expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 10 Juni 2016

Can't Have You ( Part 20 )



Satu bulan kemudian….

            Hidupku baik-baik saja masih sama seperti hari sebelumnya. Aku masih berteman dengan Luke dan kami tak pernah saling menjauh setelah kejadian itu, maksudku tentang akun twitter yang membuatku menjauhi Luke. Aku pernah mengecek akun twitter itu. Kurasa si pemilik akun itu sudah tak memakai twitter itu. Syukurlah. Tapi aku tidak tau bagaimana perasaan Luke. Aku harap dia baik-baik saja.

            Selama Luke sakit, maksudku tentang tangan kirinya yang sakit itu, dia tentu tidak membawa motor. Tapi dia ikut denganku naik di bus kota. Meski dalam keadaan yang seperti itu, Luke sama sekali tidak pernah menampilkan wajah sedihnya. Dia tetap semangat asalkan ada aku disisinya. Intinya, semua itu ada padaku. Tapi hari ini Luke tidak ikut naik bus denganku. Mungkin hari ini dia tidak sekolah.

            “Kupikir kau bersama Luke.” Ucap Michael.

            Sebentar lagi pelajaran akan dimulai dan Luke belum juga tiba. Aku mulai khawatir dengannya. Aku takut hal buruk terjadi padanya khusunya yang menyangkut masalah orangtuanya. Tapi Luke selalu mengatakan kalau dia baik-baik saja dan dia sempat mengatakan kalau orangtuanya akan cerai, sama seperti keluargaku. Mungkin itu yang terbaik.

            “Hi guys!”

            Apa? Bukankah itu Luke? Dan astaga! Luke sudah membuka perban di tangannya. Kulihat tangan kiri Luke yang kembali seperti semula walau ada beberapa goresan yang masih membekas disana. Syukurlah.

            “Tangan kirimu sudah sembuh?” Tanyaku.

            Luke tersenyum. “Ya. Aku sudah bisa membawa motor lagi.” Jawab Luke.

            “Wah kalau begitu kenapa tadi kau tidak menjemputku?” Ucapku.

            “Wah Luke sudah sembuh! Akhirnya!” Ucap Michael.

            Dan jam pertama pun dimulai.

***

            Sore ini Luke datang ke rumahku. Katanya dia ingin menaiki sepeda yang dulu pernah kami naiki. Tentu saja aku tidak menolak ajakannya karena aku ingin sekali bersenang-senang dengan Luke. Luke mengambil sepeda itu lalu aku naik di tempat biasanya. Luke pun mengayuh sepeda itu sementara aku yang mengendalikan setir-nya. Di sepanjang perjalanan, kami berdua terus menyanyikan lagu Lost In Stereo milik All Time Low. Mungkin bagi orang-orang yang melihat kami mengira kalau kami adalah dua anak idiot yang masa kecilnya kurang bahagia.

            Entah angin apa yang membawa kami pergi menuju pantai yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahku. Luke memarkirkan sepeda itu lalu mengajakku masuk ke dalam pantai itu. Teringat akan pantai, aku jadi teringat tentang ciuman pertama kali kemudian aku menjauhi Luke. Aku harap hal itu tidak akan terjadi lagi.

            Kami bukannya berjalan di pasir putih melainkan berjalan melewati jembatan yang di bawahnya ada air laut yang jerih dan banyak ikan di bawahnya. Tempat yang indah. Aku dan Luke saling bergandengan tangan tanpa harus melepasnya. Tepat di ujung jembatan, aku merentangkan tanganku sambil menikmati angin pantai yang terasa damai.

            “Pemandangan yang indah. Disinilah kau bisa melupakan semua masalah yang kau alami.” Ucap Luke.

            Pandangan Luke lurus ke depan. Aku menatap bagian wajah sisi kiri Luke. Meski aku melihatnya dari arah samping, Luke tetap terlihat tampan. Aku tersenyum. Rasanya ingin sekali aku menyentuh pipi-nya.

            “Ohya Leish, besok aku tidak sekolah.” Ucap Luke.

            “Kenapa?” Tanyaku.

            Luke menarik nafas dalam-dalam. “Aku akan menemani Mom yang cerai dengan Dad besok. Mereka memutuskan untuk berpisah. Besok mereka akan pergi ke pengadilan.” Jawabnya.

            I’m so sorry to hear that. Tetap kuat ya. Dan jangan kabur seperti aku.” Ucapku.

            Luke terkekeh mendengar kalimat terakhirku lalu dia mengacak-acak rambutku. Percuma saja Luk. Angin itu lebih kuat dibandingkan dengan tanganmu. Rambutku sudah berantakan sejak awal karena ditiup angin tapi aku tidak peduli. Lalu kami saling bertatapan. Luke menundukkan wajahnya agar dia bisa melihat wajahku sehingga aku tidak terlalu mendongakkan wajahku demi meraih wajahnya.

            “Aku ingin menanyakan sesuatu padamu.” Ucapku.

            “Apa itu?” Tanya Luke.

            Sebelum menjawab, aku menatap mata biru Luke yang bagiku adalah mata terindah yang pernah aku lihat. Lalu tiba-tiba aku menyentuh matanya. Luke refleks menutup matanya. Aku pun tertawa.

            Well, tapi kau harus menjawab dengan jujur.” Ucapku.

            “Oke.” Ucap Luke.

            Tapi kenapa aku jadi ragu ya menanyakan hal itu? “Mmmm… Kau janji kan untuk tidak meninggalkanku?” Tanyaku.

            “Tentu saja Leish. Aku berjanji untuk tak akan meninggalkanmu.” Jawab Luke.

            “Bagaimana kalau.. Bagaimana kalau seandainya kau jatuh cinta dengan gadis lain lalu kau menjalin hubungan dengan gadis itu? Itu sama saja artinya kau meninggalkanku.” Ucapku. Semoga aku tidak salah mengucapkan.

            Kulihat Luke yang sedikit kebingungan dengan ucapanku. “Aku kan sudah bilang kalau aku tidak akan meninggalkanmu.” Ucapnya.

            “Tapi tidak ada yang bisa menjamin kalau kau jatuh cinta dengan gadis lain!” Ucapku sedikit menekankan intonasi-nya. Kenapa aku jadi emosi seperti ini ya?

            “Kau kenapa sih? Setidaknya kita masih bersama bukan? Untuk saat ini aku tidak mau pacaran. Aku tidak sedang jatuh cinta dengan gadis manapun.” Ucap Luke.

            Aku tersenyum puas. Lalu aku teringat dengan mantan Luke. “Bagaimana jika mantan-mu kembali? Kau masih mencintainya bukan. Artinya sama saja kau sedang jatuh cinta dengan seorang gadis.” Ucapku.

            Tanpa aku duga, Luke memelukku dengan erat. Sialnya aku menangis di pelukannya. Aku memang lemah jika berhadapan dengan Luke. Luke amat mudah membuat-ku menangis. Aku bisa menebak kalau Luke lebih memilih mantan yang sangat dicintainya itu dibandingkan aku karena aku hanya sahabat Luke, bukan seseorang yang dicintai oleh Luke.

            Kemudian Luke melepaskan pelukannya dan menghapus air mataku. “Kau cemburu ya?” Tanya Luke.

            Pipi-ku memerah mendengar pertanyaannya. “Kalau iya kenapa?” Tanyaku.

            “Aneh sekali. Bukankah sahabat yang baik mau melakukan apapun demi kebahagiaan sahabatnya itu?” Tanya Luke.

            Hatiku terasa sakit mendengar ucapan Luke. Tapi apa yang dikatakan Luke benar. Aku hanyalah sahabat Luke. Aku akan melakukan apapun demi kebahagiaannya sekalipun itu harus mengorbankan perasaanku.

            “Kau benar.” Ucapku.

            “Ya. Aku juga tentu tak akan merasa cemburu kalau kau dekat dengan cowok lain. Tapi walau begitu, kita masih berhubungan baik kan? Kau dan aku masih bisa bertemu kan walau tidak sesering yang sebelumnya?” Ucap Luke.

            Luke, aku mencintaimu! Teriakku dalam hati. Tapi aku tidak sanggup mengatakan kalimat itu. Seharusnya aku mengatakan kalimat itu dan menerima apapun konsekuensinya.

            Dear Luke Hemmings, aku memang tidak bisa memilikimu.

***

            Author’s POV

            Theresia College di hebohkan oleh kedatangan murid  baru yang bagi mereka sudah tidak asing lagi. Dia adalah seorang gadis cantik, bertubuh seksi yang berprofesi sebagai seorang model. Rasanya seperti didatangi oleh segerombolan model Victoria. Tentu saja anak-anak pada heboh tapi kebanyakan dari mereka merasa kesal mengapa gadis itu bisa kembali di sekolah ini.

            Gadis itu berjalan dengan anggun-nya menuju kelas yang sudah ditentukan oleh kepala sekolah. Banyak murid cowok yang tidak bisa tidak melihat gadis itu. Rasanya mereka ingin mewujudkan apa yang mereka rasakan saat melihat gadis itu. Tapi mereka tau diri. Gadis itu bukanlah gadis sembarangan.

            Ketika gadis itu masuk ke dalam kelasnya, semua mata memandang ke arahnya. Sebagian besar dari wajah itu berubah menjadi pucat. Terutama seorang gadis berambut hijau yang rasanya ingin meledak saat itu juga.

            “Hai! Namaku Lea. Senang bertemu dengan kalian lagi.”

***

            Aleisha’s POV

            Luke tidak sekolah hari ini. Aku harap dia baik-baik saja saat menemani Ibunya. Hmm tapi kenapa rasanya aneh ya hari ini? Terutama Michael. Sedaritadi dia tampak diam. Bahkan sampai kami tiba di kantin. Dia masih saja diam. Bukan hanya Michael saja yang aneh. Tapi anak-anak lain juga terlihat aneh.

            “Sialan!”

            Mendadak aku kaget karena kedatangan Cassa yang langsung marah-marah tidak jelas. Wajahnya merah padam. Aku merasa takut dengannya. Ternyata Cassa sangat mengerikan kalau sedang marah.

            “Mana Luke?” Tanya Cassa. Dia menatapku dengan tajam.

            “Dia.. Dia tidak masuk hari ini.” Jawabku jujur.

            Cassa langsung duduk di sampingku. Dia tengah berusaha mengatur nafasnya. Cassa terlihat seperti habis melakukan lari maraton dengan jarak yang jauh. Lalu dia menekan pelipisnya layaknya seperti orang yang sedang stress.

            “Kau kenapa? Sebenarnya apa yang terjadi?” Tanyaku.

            “Tanya saja ke Michael.” Jawab Cassa.

            Aku beralih menatap Michael dengan penuh pertanyaan. “Mike, apa yang sebenarnya terjadi?” Tanyaku.

            Michael terdiam sesaat, lalu ia menjawab. “Lea. Dia kembali.” Jawabnya.

            Lea? Siapa dia? Oh aku tau! Tadi aku sempat mendengar pembicaraan teman kelasku yang mengatakan ada murid baru yang datang di sekolah. Mungkin saja murid baru itu yang dimaksud Michael. Tapi siapa Lea? Kenapa perasaanku menjadi tidak enak ya? Jangan-jangan….

            “Hai Cassa! Hai Mike!”

            Suara lembut itu menyapa Cassa dan Michael. Aku menoleh ke arah samping dan menemukan empat gadis yang benar-benar cantik. Terutama yang bertubuh paling tinggi. Dia sangat cantik sekali. Tapi rasanya aku pernah melihat gadis itu sebelumnya. Aku berusaha mengingat-ingat. Tiba-tiba saja tubuhku bergemetar. Aku melihat gadis itu dan memang sudah tidak salah lagi. Pantas saja Cassa tadi marah-marah.

            I miss you so bad, Mike. Mana lainnya? Mana Luke?” Tanya gadis itu.

            Hatiku serasa ingin meledak mendengar gadis itu menyebut nama Luke. J..Jadi gadis itu mantan Luke? Tell me this is just a dream! Aku yakin sekali bahwa aku sedang bermimpi. Aku sama sekali tak percaya dengan apa yang aku lihat. Kemudian Cassa berdiri dari duduknya lalu menatap gadis itu dengan tajam.

            “Aku kira kau sudah pulang ke neraka! Tapi kenapa kau kembali? Hah?” Bentak Cassa. Aku dan Michael tidak memiliki kekuatan untuk mencegah perbuatan Cassa. Michael terlihat terdiam sedangkan aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.

            Bukannya ikut marah, gadis itu malah tersenyum. Tapi aku bisa melihat adanya kelicikan di senyumannya itu. “Please jangan marah padaku. Aku datang kemari salah satunya karena ingin baikan denganmu. Tapi ternyata kedatanganku semakin memperburuk keadaan.” Ucapnya.

            “Tuh kan kau sudah tau. Kalau begitu kenapa kau kembali?” Ucap Cassa yang mulai merendahkan volume suaranya.

            Gadis itu tersenyum manis. Tapi aku serasa ingin muntah melihat senyum-nya itu. “Well, aku ingin memperbaiki hubunganku dengan Luke. I still love him. Jadi dimana dia sekarang?” Ucapnya.

            Jantungku seakan-akan berhenti berdetak mendengar kalimat yang diucapkannya. I still love him. Jika saja Luke tau, pasti… pasti dia sangat bahagia lalu aku akan kehilangan Luke. Aku menertawai diriku sendiri. Dasar Aleisha! Kau sangat bodoh! Kau bodoh karena telah jatuh cinta dengan orang yang tak pernah mencintaimu dan hanya menganggapmu sebagai sahabat. Itu salahku. Aku tak menyalahkan Luke. Aku tidak membenci Luke. Tapi aku membenci diriku sendiri.

            “Sebaiknya kau pergi dari tempat ini sebelum aku memakanmu.” Ucap Cassa dengan suara yang disabar-sabarkan.

            “Aku akan pergi asalkan kau beritahu aku dimana Luke sekarang.” Ucap gadis itu.

            Cassa tersenyum sinis. “Cari saja di pemakaman!” Bentaknya lalu pergi meninggalkan tempat itu.

            Bisa aku lihat perubahan air muka gadis itu karena jawaban Cassa yang terdengar menyakitkan. Karena Cassa sudah pergi, aku memberanikan diri untuk berbicara dengan gadis itu. Percuma menunggu Michael karena dia tidak bisa diandalkan.

            “Maafkan Cassa, dia memang seperti itu. Kalau kau ingin tau dimana Luke, dia sedang menemani Ibunya yang pergi ke pengadilan untuk mengajukan cerai.” Ucapku.

            “Benarkah? Apa yang terjadi padanya? Kenapa sampai cerai? Kau siapa?” Tanya gadis itu.

            Aku menarik nafas dalam-dalam. Sabar Leish, sabar. “Orangtua-nya bertengkar lalu Ibunya memutuskan untuk cerai. Perkenalkan aku Aleisha, aku murid baru juga disini. Aku teman Luke, juga Cassa, Michael, Calum, dan Ashton.” Ucapku.

            “Astaga aku sama sekali tidak tau akan hal itu. Aku menyesal meninggalkan Luke. Ohya, namaku Lea. Aku mantan Luke tapi kurasa kami akan kembali lagi.” Ucap gadis itu.

            Dia maksudku Lea mengulurkan tangannya dan aku menerima uluran tangan itu. Aku harap Lea tidak curiga karena tanganku sangat dingin. Aku menatap Lea. Nyali-ku langsung menciut. Pantas saja Luke sangat mencintai Lea dan tidak bisa melupakan Lea. Lea sangat cantik dan tubuhnya itu… Jika saja aku cowok maka aku langsung jatuh cinta dengan Lea.

            “Kau pemilik akun @lovely-llxx ya?” Tanyaku ragu.

            Kulihat kekagetan di wajah Lea. “Bagaimana kau tau aku pemilik akun itu?” Tanyanya.

            Sebisa mungkin aku tahan sesak di dadaku. “Karena Luke mencintai si pemilik akun itu dan sangat ingin bertemu dengannya.” Jawabku.

***

            Malam semakin larut dan aku masih belum juga tidur. Tadi Luke mengirim pesan padaku. Katanya orangtuanya sudah berpisah. Karena rumah itu adalah milik Ayahnya, maka Luke dan Ibunya untuk sementara waktu tinggal bersama kakek-nenek Luke. Tentu saja Luke memilih ikut dengan Ibunya dibanding Ayahnya.

            Aku memutuskan mengirim pesan ke Luke. Isinya singkat saja. Isinya yaitu aku tidak ingin dia menjemputku untuk sekolah besok. Aku tidak menulis apa alasannya tapi ku harap Luke mau mengerti. Kemudian aku mengirim pesan ke Shawn. Aku ingin dia datang ke rumahku pagi-pagi sekali. Aku sudah mengirim alamat lengkapku. Semoga dia mau dan bisa menemukan rumahku. Lalu aku tersenyum mendapat balasan dari Shawn. Katanya dia bersedia.

            Lea, hahaha.. Mantan Luke. Mereka bertemu.. Tertawa bersama.. Mulai dekat.. Lalu mereka kembali pacaran. Setelah itu aku tak akan bisa dekat lagi dengan Luke. Tak apa. Aku tau diri. Aku memang tidak pantas untuk Luke.

            Ya, gadis sepertiku memang tidak pantas untuk Luke.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar