expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 07 Juni 2016

Can't Have You ( Part 15 )



Ah, sial! Ciuman yang aku lakukan bersama Luke kemarin masih terasa di bibirku. Aku tidak bisa melupakan kejadian kemarin yang sangat tidak aku duga. Tapi itu bukan salahku yang memulainya, melainkan salah Luke! Dia yang memulainya dan terkesan memaksaku agar aku mau dicium olehnya. Tapi mana ada sih gadis yang menolak ciuman Luke. Hanya gadis bodoh saja yang menolak ciuman Luke.

            Seperti biasa. Aku sarapan bersama paman dan kak Harry. Sepertinya Harry merasa heran akan sikapku yang tidak seperti biasanya. Tapi dia memilih untuk diam. Aku pun diam sambil mengunyah makananku. Hmmm.. Kira-kira Luke datang tidak ya? Biasanya kan dia yang mengantarku sekolah. Setelah selesai sarapan, aku mencium tangan paman lalu berjalan keluar dengan jantung yang sedikit berdebar-debar.

            Well, sepertinya Luke tidak datang. Entah mengapa aku agak kecewa. Mungkin karena kejadian kemarin dia tidak datang ke rumahku. Aku menarik nafas dalam-dalam. Mau tidak mau aku harus naik angkutan umum. Akhirnya aku berjalan menuju jalan raya untuk mencegat bus kota. Menyebalkan memang tapi jika aku tidak mau maka aku tidak bisa berangkat sekolah. Bisa saja sih aku menelpon taksi tapi aku malas.

            “Leish?”

            Shawn! Batinku. Asyik ada tumpangan gratis. Shawn membuka helm-nya sambil menatapku dengan heran. Mungkin dipikirannya, dia mengira Luke tidak bisa mengantarku ke sekolah sedangkan dia tau kalau Luke selalu mengantarku ke sekolah. Aku langsung naik ke motor Shawn tanpa harus meminta izin pada Shawn.

            Where’s Luke?” Tanya Shawn.

            I don’t know.” Jawabku.

            Motornya pun melaju dengan kencang. Aku agak kaget karena Shawn mengendarai motor dengan kencang tidak seperti Luke. Alhasil aku refleks memeluk pinggang Shawn karena ketakutan dan membenamkan wajahku di punggungnya. Setelah tiba di sekolah, kali ini aku mendapat tatapan aneh dari teman-temanku. Aneh karena aku bukannya datang bersama Luke, melainkan datang bersama Shawn. Shawn pun pergi menuju tempat parkiran.

            Thanks ya.” Ucapku.

            Shawn tersenyum. “Sama-sama. Kalau kau butuh tumpangan telpon aku aja.” Ucapnya.

            Aku tertawa. Lalu secara tidak sengaja aku melihat seorang cowok yang sudah tidak asing lagi bagiku. Luke? Aku tidak salah lihat kan? Luke sedang menatapku dengan tatapan entahlah. Aku mendengus kesal. Masa hanya karena kejadian kemarin dia tidak mau mengantarku ke sekolah?

            “Ayo ke kelas!” Ajak Shawn sambil menarik tanganku.

***

            Luke’s POV

            Ini memang salahku. Sepertinya Aleisha benar-benar marah padaku karena kejadian kemarin. Aku memilih untuk tidak ke rumahnya dan membiarkannya berangkat sendirian. Aku memang bodoh. Seharusnya aku minta maaf padanya tapi aku hanya bisa menjauhinya seperti ini.

            Tepat di parkiran, aku melihat Aleisha yang datang bersama Shawn. Dia tampak bahagia disana. Aku jadi teringat dengan ucapannya tentang Shawn. Dia mengatakan bagaimana kalau dia jatuh cinta dengan Shawn. Aku kira ucapannya hanya candaan tapi kurasa itu benar. Sepertinya Aleisha menyukai Shawn. Tiba-tiba saja Aleisha menatapku. Dia tidak tersenyum sama sekali atau mendekatiku. Dia menatapku sebentar lagi pergi bersama Shawn.

            Kurasa aku harus melepasnya. Tidak mungkin gadis itu selalu bersamaku walau aku inginnya begitu. Jujur saja, aku tidak bisa hidup tanpanya. Aku ingin Aleisha selalu berada di sampingku karena hanya dia satu-satunya orang yang bisa membuatku tersenyum. Tapi sepertinya hubungan kami tak akan menjadi baik. Persahabatan kami sepertinya hancur. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke kelas dan tentu saja aku akan diam tanpa melirik ke Aleisha.

***

            Aleisha’s POV

            Ini sangat membunuhku! Aku dan Luke benar-benar bagaikan orang yang tak saling kenal mengenal. Tadi Michael mengajak kami ke kantin tetapi aku dan Luke menolak. Luke pergi entah kemana sedangkan aku diam di kelas. Kalau begini caranya, antara aku dengan Luke tidak akan menjadi seperti dulu lagi. Aku akan sendiri dan hanya bisa melihat Luke dari kejauhan. Sungguh aku tidak mau hal itu terjadi. Jadi apa aku harus bicara duluan padanya? Kalau Luke marah bagaimana?

            Aku baru ingat kalau besok malam adalah konser Simple Plan. Tapi kenapa aku tidak bersemangat ya? Apa karena masalahku dengan Luke? Padahal besok malam adalah malam yang paling aku tunggu. Dan rasanya aku akan menonton konser itu sendirian. Karena Luke, aku jadi malas bicara dengan yang lain.

            “Leish! Ternyata kau disana!”

            Cassa berjalan mendekatiku lalu duduk di kursi kosong yang berada tepat di sampingku. Aku tersenyum melihatnya.

            “Kau kenapa sih? Ada apa masalahmu dengan Luke? Ayo beritahu aku!” Ucapnya.

            Aku menelan ludahku. Akankah aku menceritakan masalahku pada Cassa? Tapi Cassa kan sudah menjadi sahabatku jadi aku harus menceritakan masalah yang aku alami agar beban yang aku rasakan sedikit hilang. Baiklah.

            “Kemarin, aku dan Luke berjalan berdua di pantai lalu kami memutuskan untuk melihat matahari terbenam. Kami berbaring di pasir pantai sampai matahari tenggelam. Lalu secara tiba-tiba Luke menciumku tanpa alasan. Dia menciumku sebanyak dua kali. Tentu saja aku merasa aneh dan bingung. Lalu dia menjauhiku.” Jelasku.

            Sepertinya Cassa kaget mendengar penjelasanku. “He kissed you? Oh my God! Sudah kuduga, Luke menyukaimu!” Ucapnya.

            Bukannya membantu tapi Cassa malah membuatku kesal. “Tidak mungkin Luke menyukaiku. Dia masih mencintai mantannya.” Ucapku.

            “Oh ayolah Leish, jangan pikirkan mantan Luke. Sebenarnya, bagaimana sih perasaanmu pada Luke? Apa kau menyukainya sebagai sahabat atau tidak?” Tanya Cassa.

            Mendadak aku malu karena pertanyaan Cassa. Haruskah aku mengatakan yang sebenarnya? Tidak. Aku memang menyukai Luke dalam artian seorang gadis mencintai seorang pemuda. Tapi aku takut jika Cassa memberitahu hal ini ke Luke dia semakin tidak menyukaiku dan malah merusak persahabatan kami.

            “Aku tidak tau. Tapi saat aku berada di dekatnya aku merasa nyaman dan sekarang aku seperti kehilangannya.” Jawabku.

            Cassa tersenyum puas. “Artinya kau menyukai Luke! Bicaralah baik-baik dengannya. Aku yakin hubungan kalian akan membaik.” Ucapnya.

            Aku menatap Cassa ragu. “Apa Luke mau berteman lagi denganku?” Tanyaku.

            Cassa malah tertawa. “Tentu saja! Aku tau bagaimana sikap Luke karena sudah lama aku berteman dengannya. Lagipula, itu bukan salahmu, tapi salah Luke. Seharusnya Luke yang meminta maaf padamu, bukan kau.” Ucapnya.

            Ya, kurasa aku yang harus menemui Luke tanpa menunggu Luke yang menemuiku. Ini bukan salah siapun. Bukan salah Luke. Kejadian kemarin terjadi secara tiba-tiba. Jika saja aku bisa menjaga diri, tentu saja aku tidak akan mau membalas ciuman Luke. Tapi kemarin itu aku benar-benar kelolosan dan mau saja menuruti keinginan Luke.

            By the way, are you ready for tomorrow night?” Tanya Cassa.

            “Simple Plan!” Ucapku senang.

***

            “Sudah aku duga, kau sedang kelahi dengan pacarmu itu.” Ucap Harry.

            Aku mendengus kesal sambil menatap Harry. Harry belum tau kalau aku dan Luke hanya berteman tapi dia menganggap Luke adalah pacarku pasca kejadian itu, saat Luke membawaku pulang dalam keadaan tak sadar dan mengaku kalau dia adalah pacarku. Tapi biarlah. Toh itu tidak ada pengaruh untuk Harry.

            “Ohya aku lupa memberitahumu sesuatu. Di belakang sana sepeda lamaku sudah bersih dan bisa digunakan. Kalau kau mau, kau boleh menaikinya.” Ucap Harry.

            Sepeda? Boleh juga. Sudah lama aku tidak naik sepeda. Langsung saja aku berlari menuju belakang rumah. Aku tersenyum melihat sepeda Harry yang terlihat sudah tua namun bisa digunakan layaknya sepeda lainnya. Aku pun mengeluarkan sepeda itu lalu menaikinya. Tidak terlalu buruk. Semoga rantainya tidak copot.

            “Gimana? Kau boleh memakainya kapanpun kau mau.” Ucap Harry.

            Tiba-tiba aku mendapatkan ide. Aku akan pergi ke rumah Luke menggunakan sepeda ini. Agak jauh memang tapi aku sanggup melakukannya. Hitung-hitung olahraga. Cuaca sore ini tidak terlalu panas jadi aku tak akan mengeluarkan keringat yang banyak. Kira-kira butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke rumah Luke. Oke.

            Sepanjang perjalanan, aku merasa bahagia. Ternyata menaiki sepeda bisa membuat hati kita senang. Zaman sekarang jarang sih anak-anak yang menaiki sepeda biasanya naik motor saja. Jalan demi jalan aku lalui dan akhirnya aku tiba di rumah Luke. Nafasku sedikit tidak beraturan dan jantungku mulai berdetak dengan cepat. Oke. Kau pasti bisa Leish bicara dengan Luke dan melupakan masalah kemarin.

            Aku sengaja menaruh sepeda di luar pagar lalu masuk ke dalam halaman rumah Luke. Aku lalu berjalan menuju pintu rumah Luke. Kurasa Luke sedang tidak ada di rumahnya. Tapi ayolah, aku harus bicara dengan Luke saat ini juga. Aku tidak ingin menonton konser Simple Plan sendirian.

            Kemudian, pintu rumah terbuka. Aku salah tingkah melihat seorang wanita cantik yang tengah tersenyum padaku. Jadi wanita itu adalah Ibu Luke? Ternyata memang benar. Wanita itu adalah Ibu Luke. Tumben dia ada disini ketika aku datang ke rumah Luke. Kemudian dia memanggil Luke.

            Aku menunggu dengan sabar. Kemudian, datang seorang cowok yang rambutnya cukup berantakan. Aku memasang senyumanku. Sepertinya Luke kaget akan kedatanganku ini. Lalu dia mendekatiku. Sial. Jantungku berdebar semakin hebat. Aku tidak sengaja melihat bibir-nya yang kemarin berhasil membuat aliran darahku berhenti mengalir.

            “Leish? Ada apa kau kemari?” Tanya Luke.

            Aku terdiam sesaat. “Aku.. Aku kesini hanya ingin meminta maaf padamu. Aku harap hubungan kita kembali seperti semula. Aku tak ingin diantara kita berdua seperti orang yang tidak saling kenal mengenal.” Jawabku.

            Beberapa detik kemudian Luke tersenyum. Syukurlah. “Seharusnya aku yang minta maaf padamu karena kejadian kemarin. Tapi tak apa. Lupakan saja kejadian kemarin itu.” Ucap Luke.

            Aku mengangguk.

            “Mmm.. Bagaimana kalau kau masuk ke dalam?” Tanya Luke.

            “Boleh. Tapi bisakah aku memasukkan sepedaku ke halaman rumahmu?” Ucapku.

            Luke menemukan sebuah sepeda yang terparkir di luar pagar rumahnya. Mungkin dia heran kenapa aku bisa membawa sepeda itu ke rumahnya. Lalu dia berjalan menuju tempat sepedaku kemudian dia membawa sepedaku ke dalam sana. Ah, lagi-lagi sikap Luke mampu membuatku semakin kagum padanya.

            “Itu sepedamu?” Tanya Luke.

            “Bukan. Tapi sepeda kakakku.” Jawabku.

            Setelah itu Luke mengajakku masuk ke dalam… kamarnya? Aku menjadi ragu. Aku takut kejadian kemarin terulang lagi. Kami berdua kehilangan kontrol dan melakukan hal diluar kesadaran kami. Kulihat kamar Luke tampak rapi. Kamarku saja tidak serapi kamar Luke. Dinding kamar Luke di cat warna cream tanpa poster apapun sedangkan kamarku full dengan poster band-band favoritku.

            Aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar Luke. Lalu aku duduk di pinggir kasur Luke. Sedangkan Luke mengambil kursi yang entah dia dapatkan darimana kemudian dia menaruh kusri itu tepat di hadapanku sehingga kami berdua duduk berhadapan. Jarak kami berdua sangat dekat. Aku bisa melihat wajah tampan Luke yang selalu membuatku gila.

            “Kau tidak marah aku ajak kemari?” Tanya Luke.

            Aku menggeleng pelan. “Mmm.. Tadi itu Ibumu-mu ya?” Tanyaku.

            “Ya. Dia tidak ada pekerjaan jadi hari ini dia full di rumah.” Jawab Luke.

            Selanjutnya kami berdua sama-sama diam. Aku tidak berani lagi menatap wajah Luke, tapi aku merasa dia terus menatapku. Tiba-tiba aku merasa tanganku digenggam oleh sebuah tangan yang tidak lain adalah tangan Luke. Terasa hangat. Kemudian aku memberanikan diri menatap Luke.

            “Leish, sekali lagi maafkan aku. Aku benar-benar bodoh kemarin. Setelah kejadian itu, aku mulai merasa takut kalau aku kehilanganmu.” Ucap Luke.

            Jadi Luke takut kehilanganku? Entahlah apakah aku harus bahagia mendengar pengakuannya itu. Genggaman tangan Luke terasa semakin kuat. Sebisa mungkin aku tetap bersikap santai. Luke, bagaimana perasaanmu padaku? Aku hanya sahabatmu bukan? Kau tidak merasakan perasaan yang lebih kan padaku? Selama ini aku tak pernah bersahabat dengan cowok jadi aku bingung cara membedakan antara cowok yang hanya menganggap kita sebagai sahabatnya atau cowok yang memiliki perasaan yang lebih ke kita.

            “Kurasa kau cocok dengan Shawn. Dia adalah lelaki yang baik. Kau menyukainya?” Ucap Luke.  

            “Eh?” Kagetku. Aku sangat tidak menduga kalau Luke mengeluarkan ucapan dan pertanyaan itu. “Tidak. Dia hanya temanku. Aku tidak menyukainya kecuali sebagai teman.” Jawabku.

            “Kalau kau menyukainya, jangan ragu dengan perasaanmu. Aku tentu akan suka jika kau pacaran dengannya walau waktu kita tidak banyak seperti dulu.” Ucap Luke.

            Jangan mengatakan kalimat itu please? Sumpah aku tidak menyukai Shawn! Aku hanya menyukaimu Luk dan aku tidak ingin kehilanganmu. Haruskah aku mengatakan saat ini juga kalau aku mencintaimu? Haruskah? Tapi aku ragu. Aku takut kalau kau tak menyukainya lalu aku kehilanganmu. Kemudian Luke melepaskan genggaman tangannya.

            “Bisakah kita membahas topik lainnya? Aku malas membicarakan soal cowok.” Ucapku.

            Luke terkekeh. Sunggu aku sangat merindukan kekehannya itu yang tampak manis. “How about Simple Plan? Kurasa besok kita bolos sekolah.” Ucap Luke.

            “Ya.. Ya tentu saja! Pagi-pagi sekali kita harus ada di area konsernya.” Ucapku.

            Selanjutnya kami sibuk membicarakan Simple Plan. Kami berdua sangat bersemangat. Tidak taulah apakah Luke benar-benar bersemangat atau karena aku makanya dia tampak bersemangat.

            “Leish?” Tanya Luke.

            “Hmm..” Jawabku.

            Aku menatap mata birunya yang mampu membuat nyaman hatiku. Kemudian Luke menyentuh pipiku. Astaga Luke apa yang akan kau lakukan? Apa kau mau mengulang kejadian kemarin? Aku pikir tidak buruk-buruk amat. Aku mencintaimu jadi tentu saja aku mau dicium oleh orang yang aku cintai. Sedangkan Luke?

            “Berjanjilah padaku untuk tidak meninggalkanku.” Ucap Luke.

            Aku memejamkan mataku, lalu aku buka secara perlahan. “Apa.. Apa ini yang dinamakan sahabat?” Tanyaku lirih.

            Air muka Luke sedikit berubah karena pertanyaanku. “Kau sahabatku, Leish dan aku tidak ingin kau meninggalkanku.” Ucap Luke.

            Oke. Tadi itu aku seperti sedang mabuk. Aku nyaris mengaku kalau aku mencintai Luke. Untunglah aku cepat sadar. Aku adalah sahabat Luke, titik dan tidak bisa dipungkiri suatu hari nanti Luke bakal jatuh cinta dengan gadis lain lalu meninggalkanku. Hah! Harusnya aku yang tidak ingin Luke meninggalkanku, bukan dia.

            “Kau juga harus berjanji untuk tidak akan meninggalkanku.” Ucapku.

***

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar