expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 10 Juni 2016

Can't Have You ( Part 28 )



Aleisha’s POV

            It’s ok, it’s ok.

            Aku kembali ke Sydney meski rasanya amat berat meninggalkan Dad. Dad sempat menyuruhku tinggal kembali di Perth tapi aku tidak bisa. Jika saja tidak ada Luke, aku pasti akan kembali tinggal bersama Dad. Aku kembali ke rumah paman lalu masuk ke dalam kamarku. Pikiranku menerawang. Aku ingat betul apa yang telah terjadi selama aku berada di villa Lea. Dan permainan gila itu.. Ah sudahlah. Aku lelah dan ingin tidur.

            Drtdrtdrt…

            Kulihat Luke yang mengirimku pesan. Luke sudah tiba di Sydney kemarin malam. Aku membaca pesan itu. Katanya Luke ingin bertemu denganku saat ini juga di starbucks. Aku menghela nafasku yang berat. Antara ingin dan tidak ingin menemui Luke. Tapi akhirnya aku memutuskan untuk menemuinya.

            Setiba di starbucks yang Luke maksud, aku mencari-cari Luke. Ternyata dia duduk di meja yang paling ujung. Aku berjalan ke tempat itu. Saat Luke melihatku, dia tersenyum seakan-akan aku dan dia tidak terjadi masalah apa-apa. Aku pun duduk dihadapannya.

            “Seharusnya kau pulang sama kami.” Ucap Luke memulai pembicaraan.

            It’s ok, it’s ok. Kau kan gadis yang kuat, Leish jadi jangan menganggap apa yang terjadi ini hanya bisa membuatmu terus menangis dan lemah. Kau juga harus bisa mengontrol emosimu. Tetaplah tersenyum dan ceria!

            “Sayangnya tiket-ku sudah aku beli jadi aku tidak bisa pulang bersama kalian.” Ucapku.

            Selanjutnya kami sama-sama diam. Aku berani bertaruh Luke pasti merasa bersalah padaku dan ingin meminta maaf tapi dia tidak berani. Luke menatapku. Aku membalas tatapannya dan berusaha untuk tetap tenang.

            Well, apa yang ingin kau bicarakan denganku? Katakan saja agar aku tidak sia-sia datang kemari.” Ucapku karena kesal dengan Luke yang tidak mau membuka suara.

            Luke mulai membuka mulutnya namun terkesan ragu dan bingung. “Kau marah padaku?” Tanyanya.

            Sudah berapa kali Luke menayai hal seperti itu? Kenapa Luke takut sekali kalau aku marah padanya? Untuk yang kesekian kalinya aku heran dengan Luke dan penasaran apa isi di dalam otaknya. Aku harus menyelesaikan ini semua. Meski kenyataannya pahit, aku harus mengembalikan saat-saat dimana aku belum merasakan sakit seperti ini. Hubunganku dengan Luke harus seperti dulu sebelum Lea kembali.

            “Aku tidak marah padamu.” Ucapku.

            “Tapi Lea..” Ucap Luke yang langsung aku potong.

            “Luk, jujur saja aku tak mengerti apa masalah kita. Aku hanya berharap satu padamu supaya kita menjadi seperti dulu. Bisa tidak?” Pintaku.

            “Kurasa tidak. Semuanya tak akan bisa menjadi seperti dulu. Hidupku telah berubah semenjak Lea kembali. Aku bukanlah sahabatmu yang baik.” Ucap Luke.

            Aku tersenyum. “You’re my best friend. Aku sudah berjanji untuk tidak akan meninggalkanmu. Mungkin kau benar. Kita tak akan punya banyak waktu seperti dulu karena kita memiliki dunia kita masing-masing. Kau dengan Lea, dan aku.. entahlah. Aku belum menemukan orang yang tepat untuk aku cintai.” Ucapku. Kalimat terakhir tadi membuatku ingin menertawai diriku sendiri.

            “Shawn.” Ucap Luke.

            Kulihat Luke mulai ceria. Dia tersenyum setelah mengucapkan nama ‘Shawn’. Shawn lagi. Sudah aku bilang aku tidak menyukai Shawn. Shawn hanyalah temanku dan aku tidak bisa jatuh cinta padanya.

            So, best friend forever?” Tanyaku sambil mengangkat jari kelingkingku.

            Luke mengangkat jari kelingkingnya lalu mengaitkannya di jari kelingkingku. “No matter what happens.” Ucap Luke.

            Selanjutnya kami berdua tertawa. Untuk apa merasa sedih jika ada hal yang bisa membuatmu tertawa? Untuk apa aku mengharapkan Luke jika dengan cara ini aku bisa bahagia bersamanya walau hanya sebatas sahabat?

            “Kau harus janji untuk tidak akan menghindar dariku.” Ucap Luke.

            “Kau takut sekali sih kalau aku jauh darimu.” Ucapku.

            “Tentu saja.” Ucap Luke.

            “Hmmm.. By the way, kau semakin ganteng saja.” Ucapku.

            Luke terkekeh. “Kau juga semakin cantik. Pasti Shawn semakin tergila-gila padamu.” Ucapnya.

            Langsung saja aku memukul bahu Luke lalu mencubitnya. Luke benar-benar mengharapkanku bisa pacaran sama Shawn. Seandainya memang begitu. Tapi perasaan seseorang tidak bisa berubah dengan cepat. Butuh waktu yang lama untuk menghapus perasaan yang sudah lama hadir di dalam hati kita.

            “Bagaimana kabar Lea?” Tanyaku. Aku sengaja menanyakan tentang Lea pada Luke hanya untuk mengetes Luke saja.

            “Dia baik. Untuk apa kau menayakan Lea?” Jawab+Tanya Luke.

            “Aku kan temannya. Kau takut sekali sih kalau-kalau aku merebut Lea darimu.” Ucapku bercanda.

            “Aku tidak takut sama sekali karena aku yakin kau masih normal.” Ucap Luke.

            Aku harap setelah ini semuanya akan baik-baik saja walau aku harus menahan rasa sakit yang aku rasakan karena kebahagiaan Luke adalah yang paling utama bagiku. Walau Luke bersama gadis lain, aku harus tetap ceria. Kalau Luke jodohku, pasti tak akan lari kemana. Aku percaya hal itu.

***

            Sekolah dimulai! Hari ini aku tampak ceria atau kelebihan ceria? Aku berangkat sekolah menggunakan bus karena mutahil Luke yang menjemputku. Tenang saja. Aku tau diri kok. Setiba di sekolah, aku berjalan sambil bergoyang-goyang tidak jelas. Alhasil beberapa anak yang melihatku pada heran.

            “Leish!” Seru Ronnie.

            Aku duduk tepat di samping Ronnie sambil memasang senyum lebar. Pasti Ronnie merasa heran padaku mengapa aku bisa seceria ini. Kemudian aku melihat ke kursi Luke. Penghuninya belum datang.

            “Apa yang membuatmu seceria ini?” Tanya Ronnie.

            “Memangnya kenapa? Aku ingin melestarikan budaya ceria daripada harus bersedih karena menangisi hal yang tidak perlu ditangisi.” Jawabku.

            Ronnie tertawa pelan mendengar ucapanku. Tapi ucapanku benar kan? Ngapain bersedih kalau ceria itu lebih baik daripada bersedih?

            Morning Alesh!”

            Aku kira itu suara Michael tapi ternyata itu suara Luke. Luke ketularan menyebut namaku yang aslinya Aleisha menjadi Alesh. Lalu di belakang Luke ada Michael. Michael menyapaku dengan sempurna. Maksudku dia menyebut namaku dengan tepat.

            “Kau Ronnie kan? Kau teman baru Leish? Kalau begitu kau teman kami juga.” Ucap Michael.

            Pipi Ronnie memerah mendengar ucapan Michael. Kemudian keduanya kembali ke tempat duduk mereka. Seorang guru masuk ke kelas dan pelajaran pun dimulai.

***

            Satu.. Dua.. Tiga.. Empat.. Lima.. Enam.. Tujuh.. Delapan..

            Aku menghitung jumlah kami semua yang totalnya ada delapan orang. Saat ini aku berada di kantin. Kami terlihat seperti satu geng yang paling ditakutkan oleh semua orang. Tapi aku harus bisa menahan rasa cemburu karena disini ada Luke dan Lea yang duduknya berdekatan. Yap. Kami adalah: aku, Cassa, Ronnie, Lea, Michael, Calum, Luke dan Ashton. Entah apa yang membuat Cassa mau gabung dengan kami meski disini ada Lea. Tapi Cassa terlihat diam saja seperti tidak menganggap Lea ada.

            Aku kan sudah memutuskan kalau aku harus bisa tetap tersenyum saat melihat Luke bahagia dengan Lea. Aku tidak ingin terlihat lemah dihadapan mereka. Mau mencoba melupakan Luke malah membuat keadaan semakin parah. Jadi aku hanya bisa bersikap biasa saja meski kenyataannya sakit.

            “Apa hanya aku saja disini yang merasa banyak pasang mata yang melihat ke arah kami dan mengira kami telah membentuk sebuah grup yang keren?” Tanya Michael.

            “Hmm.. Benar juga. Baru kali ini kita ngumpul di kantin seperti ini. Wah aku baru sadar kalau ada Cassa disini. Sepertinya kau sudah tidak membenci Lea lagi.” Ucap Ashton.

            Sebenarnya aku mau ngomong tapi anehnya mulutku lagi malas untuk membuka suara. Aku lihat reaksi Cassa akan ucapan Ashton. Aku rasa Cassa masih membenci Lea tapi sebisa mungkin dia tahan rasa bencinya itu. Iya sih aku juga merasa agak jijik dengan Lea terutama dengan gaya-nya yang nggg manja gitu di samping Luke. Seperti hanya dia saja yang bisa mendapatkan cowok ganteng seperti Luke.

            “Disini kan ada empat cewek sama empat cowok. Luke sama Lea sudah pacaran. Tinggal sisanya yang belum.” Ucap Calum lalu melirik ke Michael. “Ayo Mike kapan kau menyatakan perasaanmu pada Cassa? Cassa sudah lelah nunggu!” Sambungnya.

            Tentu saja Michael dan Cassa merasa kesal dengan Calum tapi terlihat malu juga. Kalau mereka pacaran sih bagus juga. Michael cocok sama Cassa terutama dalam hal rambut. Mereka kan suka ganti warna rambut dan sering sama warna rambutnya. Aku baru sadar kalau disampingku ada Ronnie yang belum terbiasa dengan keadaan seperti ini. Ronnie kan anaknya agak pemalu dan pendiam.

            “Kau saja masih jomblo, Cal!” Ucap Cassa.

            Calum nyengir. “Kalau gitu aku..” Pandangannya terarah pada Ronnie. Untung gadis itu sedang menunduk. “Kalau gitu aku sama Ronnie saja!” Sambungnya.

            Ronnie kan anaknya pemalu dan pipi-nya sudah biasa memerah saat digoda sama cowok. Tapi candaan Calum kelihatan sekali. Nah setelah ini pasti aku akan dijodohkan dengan Ashton.

            “Hai! Wah aku boleh gabung tidak disini?” Sapa seseorang.

            Itu Shawn! Tapi kursi di meja sini sudah full jadi Shawn tidak bisa gabung disini. Kemudian Shawn melirik ke arahku. Dia tersenyum dan aku selalu penasaran apa maksud dari senyumannya itu.

            “Leish! Aku sangat merindukanmu.” Ucap Shawn.

            Duh kalau begini caranya aku bakal dijodohin sama Shawn. Sudah tau teman-temanku itu jahilnya minta ampun terutama Calum dan Michael.

            “Sepertinya ada satu teman kita yang sebentar lagi melepas status jomblo.” Ucap Michael.

            “Yah jangan! Aleisha kan milikku!” Bantah Ashton.

            Semuanya tertawa kecuali Luke dan Lea. Seharusnya dua manusia itu tidak duduk disini. Seharusnya mereka menjauh dari kami semua.

            “Leish ada waktu tidak nanti sore? Aku ingin mengajakmu jalan-jalan.” Ucap Shawn.

            Teman-temanku semakin semangat menggodaiku. Tapi rasanya aku malas jalan berdua dengan Shawn. Terutama saat aku tidak sengaja menatap wajah Luke. Dia tampak diam dan aku tidak tau apa yang ada dipikirannya. Luke sudah bahagia kan bersama Lea?

            “Aku.. Aku tidak bisa. Maaf ya.” Jawabku jujur walau bersalah.

***

            Di luar gerbang sekolah, tanganku langsung ditarik sama Cassa. Aku kesal bukan main karena perbuatannya itu. Cassa itu seperti anak laki-laki. Tenaganya sama kuat seperti anak laki-laki jadi tarikannya tadi cukup membuat tanganku kesakitan.

            “Ada apa sih?” Tanyaku.

            “Kenapa kau menolak ajakan Shawn? Aku curiga kalau dia menyukaimu. Aku tau betul Leish ciri-ciri cowok yang suka sama seorang cewek atau pedekate.” Ucap Cassa.

            Aku belum siap Cass! Seandainya aku tidak jatuh cinta dengan Luke maka dengan senang hati aku akan menerima ajakan Shawn bahkan aku bisa jatuh cinta dengannya. Semua ini karena rasa cintaku pada Luke yang menghancurkan semuanya. Rasanya aneh kalau aku jalan berdua dengan Shawn dan ujung-ujungnya Shawn akan membicarakan Luke. Aku kapok jalan berdua sama Shawn.

            “Aku tidak suka jalan berdua sama cowok. Kalau Shawn menyukaiku, aku harap dia tidak semakin menyukaiku karena aku tidak menyukainya, maksudku aku tidak bisa mencintainya.” Ucapku.

            Cassa terdiam sesaat. “Ya aku mengerti.” Ucapnya.

            “Bagaimana dengan kau? Maksudmu antara kau dengan Michael. Kalian tampak serasi.” Ucapku berusaha menggoda Cassa.

            Cassa menatapku tidak suka. “Kalau aku pacaran dengan Michael, kau mau apa?” Tanyanya.

            Wah benar deh Cassa mau jadian sama Michael. “Aku harap kalian berdua bisa mengalahkan keromantisan antara Luke dengan Lea.” Jawabku setengah sadar.

            Cassa tersenyum sinis. “Jangan tertipu sama penampilan Lea dan sikapnya yang sok manis. Suatu hari nanti kau akan tau kalau Lea itu sangat kejam.” Ucapnya tidak nyambung dengan pembicaraan sebelumnya.

            Lea kejam? Benarkah?

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar