expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 05 Juni 2016

Can't Have You ( Part 3 )



Rasanya malas bangun dari mimpi indah. Aku masih memeluk guling dan malas membuka mata padahal sejak tadi Harry membangunkanku tapi aku cuek saja. Aku tau hari ini aku sudah mulai sekolah tapi aku malas bangun. Semalaman aku begadang nonton film yang aku sendiri tidak tau apa judulnya. Aku iseng saja nonton ternyata filmnya sangat bagus. Mau ending-nya saja aku sempat meneteskan air mata.

            That's what I like about you, you hold me tight..Tell me I'm the only one wanna come over tonight? Yeah..”

            Entah lagu siapa yang Harry mainkan namun aku langsung bangun dan menatap Harry dengan kesal. Harry berusaha menahan tawanya melihat tampang baru bangunku yang sangat mengerikan. Setelah semua nyawaku terkumpul, aku berdiri, mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi. Salah satu kebiasaan burukku yaitu aku suka menyanyi sambil mandi. Leish memang gila dan aku mengakui diriku yang memang gila, tapi aku menyukainya.

            Setelah mandi dan berpakaian rapi walau tak yakin apakah aku rapi atau tidak, aku berjalan menuju meja makan. Harry-lah yang memasak semua makanan itu. Dasar cowok sempurna. Masakannya sangat lezat dan aku iri pada Harry. Aku yang cewek saja sulit untuk membuat makanan yang enak sedangkan Harry sangat jago memasak.

            “Bagaimana penampilanku? Apakah ada yang kurang?” Tanyaku.

            “Tidak. Kau sudah rapi.” Jawab paman.

            “Hmm.. Sebaiknya kau luruskan rambutmu. Aku kurang menyukai rambutmu yang terkesan seperti tidak bisa disisir.” Ucap Harry.

            Aku tersenyum mendengar pujian Harry. “Terimakasih atas kejujuranmu. Tapi aku sangat menyayangi rambutku ini.” Ucapku.

            Sarapan selesai. Paman yang mengantarkanku menuju sekolah baru setelah itu aku akan berangkat sendiri menggunakan kendaraan umum. Dulu, aku selalu diantar jemput oleh supir-ku jadi aku tidak perlu berdesakan di bus. Tapi sekarang semuanya telah berubah. Aku harus bisa menerima semuanya dan men-syukuri apapun yang Tuhan beri padaku. Tidak peduli apakah aku harus berdesakan dengan penumpang lain saat menaiki angkutan umum.

            Di perjalanan, aku tampak gugup. Sedaritadi aku genggam ponsel-ku dengan erat seperti ada seseorang yang mau mengambilnya. Menjadi murid baru memang tidak enak. Kau akan menjadi orang asing disana walau selama ini aku dianggap asing oleh teman-temanku walau mereka mengenaliku. Tapi ku harap di sekolah nanti lebih baik tidak ada seorangpun yang mau berteman denganku daripada harus mendapatkan teman yang bisanya hanya membuat sakit hati saja.

            “Sudah sampai.” Ucap paman.

            Aku menatap gedung yang megah itu. Aku melepas helm kemudian merapikan rambutku dengan jari-jariku. Wah sepertinya aku terlihat kacau. Rambutku pasti berantakan. Aku menyesal tidak membawa sisir.

            “Kau bisa mengatasinya sendiri kan?” Tanya paman.

            Aku mengangguk. Hei! Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa mengatasi semuanya dengan sendiri. Kutarik nafas dalam-dalam. Motor paman sudah meninggalkan sekolah dan aku siap untuk masuk ke dalamnya. Baru saja aku memasuki gerbang, di dalam sini cukup ramai. Banyak murid-murid yang nampak ceria bersama teman-temannya. Tujuanku yaitu pergi ke ruangan kepala sekolah untuk menanyakan dimana kelasku.

            Sangat mudah menemukan ruang kepala sekolah. Sebelum masuk, aku merapikan pakaian dan rambutku agar tidak terlihat aneh. Kemudian aku mengetuk pintu. Suara Mrs. Hailey menyuruhku untuk membukanya dan masuk ke dalam. Dengan jantung yang sedikit berdebar-debar, aku membuka knop pintu dan menyadari ada sosok lain disana selain Mrs. Hailey, yaitu seorang cowok berambut cokelat. Tiba-tiba saja aku teringat dengan cowok di toko musik itu. Aku tidak bisa melihat siapa cowok yang bersama Mrs. Hailey karena cowok itu duduk membelakangiku.

            You must be Aleisha right? Ayo duduk.” Ucap Mrs. Hailey ramah.

            Aku tersenyum lalu duduk disamping cowok tadi. Dan saat aku bertatapan dengan cowok itu, sebisa mungkin aku menahan teriakanku dan mencoba untuk tenang. C..Cowok itu kan? Cowok itu kan yang aku temui di toko musik itu? Sepertinya cowok itu tau kalau aku sedang kaget, tapi dia senyum saja. Sial. Melihat senyum-nya saja sudah membuat aku melayang-layang. Gila cowok itu. Mengapa wajahnya jauh lebih tampan dibandingkan dengan idola-idolaku?

            Ternyata cowok itu juga murid baru. Aku jadi lega. Jadi kita satu sekolah? Yes! Mungkin aku adalah orang pertama yang bertemu dengan cowok itu. Sepertinya cowok itu akan menjadi bintang disini. Akan banyak gadis yang tergila-gila padanya. Aku ragu kalau-kalau dia belum memiliki seorang pacar. Hal lain yang membuatku senang, aku dan cowok itu dikumpulkan di satu kelas. Jadi aku akan sering melihatnya, siapa tau aku bisa menjadi temannya.

            Aku teringat dengan album musik yang ingin cowok itu beli tapi sudah habis. Jadi apakah cowok itu sudah mendapatkan album Future Hearts di toko lain? Akhirnya kami berdua boleh meninggalkan ruangan Mrs. Hailey. Jantungku berdebar-debar berjalan mengikutinya dari belakang. Namun sepertinya cowok itu sama sekali tidak tertarik padaku. Lihat saja, dia meninggalkanku dan membiarkanku berjalan sendirian dibelakang. Lho? Memangnya aku ini siapa? Harusnya aku yang tau diri.

            Tapi aku nekat juga dan berusaha men-sejajari langkahku dengan langkahnya. Cowok itu tersadar kalau aku tengah berusaha dekat dengannya. Ayolah cowok, tatap aku atau bicara apapun. Aku anaknya kepedean memang, tumben sekali. Biasanya aku itu cuek dan tidak mau peduli dengan orang lain.

            “Oh hai, maaf tidak menyapamu.” Ucap cowok itu.

            Yes!’ Teriakku dalam hati.

            “Namaku Aleisha. Bukankah kau orang yang aku temui di toko musik itu? Bagaimana? Apakah kau sudah mendapatkan album yang ingin kau cari?” Tanyaku.

            Kuharap cowok itu tidak menyimpulkan yang tidak-tidak tentangku. Tapi cowok itu terlihat senyum saja mendengar pertanyaanku. Shit! Senyumnya benar-benar sangat manis dan benar apa kata Vanesa, cowok itu memiliki lesung pipi yang sangat indah. Astaga ada juga ya cowok seperti itu. Kalau begini caranya aku bisa jatuh cinta dengannya.

            I’m Luke Hemmings. Just call me Luke. Jadi kau masih ingat padaku? Hmm setelah itu aku tidak mencari di toko lain. Lagipula aku malas membelinya.” Ucap cowok itu.

            I got his name! So his name is Luke! So cute! Eh tunggu, katanya Luke malas membeli album itu? Jadi dia tidak menyukai All Time Low? Entah kenapa aku menjadi sedih. Aku kira dia juga menyukai All Time Low ataupun band punk lainnya agar sama denganku.

            “Jadi, untuk apa album itu kau beli jika kau tidak menyukainya?” Tanyaku.

            Luke tertawa. Apa pertanyaanku salah?

            “Hei, apa pentingnya album itu sampai kau menanyakan album itu padaku?” Tanya Luke.

            “Ngg.. Karena.. Ngg.. Bukankah yang kau cari itu album milik All Time Low?” Tanyaku.

            “Ya. Biar ku tebak. Kau menyukai All Time Low?” Tanya Luke.

            Mendengar pertanyaan Luke, wajahku langsung berseri-seri. Baru kali ini aku berbicara langsung dengan orang mengenai band-band kesukaanku, dan itu keluar dari mulut seorang cowok yang entahlah bisa membuatku tersenyum aneh seperti ini. Luke, aku harap aku bisa menjadi teman dekatmu walau tampangku hanya seperti ini.

            “Ya.. Ya! I love them! Selain itu aku juga menyukai band-band lain seperti Simple Plan, Boys Like Girls, The Maine, Mayday Parade..” Ucapku dengan penuh semangat

            “Wah, aku baru pertama kali menemukan gadis yang begitu tergila-gila dengan band punk seperti mereka. Kau hebat!” Ucap Luke.

            Aku tersenyum malu mendengar ucapannya yang kurasa adalah pujian bagiku. Aku tidak sempat bertanya lagi karena kami sudah tiba di kelas. Tentu saja saat aku masuk banyak pasang mata yang menatapku aneh. Tapi mereka lebih memusatkan diri melihat Luke. Ku bilang juga iya, pasti mata gadis-gadis itu tidak bisa untuk tidak melihat Luke. Kami pun duduk dan menemukan dua kursi kosong paling belakang. Aku akan duduk dengan Luke! Batinku girang.

            “Hei Luk! Kau belum menjawab pertanyaanku.” Ucapku setelah kami duduk.

            “Pertanyaan yang mana?” Tanya Luke pura-pura bego.

            Aku menepuk jidatku. Ganteng-ganteng kok bego-_- “Tentang album itu kenapa kau mau membelinya padahal kau tidak menyukainya.” Jawabku.

            Belum sempat Luke menjawab, seorang cowok berambut hijau mendatanginya lalu memeluknya. Untunglah guru yang sedang menjagar diam saja melihat tingkah si anak berambut hijau itu. Sepertinya Luke mengenali anak itu.

            Welcome back.” Ucap cowok itu.

            Sure.” Ucap Luke lalu beralih menatapku. Mendadak aku jadi malu. “Mumpung ada Michael disini, karena dia aku jadi membeli album yang tadi kau tanyakan itu. Michael yang menyuruhku mencari album itu karena aku kalah bermain game dengannya.” Ucap Luke.

            Agak kecewa sih aku mendengarnya. Tapi sepertinya Michael si rambut hijau itu menyukai All Time Low. Kalau tidak suka, mengapa Michael menyuruh Luke membeli album itu? Sungguh aku sangat ingin menjadi teman Michael jika boleh.

            “Hai Mike, aku Aleisha. Jadi kau menyukai All Time Low?” Tanyaku.

            “Yeah. Mereka salah satu band favoritku. Apa kau menyukainya juga?” Jawab dan tanya Michael.

            Yes!’ Aku berseru dalam hatiku. Lucunya Luke menatapku dengan aneh sambil terkekeh. Tapi kekehannya sangat manis dan membuatku geregetan padanya. Tak apa aku mendapatkan teman cowok disini, ku rasa teman cowok jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan teman cewek.

            “Aku sangat mengidolakan mereka! Future Hearts adalah album favoritku selain Nothing Personal. Aku sangat tergila-gila pada Alex dan Jack. Kau tau, saat aku mendengar lagu mereka, perasaanku menjadi gembira dan bersemangat. Mereka memang hebat! Aku ingin sekali menonton konser mereka tapi kapan mereka kesini? Kalaupun iya, apakah aku diizinkan untuk melihat konser mereka?” Ucapku.

            Sepertinya guru di depan sana mulai memperingati kami. Aku jadi serba salah. Biasanya mulutku itu selalu terkunci tapi sekarang aku berubah menjadi gadis yang cerewet hanya karena membicarakan tentang All Time Low. Kulihat Michael bersemangat dengan ceritaku sementara Luke lagi-lagi hanya tersenyum saja.

            “Jadi kau adalah pecinta band punk?” Bisik Michael.

            Sure.” Jawabku berusaha memelankan suara.

            Kemudian Michael menatap Luke yang sedang menatapnya. Mereka terlihat seperti sedang berkomunikasi tanpa harus bicara. Hebat. Sepertinya mereka memang sudah saling kenal mengenal dengan baik. Bahkan mungkin sudah menjadi sahabat.

            “Hei apa yang kalian lakukan?” Tanyaku.

            Michael dan Luke tertawa kecil. Entahlah yang jelas aku sangat bahagia. Aku senang bertemu dengan Luke, aku senang bertemu dengan Michael. Tak pernah aku bayangkan bisa bertemu dengan mereka. Mereka adalah anak yang menyenangkan. Ku harap aku bisa menjadi bagian dari mereka. Aku tak peduli apa yang mereka lakukan apakah aktivitas cowok atau apa. Aku akan mengikutinya sekalipun itu aneh. Tapi bukankah aku itu memang aneh?

            “Siapa namamu tadi?” Tanya Luke.

            Aku agak kesal kenapa Luke sampai bisa melupakan namaku. “Namaku Aleisha. A-L-E-I-S-H-A.” Jawabku sejelas mungkin.

            “Ohya, Aleisha! Nama yang lucu. Selucu orangnya.” Ucap Luke.

            Pipiku memerah mendengar ucapannya. Tidak apa-apa dikatakan lucu oleh Luke. Aku menyukainya.

            “Jadi, boleh tidak aku menjadi teman kalian?” Tanyaku penuh harap.

            Luke dan Michael saling bertatapan.

            “Mengapa tidak?” Ucap Luke.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar