Satu bulan
kemudian….
Hidupku baik-baik saja masih sama
seperti hari sebelumnya. Aku masih berteman dengan Luke dan kami tak pernah
saling menjauh setelah kejadian itu, maksudku tentang akun twitter yang
membuatku menjauhi Luke. Aku pernah mengecek akun twitter itu. Kurasa si pemilik
akun itu sudah tak memakai twitter itu. Syukurlah. Tapi aku tidak tau bagaimana
perasaan Luke. Aku harap dia baik-baik saja.
Selama Luke sakit, maksudku tentang
tangan kirinya yang sakit itu, dia tentu tidak membawa motor. Tapi dia ikut
denganku naik di bus kota. Meski dalam keadaan yang seperti itu, Luke sama
sekali tidak pernah menampilkan wajah sedihnya. Dia tetap semangat asalkan ada
aku disisinya. Intinya, semua itu ada padaku. Tapi hari ini Luke tidak ikut
naik bus denganku. Mungkin hari ini dia tidak sekolah.
“Kupikir kau bersama Luke.” Ucap
Michael.
Sebentar lagi pelajaran akan dimulai
dan Luke belum juga tiba. Aku mulai khawatir dengannya. Aku takut hal buruk
terjadi padanya khusunya yang menyangkut masalah orangtuanya. Tapi Luke selalu
mengatakan kalau dia baik-baik saja dan dia sempat mengatakan kalau orangtuanya
akan cerai, sama seperti keluargaku. Mungkin itu yang terbaik.
“Hi guys!”
Apa? Bukankah itu Luke? Dan astaga!
Luke sudah membuka perban di tangannya. Kulihat tangan kiri Luke yang kembali
seperti semula walau ada beberapa goresan yang masih membekas disana.
Syukurlah.
“Tangan kirimu sudah sembuh?”
Tanyaku.
Luke tersenyum. “Ya. Aku sudah bisa
membawa motor lagi.” Jawab Luke.
“Wah kalau begitu kenapa tadi kau
tidak menjemputku?” Ucapku.
“Wah Luke sudah sembuh! Akhirnya!”
Ucap Michael.
Dan jam pertama pun dimulai.
***
Sore ini Luke datang ke rumahku.
Katanya dia ingin menaiki sepeda yang dulu pernah kami naiki. Tentu saja aku
tidak menolak ajakannya karena aku ingin sekali bersenang-senang dengan Luke. Luke
mengambil sepeda itu lalu aku naik di tempat biasanya. Luke pun mengayuh sepeda
itu sementara aku yang mengendalikan setir-nya. Di sepanjang perjalanan, kami
berdua terus menyanyikan lagu Lost In Stereo milik All Time Low. Mungkin bagi
orang-orang yang melihat kami mengira kalau kami adalah dua anak idiot yang
masa kecilnya kurang bahagia.
Entah angin apa yang membawa kami
pergi menuju pantai yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahku. Luke
memarkirkan sepeda itu lalu mengajakku masuk ke dalam pantai itu. Teringat akan
pantai, aku jadi teringat tentang ciuman pertama kali kemudian aku menjauhi
Luke. Aku harap hal itu tidak akan terjadi lagi.
Kami bukannya berjalan di pasir
putih melainkan berjalan melewati jembatan yang di bawahnya ada air laut yang
jerih dan banyak ikan di bawahnya. Tempat yang indah. Aku dan Luke saling
bergandengan tangan tanpa harus melepasnya. Tepat di ujung jembatan, aku
merentangkan tanganku sambil menikmati angin pantai yang terasa damai.
“Pemandangan yang indah. Disinilah
kau bisa melupakan semua masalah yang kau alami.” Ucap Luke.
Pandangan Luke lurus ke depan. Aku
menatap bagian wajah sisi kiri Luke. Meski aku melihatnya dari arah samping,
Luke tetap terlihat tampan. Aku tersenyum. Rasanya ingin sekali aku menyentuh
pipi-nya.
“Ohya Leish, besok aku tidak
sekolah.” Ucap Luke.
“Kenapa?” Tanyaku.
Luke menarik nafas dalam-dalam. “Aku
akan menemani Mom yang cerai dengan Dad besok. Mereka memutuskan untuk
berpisah. Besok mereka akan pergi ke pengadilan.” Jawabnya.
“I’m
so sorry to hear that. Tetap kuat ya. Dan jangan kabur seperti aku.”
Ucapku.
Luke terkekeh mendengar kalimat
terakhirku lalu dia mengacak-acak rambutku. Percuma saja Luk. Angin itu lebih
kuat dibandingkan dengan tanganmu. Rambutku sudah berantakan sejak awal karena
ditiup angin tapi aku tidak peduli. Lalu kami saling bertatapan. Luke menundukkan
wajahnya agar dia bisa melihat wajahku sehingga aku tidak terlalu mendongakkan
wajahku demi meraih wajahnya.
“Aku ingin menanyakan sesuatu
padamu.” Ucapku.
“Apa itu?” Tanya Luke.
Sebelum menjawab, aku menatap mata
biru Luke yang bagiku adalah mata terindah yang pernah aku lihat. Lalu
tiba-tiba aku menyentuh matanya. Luke refleks menutup matanya. Aku pun tertawa.
“Well,
tapi kau harus menjawab dengan jujur.” Ucapku.
“Oke.” Ucap Luke.
Tapi kenapa aku jadi ragu ya
menanyakan hal itu? “Mmmm… Kau janji kan untuk tidak meninggalkanku?” Tanyaku.
“Tentu saja Leish. Aku berjanji
untuk tak akan meninggalkanmu.” Jawab Luke.
“Bagaimana kalau.. Bagaimana kalau
seandainya kau jatuh cinta dengan gadis lain lalu kau menjalin hubungan dengan
gadis itu? Itu sama saja artinya kau meninggalkanku.” Ucapku. Semoga aku tidak
salah mengucapkan.
Kulihat Luke yang sedikit
kebingungan dengan ucapanku. “Aku kan sudah bilang kalau aku tidak akan
meninggalkanmu.” Ucapnya.
“Tapi tidak ada yang bisa menjamin
kalau kau jatuh cinta dengan gadis lain!” Ucapku sedikit menekankan
intonasi-nya. Kenapa aku jadi emosi seperti ini ya?
“Kau kenapa sih? Setidaknya kita
masih bersama bukan? Untuk saat ini aku tidak mau pacaran. Aku tidak sedang
jatuh cinta dengan gadis manapun.” Ucap Luke.
Aku tersenyum puas. Lalu aku
teringat dengan mantan Luke. “Bagaimana jika mantan-mu kembali? Kau masih
mencintainya bukan. Artinya sama saja kau sedang jatuh cinta dengan seorang
gadis.” Ucapku.
Tanpa aku duga, Luke memelukku
dengan erat. Sialnya aku menangis di pelukannya. Aku memang lemah jika
berhadapan dengan Luke. Luke amat mudah membuat-ku menangis. Aku bisa menebak
kalau Luke lebih memilih mantan yang sangat dicintainya itu dibandingkan aku
karena aku hanya sahabat Luke, bukan seseorang yang dicintai oleh Luke.
Kemudian Luke melepaskan pelukannya
dan menghapus air mataku. “Kau cemburu ya?” Tanya Luke.
Pipi-ku memerah mendengar
pertanyaannya. “Kalau iya kenapa?” Tanyaku.
“Aneh sekali. Bukankah sahabat yang
baik mau melakukan apapun demi kebahagiaan sahabatnya itu?” Tanya Luke.
Hatiku terasa sakit mendengar ucapan
Luke. Tapi apa yang dikatakan Luke benar. Aku hanyalah sahabat Luke. Aku akan
melakukan apapun demi kebahagiaannya sekalipun itu harus mengorbankan
perasaanku.
“Kau benar.” Ucapku.
“Ya. Aku juga tentu tak akan merasa
cemburu kalau kau dekat dengan cowok lain. Tapi walau begitu, kita masih
berhubungan baik kan? Kau dan aku masih bisa bertemu kan walau tidak sesering
yang sebelumnya?” Ucap Luke.
Luke, aku mencintaimu! Teriakku
dalam hati. Tapi aku tidak sanggup mengatakan kalimat itu. Seharusnya aku
mengatakan kalimat itu dan menerima apapun konsekuensinya.
Dear Luke Hemmings, aku memang tidak
bisa memilikimu.
***
Author’s
POV
Theresia College di hebohkan oleh
kedatangan murid baru yang bagi mereka
sudah tidak asing lagi. Dia adalah seorang gadis cantik, bertubuh seksi yang
berprofesi sebagai seorang model. Rasanya seperti didatangi oleh segerombolan
model Victoria. Tentu saja anak-anak pada heboh tapi kebanyakan dari mereka
merasa kesal mengapa gadis itu bisa kembali di sekolah ini.
Gadis itu berjalan dengan anggun-nya
menuju kelas yang sudah ditentukan oleh kepala sekolah. Banyak murid cowok yang
tidak bisa tidak melihat gadis itu. Rasanya mereka ingin mewujudkan apa yang
mereka rasakan saat melihat gadis itu. Tapi mereka tau diri. Gadis itu bukanlah
gadis sembarangan.
Ketika gadis itu masuk ke dalam
kelasnya, semua mata memandang ke arahnya. Sebagian besar dari wajah itu
berubah menjadi pucat. Terutama seorang gadis berambut hijau yang rasanya ingin
meledak saat itu juga.
“Hai! Namaku Lea. Senang bertemu
dengan kalian lagi.”
***
Aleisha’s POV
Luke tidak sekolah hari ini. Aku
harap dia baik-baik saja saat menemani Ibunya. Hmm tapi kenapa rasanya aneh ya
hari ini? Terutama Michael. Sedaritadi dia tampak diam. Bahkan sampai kami tiba
di kantin. Dia masih saja diam. Bukan hanya Michael saja yang aneh. Tapi
anak-anak lain juga terlihat aneh.
“Sialan!”
Mendadak aku kaget karena kedatangan
Cassa yang langsung marah-marah tidak jelas. Wajahnya merah padam. Aku merasa
takut dengannya. Ternyata Cassa sangat mengerikan kalau sedang marah.
“Mana Luke?” Tanya Cassa. Dia
menatapku dengan tajam.
“Dia.. Dia tidak masuk hari ini.” Jawabku
jujur.
Cassa langsung duduk di sampingku.
Dia tengah berusaha mengatur nafasnya. Cassa terlihat seperti habis melakukan
lari maraton dengan jarak yang jauh. Lalu dia menekan pelipisnya layaknya
seperti orang yang sedang stress.
“Kau kenapa? Sebenarnya apa yang
terjadi?” Tanyaku.
“Tanya saja ke Michael.” Jawab
Cassa.
Aku beralih menatap Michael dengan
penuh pertanyaan. “Mike, apa yang sebenarnya terjadi?” Tanyaku.
Michael terdiam sesaat, lalu ia
menjawab. “Lea. Dia kembali.” Jawabnya.
Lea? Siapa dia? Oh aku tau! Tadi aku
sempat mendengar pembicaraan teman kelasku yang mengatakan ada murid baru yang
datang di sekolah. Mungkin saja murid baru itu yang dimaksud Michael. Tapi
siapa Lea? Kenapa perasaanku menjadi tidak enak ya? Jangan-jangan….
“Hai Cassa! Hai Mike!”
Suara lembut itu menyapa Cassa dan
Michael. Aku menoleh ke arah samping dan menemukan empat gadis yang benar-benar
cantik. Terutama yang bertubuh paling tinggi. Dia sangat cantik sekali. Tapi
rasanya aku pernah melihat gadis itu sebelumnya. Aku berusaha mengingat-ingat.
Tiba-tiba saja tubuhku bergemetar. Aku melihat gadis itu dan memang sudah tidak
salah lagi. Pantas saja Cassa tadi marah-marah.
“I
miss you so bad, Mike. Mana lainnya? Mana Luke?” Tanya gadis itu.
Hatiku serasa ingin meledak
mendengar gadis itu menyebut nama Luke. J..Jadi gadis itu mantan Luke? Tell me this is just a dream! Aku yakin
sekali bahwa aku sedang bermimpi. Aku sama sekali tak percaya dengan apa yang
aku lihat. Kemudian Cassa berdiri dari duduknya lalu menatap gadis itu dengan
tajam.
“Aku kira kau sudah pulang ke
neraka! Tapi kenapa kau kembali? Hah?” Bentak Cassa. Aku dan Michael tidak
memiliki kekuatan untuk mencegah perbuatan Cassa. Michael terlihat terdiam
sedangkan aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.
Bukannya ikut marah, gadis itu malah
tersenyum. Tapi aku bisa melihat adanya kelicikan di senyumannya itu. “Please jangan marah padaku. Aku datang
kemari salah satunya karena ingin baikan denganmu. Tapi ternyata kedatanganku
semakin memperburuk keadaan.” Ucapnya.
“Tuh kan kau sudah tau. Kalau begitu
kenapa kau kembali?” Ucap Cassa yang mulai merendahkan volume suaranya.
Gadis itu tersenyum manis. Tapi aku
serasa ingin muntah melihat senyum-nya itu. “Well, aku ingin memperbaiki hubunganku dengan Luke. I still love him. Jadi dimana dia
sekarang?” Ucapnya.
Jantungku seakan-akan berhenti
berdetak mendengar kalimat yang diucapkannya. I still love him. Jika saja Luke tau, pasti… pasti dia sangat
bahagia lalu aku akan kehilangan Luke. Aku menertawai diriku sendiri. Dasar
Aleisha! Kau sangat bodoh! Kau bodoh karena telah jatuh cinta dengan orang yang
tak pernah mencintaimu dan hanya menganggapmu sebagai sahabat. Itu salahku. Aku
tak menyalahkan Luke. Aku tidak membenci Luke. Tapi aku membenci diriku
sendiri.
“Sebaiknya kau pergi dari tempat ini
sebelum aku memakanmu.” Ucap Cassa dengan suara yang disabar-sabarkan.
“Aku akan pergi asalkan kau beritahu
aku dimana Luke sekarang.” Ucap gadis itu.
Cassa tersenyum sinis. “Cari saja di
pemakaman!” Bentaknya lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Bisa aku lihat perubahan air muka
gadis itu karena jawaban Cassa yang terdengar menyakitkan. Karena Cassa sudah
pergi, aku memberanikan diri untuk berbicara dengan gadis itu. Percuma menunggu
Michael karena dia tidak bisa diandalkan.
“Maafkan Cassa, dia memang seperti
itu. Kalau kau ingin tau dimana Luke, dia sedang menemani Ibunya yang pergi ke
pengadilan untuk mengajukan cerai.” Ucapku.
“Benarkah? Apa yang terjadi padanya?
Kenapa sampai cerai? Kau siapa?” Tanya gadis itu.
Aku menarik nafas dalam-dalam. Sabar
Leish, sabar. “Orangtua-nya bertengkar lalu Ibunya memutuskan untuk cerai.
Perkenalkan aku Aleisha, aku murid baru juga disini. Aku teman Luke, juga
Cassa, Michael, Calum, dan Ashton.” Ucapku.
“Astaga aku sama sekali tidak tau
akan hal itu. Aku menyesal meninggalkan Luke. Ohya, namaku Lea. Aku mantan Luke
tapi kurasa kami akan kembali lagi.” Ucap gadis itu.
Dia maksudku Lea mengulurkan
tangannya dan aku menerima uluran tangan itu. Aku harap Lea tidak curiga karena
tanganku sangat dingin. Aku menatap Lea. Nyali-ku langsung menciut. Pantas saja
Luke sangat mencintai Lea dan tidak bisa melupakan Lea. Lea sangat cantik dan
tubuhnya itu… Jika saja aku cowok maka aku langsung jatuh cinta dengan Lea.
“Kau pemilik akun @lovely-llxx ya?”
Tanyaku ragu.
Kulihat kekagetan di wajah Lea.
“Bagaimana kau tau aku pemilik akun itu?” Tanyanya.
Sebisa mungkin aku tahan sesak di
dadaku. “Karena Luke mencintai si pemilik akun itu dan sangat ingin bertemu
dengannya.” Jawabku.
***
Malam semakin larut dan aku masih
belum juga tidur. Tadi Luke mengirim pesan padaku. Katanya orangtuanya sudah
berpisah. Karena rumah itu adalah milik Ayahnya, maka Luke dan Ibunya untuk
sementara waktu tinggal bersama kakek-nenek Luke. Tentu saja Luke memilih ikut
dengan Ibunya dibanding Ayahnya.
Aku memutuskan mengirim pesan ke
Luke. Isinya singkat saja. Isinya yaitu aku tidak ingin dia menjemputku untuk
sekolah besok. Aku tidak menulis apa alasannya tapi ku harap Luke mau mengerti.
Kemudian aku mengirim pesan ke Shawn. Aku ingin dia datang ke rumahku pagi-pagi
sekali. Aku sudah mengirim alamat lengkapku. Semoga dia mau dan bisa menemukan
rumahku. Lalu aku tersenyum mendapat balasan dari Shawn. Katanya dia bersedia.
Lea, hahaha.. Mantan Luke. Mereka
bertemu.. Tertawa bersama.. Mulai dekat.. Lalu mereka kembali pacaran. Setelah
itu aku tak akan bisa dekat lagi dengan Luke. Tak apa. Aku tau diri. Aku memang
tidak pantas untuk Luke.
Ya, gadis sepertiku memang tidak
pantas untuk Luke.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar