expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 05 Juni 2016

Can't Have You ( Part 5 )



Malam harinya aku terlihat seperti orang gila. Terus tersenyum sambil memikirkan Luke. Bagaimana aku tidak tersentuh akan sikapnya yang begitu astaga susah aku jelaskan. Intinya Luke adalah cowok terbaik yang pernah aku temui. Jika kau ada di posisiku, pasti kau akan sama sepertiku. God! Apakah aku jatuh cinta dengan Luke? Secepat inikah? Aku memang mudah kagum dengan orang lain. Tetapi aku tidak bisa mengatakan langsung kalau aku jatuh cinta dengan orang itu.

            Cukup lama aku memikirkan Luke. Aku tidur terlentang dengan kaki yang aku taruh di tembok. Aneh memang tapi inilah aku. Si super aneh dan cuek dengan penilaian orang. Terkadang aku suka bicara sendiri. Bukan terkadang, tetapi sering. Aku lebih suka berbicara dengan imajinasiku sendiri dan kurasa itu sangat mengasyikkan dibanding jika berbicara dengan teman-teman nyata.

            Besok pagi aku sekolah. Pastinya aku akan bertemu Luke lagi. Ku harap anak-anak di sekolah tidak ada yang membenciku karena aku bisa dekat dengan Luke. Ini hanya keberuntungan, oke? Jika saja Luke bukan murid baru, mungkin ceritanya tidak akan menjadi seperti ini. Luke tidak akan mengenaliku. Tapi ya, aku merasa hidupnya Luke agak misterius. Rumahnya saja sepi. Apakah Luke anak tunggal? Jadi sama dong denganku. Aku harap orangtua Luke baik-baik saja tidak seperti orangtuaku karena melihat orangtua kita bertengkar sangatlah membuat hati kita hancur.

            Akhirnya aku tertidur menuju mimpiku yang indah.

***

            “Mengapa sedaritadi kau tersenyum saja?” Tanya Harry.

            Aku mengambil potongan roti terakhir lalu ku masukkan ke dalam mulutku yang masih penuh. Aleisha memang jago makan tapi diam-diam ingin mencoba diet. Aku ingin sekali memiliki tubuh yang kurus dan seksi seperti Gigi Hadid atau Kendall Jenner. Pasti banyak lelaki yang mabuk melihat mereka. Selain itu paras mereka cantik sekali.

            “Menurutmu?” Tanyaku lalu cepat-cepat meneguk segelas susu putih dalam sekejap.

            Entahlah bagaimana ekspresi Harry melihatku menghabiskan susu itu dengan waktu yang sangat cepat. Mungkin dia merasa malu karena tidak bisa secepat itu menghabiskan susu seperti apa yang aku lakukan.

            “Kau ini wanita atau bukan sih?” Tanya Harry.

            Aku cekikikan mendengar pertanyaannya. “Kalau aku laki-laki, mana mungkin aku bisa tergila-gila dengan Luke.” Ucapku.

            Ups! Langsung saja aku menutup mulut dengan dua tanganku. Harry menatapku dengan penuh selidik. Pasti Harry mengejekku dan mengatakan mana mungkin ada cowok yang mau dekat dengan gadis seperti diriku.

            “Kau baru saja tiba disini dan kau sudah tergila-gila dengan seseorang.” Ucap Harry sambil geleng-gelengkan kepala.

            “Tapi orang itu adalah temanku sendiri! Namanya Luke dan dia sangat sempurna! Mimpi apa aku bisa mendapatkan teman seperti Luke. Selain itu, dia juga punya band. Bukankah itu terlalu sempurna?” Ucapku.

            Harry terdiam sesaat. “Hati-hati. Hal yang sempurna lebih banyak mendatangkan kesakitan.” Ucapnya.

            Ohya? Dapat darimana kata-kata itu? Tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Aku cepat-cepat mencium tangan paman, juga Harry lalu melangkah lebar keluar rumah. Aku harus mencari bus yang sepi agar aku bisa mendapatkan tempat duduk. Tadi paman sudah menunjukkan mana bus yang harus aku naiki.

            Setelah tiba di jalan raya, aku menunggu di tempat penungguan bus dengan sabar. Ada beberapa anak sekolah yang juga sedang menunggu bus. Kualihkan pandang melihat jam di tanganku. Jika saja bus tidak datang dalam waktu yang dekat, nantinya aku bisa terlambat. Sebenarnya sih aku ingin membawa kendaraan sendiri tapi Dad tidak mengizinkanku. Ayolah, aku sudah tujuh belas tahun dan aku sudah bisa mendapatkan Surat Izin Mengemudi.

            Sebuah motor berhenti tepat di depanku. Aku ternganga melihat siapa si pemilik motor itu. Dia membuka helm-nya dan tersenyum padaku. Luke? Kok dia tau kalau aku sedang menunggu bus disini?

            “Sama aku aja yuk!” Ajak Luke.

            Aku menatap Luke dengan malu lalu naik di belakangnya. Rasanya sama seperti kemarin. Luke menjemputku di sekolah lalu membonceng-ku ke rumahnya. Tapi aku rada-rada takut pas nanti sampai di sekolah. Akan banyak pasang mata yang melihatku dan gosip tidak jelas akan menyebar. Jujur saja, aku sangat benci yang dinamakan gosip apalagi jika membicarakanku.

            “Mulai besok berangkat saja bareng aku. Kasih tau dimana alamat rumahku dan aku akan datang pagi-pagi sekali.” Ucap Luke.

            Pipiku memerah seperti tomat. Untung Luke tidak melihatnya. Bisa-bisa aku kehilangan nafas kalau Luke mengetahuinya. Akhirnya kami tiba di sekolah. Benar kan, banyak pasang mata yang melihatku dengan tatapan seperti tatapan tidak suka. Aku turun dan ragu jika besoknya aku berangkat bersama Luke lagi.

            “Luk, kenapa mereka menatapku dengan tatapan tidak suka saat aku bersamamu?” Tanyaku.

            “Mereka memang begitu. Mereka tidak suka jika melihatku jalan berdua bersama cewek.” Jawab Luke.

            “Hah? Memangnya mereka siapa? Itu kan hak-mu. Kalau begitu caranya, bagaimana bisa kau memiliki pacar jika mereka nantinya akan meneror pacarmu?” Tanyaku.

            Luke terkekeh mendengar ucapanku. Jadi apakah aku sedang lucu-lucunya?

            “Seperti artis yang terkenal. Mereka tentunya tidak suka jika idola mereka dekat dengan gadis manapun apalagi jika gadis itu tidak baik.” Ucap Luke.

            “Jadi kau sudah cukup terkenal ya? Jadi kau memiliki fans yang banyak dong. Kalau begitu, aku boleh tidak mendapat tanda tanganmu?” Tanyaku.

            Langsung saja Luke mengacak-acak rambutku yang tadinya berantakan kini bertambah semakin berantakan. Tentu saja aku ingin membalas dendam dengan Luke. Aku melompat tinggi-tinggi untuk meraih rambut Luke. Namun Luke sudah mengetahui apa rencanaku jadi dia bisa lolos dari tangan jahilku. Luke bergerak menjauh dariku sehingga aku harus mengejarnya.

            “Hei! Tunggu aku! Kau sudah membuat rambutku berantakan jadi giliranku yang akan membuat rambutmu berantakan!” Teriakku.

            Aku berlari mengejar Luke. Namun jarakku dengan Luke semakin jauh karena Luke berusaha agar tidak tertangkap oleh tanganku. Dasar menyebalkan! Aku tertawa-tawa sambil mengejar Luke yang sudah jauh dariku. Oke. Sikapku memang seperti anak kecil. Ini sekolah dan banyak yang melihatku lari-lari tidak jelas.

            Setiba di kelas, aku berusaha mengatur nafasku seperti sedia kala. Aku mendengus kesal melihat Luke yang duduk santai di kursinya. Disana sudah ada Michael. Aku berjalan mendekati mereka lalu mengacak-acak rambut cokelat Luke.

            “Kau anaknya pendendam juga ya..” Ucap Luke berusaha menjauhkan tanganku dari kepalanya.

            I like your hair.” Ucapku.

            “Hei Leish! Jadi kemarin Luke mengajakmu ke rumahnya?” Tanya Michael.

            Mendengar suara Michael, aku menghentikan aksiku. Kasihan juga Luke. Dia sudah berusaha ganteng hari ini tapi aku malah membuat rambutnya berantakan. Aku beralih menatap Michael.

            Sure. Aneh ya?” Tanyaku.

            “Cuma heran saja. Jarang lho Luke mengajak teman cewek ke rumahnya. Apa otaknya sudah eror ya?” Ucap Michael.

            Aku beralih menatap Luke yang tepat pada saat itu menatapku. Astaga mata birunya sangat indah dan aku merasa tenang memandangi wajahnya yang benar-benar…. Argh! Lama-lama aku tidak bisa menjaga nafsu-ku karena keterusan melihat wajahnya yang benar-benar sempurna.

            “Bukankah kau sudah menjadi temanku? Kau bebas kapan saja datang ke rumahmu. Aku bukannya jarang membawa teman wanita-ku ke rumah. Tapi aku tidak pernah membawanya sama sekali.” Ucap Luke.

            “Ah bohong! Mantannya saja sudah belasan.” Ucap Michael. Tidak nyambung dengan pembicaraan Luke.

            “Kalau aku tidak pernah pacaran. Aku tidak pernah dekat dengan cowok manapun. Tapi saat aku bertemu kalian, rasanya menyenangkan memiliki teman seperti kalian.” Ucapku.

            Mata Michael melebar mendengar ucapanku. “Kau jomblo kan? Kalau begitu, aku boleh tidak jadi pacarmu?” Tanyanya.

            Aku tertawa mendengar ucapan Michael. Pacar? Yang benar saja. Michael memang cowok yang baik dan siapapun pasti tak akan menolak akan cinta Michael. Tapi aku yakin tadi Michael hanya bercanda. Lagipula aku tidak mencintainya. Tapi jika kalimat itu yang keluar dari mulut Luke, wajahku bakal berubah seperti kepiting rebus.

            In your dream.” Jawabku.

            Kemudian, seorang guru datang dan menjelaskan pelajaran matematika di depan sana. Pelajaran yang paling aku bencikan. Entahlah mengapa matematika menjadi momok menakutkan bagi hampir sebagian murid. Tapi saat aku lihat pandangan Luke, cowok itu tampak serius dan sesekali menulis apa yang guru itu tulis di papan. Dasar anak pintar. Aku sih tidak bodoh-bodoh amat sama matematika hanya saja aku kurang menyukainya. Aku lebih suka pelajaran biologi dan kimia.

***

            Siang ini Calum mentraktir mie ayam yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Lagipula sudah lama aku tidak makan mie ayam. Setelah tiba di warung yang Calum maksud, kami mencari tempat duduk yang nyaman. Uh, sialnya ada beberapa anak-anak sekolah yang sepertinya adalah teman sekolahku. Lihat saja pandangan mereka yang tidak bisa lepas dari Luke.

            “Berani taruhan?” Tanya Ashton. Tidak tau dia bicara sama siapa.

            “Taruhan? Siapa takut!” Ucapku menantang.

            Ashton menatapku dengan tatapan meremehkan. “Aku tantang kau memakan dua mangkuk mie ayam dalam waktu setengah jam.” Ucapnya.

            You’re crazy, Ash! Aku tidak mau kita berempat di laporkan ke polisi hanya karena membuat anak gadis pingsan karena kebanyakan  makan mie ayam.” Ucap Calum.

            “Oke! Aku terima tantanganmu! Kalau kau kalah, kau harus mendapat hukuman.” Ucapku.

            Kena Ashton! Ku lihat wajahnya sedikit pucat. Ashton sih tidak tau siapa aku. Aku itu si anak yang jago sekali makan. Aku sanggup menghabiskan dua mangkuk mie ayam. Tapi aku harus menjaga image-ku. Berat badanku belakang-belakangan ini sering naik dan aku harus bisa mengurangi jumlah porsi makanku.

            “Yang benar, apa kau tidak kasihan kalau tubuh Aleisha bakal lebih gendut lagi?” Ucap Michael.

            Semuanya tertawa kecuali Luke dan aku. Luke hanya tersenyum dan aku menatap Michael dengan kesal. Aku tidak gendut! Tubuhku proposional! Tapi akan aku usahakan agar berat badanku seimbang dengan tinggiku. Ngomong-ngomong, menambah berat badan sangat mudah sedangkan menambah tinggi badan barang dua-tiga senti sangat sulit.

            “Baiklah. Satu porsi untuk masing-masing.” Ucap Calum.

            Aku melihat-lihat di sekelilingku. Anak-anak tadi pada berbisik-bisik. Satu diantara mereka menatapku seakan-akan ingin melahapku. Aku bergidik ngeri membayangkan bagaimana kalau aku dihajar oleh mereka karena berani-beraninya dekat dengan Luke cs. Setelah pesanan datang, langsung saja aku mengambil sumpit lalu memakannya dengan cepat. Biar ku tebak. Pasti Luke, Calum, Michael dan Ashton melongo melihat gaya makanku.

            “Leish, stop!” Ucap Michael.

            Terpaksa aku menghentikan makanku yang tersisa sedikit. Aku menatap Michael tidak suka. Tentu aku merasa kesal jika ada orang yang berani-beraninya menganggu kenikmatan makanku *cieee*.

            “Ada apa sih?” Tanyaku.

            “Luk, coba kau contohkan cara makan mie ayam dengan baik.” Ucap Michael.

            Aku beralih menatap Luke. Dia tampak kalem dan hati-hati memakan mie ayam itu. Aku jadi malu. Sadar Leish, dia adalah cowok sedangkan kau sendiri adalah cewek. Dasar Leish, bisanya memalukan kaum wanita saja. Tapi sungguh mie ayam ini sangat lezat dan aku harus memakannya sebelum menjadi dingin.

            “Mike, kau kayak tidak tau Aleisha saja. Dia kan orang aneh yang datang secara tiba-tiba tapi cukup ngangenin juga.” Ucap Ashton.

            “Benar tuh. Aku saja kemarin malam memimpikan Aleisha. Aku tak bisa bayangkan jika nantinya Aleisha bakal jadi istriku.” Ucap Calum.

            Aku lebih memilih menghabiskan mie ayamku dengan gerakan cepat. Mungkin juga aku tidak mengunyahnya dan langsung menelannya. Pemenangnya adalah aku! Aku yang duluan menghabiskan mie ayam itu dan jus jeruk yang tadi aku pesan. Merdeka!

            “Ckck.. Dasar anak ajaib..” Ucap Calum sambil geleng-gelengkan kepala.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar