
“Oh hai, maaf tidak menyapamu.” Ucap
cowok itu.
‘Yes!’
Teriakku dalam hati.
“Namaku Aleisha. Bukankah kau orang
yang aku temui di toko musik itu? Bagaimana? Apakah kau sudah mendapatkan album
yang ingin kau cari?” Tanyaku.
Kuharap cowok itu tidak menyimpulkan
yang tidak-tidak tentangku. Tapi cowok itu terlihat senyum saja mendengar
pertanyaanku. Shit! Senyumnya benar-benar sangat manis dan benar apa kata
Vanesa, cowok itu memiliki lesung pipi yang sangat indah. Astaga ada juga ya
cowok seperti itu. Kalau begini caranya aku bisa jatuh cinta dengannya.
“I’m
Luke Hemmings. Just call me Luke. Jadi kau masih ingat padaku? Hmm setelah
itu aku tidak mencari di toko lain. Lagipula aku malas membelinya.” Ucap cowok
itu.
I
got his name! So his name is Luke! So cute! Eh tunggu, katanya Luke malas
membeli album itu? Jadi dia tidak menyukai All Time Low? Entah kenapa aku
menjadi sedih. Aku kira dia juga menyukai All Time Low ataupun band punk lainnya agar sama denganku.
“Jadi, untuk apa album itu kau beli
jika kau tidak menyukainya?” Tanyaku.
Luke tertawa. Apa pertanyaanku
salah?
“Hei, apa pentingnya album itu
sampai kau menanyakan album itu padaku?” Tanya Luke.
“Ngg.. Karena.. Ngg.. Bukankah yang
kau cari itu album milik All Time Low?” Tanyaku.
“Ya. Biar ku tebak. Kau menyukai All
Time Low?” Tanya Luke.
Mendengar pertanyaan Luke, wajahku
langsung berseri-seri. Baru kali ini aku berbicara langsung dengan orang
mengenai band-band kesukaanku, dan itu keluar dari mulut seorang cowok yang
entahlah bisa membuatku tersenyum aneh seperti ini. Luke, aku harap aku bisa
menjadi teman dekatmu walau tampangku hanya seperti ini.
“Ya.. Ya! I love them! Selain itu aku juga menyukai band-band lain seperti
Simple Plan, Boys Like Girls, The Maine, Mayday Parade..” Ucapku dengan penuh
semangat
“Wah, aku baru pertama kali
menemukan gadis yang begitu tergila-gila dengan band punk seperti mereka. Kau
hebat!” Ucap Luke.
Aku tersenyum malu mendengar
ucapannya yang kurasa adalah pujian bagiku. Aku tidak sempat bertanya lagi
karena kami sudah tiba di kelas. Tentu saja saat aku masuk banyak pasang mata
yang menatapku aneh. Tapi mereka lebih memusatkan diri melihat Luke. Ku bilang
juga iya, pasti mata gadis-gadis itu tidak bisa untuk tidak melihat Luke. Kami
pun duduk dan menemukan dua kursi kosong paling belakang. Aku akan duduk dengan
Luke! Batinku girang.
“Hei Luk! Kau belum menjawab
pertanyaanku.” Ucapku setelah kami duduk.
“Pertanyaan yang mana?” Tanya Luke
pura-pura bego.
Aku menepuk jidatku. Ganteng-ganteng
kok bego-_- “Tentang album itu kenapa kau mau membelinya padahal kau tidak
menyukainya.” Jawabku.
Belum sempat Luke menjawab, seorang
cowok berambut hijau mendatanginya lalu memeluknya. Untunglah guru yang sedang
menjagar diam saja melihat tingkah si anak berambut hijau itu. Sepertinya Luke
mengenali anak itu.
“Welcome
back.” Ucap cowok itu.
“Sure.”
Ucap Luke lalu beralih menatapku. Mendadak aku jadi malu. “Mumpung ada Michael
disini, karena dia aku jadi membeli album yang tadi kau tanyakan itu. Michael
yang menyuruhku mencari album itu karena aku kalah bermain game dengannya.”
Ucap Luke.
Agak kecewa sih aku mendengarnya.
Tapi sepertinya Michael si rambut hijau itu menyukai All Time Low. Kalau tidak
suka, mengapa Michael menyuruh Luke membeli album itu? Sungguh aku sangat ingin
menjadi teman Michael jika boleh.
“Hai Mike, aku Aleisha. Jadi kau
menyukai All Time Low?” Tanyaku.
“Yeah. Mereka salah satu band
favoritku. Apa kau menyukainya juga?” Jawab dan tanya Michael.
‘Yes!’
Aku berseru dalam hatiku. Lucunya Luke menatapku dengan aneh sambil terkekeh.
Tapi kekehannya sangat manis dan membuatku geregetan padanya. Tak apa aku
mendapatkan teman cowok disini, ku rasa teman cowok jauh lebih menyenangkan dibandingkan
dengan teman cewek.
“Aku sangat mengidolakan mereka!
Future Hearts adalah album favoritku selain Nothing Personal. Aku sangat
tergila-gila pada Alex dan Jack. Kau tau, saat aku mendengar lagu mereka,
perasaanku menjadi gembira dan bersemangat. Mereka memang hebat! Aku ingin
sekali menonton konser mereka tapi kapan mereka kesini? Kalaupun iya, apakah
aku diizinkan untuk melihat konser mereka?” Ucapku.
Sepertinya guru di depan sana mulai
memperingati kami. Aku jadi serba salah. Biasanya mulutku itu selalu terkunci
tapi sekarang aku berubah menjadi gadis yang cerewet hanya karena membicarakan
tentang All Time Low. Kulihat Michael bersemangat dengan ceritaku sementara
Luke lagi-lagi hanya tersenyum saja.
“Jadi kau adalah pecinta band punk?” Bisik Michael.
“Sure.”
Jawabku berusaha memelankan suara.
Kemudian Michael menatap Luke yang
sedang menatapnya. Mereka terlihat seperti sedang berkomunikasi tanpa harus
bicara. Hebat. Sepertinya mereka memang sudah saling kenal mengenal dengan
baik. Bahkan mungkin sudah menjadi sahabat.
“Hei apa yang kalian lakukan?”
Tanyaku.
Michael dan Luke tertawa kecil.
Entahlah yang jelas aku sangat bahagia. Aku senang bertemu dengan Luke, aku
senang bertemu dengan Michael. Tak pernah aku bayangkan bisa bertemu dengan
mereka. Mereka adalah anak yang menyenangkan. Ku harap aku bisa menjadi bagian
dari mereka. Aku tak peduli apa yang mereka lakukan apakah aktivitas cowok atau
apa. Aku akan mengikutinya sekalipun itu aneh. Tapi bukankah aku itu memang
aneh?
“Siapa namamu tadi?” Tanya Luke.
Aku agak kesal kenapa Luke sampai
bisa melupakan namaku. “Namaku Aleisha. A-L-E-I-S-H-A.” Jawabku sejelas
mungkin.
“Ohya, Aleisha! Nama yang lucu.
Selucu orangnya.” Ucap Luke.
Pipiku memerah mendengar ucapannya.
Tidak apa-apa dikatakan lucu oleh Luke. Aku menyukainya.
“Jadi, boleh tidak aku menjadi teman
kalian?” Tanyaku penuh harap.
Luke dan Michael saling bertatapan.
“Mengapa tidak?” Ucap Luke.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar