Tidak terasa
sudah sebulan aku berada di Sydney. Artinya, selama itulah aku bersahabat
dengan Luke, Calum, Michael dan Ashton. Luke-lah yang paling dekat denganku
dibandingkan dengan lainnya. Hubungan kami baik-baik saja, bahkan kami semakin
dekat. Sudah banyak gosip-gosip tidak jelas mengenai kami, tapi aku dan Luke
mencoba cuek saja. Ya, selama itulah aku berhasil menahan perasaanku supaya
tidak benar-benar jatuh cinta pada Luke. Berada di dekatnya saja sudah
membuatku bahagia.
Malam harinya, aku mendapat telpon
dari Dad. Tumben dia menelponku. Aku langsung mengangkat telponku. Pembicaraan
singkat. Yang aku kagetkan, Dad dan Mom sudah bercerai dan aku harus tinggal
bersama Dad. Tapi aku berpendirian teguh untuk tetap tinggal bersama paman di
Sydney. Tidak mungkin aku berani meninggalkan empat sahabat yang sangat aku
sayangi itu.
“Jadi orangtuamu cerai ya?” Tanya
Harry.
Aku mengangguk pelan tanpa harus
menangis. Aku sudah lelah menangisi mereka. Toh mereka tidak akan pernah
kembali seperti dulu. Jadi tidak ada gunanya menangisi mereka.
“Oh maafkan aku. Ku harap setelah
ini kau baik-baik saja.” Ucap Harry.
Lagi-lagi aku mengangguk lalu pergi
meninggalkan Harry menuju kamar. Ketika aku membuka ponselku, aku melihat satu
pesan masuk dari Mom. Aku tersenyum melihat kalimat terakhir yang Mom kirim. Katanya,
Mom sangat mencintaiku dan berharap aku bahagia meski harus dalam keadaan
seperti ini. Baiklah. Aku sudah berjanji untuk tidak meneriaki semuanya.
Biarlah semuanya menjadi seperti ini.
Kemudian, aku iseng membuka twitter.
Kebanyakan aku mem-follow akun-akun band favoritku sehingga aku bisa
mendapatkan info dari mereka. Aku terus saja menge-stalk beranda twitter-ku.
Mataku tertuju pada sebuah tweet dari Simple Plan. Astaga demi Tuhan! Sebisa
mungkin aku menahan teriakanku agar tidak kedengaran sampai di luar. Jadi
mereka akan mengadakan tour di Australia? Mau tidak mau aku harus menontonnya!
Tour mereka di Australia akan diadakan dua bulan lagi. Hmm.. Aku yakin sekali
Dad memberiku izin untuk menontonnya. Lagipula Dad sudah tau kalau aku itu memang
penggila berat Simple Plan.
Jika aku memberitahukan hal ini pada
Luke, Michael, Calum, dan Ashton, tentu mereka bersemangat juga. Pasti mereka
ingin menonton konser Simple Plan. Aku tersenyum memikirkan semua itu. Jika aku
benar-benar bisa menonton konser Simple Plan bahkan berfotoan langsung dengan
mereka, alangkah sempurnanya hidupku. Aku ingin sekali memeluk Pierre sampai
menangis.
Selanjutnya, aku tidak sengaja
menemukan tweet dari Luke. Entah apa maksud dari tweet-nya itu. Luke menulis: “Is she waiting for me?” Siapa maksud
‘she’ dalam tweet-nya Luke? Aku menjadi penasaran. Namun aku tidak terlalu
memikirkannya. Itu masalah Luke. Luke tak pernah menceritakan masalahnya jadi
aku hanya bisa diam saja walau aku penasaran apa maksud dari tweet-nya itu.
***
“Hei kalian berdua!”
Baru saja tiba di kelas nafasku
sudah ngos-ngosan. Bukan karena terlambat masuk, tapi aku benar-benar
bersemangat memberi tahu mereka tentang konser Simple Plan. Kemungkinan besar
Michael menontonnya, tidak tau Luke.
“Ada apa Leish? Kau seperti dikejar
hantu.” Tanya Michael.
“Simple Plan akan mengadakan konser
di Australia dua bulan lagi!” Ucapku.
“What?
Aku harus menontonnya! Kalau perlu, aku harus membeli tiket paling depan.” Ucap
Michael.
Luke datang dan ikutan nimbrung
dengan kami. “So, we should watch it?”
Tanya Luke.
Aku menatap Luke dengan
berbinar-binar. “Sure. You should watch
it too.” Jawabku.
Luke mengangkat jempol kanannya
pertanda dia setuju. Yes! Dengan kehadiran Luke, pasti akan bertambah
menyenangkan. Tiba-tiba aku teringat dengan tweet yang Luke tulis di twitter.
Akankah aku menanyakannya pada Luke mengenai tweet-nya itu?
“Luk, aku.. aku penasaran dengan
tweet terbarumu.” Ucapku.
Luke menatapku sambil berpikir. “Oh,
tentang dia? It’s just a little problem.”
Jawab Luke.
“Dia? Siapa yang kau maksud dengan
dia?” Tanyaku.
Ekspresi wajah Luke berubah sedikit
akan pertanyaanku. Aku takut jika pertanyaanku tadi membuatnya sakit atau
marah. Aku anaknya memang suka penasaran dan ingin tau masalah orang lain.
Tiba-tiba Michael yang menjawabnya.
“She’s
Luke’s ex.” Jawab Michael.
Kulihat Luke yang langsung menatap
Michael dengan tidak suka, sementara Michael nyengir saja. Oh jadi Luke
membicarakan mantannya? Apa Luke masih mencintai mantannya? Lah kenapa jadi aku
yang bingung?
“Itu masalah pribadiku. Tapi aku
baik-baik saja. Dia hanya masa lalu-ku.” Ucap Luke.
Aku mengangguk-angguk. Tapi aku
menyimpulkan kalau Luke sebenarnya masih mencintai mantannya. Jika tidak,
kenapa Luke masih mengungkitnya? “Is she
waiting for me?”. Apa dulunya Luke pernah menyakiti pacarnya lalu
memutuskannya dan dia sekarang menyesal? Atau mereka tiba-tiba saja putus
padahal mereka masih mencintai satu sama lain? Ah masalah percintaan memang
sulit. Untunglah aku belum pernah pacaran *eh.
Seorang guru datang memasuki kelas
kami. Tapi bukan guru itu yang akan mengajar kami. Sepertinya guru itu ingin
memberikan informasi penting.
“Selamat pagi anak-anak! Hari ini
Ibu akan memberikan informasi tentang kegiatan luar sekolah. Lusa nanti kami
akan mengadakan kemah. Bagi yang mau ikut, silahkan hubungi ketua kelas
masing-masing. Nanti mereka yang akan menyampaikan ke Ibu. Apakah ada yang
kurang jelas?”
Kemah? Sepertinya seru. Aku pernah
kemah di hutan dan rasanya sangat menyenangkan. Walau aku dianggap sebagai anak
yang aneh dan asing, tapi itu tidak membuatku merasa malas untuk berkemah. Aku
tidak sengaja melirik ke arah Luke. Jadi apakah Luke tertarik untuk ikut?
“Kau mau ikut juga? Kalau begitu aku
ikut juga.” Ucap Luke seperti bisa membaca pikiranku.
“Really?
Aku ikut!” Ucapku seperti anak kecil.
“Leish.. Leish.. Kau memang lucu..”
Ucap Luke menahan tawanya.
Membuat bahagia orang disekitar kita
adalah salah satu hal yang membuatku bahagia. Walau aku dikenal cuek, pendiam
dan terkesan sombong, tapi jika kalian mau berteman denganku, aku bersumpah
akan menjadi teman yang baik dan tidak akan membiarkan kalian sedih. Aku janji.
***
“Kemah? Kurasa aku tidak akan ikut.”
Ucap Ashton sambil menyeruput teh-nya.
Siang itu kami memutuskan mencari
makanan di warung sederhana. Kami memang sering melakukan makan bersama.
Terkadang aku yang mentraktir mereka, ataupun Luke. Diantara kami berlima, aku
dan Luke yang uangnya paling banyak. Bukan bermaksud sombong, tapi aku hanya ingin
berbagi dengan mereka.
“Aku juga.” Ucap Calum.
“Aku juga.” Tambah Michael.
Aku menatap Ashton, Calum dan
Michael secara bergantian. “Jadi cuma aku dan Luke nih yang ikut.” Ucapku.
“Kau ikut Luk? Hebat! Biasanya kau
tidak mau mengikuti kegiatan luar sekolah. Apa karena Aleisha? Wah sepertinya
kalian diam-diam melakukan hubungan spesial tanpa sepengetahuan kita.” Ucap
Calum.
Ucapan Calum tadi cukup membuatku
salah tingkah. Please jangan
menggodaku menggunakan Luke karena aku tidak bisa. Mereka sering menggodaku
dengan Luke namun Luke nampak biasa-biasa saja karena sudah tau dengan
perbuatan teman-temannya itu, sedangkan aku…
“Leish, aku masih penasaran kenapa
kau bisa tinggal di Sydney.” Ucap Michael.
Akankah aku menceritakan kisahku
pada mereka? Ah tidak. Aku tidak ingin mereka tau kalau orangtuaku sudah cerai.
Cukup tau bahwa orangtuaku sudah cerai dan aku tidak mau teman-temanku
mengetahuinya. Rasanya aneh jika harus memberitahukan ke mereka.
“Aleisha bosan tinggal di rumah
lamanya.” Ucap Luke.
“Bosan? Apa jangan-jangan..” Mata
Calum terlihat nakal. “Kau sedang berusaha melupakan seseorang lalu kau
memutuskan tinggal di Sydney?” Sambungnya.
Aku tersenyum kecil menanggapi
ucapan Calum.
“Berarti sama seperti Luke dong. Ku
kira dia sudah move on dari si Miss.
Everything-nya dengan cara setahun berada di Amerika tapi sayangnya tidak.”
Ucap Michael. Ah Michael memang tidak bisa menjaga mulutnya.
“Can
we don’t talk about her?” Ucap Luke kesal.
Michael tertawa. “Hahahaha.. Kau kan
sudah punya Aleisha. Jadi jangan terus galau-in si dia dong. Nanti Aleisha
nangis.” Ucapnya.
Luke serasa ingin menghajar Michael
tapi dia tau diri. Tuh kan, tebakanku benar. Luke masih belum bisa melupakan
mantannya itu. Ingin sekali aku menanyakan lebih pada Luke kenapa Luke bisa
sampai putus dengan pacarnya itu. Tapi sekali lagi itu adalah masalah pribadi
Luke dan Luke tidak ingin membicarakannya lagi.
***
Kali ini aku ke kantin sendirian.
Tak apa. Aku biasa sendiri. Michael dan Luke sedang pergi entah kemana dan aku
tidak boleh ikut. Alhasil aku menikmati burger, kentang dan coca-cola dengan
sendiri. Kulihat beberapa anak yang menatapku dengan tatapan tidak ramah. Hah!
Selalu saja mereka seperti itu.
“Hai apakah aku boleh duduk disini?”
Demi apa cowok itu adalah cowok yang
memberiku kebab karena kebab-ku jatuh akibat senggolan kasar dari orang yang
tidak aku ketahui namanya. Tentu saja aku mengizinkan cowok itu duduk di
hadapanku. Cowok itu tampak manis dan kalau diperhatikan baik-baik, wajahnya
mirip seperti Marquez, itu loh si pembalap motor yang sekarang ini sedang
terkenal-terkenalnya.
“Are
you Marquez’s brother?” Tanyaku bercanda.
Cowok itu tertawa mendengar
pertanyaanku. “No.. No.. Apa sebegitu
miripnya dengan Marquez aku disebut-sebut sebagai adiknya?” Tanyanya.
Giliran aku yang tertawa. Kemudian
aku melahap sisa burger dalam sekali gigitan lalu meneguk coca-cola sampai
habis. Aku sempat melirik ke cowok itu. Sepertinya dia merasa heran dengan cara
aku memakan dan meminum burger itu. Tiba-tiba aku bersendawa hebat. Astaga
memalukan sekali diriku ini.
“By
the way, namaku Shawn. Aku teman Luke juga.” Ucap cowok itu.
“Apa? Shawn the sheep?” Tanyaku
berusaha menahan tawaku.
Cowok yang bernama Shawn itu
terkekeh. “Benar apa kata Luke. Kau lucu sekali dan suka membuat orang yang
disekitarmu bahagia.” Ucapnya.
“Apa saja yang Luke ceritakan
mengenai diriku padamu? Kalau dia sampai membuka aib-ku, aku akan membunuhnya
besok!” Ucapku.
“Hei.. Kalian berdua memang akrab
ya? Aku tak menyangka Luke bisa berteman denganmu. Dia itu anaknya tertutup dan
tidak pernah memiliki teman perempuan selain pacar. Kau adalah gadis beruntung
yang bisa menjadi temannya. Tenang saja. Dia hanya menceritakan hal yang baik
tentangmu.” Ucap Shawn.
Selanjutnya, kami saling bertukar
cerita. Ternyata Shawn juga suka musik sama sepertiku. Tapi dia tidak memiliki
band seperti Luke. Shawn lebih suka bernyanyi solo. Katanya, saat acara sekolah
aku harus melihatnya bernyanyi di panggung. Katanya jika kau mendengar suara Shawn,
kau akan dibawa terbang olehnya. Aku tertawa ngakak mendengarnya.
Sepertinya aku hanya cocok bergaul
dengan teman cowok.
***
Sorenya, aku sengaja pergi ke tempat
Luke cs latihan band. Kebetulan disana ada Luke sedangkan yang lainnya entah
kemana. Aku menaiki bus untuk pergi kesana. Setelah tiba disana, aku langsung
terpaku melihat Luke yang sedang serius memainkan gitarnya. Rasanya tidak enak
menganggu ketenangan Luke. Cowok itu memainkan instrument lagu-lagu klasik yang
aku tidak tau apa judulnya, namun terdengar indah di telingaku.
“Kau sudah datang.” Ucap Luke.
Jantungku berdetak kencang dan
mendadak malu. Aku berjalan pelan menuju Luke dan duduk di sampingnya. Seperti
biasa. Cowok itu dengan santainya memberiku sebuah senyuman yang Luke tidak
akan tau bahwa senyumannya itu bisa membuat aku kesulitan bernafas. Aku
memberanikan diri menatap Luke lebih dalam lagi.
“I
think you should sing a song. I wanna know how beautiful your voice.” Ucap
Luke sambil memberiku gitar yang tadi dia mainkan.
Aku menerima gitar itu dan bingung
lagu apakah yang akan aku nyanyikan. Simple Plan? All Time Low? The Maine? Boys
Like Girls? Aku bingung, sungguh. Bahkan aku mungkin melupakan lirik-lirik lagu
mereka. Entahlah mengapa saat ini aku merasa gugup hanya karena berdekatan
dengan Luke.
“Baiklah.” Ucapku akhirnya.
Aku menemukan sebuah lagu sedih yang adalah salah satu lagu favoritku
yang sukses membuatku menangis. Aku mulai memainkan gitar itu dan berharap aku
tidak melupakan kuncinya ataupun lirik lagu yang akan aku nyanyikan. Sedaritadi
Luke terus menatapku. Sial.
“Another sleepless night I'm still
starin' at the ceiling
I can hear him fighting with her for
no good reason
Will this ever end? Will this house
be a home again?
If I had my way I'd corner him and
say..”
Aku menyanyikan lagu itu dengan penuh penghayatan. Lagu itu adalah milik
Faber Drive yang berjudul Sleepless Night yang menceritakan tentang broken home. Lagu yang benar-benar cocok
untukku. Tapi sayangnya orangtuaku tidak peka dan malah asyik bertengkar tanpa
memikirkan betapa sakitnya hatiku karena ulah mereka.
“Put yourself in her position all
she needs is recognition
Love's not enough when you say it
don't you know you've gotta mean it
Screwing up the best thing ever is
something you'll regret forever
Take her and make sure she feels it
let her know you'll never let her go..”
Sabar Leish, sabar. Kau tidak boleh menangis. Kau harus kuat. Ya, kau
adalah gadis yang kuat. Aku berhasil menyanyikan lagu itu, entah bagaimana
pendapat Luke tentang lagu yang aku nyanyikan. Kulihat Luke diam saja dan aku
tidak bisa menebak responnya.
“Ow, that was nice song.
Suaramu bagus sekali.” Ucap Luke akhirnya.
Aku tersenyum. “Thankyou. Kau
orang pertama yang memujiku tentang suaraku.” Ucapku.
“Yeah. Aku memang selalu menjadi orang pertama kan buatmu?” Ucap Luke.
Pipi-ku memerah mendengar ucapan Luke. Luke memang hobi membuat pipi-ku
memerah. Untunglah dia tidak membuatnya semakin memerah.
“I think we should make a song.”
Ucap Luke.
Kami? Batinku malu-malu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar