Malam harinya
aku terlihat seperti orang gila. Terus tersenyum sambil memikirkan Luke.
Bagaimana aku tidak tersentuh akan sikapnya yang begitu astaga susah aku
jelaskan. Intinya Luke adalah cowok terbaik yang pernah aku temui. Jika kau ada
di posisiku, pasti kau akan sama sepertiku. God!
Apakah aku jatuh cinta dengan Luke? Secepat inikah? Aku memang mudah kagum
dengan orang lain. Tetapi aku tidak bisa mengatakan langsung kalau aku jatuh
cinta dengan orang itu.
Cukup lama aku memikirkan Luke. Aku
tidur terlentang dengan kaki yang aku taruh di tembok. Aneh memang tapi inilah
aku. Si super aneh dan cuek dengan penilaian orang. Terkadang aku suka bicara
sendiri. Bukan terkadang, tetapi sering. Aku lebih suka berbicara dengan
imajinasiku sendiri dan kurasa itu sangat mengasyikkan dibanding jika berbicara
dengan teman-teman nyata.
Besok pagi aku sekolah. Pastinya aku
akan bertemu Luke lagi. Ku harap anak-anak di sekolah tidak ada yang membenciku
karena aku bisa dekat dengan Luke. Ini hanya keberuntungan, oke? Jika saja Luke
bukan murid baru, mungkin ceritanya tidak akan menjadi seperti ini. Luke tidak
akan mengenaliku. Tapi ya, aku merasa hidupnya Luke agak misterius. Rumahnya
saja sepi. Apakah Luke anak tunggal? Jadi sama dong denganku. Aku harap
orangtua Luke baik-baik saja tidak seperti orangtuaku karena melihat orangtua
kita bertengkar sangatlah membuat hati kita hancur.
Akhirnya aku tertidur menuju mimpiku
yang indah.
***
“Mengapa sedaritadi kau tersenyum
saja?” Tanya Harry.
Aku mengambil potongan roti terakhir
lalu ku masukkan ke dalam mulutku yang masih penuh. Aleisha memang jago makan
tapi diam-diam ingin mencoba diet. Aku ingin sekali memiliki tubuh yang kurus
dan seksi seperti Gigi Hadid atau Kendall Jenner. Pasti banyak lelaki yang
mabuk melihat mereka. Selain itu paras mereka cantik sekali.
“Menurutmu?” Tanyaku lalu
cepat-cepat meneguk segelas susu putih dalam sekejap.
Entahlah bagaimana ekspresi Harry
melihatku menghabiskan susu itu dengan waktu yang sangat cepat. Mungkin dia
merasa malu karena tidak bisa secepat itu menghabiskan susu seperti apa yang
aku lakukan.
“Kau ini wanita atau bukan sih?”
Tanya Harry.
Aku cekikikan mendengar
pertanyaannya. “Kalau aku laki-laki, mana mungkin aku bisa tergila-gila dengan
Luke.” Ucapku.
Ups! Langsung saja aku menutup mulut
dengan dua tanganku. Harry menatapku dengan penuh selidik. Pasti Harry
mengejekku dan mengatakan mana mungkin ada cowok yang mau dekat dengan gadis
seperti diriku.
“Kau baru saja tiba disini dan kau
sudah tergila-gila dengan seseorang.” Ucap Harry sambil geleng-gelengkan
kepala.
“Tapi orang itu adalah temanku
sendiri! Namanya Luke dan dia sangat sempurna! Mimpi apa aku bisa mendapatkan
teman seperti Luke. Selain itu, dia juga punya band. Bukankah itu terlalu
sempurna?” Ucapku.
Harry terdiam sesaat. “Hati-hati.
Hal yang sempurna lebih banyak mendatangkan kesakitan.” Ucapnya.
Ohya? Dapat darimana kata-kata itu?
Tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Aku cepat-cepat mencium tangan paman,
juga Harry lalu melangkah lebar keluar rumah. Aku harus mencari bus yang sepi
agar aku bisa mendapatkan tempat duduk. Tadi paman sudah menunjukkan mana bus
yang harus aku naiki.
Setelah tiba di jalan raya, aku
menunggu di tempat penungguan bus dengan sabar. Ada beberapa anak sekolah yang
juga sedang menunggu bus. Kualihkan pandang melihat jam di tanganku. Jika saja
bus tidak datang dalam waktu yang dekat, nantinya aku bisa terlambat.
Sebenarnya sih aku ingin membawa kendaraan sendiri tapi Dad tidak
mengizinkanku. Ayolah, aku sudah tujuh belas tahun dan aku sudah bisa
mendapatkan Surat Izin Mengemudi.
Sebuah motor berhenti tepat di
depanku. Aku ternganga melihat siapa si pemilik motor itu. Dia membuka helm-nya
dan tersenyum padaku. Luke? Kok dia tau kalau aku sedang menunggu bus disini?
“Sama aku aja yuk!” Ajak Luke.
Aku menatap Luke dengan malu lalu
naik di belakangnya. Rasanya sama seperti kemarin. Luke menjemputku di sekolah
lalu membonceng-ku ke rumahnya. Tapi aku rada-rada takut pas nanti sampai di
sekolah. Akan banyak pasang mata yang melihatku dan gosip tidak jelas akan
menyebar. Jujur saja, aku sangat benci yang dinamakan gosip apalagi jika
membicarakanku.
“Mulai besok berangkat saja bareng
aku. Kasih tau dimana alamat rumahku dan aku akan datang pagi-pagi sekali.”
Ucap Luke.
Pipiku memerah seperti tomat. Untung
Luke tidak melihatnya. Bisa-bisa aku kehilangan nafas kalau Luke mengetahuinya.
Akhirnya kami tiba di sekolah. Benar kan, banyak pasang mata yang melihatku
dengan tatapan seperti tatapan tidak suka. Aku turun dan ragu jika besoknya aku
berangkat bersama Luke lagi.
“Luk, kenapa mereka menatapku dengan
tatapan tidak suka saat aku bersamamu?” Tanyaku.
“Mereka memang begitu. Mereka tidak
suka jika melihatku jalan berdua bersama cewek.” Jawab Luke.
“Hah? Memangnya mereka siapa? Itu
kan hak-mu. Kalau begitu caranya, bagaimana bisa kau memiliki pacar jika mereka
nantinya akan meneror pacarmu?” Tanyaku.
Luke terkekeh mendengar ucapanku.
Jadi apakah aku sedang lucu-lucunya?
“Seperti artis yang terkenal. Mereka
tentunya tidak suka jika idola mereka dekat dengan gadis manapun apalagi jika
gadis itu tidak baik.” Ucap Luke.
“Jadi kau sudah cukup terkenal ya?
Jadi kau memiliki fans yang banyak dong. Kalau begitu, aku boleh tidak mendapat
tanda tanganmu?” Tanyaku.
Langsung saja Luke mengacak-acak
rambutku yang tadinya berantakan kini bertambah semakin berantakan. Tentu saja
aku ingin membalas dendam dengan Luke. Aku melompat tinggi-tinggi untuk meraih
rambut Luke. Namun Luke sudah mengetahui apa rencanaku jadi dia bisa lolos dari
tangan jahilku. Luke bergerak menjauh dariku sehingga aku harus mengejarnya.
“Hei! Tunggu aku! Kau sudah membuat
rambutku berantakan jadi giliranku yang akan membuat rambutmu berantakan!”
Teriakku.
Aku berlari mengejar Luke. Namun
jarakku dengan Luke semakin jauh karena Luke berusaha agar tidak tertangkap
oleh tanganku. Dasar menyebalkan! Aku tertawa-tawa sambil mengejar Luke yang
sudah jauh dariku. Oke. Sikapku memang seperti anak kecil. Ini sekolah dan
banyak yang melihatku lari-lari tidak jelas.
Setiba di kelas, aku berusaha
mengatur nafasku seperti sedia kala. Aku mendengus kesal melihat Luke yang
duduk santai di kursinya. Disana sudah ada Michael. Aku berjalan mendekati
mereka lalu mengacak-acak rambut cokelat Luke.
“Kau anaknya pendendam juga ya..”
Ucap Luke berusaha menjauhkan tanganku dari kepalanya.
“I
like your hair.” Ucapku.
“Hei Leish! Jadi kemarin Luke
mengajakmu ke rumahnya?” Tanya Michael.
Mendengar suara Michael, aku
menghentikan aksiku. Kasihan juga Luke. Dia sudah berusaha ganteng hari ini
tapi aku malah membuat rambutnya berantakan. Aku beralih menatap Michael.
“Sure.
Aneh ya?” Tanyaku.
“Cuma heran saja. Jarang lho Luke
mengajak teman cewek ke rumahnya. Apa otaknya sudah eror ya?” Ucap Michael.
Aku beralih menatap Luke yang tepat
pada saat itu menatapku. Astaga mata birunya sangat indah dan aku merasa tenang
memandangi wajahnya yang benar-benar…. Argh! Lama-lama aku tidak bisa menjaga
nafsu-ku karena keterusan melihat wajahnya yang benar-benar sempurna.
“Bukankah kau sudah menjadi temanku?
Kau bebas kapan saja datang ke rumahmu. Aku bukannya jarang membawa teman
wanita-ku ke rumah. Tapi aku tidak pernah membawanya sama sekali.” Ucap Luke.
“Ah bohong! Mantannya saja sudah
belasan.” Ucap Michael. Tidak nyambung dengan pembicaraan Luke.
“Kalau aku tidak pernah pacaran. Aku
tidak pernah dekat dengan cowok manapun. Tapi saat aku bertemu kalian, rasanya
menyenangkan memiliki teman seperti kalian.” Ucapku.
Mata Michael melebar mendengar
ucapanku. “Kau jomblo kan? Kalau begitu, aku boleh tidak jadi pacarmu?”
Tanyanya.
Aku tertawa mendengar ucapan
Michael. Pacar? Yang benar saja. Michael memang cowok yang baik dan siapapun
pasti tak akan menolak akan cinta Michael. Tapi aku yakin tadi Michael hanya bercanda.
Lagipula aku tidak mencintainya. Tapi jika kalimat itu yang keluar dari mulut
Luke, wajahku bakal berubah seperti kepiting rebus.
“In
your dream.” Jawabku.
Kemudian, seorang guru datang dan
menjelaskan pelajaran matematika di depan sana. Pelajaran yang paling aku
bencikan. Entahlah mengapa matematika menjadi momok menakutkan bagi hampir
sebagian murid. Tapi saat aku lihat pandangan Luke, cowok itu tampak serius dan
sesekali menulis apa yang guru itu tulis di papan. Dasar anak pintar. Aku sih tidak
bodoh-bodoh amat sama matematika hanya saja aku kurang menyukainya. Aku lebih
suka pelajaran biologi dan kimia.
***
Siang ini Calum mentraktir mie ayam
yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan
kesempatan ini. Lagipula sudah lama aku tidak makan mie ayam. Setelah tiba di
warung yang Calum maksud, kami mencari tempat duduk yang nyaman. Uh, sialnya
ada beberapa anak-anak sekolah yang sepertinya adalah teman sekolahku. Lihat
saja pandangan mereka yang tidak bisa lepas dari Luke.
“Berani taruhan?” Tanya Ashton.
Tidak tau dia bicara sama siapa.
“Taruhan? Siapa takut!” Ucapku
menantang.
Ashton menatapku dengan tatapan
meremehkan. “Aku tantang kau memakan dua mangkuk mie ayam dalam waktu setengah
jam.” Ucapnya.
“You’re
crazy, Ash! Aku tidak mau kita berempat di laporkan ke polisi hanya karena
membuat anak gadis pingsan karena kebanyakan
makan mie ayam.” Ucap Calum.
“Oke! Aku terima tantanganmu! Kalau
kau kalah, kau harus mendapat hukuman.” Ucapku.
Kena Ashton! Ku lihat wajahnya
sedikit pucat. Ashton sih tidak tau siapa aku. Aku itu si anak yang jago sekali
makan. Aku sanggup menghabiskan dua mangkuk mie ayam. Tapi aku harus menjaga image-ku. Berat badanku
belakang-belakangan ini sering naik dan aku harus bisa mengurangi jumlah porsi
makanku.
“Yang benar, apa kau tidak kasihan
kalau tubuh Aleisha bakal lebih gendut lagi?” Ucap Michael.
Semuanya tertawa kecuali Luke dan
aku. Luke hanya tersenyum dan aku menatap Michael dengan kesal. Aku tidak
gendut! Tubuhku proposional! Tapi akan aku usahakan agar berat badanku seimbang
dengan tinggiku. Ngomong-ngomong, menambah berat badan sangat mudah sedangkan
menambah tinggi badan barang dua-tiga senti sangat sulit.
“Baiklah. Satu porsi untuk
masing-masing.” Ucap Calum.
Aku melihat-lihat di sekelilingku.
Anak-anak tadi pada berbisik-bisik. Satu diantara mereka menatapku seakan-akan
ingin melahapku. Aku bergidik ngeri membayangkan bagaimana kalau aku dihajar
oleh mereka karena berani-beraninya dekat dengan Luke cs. Setelah pesanan
datang, langsung saja aku mengambil sumpit lalu memakannya dengan cepat. Biar
ku tebak. Pasti Luke, Calum, Michael dan Ashton melongo melihat gaya makanku.
“Leish, stop!” Ucap Michael.
Terpaksa aku menghentikan makanku
yang tersisa sedikit. Aku menatap Michael tidak suka. Tentu aku merasa kesal
jika ada orang yang berani-beraninya menganggu kenikmatan makanku *cieee*.
“Ada apa sih?” Tanyaku.
“Luk, coba kau contohkan cara makan
mie ayam dengan baik.” Ucap Michael.
Aku beralih menatap Luke. Dia tampak
kalem dan hati-hati memakan mie ayam itu. Aku jadi malu. Sadar Leish, dia
adalah cowok sedangkan kau sendiri adalah cewek. Dasar Leish, bisanya memalukan
kaum wanita saja. Tapi sungguh mie ayam ini sangat lezat dan aku harus
memakannya sebelum menjadi dingin.
“Mike, kau kayak tidak tau Aleisha
saja. Dia kan orang aneh yang datang secara tiba-tiba tapi cukup ngangenin
juga.” Ucap Ashton.
“Benar tuh. Aku saja kemarin malam
memimpikan Aleisha. Aku tak bisa bayangkan jika nantinya Aleisha bakal jadi
istriku.” Ucap Calum.
Aku lebih memilih menghabiskan mie
ayamku dengan gerakan cepat. Mungkin juga aku tidak mengunyahnya dan langsung
menelannya. Pemenangnya adalah aku! Aku yang duluan menghabiskan mie ayam itu
dan jus jeruk yang tadi aku pesan. Merdeka!
“Ckck.. Dasar anak ajaib..” Ucap
Calum sambil geleng-gelengkan kepala.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar