expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 05 Juni 2016

Can't Have You ( Part 9 )



Tidak terasa sudah sebulan aku berada di Sydney. Artinya, selama itulah aku bersahabat dengan Luke, Calum, Michael dan Ashton. Luke-lah yang paling dekat denganku dibandingkan dengan lainnya. Hubungan kami baik-baik saja, bahkan kami semakin dekat. Sudah banyak gosip-gosip tidak jelas mengenai kami, tapi aku dan Luke mencoba cuek saja. Ya, selama itulah aku berhasil menahan perasaanku supaya tidak benar-benar jatuh cinta pada Luke. Berada di dekatnya saja sudah membuatku bahagia.

            Malam harinya, aku mendapat telpon dari Dad. Tumben dia menelponku. Aku langsung mengangkat telponku. Pembicaraan singkat. Yang aku kagetkan, Dad dan Mom sudah bercerai dan aku harus tinggal bersama Dad. Tapi aku berpendirian teguh untuk tetap tinggal bersama paman di Sydney. Tidak mungkin aku berani meninggalkan empat sahabat yang sangat aku sayangi itu.

            “Jadi orangtuamu cerai ya?” Tanya Harry.

            Aku mengangguk pelan tanpa harus menangis. Aku sudah lelah menangisi mereka. Toh mereka tidak akan pernah kembali seperti dulu. Jadi tidak ada gunanya menangisi mereka.
            “Oh maafkan aku. Ku harap setelah ini kau baik-baik saja.” Ucap Harry.

            Lagi-lagi aku mengangguk lalu pergi meninggalkan Harry menuju kamar. Ketika aku membuka ponselku, aku melihat satu pesan masuk dari Mom. Aku tersenyum melihat kalimat terakhir yang Mom kirim. Katanya, Mom sangat mencintaiku dan berharap aku bahagia meski harus dalam keadaan seperti ini. Baiklah. Aku sudah berjanji untuk tidak meneriaki semuanya. Biarlah semuanya menjadi seperti ini.

            Kemudian, aku iseng membuka twitter. Kebanyakan aku mem-follow akun-akun band favoritku sehingga aku bisa mendapatkan info dari mereka. Aku terus saja menge-stalk beranda twitter-ku. Mataku tertuju pada sebuah tweet dari Simple Plan. Astaga demi Tuhan! Sebisa mungkin aku menahan teriakanku agar tidak kedengaran sampai di luar. Jadi mereka akan mengadakan tour di Australia? Mau tidak mau aku harus menontonnya! Tour mereka di Australia akan diadakan dua bulan lagi. Hmm.. Aku yakin sekali Dad memberiku izin untuk menontonnya. Lagipula Dad sudah tau kalau aku itu memang penggila berat Simple Plan.

            Jika aku memberitahukan hal ini pada Luke, Michael, Calum, dan Ashton, tentu mereka bersemangat juga. Pasti mereka ingin menonton konser Simple Plan. Aku tersenyum memikirkan semua itu. Jika aku benar-benar bisa menonton konser Simple Plan bahkan berfotoan langsung dengan mereka, alangkah sempurnanya hidupku. Aku ingin sekali memeluk Pierre sampai menangis.

            Selanjutnya, aku tidak sengaja menemukan tweet dari Luke. Entah apa maksud dari tweet-nya itu. Luke menulis: “Is she waiting for me?” Siapa maksud ‘she’ dalam tweet-nya Luke? Aku menjadi penasaran. Namun aku tidak terlalu memikirkannya. Itu masalah Luke. Luke tak pernah menceritakan masalahnya jadi aku hanya bisa diam saja walau aku penasaran apa maksud dari tweet-nya itu.

***

            “Hei kalian berdua!”

            Baru saja tiba di kelas nafasku sudah ngos-ngosan. Bukan karena terlambat masuk, tapi aku benar-benar bersemangat memberi tahu mereka tentang konser Simple Plan. Kemungkinan besar Michael menontonnya, tidak tau Luke.

            “Ada apa Leish? Kau seperti dikejar hantu.” Tanya Michael.

            “Simple Plan akan mengadakan konser di Australia dua bulan lagi!” Ucapku.

            What? Aku harus menontonnya! Kalau perlu, aku harus membeli tiket paling depan.” Ucap Michael.

            Luke datang dan ikutan nimbrung dengan kami. “So, we should watch it?” Tanya Luke.

            Aku menatap Luke dengan berbinar-binar. “Sure. You should watch it too.” Jawabku.

            Luke mengangkat jempol kanannya pertanda dia setuju. Yes! Dengan kehadiran Luke, pasti akan bertambah menyenangkan. Tiba-tiba aku teringat dengan tweet yang Luke tulis di twitter. Akankah aku menanyakannya pada Luke mengenai tweet-nya itu?

            “Luk, aku.. aku penasaran dengan tweet terbarumu.” Ucapku.

            Luke menatapku sambil berpikir. “Oh, tentang dia? It’s just a little problem.” Jawab Luke.

            “Dia? Siapa yang kau maksud dengan dia?” Tanyaku.

            Ekspresi wajah Luke berubah sedikit akan pertanyaanku. Aku takut jika pertanyaanku tadi membuatnya sakit atau marah. Aku anaknya memang suka penasaran dan ingin tau masalah orang lain. Tiba-tiba Michael yang menjawabnya.

            She’s Luke’s ex.” Jawab Michael.

            Kulihat Luke yang langsung menatap Michael dengan tidak suka, sementara Michael nyengir saja. Oh jadi Luke membicarakan mantannya? Apa Luke masih mencintai mantannya? Lah kenapa jadi aku yang bingung?

            “Itu masalah pribadiku. Tapi aku baik-baik saja. Dia hanya masa lalu-ku.” Ucap Luke.

            Aku mengangguk-angguk. Tapi aku menyimpulkan kalau Luke sebenarnya masih mencintai mantannya. Jika tidak, kenapa Luke masih mengungkitnya? “Is she waiting for me?”. Apa dulunya Luke pernah menyakiti pacarnya lalu memutuskannya dan dia sekarang menyesal? Atau mereka tiba-tiba saja putus padahal mereka masih mencintai satu sama lain? Ah masalah percintaan memang sulit. Untunglah aku belum pernah pacaran *eh.

            Seorang guru datang memasuki kelas kami. Tapi bukan guru itu yang akan mengajar kami. Sepertinya guru itu ingin memberikan informasi penting.

            “Selamat pagi anak-anak! Hari ini Ibu akan memberikan informasi tentang kegiatan luar sekolah. Lusa nanti kami akan mengadakan kemah. Bagi yang mau ikut, silahkan hubungi ketua kelas masing-masing. Nanti mereka yang akan menyampaikan ke Ibu. Apakah ada yang kurang jelas?”

            Kemah? Sepertinya seru. Aku pernah kemah di hutan dan rasanya sangat menyenangkan. Walau aku dianggap sebagai anak yang aneh dan asing, tapi itu tidak membuatku merasa malas untuk berkemah. Aku tidak sengaja melirik ke arah Luke. Jadi apakah Luke tertarik untuk ikut?

            “Kau mau ikut juga? Kalau begitu aku ikut juga.” Ucap Luke seperti bisa membaca pikiranku.

            Really? Aku ikut!” Ucapku seperti anak kecil.

            “Leish.. Leish.. Kau memang lucu..” Ucap Luke menahan tawanya.

            Membuat bahagia orang disekitar kita adalah salah satu hal yang membuatku bahagia. Walau aku dikenal cuek, pendiam dan terkesan sombong, tapi jika kalian mau berteman denganku, aku bersumpah akan menjadi teman yang baik dan tidak akan membiarkan kalian sedih. Aku janji.

***

            “Kemah? Kurasa aku tidak akan ikut.” Ucap Ashton sambil menyeruput teh-nya.

            Siang itu kami memutuskan mencari makanan di warung sederhana. Kami memang sering melakukan makan bersama. Terkadang aku yang mentraktir mereka, ataupun Luke. Diantara kami berlima, aku dan Luke yang uangnya paling banyak. Bukan bermaksud sombong, tapi aku hanya ingin berbagi dengan mereka.

            “Aku juga.” Ucap Calum.

            “Aku juga.” Tambah Michael.

            Aku menatap Ashton, Calum dan Michael secara bergantian. “Jadi cuma aku dan Luke nih yang ikut.” Ucapku.

            “Kau ikut Luk? Hebat! Biasanya kau tidak mau mengikuti kegiatan luar sekolah. Apa karena Aleisha? Wah sepertinya kalian diam-diam melakukan hubungan spesial tanpa sepengetahuan kita.” Ucap Calum.

            Ucapan Calum tadi cukup membuatku salah tingkah. Please jangan menggodaku menggunakan Luke karena aku tidak bisa. Mereka sering menggodaku dengan Luke namun Luke nampak biasa-biasa saja karena sudah tau dengan perbuatan teman-temannya itu, sedangkan aku…

            “Leish, aku masih penasaran kenapa kau bisa tinggal di Sydney.” Ucap Michael.

            Akankah aku menceritakan kisahku pada mereka? Ah tidak. Aku tidak ingin mereka tau kalau orangtuaku sudah cerai. Cukup tau bahwa orangtuaku sudah cerai dan aku tidak mau teman-temanku mengetahuinya. Rasanya aneh jika harus memberitahukan ke mereka.

            “Aleisha bosan tinggal di rumah lamanya.” Ucap Luke.

            “Bosan? Apa jangan-jangan..” Mata Calum terlihat nakal. “Kau sedang berusaha melupakan seseorang lalu kau memutuskan tinggal di Sydney?” Sambungnya.

            Aku tersenyum kecil menanggapi ucapan Calum.

            “Berarti sama seperti Luke dong. Ku kira dia sudah move on dari si Miss. Everything-nya dengan cara setahun berada di Amerika tapi sayangnya tidak.” Ucap Michael. Ah Michael memang tidak bisa menjaga mulutnya.

            Can we don’t talk about her?” Ucap Luke kesal.

            Michael tertawa. “Hahahaha.. Kau kan sudah punya Aleisha. Jadi jangan terus galau-in si dia dong. Nanti Aleisha nangis.” Ucapnya.

            Luke serasa ingin menghajar Michael tapi dia tau diri. Tuh kan, tebakanku benar. Luke masih belum bisa melupakan mantannya itu. Ingin sekali aku menanyakan lebih pada Luke kenapa Luke bisa sampai putus dengan pacarnya itu. Tapi sekali lagi itu adalah masalah pribadi Luke dan Luke tidak ingin membicarakannya lagi.

***

            Kali ini aku ke kantin sendirian. Tak apa. Aku biasa sendiri. Michael dan Luke sedang pergi entah kemana dan aku tidak boleh ikut. Alhasil aku menikmati burger, kentang dan coca-cola dengan sendiri. Kulihat beberapa anak yang menatapku dengan tatapan tidak ramah. Hah! Selalu saja mereka seperti itu.

            “Hai apakah aku boleh duduk disini?”

            Demi apa cowok itu adalah cowok yang memberiku kebab karena kebab-ku jatuh akibat senggolan kasar dari orang yang tidak aku ketahui namanya. Tentu saja aku mengizinkan cowok itu duduk di hadapanku. Cowok itu tampak manis dan kalau diperhatikan baik-baik, wajahnya mirip seperti Marquez, itu loh si pembalap motor yang sekarang ini sedang terkenal-terkenalnya.

            Are you Marquez’s brother?” Tanyaku bercanda.

            Cowok itu tertawa mendengar pertanyaanku. “No.. No.. Apa sebegitu miripnya dengan Marquez aku disebut-sebut sebagai adiknya?” Tanyanya.

            Giliran aku yang tertawa. Kemudian aku melahap sisa burger dalam sekali gigitan lalu meneguk coca-cola sampai habis. Aku sempat melirik ke cowok itu. Sepertinya dia merasa heran dengan cara aku memakan dan meminum burger itu. Tiba-tiba aku bersendawa hebat. Astaga memalukan sekali diriku ini.

            By the way, namaku Shawn. Aku teman Luke juga.” Ucap cowok itu.

            “Apa? Shawn the sheep?” Tanyaku berusaha menahan tawaku.

            Cowok yang bernama Shawn itu terkekeh. “Benar apa kata Luke. Kau lucu sekali dan suka membuat orang yang disekitarmu bahagia.” Ucapnya.

            “Apa saja yang Luke ceritakan mengenai diriku padamu? Kalau dia sampai membuka aib-ku, aku akan membunuhnya besok!” Ucapku.

            “Hei.. Kalian berdua memang akrab ya? Aku tak menyangka Luke bisa berteman denganmu. Dia itu anaknya tertutup dan tidak pernah memiliki teman perempuan selain pacar. Kau adalah gadis beruntung yang bisa menjadi temannya. Tenang saja. Dia hanya menceritakan hal yang baik tentangmu.” Ucap Shawn.

            Selanjutnya, kami saling bertukar cerita. Ternyata Shawn juga suka musik sama sepertiku. Tapi dia tidak memiliki band seperti Luke. Shawn lebih suka bernyanyi solo. Katanya, saat acara sekolah aku harus melihatnya bernyanyi di panggung. Katanya jika kau mendengar suara Shawn, kau akan dibawa terbang olehnya. Aku tertawa ngakak mendengarnya.

            Sepertinya aku hanya cocok bergaul dengan teman cowok.

***

            Sorenya, aku sengaja pergi ke tempat Luke cs latihan band. Kebetulan disana ada Luke sedangkan yang lainnya entah kemana. Aku menaiki bus untuk pergi kesana. Setelah tiba disana, aku langsung terpaku melihat Luke yang sedang serius memainkan gitarnya. Rasanya tidak enak menganggu ketenangan Luke. Cowok itu memainkan instrument lagu-lagu klasik yang aku tidak tau apa judulnya, namun terdengar indah di telingaku.

            “Kau sudah datang.” Ucap Luke.

            Jantungku berdetak kencang dan mendadak malu. Aku berjalan pelan menuju Luke dan duduk di sampingnya. Seperti biasa. Cowok itu dengan santainya memberiku sebuah senyuman yang Luke tidak akan tau bahwa senyumannya itu bisa membuat aku kesulitan bernafas. Aku memberanikan diri menatap Luke lebih dalam lagi.

            I think you should sing a song. I wanna know how beautiful your voice.” Ucap Luke sambil memberiku gitar yang tadi dia mainkan.

            Aku menerima gitar itu dan bingung lagu apakah yang akan aku nyanyikan. Simple Plan? All Time Low? The Maine? Boys Like Girls? Aku bingung, sungguh. Bahkan aku mungkin melupakan lirik-lirik lagu mereka. Entahlah mengapa saat ini aku merasa gugup hanya karena berdekatan dengan Luke.

            “Baiklah.” Ucapku akhirnya.

Aku menemukan sebuah lagu sedih yang adalah salah satu lagu favoritku yang sukses membuatku menangis. Aku mulai memainkan gitar itu dan berharap aku tidak melupakan kuncinya ataupun lirik lagu yang akan aku nyanyikan. Sedaritadi Luke terus menatapku. Sial.

Another sleepless night I'm still starin' at the ceiling

I can hear him fighting with her for no good reason

Will this ever end? Will this house be a home again?

If I had my way I'd corner him and say..”

Aku menyanyikan lagu itu dengan penuh penghayatan. Lagu itu adalah milik Faber Drive yang berjudul Sleepless Night yang menceritakan tentang broken home. Lagu yang benar-benar cocok untukku. Tapi sayangnya orangtuaku tidak peka dan malah asyik bertengkar tanpa memikirkan betapa sakitnya hatiku karena ulah mereka.

Put yourself in her position all she needs is recognition

Love's not enough when you say it don't you know you've gotta mean it

Screwing up the best thing ever is something you'll regret forever

Take her and make sure she feels it let her know you'll never let her go..”

Sabar Leish, sabar. Kau tidak boleh menangis. Kau harus kuat. Ya, kau adalah gadis yang kuat. Aku berhasil menyanyikan lagu itu, entah bagaimana pendapat Luke tentang lagu yang aku nyanyikan. Kulihat Luke diam saja dan aku tidak bisa menebak responnya.

“Ow, that was nice song. Suaramu bagus sekali.” Ucap Luke akhirnya.

Aku tersenyum. “Thankyou. Kau orang pertama yang memujiku tentang suaraku.” Ucapku.

“Yeah. Aku memang selalu menjadi orang pertama kan buatmu?” Ucap Luke.

Pipi-ku memerah mendengar ucapan Luke. Luke memang hobi membuat pipi-ku memerah. Untunglah dia tidak membuatnya semakin memerah.

I think we should make a song.” Ucap Luke.

Kami? Batinku malu-malu.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar