Aku membuka
mataku lalu tersenyum. Baru saja aku mendapatkan mimpi indah tentang aku dan
Luke. Astaga aku baru sadar pada saat itu aku ketiduran di pundak Luke dan
tiba-tiba saja aku sudah berada di kamarku. Untunglah aku tidak terlambat
bangun. Pastinya paman akan mengintrograsi-ku kenapa aku bisa pulang dalam
kondisi tertidur bersama Luke. Aku ragu kalau Luke yang membawaku ke kamarku.
Setelah mandi dan berpakaian rapi,
aku berjalan cepat ke ruang makan. Kulihat Harry yang tengah berusaha menahan
tawa. Pasti ada yang tidak beres dengan kemarin malam. Aku pun duduk dan
langsung menyerbu roti bakar yang sudah ada di piring tanpa mengolesinya dengan
selai dulu. Dasar rakus!
“Leish, dia benar-benar tampan.”
Ucap Harry.
Hampir saja aku memuntahkan susu
yang aku minum. Aku menatap Harry yang sudah mulai mengeluarkan tawanya.
Mendadak aku malu. Pasti kemarin malam Harry sudah bertemu Luke dan mengira
Luke adalah pacarku. Aku takut kalau-kalau Harry sempat membuka aib-ku yang
nantinya akan membuat Luke jijik saat bertemu denganku.
“Siapa?” Tanyaku pura-pura tidak
tau.
“Pacar sendiri tidak tau. Tadi malam
dia datang sambil menggendongmu. Tentu saja aku kaget. Untunglah paman sudah
ngorok. Dia mengaku kalau dia adalah pacarmu. Namanya Luke. Ah aku tidak
menyangka kau bisa secepat itu mendapatkan pacar, apalagi ganteng seperti Luke.
Kau kasih pellet apa sih sampai-sampai Luke bisa suka sama kamu?” Ucap Harry.
Aku mendengar cerita Harry dengan
perasaan malu, senang dan kesal. Aduh pasti kemarin Luke merasa berat karena
menggendong tubuhku yang berat. Tapi kenapa Luke berani mengaku kalau dia itu
pacarku? Seandainya benar mungkin aku akan menjadi gadis yang paling bahagia di
dunia ini.
“Tuh, pacar ganteng-mu sudah
menjemputmu.” Ucap Harry.
Biasanya aku menunggu Luke tepat di
pinggir jalan raya, tapi kali ini Luke sendiri yang datang ke rumahku. Pipi-ku
memerah. Cepat-cepat aku mencium tangan paman lalu berlari keluar. Aku butuh
penjelasan banyak dari Luke.
“Morning,
Leish.” Ucap Luke.
Astaga dia terlihat semakin tampan
saja sedangkan aku terlihat semakin jelek. Aku menunduk lalu naik di motor Luke
tanpa membalas ucapan selamat pagi dari Luke. Sepertinya Luke tidak ambil
pusing denganku yang tidak mau membalas sapaannya. Motornya pun melaju
meninggalkan rumahku.
Setiba di sekolah, aku langsung
berlari meninggalkan Luke. Dasar tidak sopan. Tapi sungguh aku sangat malu jika
harus menatap Luke karena kejadian kemarin. Luke menggendongku? Astagaaa….
“Leish!” Teriak Michael.
Aku memberhentikan langkahku tepat
di pintu kelas. Michael datang mendekatiku dan sepertinya dia ingin menggodaku.
Jadi apakah Michael tau kemarin malam aku pergi bersama Luke lalu ketiduran di
punggung Luke?
“Kau pergi bersama Luke tidak
bilang-bilang. Gawat!” Ucap Michael yang tiba-tiba saja merasa panik.
Ada beberapa anak yang melihat ke
arah kami dan aku merasa malu. “Mike, kau kenapa sih?” Tanyaku berusaha
menyembuhkan sikap Michael yang terlihat aneh.
Lalu Michael menatapku dengan
serius. “Luke, aku kalah perang dengannya.” Ucapnya sambil menunjuk ke arahku.
Hah?!
Kemudian Luke datang. Cepat-cepat
aku duduk di kursiku sambil membuka buku. Michael dan Luke duduk di kursinya.
Ku dengar percakapan keduanya yang membicarakan tentangku.
“Apa yang kau lakukan semalaman pada
Lesih? Lihat! Pipi-nya saja sudah merah seperti tomat.” Ucap Michael. Sebisa
mungkin aku tenang dan pura-pura tidak mendengar pembicaraan mereka.
“Aku hanya mengajaknya pergi ke
taman kota dan mentraktirnya makan. Tapi sayang saat perjalanan pulang dia
tertidur di pundakku jadi aku bingung cara memulangkannya. Aku takut dimarahi
sama orangtuanya. Untunglah kemarin malam aku hanya bertemu kakak Leish saja.”
Jelas Luke.
“Wah, ternyata Aleisha tukang tidur
juga selain tukang makan. Tapi dia tampak senang tuh. Jangan-jangan kau
mencium-nya lagi.” Ucap Michael.
Akhirnya aku menoleh menatap Luke
dan Michael karena tidak tahan akan kata-kata Michael. Michael cekikikan
melihat wajahku yang sudah seperti kepiting rebus. Aku takut jika Michael tau
kalau aku diam-diam menyukai Luke. Aku akan seperti kepiting rebus setiap
harinya.
“Bilang saja kau cemburu pada Luke.”
Ucapku.
“Hahahaha.. Aku tidak sebegitu
jahat-nya merebut gadis temanku sendiri. Tenang saja. Aku Lukeisha shipper kok.” Ucap Michael.
Lukeisha? Gabungan nama yang unik.
Karena itu aku jadi senyum-senyum sendiri. Ku harap Luke tidak berpikiran yang
macam-macam padaku. Aku yakin tadi Michael hanya bercanda. Toh aku juga sering
bercanda. Jam pertama pun di mulai dan aku harus memerhatikan penjelasan guru
dengan baik dan membuang sementara bayangan-bayangan Luke yang menari-nari di
otakku.
***
Jam isetirahat aku iseng pergi ke
perpustakaan dan menolak dengan sedih ajakan Michael ke kantin. Aku ingin
mencoba untuk tidak makan sehari saja. Akhirnya ku putuskan untuk pergi ke
perpustakaan. Di sekolah lama sebenarnya aku lebih sering menghabiskan waktuku
di perpustakaan dibandingkan di kantin. Biasanya aku ke kantin saat jam
pelajaran kosong atau saat pulang sekolah. Tentu saja aku selalu pergi
sendirian dan menolak jika aku diajak ke kantin oleh teman-temanku. Biarlah.
Aku menemukan novel yang dari
judulnya saja langsung membuatku tertarik. Aku mengambilnya dan membacanya. Aku
membetulkan letak kacamataku yang mau copot. Sebenarnya tidak enak memakai
kacamata. Aku pernah kepikiran menggunakan softlens
tapi entahlah. Saat aku serius membaca novel, samar-samar aku mendengar
pembicaraan sekumpulan anak cewek yang berada tidak jauh dariku. Apa? Mereka
membicarakanku?
“Tau tidak murid baru itu, dia sok
sekali. Padahal tampangnya saja menjijikkan.”
“Iya. Sok-sok dekat sama Luke.
Seharusnya dia tau diri dong Luke itu siapa.”
“Betul tuh. Mentang-mentang Luke
tidak punya pacar. Kalau punya pacar, apa mungkin murid baru itu akan merusak
hubungan Luke?”
Aku tidak tahan akan pembicaraan
mereka yang langsung membuat hatiku sakit. Apa sebegitu buruk-nya-kah aku
sampai-sampai aku tidak pantas berteman dengan Luke? Hei! Aku tau diri! Aku
tidak bermaksud menarik perhatian Luke. Aku hanya ingin menjadi teman Luke.
Salah mereka yang suka men-judge orang.
Akhirnya aku memutuskan meninggalkan
perpustakaan. Sebelumnya, aku melirik ke arah mereka. Mereka menatapku dengan
tatapan jijik dan tidak suka. Sialan! Jika saja aku tidak bisa menahan emosi,
mungkin aku langsung menghajar mereka. Tapi aku tau diri. Aku tidak mau membuat
onar di sekolah baruku. Juga, Dad bakal kecewa denganku.
Bukannya ke kelas, tapi aku malah ke
kantin. Aku memutuskan membeli kebab dan pepsi yang akan aku bawa ke kelas.
Namun lagi-lagi aku mendapatkan kata pedas disini. Tepatnya gadis di sampingku.
Dia sedikit menjauhiku dan menganggap aku adalah penyakit yang harus dijauhi.
Sedih sih iya. Hampir semua anak-anak di sekolah ini membenciku hanya karena
aku berteman dengan empat cowok terkenal di sekolah ini sedangkan aku hanyalah
anak ingusan yang tidak cocok berteman dengan mereka.
Setelah mengambil kebab dan
membayarnya, ada satu cewek yang sepertinya sengaja menyenggolku lalu kebab
yang aku bawa terjatuh. Sialan! Aku menatap marah ke arah gadis yang kini
tertawa ngakak melihat kemalanganku. Siapa sih gadis itu? Kalau benci silahkan saja
tapi jangan menjatuhkan makanan seperti ini!
“Kau mau ambil punyaku?” Tanya
seseorang.
Aku menatap wajah seorang cowok
asing tapi ganteng juga. Rambutnya hitam, kulitnya putih dan tubuhnya cukup
tinggi. Cowok itu menyodorkanku kebab yang masih utuh. Aku ragu mengambilnya.
Tapi karena tidak bisa menahan rasa lapar, akhirnya aku mengambil kebab itu dan
mengucapkan terimakasih.
“Thanks.
Akan selalu aku ingat kebaikanmu.” Ucapku lalu meninggalkan cowok itu.
Dalam perjalanan menuju kelas, aku
berjalan cepat sambil memakan kebab. Sialnya, ada guru yang melihat kelakukanku
dan itu sukses membuat aku malu. Sebelum masuk ke kelas, aku menghabiskan sisa
kebab dalam sekali gigitan. Namun aku langsung terbatuk karena ada tangan yang
memukul pelan pundakku.
“Katanya pergi ke perpustakaan, tapi
kenapa mulutmu penuh dengan kebab?”
Ternyata Michael. Cowok menyebalkan
itu membuatku terbatuk-batuk hebat. Aku tidak tau kapan dia berada disini.
Pepsi yang aku bawa langsung aku teguk dan isinya langsung habis. Michael
melongo melihat perbuatanku yang menghabiskan pepsi dalam sekali teguk.
“Kau gadis gila! Mimpi apa
orangtuamu bisa mendapatkan anak sepertimu.” Ucap Michael sambil
geleng-gelengkan kepala.
Aku tidak mempedulikan ucapan
Michael. Aku tersenyum lebar melihat Luke yang sudah duduk di kursinya. Luke
nampak kalem dan aku iri dengannya. Walau aku pendiam dan pemalu, tapi aku
tidak bisa menjaga image-ku menjadi
seorang gadis yang benar. Makan saja tidak pernah di kunyah dan suka bersendawa
tanpa memandang tempat.
“Hei kau sudah datang? Kenapa
mulutmu penuh banyak saos dan sayur?” Tanya Luke.
Mendadak aku malu. Aku membuka
ponsel-ku dan melihat dengan jelas diriku disana. Amat mengerikan. Aku hendak
mengelap mulutku dengan tanganku tapi Luke langsung mengelapnya dengan tisu
yang entah dimana dia dapat. Aku terdiam melihat apa yang dilakukannya. Luke,
dengan tanpa beban membersihkan mulutku dengan tisu.
“Wah, kalian memang pasangan yang
sangat romantis.” Ucap Michael.
Refleks Luke membuang tisu itu. Untunglah
mulutku sudah bersih. Selalu saja Michael membuatku kesal dan menggodaku. Sudah
tau aku tidak bisa digoda seperti ini.
***
Author’s POV
Dengan langkah lebar, Luke keluar
kelas tanpa menghiraukan teriakan Michael dan Aleisha. Beberapa gadis menyapanya
namun Luke sama sekali tidak mempedulikannya. Entah apa yang membuatnya berubah
secepat itu. Hup! Michael berhasil mendapatkan tangan Luke, alhasil Luke tidak
bisa kabur.
“Kau kenapa sih?” Tanya Michael.
Luke menatap Michael dengan tatapan
yang sulit ditebak. “Mike, kau antar pulang Aleisha.” Ucapnya.
“Kok begitu?” Tanya Aleisha refleks.
Begitulah Aleisha. Sosok gadis yang
bicaranya suka ceplas-ceplos dan suka membuat Luke tertawa karena tingkah
lucunya. Luke juga heran kenapa dia bisa akrab dengan Aleisha, bahkan mengajak
gadis itu datang ke rumahnya. Luke rasa, Aleisha adalah orang yang tepat yang
ia butuhkan sekarang. Bukan bermaksud memanfaatkan Aleisha, Luke hanya merasa
senang mendapatkan teman ceria yang mampu membuatnya tertawa dan melupakan
kesedihannya.
Mereka pun pulang ke rumah
masing-masing. Begitu pun Luke. Dia tidak langsung pulang ke rumah. Tapi dia
mampir untuk membeli beberapa bahan makanan. Luke berniat untuk membuat kue,
entah kue apa.
“Wah, ada Luke!”
Luke kaget mendengar suara gadis
itu. Gadis yang sudah tidak asing lagi baginya. Gadis itu tersenyum manis pada
Luke dan mau tidak mau Luke harus membalas senyum gadis itu. Sudah lama ia
tidak bertemu dengan gadis itu. Luke harap gadis itu tak lagi membencinya.
“Rose apa kabar? Aku sangat
merindukanmu.” Ucap Luke.
Nama gadis itu adalah Rose. Gadis
cantik berambut pirang yang sekarang ini profesinya menjadi seorang model.
“Sudah pulang dari Amerika? Wajahmu tetap sama saja.” Ucap Rose.
“Memangnya aku harus bagaimana? Aku
bosan setahun berada di Amerika.” Ucap Luke.
Akhirnya Rose mengajaknya ke cafee
untuk melepas rindu. Luke merasa bersyukur karena Rose tidak menampakkan wajah
kebenciannya seperti saat terakhir ia bertemu dengan Rose. Tapi Luke agak ragu
juga sih. Siapa tau gadis itu tengah menyembunyikan kebenciannya.
“Aku tak menyangka bisa bertemu lagi
denganmu.” Ucap Rose sambil menyeruput kopinya.
“Ya. Ku kira kau masih membenciku.”
Ucap Luke tiba-tiba.
Rose sedikit terbatuk-batuk
mendengar ucapan Luke. Luke bisa melihat perubahan air muka Rose. Bagaimana
mungkin gadis itu bisa melupakan perbuatannya dulu?
“Ah, itu hanya masa lalu. Lagipula,
aku tidak mau masuk ke dalam masalah kalian. Bagaimana? Apa kau sudah tau
kabarnya?” Ucap Rose.
Luke sedikit kaget mendengar
pertanyaan Rose. Jadi selama ini Rose tidak pernah bertemu dengan orang yang
dimaksudkan dipertanyaan itu? Rose kan sahabat baik orang itu. Tiba-tiba saja
Luke memasang wajah sedihnya.
“Aku tidak pernah lagi bertemu
dengannya. Kurasa aku memang sudah tidak pantas bertemu dengannya.” Ucap Luke.
“Hei jangan begitu! Aku tau dulu aku
sangat membencimu hanya karena masalah itu. Tapi bukankah setiap orang pernah
melakukan kesalahan? Aku yakin sekali dia berada tidak jauh dari tempat ini.
Mungkin saja dia sedang menunggumu.” Ucap Rose.
Tidak, batin Luke. Luke sudah
berbuat salah dengan orang yang dimaksud Rose. Mustahil jika orang itu sedang
menunggunya. Mustahil. Maka lebih baik ia melupakan orang itu dan menghapus
semua kenang-kenangan tentangnya. Ya, itu lebih baik.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar