expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 10 Juni 2016

Can't Have You ( Part 27 )



“Leish, maafkan aku. Aku suka gitu. Tapi itu gara-gara Calum!” Ucap Lea.

            Aku terpaksa tidur sekamar dengan Lea. Tapi aku berusaha menyembunyikan rasa ketidaksukaanku pada Lea. Itu bukan salah Lea sepenuhnya. Calum-lah yang mencari gara-gara. Aku harap Michael, Luke dan Ashton menyiksanya.

            “Tidak apa-apa kok, aku bisa mengerti.” Ucapku sambil memaksakan senyum. “Terus bagaimana dengan Luke? Dia marah tidak?” Tanyaku.

            “Awalnya marah sih tapi baikan lagi, hehe. Luke kan sayang sama aku jadi mana mungkin dia memarahiku karena dia tidak ingin kehilanganku untuk yang kedua kalinya.” Jawab Lea.

            Sabar Leish, sabar. Akhirnya aku tidur walau rasanya aneh. Tadi aku sangat mengantuk tapi tiba-tiba saja kantukku hilang. Jujur saja, aku lebih nyaman tidur di sofa ketimbang tidur sekamar bersama Lea. Satu jam berlalu dan aku belum juga tidur. Aku iseng melirik Lea. Gadis itu sudah tertidur lelap dan aku baru sadar kalau gadis itu tidur hanya menggunakan pakaian dalam. Aku berani bertaruh Luke bakal mabuk dan tidak bisa menahan diri jika tidur seranjang bersama Lea.

            Karena tak kunjung tidur, aku menjadi frustrasi. Aku bangun lalu mengacak-acak rambutku. Ku lirik Lea. Gadis itu sudah terlelap dan wajahnya seperti putri tidur. Kalau aku nekat, aku akan membunuh Lea saat itu juga. Akhirnya aku memutuskan keluar dari kamar. Aku ingin mencari tempat yang sepi. Tepatnya di tempat kami bermain permainan gila tadi. Aku menemukan ayuna besi lalu aku duduk disana. Mengerikan memang sendirian berada di tempat ini.

            Luke.. Lea.. Luke.. Lea.. Aku terus saja memikirkan dua makhluk yang ingin sekali aku lupakan. Mencoba baik-baik saja malah tidak baik-baik saja. Mencoba melupakan tapi aku bertahan. Apa maksudnya semua ini? Demi Tuhan aku ingin sekali melupakan Luke atau setidaknya hapus rasa suka, kagum atau apalah pada Luke.

            Deg. Aku merasa ada tangan yang menyentuh pundakku. Tubuhku langsung gemetaran. Jantungku berdebar-debar hebat. Aku harap di villa Lea tidak berhantu atau apa Lea sengaja mengajakku kemari agar dia tertawa puas saat melihat mayatku yang terbaring mengenaskan akibat dimakan hantu? Hah! Pikiranku selalu aneh.

            “Leish? Kenapa belum tidur?”

            Suara itu.. Dengan ragu aku membalikkan tubuhku. Luke. Dia tersenyum kecil padaku lalu duduk disampingku. Lucu. Iya, lucu. Aku dan Luke duduk berdua di sebuah ayunan. Jadi kenapa Luke belum juga tidur?

            “Insomia-ku kambuh. Bagaimana dengan dirimu?” Tanyaku.

            “Entahlah.” Jawab Luke.

            “Pasti karena Lea. Sebaiknya kau tidur saja sama Lea. Dia sendirian di kamarnya.” Ucapku.

            Setelah aku mengucapkan kalimat itu, Luke menatapku dengan tatapan ngg seperti tidak suka. “Kau kenapa sih?” Tanya Luke.

            “Justru aku yang nanya, kau kenapa? Sekarang jawab pertanyaanku dengan jujur. Kau pernah kan tidur berdua sama Lea dalam satu ranjang? Terus perkataan Lea tadi benar-benar.. Aiss.. Kenapa kau bisa punya pacar seperti Lea? Apa karena kau merasa puas suka ‘digitukan’ sama Lea? Pastinya. Enak pastinya.” Ucapnya. Aku benar-benar gila sekarang dan tidak bisa menahan emosiku.

            Luke terdiam. Pasti pernah, ya kan Luk? Tapi Luke tidak mau mengakuinya. Katakan saja. Aku tidak akan marah. Lagipula apa hak-ku untuk marah? Tiba-tiba saja cairan hangat mengalir membasahi pipi-ku. Luke, dia begitu mudah membuatku menangis seperti ini.

            “Leish..” Luke menggenggam tanganku tapi langsung aku tampik. “Maafkan aku. Aku bukan sahabat yang baik. Aku sudah kotor di mata orang. Aku tidak pantas menjadi sahabatmu. Kau adalah gadis yang baik dan mampu menjaga diri sedangkan aku tidak bisa. Maafkan aku.” Ucapnya.

            Isakan tangisku semakin terdengar. Dadaku terasa sesak dan rasanya sulit untuk bernafas. Aku kira kedatanganku di Perth akan membuat suasana hatiku menjadi baik. Tapi dugaanku salah. Aku kecewa sama Luke. Boleh-boleh saja Luke pacaran sama gadis manapun tapi tolong jangan Lea. Aku mulai mencium bau-bau tidak enak darinya. Aku ngerti kalau aku itu kuno dan ketinggalan zaman. Aku bukan gadis liar seperti Lea ataupun lainnya. Tapi inilah aku. Aku berjanji untuk menjaga diriku baik-baik.

            “Kau menangis? Maafkan aku.” Ucap Luke.

            Luke memelukku dan aku tidak bisa menghindar dari pelukannya. Aku menangis di dada Luke dan membiarkan kaus Luke basah karena tangisanku. Sedangkan Luke menaruh dagu-nya di puncak kepalaku. 

            “Sekarang apa yang kau inginkan?” Tanya Luke.

            Aku ingin kau putus dengan Lea! Teriakku dalam hati. Tapi aku tidak boleh egois. Aku harus menerima kenyataan kalau Luke tak akan pernah membalas perasaanku meski dia sangat baik padaku. Aku memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Luke.

            “Kau tidak suka kan aku pacaran sama Lea? Bukan hanya kau saja yang tidak suka. Ada banyak orang yang tidak menyukai hubunganku dengan Lea, termasuk Ibuku sendiri. Aku lelah dengan mereka. Mereka tidak mau mengerti perasaanku, juga Lea.” Ucap Luke.

            Luk, sebenarnya nyesek juga melihatmu terus bersedih karena banyak sekali yang tidak suka akan hubunganmu dengan Lea. Mereka menganggap Lea adalah gadis yang tidak baik dan liar. Tentu saja aku takut kalau-kalau ada hal buruk yang menimpa Luke karena Lea. Kenapa sih kau bisa jatuh cinta sama Lea? Karena Lea cantik? Menarik? Bisa membuatmu puas? Hah!

            “Terkadang seseorang tidak bisa menahan sesuatu yang memang tidak boleh dilakukan. Aku sering mengalaminya dan rasanya berdosa sekali.” Ucap Luke.

            Luk, apakah aku harus mengatakan yang sebenarnya kalau aku mencintaimu? Tapi apakah kau akan putus dengan Lea demi aku? Tidak mungkin! Mustahil Luke meninggalkan Lea hanya karena aku. Kalau begini caranya, aku yang harus meninggalkan Luke walau aku tidak sanggup melakukannya.

            “Kau sudah baikan?” Tanya Luke.

            Aku melepaskan diri dari pelukan Luke lalu sedikit menjauhinya walau tidak bisa karena ukuran ayunan tidak terlau besar. Aku mengelap sisa-sisa air mata yang ada di wajahku. Bagaimana? Apa aku rela demi kebahagiaan Luke? Tapi aku khawatir. Aku takut jika Lea melakukan hal buruk pada Luke.

            “Ya, aku baik.” Jawabku.

            “Leish, berjanjilah untuk tetap menjadi sahabatku apapun yang terjadi. Mau kan?” Ucap Luke.

            Luke mengangkat jari kelingkingnya pertanda dia meminta persetujuan dariku. Lama aku menatap jari kelingking itu, akhirnya aku mengaitkan jari kelingkingku di jari kelingking Luke. Luke tersenyum. It’s ok. Semuanya akan baik-baik saja. Aku akan kuat. Aku pasti kuat menghadapi semuanya.

            “Biarkan aku tidur di pelukanmu. Sekali ini saja.” Ucapku.

            Aku pun tertidur di pelukan Luke tanpa memikirkan apa yang akan terjadi esoknya.

***

            Perlahan aku membuka mataku. Dimana aku? Saat semua nyawaku terkumpul, aku baru sadar kalau aku berada di kamar Lea. Tapi dimana gadis itu? Aku pun duduk sambil merenggangkan otot-ku. Jadi kemarin malam itu aku tertidur di pelukan Luke? Sangat indah. Pasti Luke yang menggendongku kemari. Aku harap Lea tidak tau tentang ini.

            Good morning, Leish!” Sapa Lea ceria.

            Entah sejak kapan gadis itu ada di dalam kamar ini. Lea memakai pakaian minim dan dia tidak malu dengan apa yang dipakainya. Kemudian Lea mengeluarkan pakaian dari dalam lemari. Lea memberiku pakaian yang tak sesuai dengan tipe-ku. Kaus tanpa lengan dan rok mini yang pendek dan ketat. Untuk apa Lea memberiku pakaian itu?

            “Sebaiknya kau mandi dan pakai baju ini. Aku sudah mandi tadi. Setelah itu ikut sarapan sama kami ya.” Ucap Lea.

            Aku mengangguk. Sekali ini saja. Aku harap pakaian Lea muat dengan tubuhku yang seperti ini. Aku pun masuk ke kamar mandi. Air dingin yang keluar dari shower membuat tubuhku menjadi segar.

            “Wau! Kau sangat cantik dengan pakaian itu!” Puji Lea. Ternyata gadis itu dengan sabar menungguku mandi.

            Aku tersenyum malu. Kurasa pakaian ini tidak terlalu buruk dan pas dengan tubuhku. Tapi aneh rasanya memakai rok mini seperti ini. Biasanya kan aku pakai celana atau rok yang panjang dan lebar. Kemudian Lea menarik tanganku dan sepertinya dia ingin merapikan rambutku yang kacau.

            “Kau cantik Leish. Aku akan membuatmu semakin cantik.” Ucap Lea.

            Aku duduk manis di kursi sedangkan Lea sibuk mengatur rambutku. Aku terlihat pasrah disini dan membiarkan Lea melakukan apa yang dia inginkan. Kulihat jam di dinding. Masih pagi. Jadi tadi aku tidak bangun kesiangan. Aku harap yang lainnya tidak kelaparan karena menunggu-ku.

            “Wau! You’re very beautiful!” Ucap Lea.

            Aku menatap diriku di cermin. Rambutku terlihat rapi dan tidak terlihat keriting tapi bergelombang. Entah apa yang dilakukan Lea sehingga membuat rambutku berubah menjadi seperti ini. Tapi aku suka dengan penampilanku ini.

            “Ayo kita sarapan! Aku sangat lapar!” Ucap Lea.

            Sarapan? Jam berapa ini? Batinku. Aku lalu mengikuti Lea menuju meja makan. Entahlah mengapa rasanya malu sekali terutama saat aku tidak sengaja bertatapan dengan Luke. Langsung saja aku menunduk karena aku tidak berani menatapnya.

            “Itu Leish?” Tanya Calum tak percaya.

            “Yap!” Jawab Lea.

            Oh my God aku tak menyangka Leish bisa berubah menjadi bidadari seperti itu! I want to be your boyfriend!” Ucap Michael.

            No! She should be my girlfriend!” Ucap Ashton.

            Hanya Luke yang tidak mengomentari penampilan baruku. Biarlah. Aku pun duduk dan mengambil makanan yang ada di meja makan. Aku sudah mulai bisa mengontrol kecepatan makanku jadi aku tak akan malu jika makan bersama Lea. Lagi-lagi aku tak sengaja bertatapan dengan Luke. Astaga Luke kenapa sih? Rasanya dia tak berhenti memandangiku. Aku aneh ya dengan penampilan seperti ini?

            “Setelah ini kita kemana?” Tanya Lea.

            Beach!” Jawab Ashton.

            Aku melihat jam di ponselku. Seharusnya aku sudah pulang sejak tadi. “Aku pulang saja ya.” Ucapku.

            “Kenapa? Hari ini kau sangat cantik dan aku ingin menciummu.” Ucap Calum.

            Aku merinding karena ucapan Calum lalu aku teringat dengan kemarin malam. Permintaan Calum saat bermain Truth or Dare sangat mengerikan dan berada di luar batas.

            “Aku harus pulang, maaf.” Ucapku lalu berdiri hendak meninggalkan tempat itu.

            Baru saja aku berdiri, Luke ikutan berdiri. “Biar aku yang mengantarmu pulang.” Ucapnya.        

            Aku menatap Luke dengan tatapan yang sulit ditebak. “Tidak terimakasih. Aku bisa pulang sendiri.” Ucapku lalu pergi meninggalkan tempat itu. Sialnya Luke malah mengejarku lalu menarik tanganku.

            “Kau kenapa sih? Kemarin malam kan kita sudah baikan? Kenapa aku tidak boleh mengantarmu pulang?” Tanya Luke.

            “Kau yang kenapa! Seharusnya kau pikirkan perasaan Lea! Lea masih ada disana sedangkan kau memaksaku agar aku mau pulang denganmu. Aku bisa pulang sendiri atau kenapa tidak Michael, Calum dan Ashton saja yang mengantarku pulang? Kenapa harus dirimu?” Ucapku setengah emosi. Uh, emosiku kambuh.

            Tiba-tiba saja Luke mencengkram dua bahuku. Aku sedikit merasakan kesakitan. Aku memberanikan diri menatap Luke. Tepat di matanya, aku melihat matanya yang berkaca-kaca. Luke kenapa sih? Apa sih yang ada dipikirannya? Dan….. Aku memasrahkan diri karena mendapat ciuman yang tidak aku duga dari Luke. Luke menciumku dengan lembut, sama seperti ciuman kemarin malam. Namun aku langsung melepaskan ciuman itu dan mendorong tubuhnya. Oke. Sebentar lagi air mataku akan turun.

            “Kenapa kau cium aku? Aku bukan pacarmu! Aku hanya sahabatmu! Tidak ada yang namanya ciuman persahabatan!” Bentakku.

            Luke tidak merespon ucapanku. Kemudian aku meninggalkan Luke dan berharap Luke tidak mengikutiku.

***

            Luke’s POV

            Aku masuk ke dalam. Sungguh aku benar-benar tidak tau kenapa aku bisa menciumnya. Rasanya seperti ada yang memaksaku untuk mencium Aleisha. Kalau  begini caranya, Aleisha akan membenciku dan dia tidak sudi melihatku. Padahal kemarin malam hubungan kita sudah membaik. Ku rasa Aleisha tidak menyukai Lea. Apa dia cemburu? Tapi dia kan sahabatku jadi tidak mungkin Aleisha cemburu. Dan saat permainan kemarin, perasaan Aleisha padaku hanyalah rasa sayang terhadap sahabat, tidak lebih. Andai saja aku bisa membaca pikiran Aleisha.

            “Leish mana?” Tanya Ashton.

            “Dia sudah pulang.” Jawabku.

            “Lho? Sama siapa? Kenapa kau tidak mau mengantarnya? Kalau ada hal buruk yang terjadi padanya gimana? Aku yang akan disalahkan!” Ucap Lea.

            “Kalau begitu kau saja yang mengejarnya!” Ucapku setengah membentak pada Lea lalu meninggalkan tempat itu.

            Maafkan aku Lea karena aku tadi membentakmu. Terkadang aku tidak bisa menahan emosi yang aku rasakan. Tapi kenapa aku harus emosi juga? Aku masuk ke dalam kamar lalu merebahkan tubuhku di atas kasur. Aku melihat langit-langit kamar itu. Mengapa rasanya frustrasi ya? Aku pun bangun lalu menutup wajahku.

            “Luke?”

            Aku melihat Lea yang masuk ke dalam kamar. Gadis itu duduk di sampingku sambil mengelus bahuku. “Kau kenapa sih? Aku jadi curiga.” Ucap Lea.

            Aku menatap Lea. “Apa yang kau curigakan?” Tanyaku.

            Kulihat Lea menarik nafas panjang sebelum menjawab pertanyaanku. “Sebenarnya kau benar-benar mencintaiku atau tidak sih?” Tanyanya.

            Wajahku berubah menjadi pucat mendengar pertanyaan Lea. Kemudian aku mendekatkan wajahku di wajahnya. Aku sentuh pipi-nya yang halus itu. Aku sudah kehilangan Lea dan aku tidak ingin kehilangan dia lagi. Tentu saja aku mencintainya.

            “Lea, aku sangat mencintaimu jadi kau harus percaya padaku.” Jawabku.

            “Aku tidak percaya.” Ucap Lea.

            Kurasa kedatangan Lea kemari semakin membuatku frustrasi. “Kau tidak percaya? Jadi apa yang harus aku lakukan agar bisa membuatmu percaya kalau aku benar-benar mencintaimu dan tidak ingin kehilanganmu lagi?” Tanyaku.

            Lea tersenyum. Tangannya menyentuh pipiku lalu turun dan menyentuh daguku. Jarak kami sangat dekat. Sepertinya aku tau apa keinginan gadis itu.

            Well, aku ingin kita melakukan hal yang dulu pernah kita lakukan. Aku sangat merindukan masa-masa itu.” Ucap Lea.

            “Lea, aku rasa aku tidak bisa melakukannya. Kita sudah pernah melakukannya satu kali dan aku tidak mau mengulanginya lagi. Aku tidak mau dianggap lelaki yang tidak baik.” Ucapku.

            “Jangan sok alim. Aku tau kau pasti ingin melakukannya kan? Sebentar saja.” Ucap Lea.

            Tangan-tangan Lea mulai beraksi. Secara refleks aku menjauhinya. Gadis itu membuka pakaiannya dan hanya menyisakan pakaian dalam. Lea memang begitu. Gadis itu tidak bisa menahan diri. Karena itulah banyak orang yang tidak menyukai Lea, terutama Cassa. Cassa tau betul bagaimana kelakuan Lea. Tapi anehnya aku masih mencintai Lea dan tidak ingin meninggalkan gadis itu apapun yang dilakukan gadis itu. Entah racun apa yang Lea beri padaku sehingga aku bisa tergila-gila padanya.

            “Kenapa diam saja?” Tanya Lea.

            Aku menelan ludahku. Rasa bimbang, ragu, dan bingung menyerangku. Ada malaikat dan setan yang berusaha memenangi pikiranku. Lalu aku harus memilih yang mana? Tapi ajakan Lea sangat… Argh! Aku benar-benar frustrasi.

            “Kalau kau benar-benar mencintaiku, maka lakukanlah.” Ucap Lea.

            Aku menatap Lea ragu. “Baiklah.” Ucapku.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar