Pukul 6:30.
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Ketika semua nyawaku terkumpul, refleks aku
bangun karena aku tau kalau aku sudah terlambat. Namun pagi ini terasa berbeda.
Tubuhku terasa lemas dan aku malas berdiri. Sial. Tepatnya di hari ini aku
mengalami waktu-waktu yang paling aku bencikan, yaitu mendapatkan tamu bulanan.
Sebenarnya aku malas sekolah. Percuma sekolah toh disana nanti aku tidak akan
bisa menerima pelajaran karena pastinya perutku akan sakit. Tapi jika saja
tidak ada ulangan Biologi, tentu aku tidak akan sekolah.
Dengan malas, aku bangun dari
tidurku. Ahhh perutku mulai terasa sakit dan akan terus berlanjut sampai nanti.
Memang sih hari pertama sangat menyakitkan. Seharusnya aku isetirahat total di
rumah tanpa melakukan aktifitas apapun. Inilah hal yang paling aku bencikan
saat kau menyadari kalau kau adalah seorang perempuan.
Setelah mandi, memakain baju dan
berdandan asal-asalan, mataku serasa ingin keluar tatkala melihat jam di
ponselku. Pukul 07:05. Selama itukah aku mandi? Aku juga belum sarapan. Pasti
Luke sudah menungguku di luar sana. Aku pun berlari menuju ruang makan dan
mengambil sandwich lalu meneguk susu dengan cepat.
“Luke sudah menunggumu di luar
sana.” Ucap Harry.
Hampir saja aku memuntahkan susu
yang aku minum. Setelah mencium tangan paman, aku berlari dan tersenyum malu
melihat Luke yang sedang menungguku di teras. Aku masih memegang sandwich
karena tidak sempat memakannya.
“Tumben kau terlambat.” Ucap Luke.
“Maafkan aku Luk. Aku terlambat
bangun.” Ucapku.
Aku pun naik di motor Luke. Mau
tidak mau, aku harus memperbaiki dudukku karena you know-lah. Di hari biasanya aku kalau duduk itu seperti
laki-laki. Harry sering memarahiku karena aku tidak bisa menjadi gadis yang
baik. Dia kira dulunya Mom ingin memiliki anak laki-laki tapi lahirlah aku.
“Astaga kita sudah terlambat.” Ucap
Luke.
Cowok itu berlari menuju kelas
setelah memarkirkan motornya tanpa mempedulikan aku. Hell! Gimana caranya aku lari dalam kondisi seperti ini? Biasanya
aku bisa menyeimbangi lari Luke tapi tidak kali ini. Alhasil aku memutuskan
untuk berjalan pelan sambil berusaha menahan sakit di perutku. Di tengah
perjalanan, Luke menghentikan langkahnya lalu dia menyusulku.
“Kau kenapa? Kau sakit ya?” Tanya
Luke.
Dia perhatian sekali. “Aku.. Aku
sedang tidak enak badan.” Ucapku.
“Oh, tak apa. Nanti kalau kau tidak
tahan ke UKS saja.” Ucap Luke.
Luke memutuskan untuk berjalan pelan
dan tidak peduli jika dia terlambat. Luke memang baik. Dia istimewa disini.
Tadi saja saat di parkiran Luke diizinkan masuk oleh satpam itu. Bahkan satpam
saja tunduk dengan Luke. Ketika tiba di kelas, sudah ada guru disana. Aku
menunduk dan berjalan di belakang Luke.
“Tumben kalian terlambat. Habis
ngapain?” Bisik Michael.
Ahh aku benar-benar membenci hari
ini! Aku ingin tidur di UKS. Aku tidak tahan dengan sakit di perutku yang
memaksaku untuk muntah. Wajahku kelihatan pucat dan tanganku dingin. Luke
sempat menatapku dan dia terlihat khawatir. Sabar Leish, sebentar lagi isetirahat.
Akhirnya bel isetirahat pun berbunyi. Mau tidak mau aku harus pergi ke UKS,
tapi perutku lapar.
“Luk, antar aku ke UKS. Mau tidak?”
Pintaku malu-malu.
Luke memerhatikan wajahku.
“Sepertinya kau beneran sakit. Ayo!” Ucap Luke.
Kami berdua pergi ke UKS. Tadi
Michael ingin ikut dengan kami. Tapi Luke menyuruh Michael membeli beberapa
makanan untuk-ku. Luke.. Luke.. Dia sangat baik padaku. Aku tidak mengerti
mengapa dia sebaik itu padaku. Terlintas dibenakku mengenai gadis yang pernah
menjadi pacar Luke. Pasti gadis itu merasa menjadi gadis yang paling bahagia karena
bisa mendapatkan cowok seperti Luke.
“Kau tidak bilang padaku kalau kau
sedang datang bulan.” Ucap Luke.
Aku tersenyum malu mendengar ucapan
Luke. Saat ini aku membaringkan tubuhku di ranjang UKS. Lumayan membaik. Aku
hanya membutuhkan isetirahat yang banyak walau rasa sakit di perutku masih
terasa, bahkan semakin parah. Luke memilih duduk di kursi yang sengaja di taruh
di samping ranjang.
“Nanti Michael datang, dia akan
membawakanmu makanan.” Ucap Luke.
“Thanks.”
Ucapku.
Selanjutnya kami sama-sama diam
dengan pikiran masing-masing. Diam-diam aku melirik Luke yang sedang menunduk
sambil memainkan jari-jari tangannya. Aw! Perutku semakin nakal. Sebisa mungkin
aku tahan rasa sakit yang menyerangku. Biasanya aku tidak merasakan sakit
seperti ini.
“Kau tidak apa-apa?” Tanya Luke.
“Ya… Kau taulah bagaimana sakitnya
wanita saat mendapatkan tamu bulanan.” Jawabku.
Luke tersenyum. “Aku tidak pernah
merasakannya.” Ucapnya.
Aku berusaha menahan tawaku. “Tapi
beginilah takdir wanita. Saat mereka hamil dan melahirkan, tentu akan lebih
menantang daripada ini. Makanya, kau jangan sekali-kali melawan Ibumu. Kasihan
dia yang sudah merawatmu dengan baik saat kau berada di dalam kandungan dan
bermain nyawa saat melahirkanmu.” Ucapku.
“I
know. I love my mom. She’s most wonderful women in my life.” Ucap Luke.
Michael datang sambil nyengir. Dia
memerhatikan-ku dengan tatapan kasihan. Lalu Michael memberikan makanan dan
minuman ke Luke. Luke menerimanya dengan baik.
“Thanks.”
Ucap Luke.
“Lesih sakit apa sih? Ku kira dia
kebal dengan penyakit.” Tanya Michael.
Aku dan Luke sama-sama tertawa.
“Penyakit wanita.” Ucap Luke tapi Michael tidak bisa mengartikan ucapan Luke.
Akhirnya Michael meninggalkan UKS.
“Kau pasti lapar ya.” Ucap Luke. Dia
mengambil kentang goreng lalu hendak menyuapiku. Demi Tuhan!
“Eh, kau sangat romantis. Seperti di
film-film.” Ucapku.
Begitulah seterusnya. Luke
menyuapiku dengan telaten. Ah dia benar-benar… Argh! Aku tidak bisa untuk tidak
melihat wajahnya yang benar-benar… Argh! Mungkin kalian menilai aku itu
berlebihan jika membicarakan tentang Luke. Tapi aku berani bertaruh jika kau
berada di posisiku, kau akan gila dibuat oleh Luke.
“Kalau makan ya seperti ini. Harus
di kunyah dulu, oke?” Ucap Luke.
Entah berapa lama aku makan tapi aku
sangat menikmatinya. Saat bersama Luke, itulah saat-saat terbaikku. Aku selalu
merasa nyaman berada di sisinya walau awalnya jantungku selalu berdetak di atas
rata-rata dan perasaan gugup menyerangku.
“Perutmu masih sakit?” Tanya Luke.
“I.. Iya.” Jawabku. Kenapa mendadak
aku gugup gini?
Tiba-tiba, Luke menyentuh keningku.
Dia mendekatkan wajahnya di wajahku. Aku memejamkan mataku. Inikah yang disebut
sebagai sahabat? Aku mau mengakui sesuatu, kalau aku benar-benar jatuh cinta
dengan Luke. Tapi aku tau cinta-ku tidak akan terbalas. Luke masih mencintai
mantannya dan kehadiranku tidak akan pernah membuatnya untuk melupakan
mantannya.
“Sebaiknya kau tidur. Aku akan
menjagamu disini.” Ucap Luke.
Jika saja aku kehilangan kontrol,
saat itu juga aku berteriak sekencang-kencangnya.
***
Luke’s POV
Kurasa dia sudah tidur. Aku
tersenyum melihat wajahnya yang nampak polos namun sangat cantik. Aleisha
adalah salah satu dari sekian gadis yang istimewa yang pernah aku temui. Dia
berbeda dari gadis lainnya. Aku tidak habis pikir kenapa aku bisa akrab
dengannya dan menganggapnya sebagai sahabatku seperti Michael, Calum dan
Ashton. Baru pertama kali aku memiliki sahabat cewek.
Aleisha adalah gadis periang.
Seakan-akan hidupnya tidak dipenuhi oleh beban. Terkadang aku merasa iri
dengannya. Dia selalu terlihat bahagia dan tak pernah menampakkan wajah
sedihnya. She’s wonderful girl! Tuhan
begitu baik mempertemukanku dengannya. Karena Aleisha, aku sedikit bisa
melupakan seseorang yang memang harus aku lupakan. Ya, dia mantanku. Dia
meninggalkanku karena kesalahanku sendiri. Aku sudah berjanji untuk mencarinya
dan meminta maaf padanya. Tapi aku tidak tau dimana keberadaannya.
Kira-kira sudah berapa lama ya aku
bersahabat dengan Aleisha? Intinya aku amat membutuhkannya. Aku tidak ingin
kehilangannya. Aku sangat menyayanginya. Dia sudah aku anggap sebagai adikku
sendiri walau aku tidak tau berapa usianya apakah lebih muda dariku atau tidak.
Beberapa orang mungkin menganggap kami adalah sepasang kekasih. Tentu saja aku
membantahnya. Aku trauma menjalin hubungan dengan seorang gadis karena aku
takut kalau aku akan mengecewakan gadis itu.
Dan Aleisha, aku tidak ingin
mengecewakannya. Tapi aku takut kalau-kalau aku akan mengecewakannya dan dia
membenciku. Menurutku, Aleisha adalah gadis yang kurang percaya diri. Dia
selalu merendahkan dirinya dan mengatai dirinya bahwa dirinya tidak cantik.
Tapi sungguh, Aleisha sangat cantik. Wajahnya manis dan kau tidak akan pernah
bosan melihatnya.
Terakhir, aku meraih rambutnya dan
mengelusnya pelan. Cukup lama aku menatap wajahnya. Kemudian aku cium
keningnya. Aku harap dia tidak tau kalau aku mencium keningnya. Setelah itu,
aku tertidur tepat di samping wajahnya.
***
Aleisha’s POV
Kalau begitu caranya, lebih baik aku
tidak masuk sekolah. Percuma sekolah kalau aku tidak mengikuti ulangan biologi
karena ketiduran di UKS. Luke juga sama. Bukannya dia membangunkanku, tapi dia
malah ketiduran. Aku bangun tepat jam dua belas siang dan kaget melihat Luke
yang tertidur pulas dengan kepala yang berada tepat di samping wajahku.
Bagaimana bisa Luke ketiduran? Aku jadi bersalah. Seharusnya Luke tak perlu
menungguku di UKS.
Kurasa kesialanku bertambah. Saat
bel pulang, aku merasa ada yang tidak beres. Ternyata aku tembus cukup banyak. Aku jadi malu setengah mati. Karena itulah
selama jam pelajaran terakhir aku diam saja dan sedikit panik karena aku tau
hal ini akan terjadi.
“Kalian berdua sangat manis. Aku
sudah memoto kalian yang tengah tertidur.” Ucap Michael.
Aku yang sedang membereskan
buku-buku-ku langsung kaget. Luke pun sama. Dia merebut ponsel Michael. Dan
benar saja! Diam-diam Michael memoto kami berdua yang sedang tidur. Tapi
hasilnya tidak buruk-buruk amat. Yang aku malukan, hidung kami hampir bersentuhan
karena wajah kami sangat dekat.
“Ini akan menjadi foto terbaik yang
pernah aku dapatkan.” Ucap Michael sambil tersenyum tidak jelas lalu dia
meninggalkan kelas.
“Yaa Michael memang begitu.” Ucap
Luke.
“Jadi Michael tau dong kalau kita
tidur di UKS? Kalau begitu kenapa dia tidak membangunkan kita?” Ucapku kesal.
Luke mengangkat bahunya. “Besok kita
minta ulangan sama Mr. Pierre. Ayo kita pulang. Perutmu sudah tidak sakit lagi
kan?” Ucap Luke.
Mendadak pipi-ku memerah. Bagaimana
caranya pulang? Kebetulan aku membawa tas ransel jadi tas itu tidak akan bisa
menutup ‘lumpur’ di rok-ku. Sialnya lagi, rok-ku berwarna terang jadi
‘lumpur’-nya kelihatan dengan jelas. Aku menatap Luke. Dia juga menatapku
dengan bingung. Di kelas hanya ada aku dan Luke.
“Ada masalah?” Tanya Luke.
Aduh gimana jelasinnya ya? Aku
sangat malu dan gugup. “Itu.. Rok-ku..” Ucapku gagu sambil menoleh ke belakang
rok-ku.
Langsung saja Luke melihat ke bagian
belakang rok-ku. Ku harap dia tidak tertawa. Sungguh aku sangat malu saat ini.
Ingin rasanya aku menangis saking malu-nya. Hari ini aku benar-benar sial. Jika
saja Luke itu perempuan, tentu saja aku akan meminta bantuannya. Sayangnya Luke
bukan perempuan jadi aku bisa apa?
“Itu… Darah?” Tanya Luke dengan
polosnya.
Aku menatapnya dengan bingung. “Kau
tidak tau? Sekarang gimana? Di luar ada banyak orang pasti.” Ucapku.
Lama-lama Luke paham dengan apa yang
aku alami. Kemudian dia membuka jaket hitam yang dia pakai lalu Luke
memasangkan jaket itu di pinggang-ku. Hatiku benar-benar tersentuh melihat apa
yang Luke lakukan. Ah, jangan menangis Leish…
“Lebih baik kan?” Tanya Luke.
Aku menatap Luke. Tapi kalau dia
tidak memakai jaket saat mengendarai motor, tentu itu akan menganggu
kesehatannya. Cuaca siang ini lumayan dingin. Aku tidak memakai jaket, hanya
saja aku memakai baju panjang tapi rasanya gila jika aku membuka baju panjangku
karena aku tidak memakai kaus pendek di dalamnya. Sudah aku bilang, hari ini
aku sial dan merepotkan Luke.
“Tapi kau nanti kedinginan.” Ucapku.
Luke malah tersenyum. “It’s ok. Ayo kita pulang.” Ucapnya lalu
menggandeng tanganku. Ah Luke…
Kami tiba di parkiran. Luke, dia
selalu membuatku melayang-layang di udara dan menguatkan perasaan ini. Aku
jatuh cinta padanya. Aku mencintai Luke. Puas kan? Aku naik di motornya lalu
motor Luke melaju dengan kecepatan sedang. Aku sering menyandarkan tubuhku di
punggung-nya dan melingkarkan tanganku di pinggangnya saat aku naik di motor
Luke.
Damn!
Aku jatuh cinta dengan sahabatku sendiri.
“Aku janji setelah ini mencuci
jaketmu sampai harum.” Ucapku saat kami tiba di rumahku.
“Oke.” Ucap Luke.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar