Tinggal tiga
soal matematika yang belum bisa aku kerjakan. Biasanya aku bisa mengerjakan
soal dengan baik. Entahlah mungkin karena soalnya yang benar-benar susah.
Akhirnya guru matematika kami memberikan tugas tambahan karena diantara kami
tidak ada yang bisa menyelesaikan sepuluh soal yang diberikan olehnya.
“Aku heran kenapa matematika bisa
sesulit ini.” Ucapku sambil mengacak-acak rambutku.
“Sulit jika kau tidak belajar.” Ucap
Luke.
Dia memberikan buku tugas matematikanya padaku. Langsung saja aku melongo
melihat buku tugas Luke yang benar-benar lengkap. Tulisan Luke tampak rapi
tanpa coretan. Aku heran dengan Luke. Dia sangat pintar matematika ataupun
pelajaran lainnya. Aku masih melihat buku tugas Luke, ragu apakah aku
menconteknya atau tidak. Pasalnya selama ini aku tidak pernah mencotek tugas
temanku. Jika ada soal yang tidak aku tau, aku suka menanyakan ke guru atau ke
tetangga sebelah yang jago di mata pelajaran tertentu.
“Kenapa kau diam? Jarang lho Luke memberi buku tugasnya ke orang lain.”
Ucap Michael.
“Mmm.. Gimana ya? Aku ingin berusaha dulu mengerjakan soal-soal yang
diberi Miss. Tina.” Ucapku.
“Good girl. Ayo kita ke
perpustakaan. Aku akan membantumu mengerjakan soal disana.” Ucap Luke.
Aku melihat Luke yang sudah meninggalkanku. Aku langsung mengejarnya.
Sementara Michael lari ke kantin. Mana betah sih anak seperti Michael berdiam
diri di perpustakaan. Tapi aku lapar juga. Selalu saja rasa lapar yang
mengacaukan segalanya. Setiba di kantin eh maksudnya perpustakaan, ku lihat
Luke menemukan tempat duduk di pojokan. Mungkin karena dia menyukai tempat yang
sepi. Disini ada lumayan banyak murid-murid yang membaca buku atau mengerjakan
tugas. Tadi aku sempat melihat beberapa gadis yang menyapa Luke sambil
malu-malu.
“Kau benar-benar murid spesial ya disini.” Ucapku lalu duduk tepat di
hadapan Luke.
Luke tersenyum akan ucapanku. “Aku hanya manusia biasa. Entahlah apa hal
dari diriku yang membuat mereka menyukaiku dan berusaha mendapatkanku.”
Ucapnya.
Mendengar ucapan Luke, mataku langsung melebar. “Kau tidak tau? Kau
sempurna Luk! Kau sangat tampan! Kau juga manis. Otakmu sangat cerdas. Senyummu
bisa membuat siapa saja meleleh karena melihatnya, terutama lesung pipi-mu yang
memang benar-benar membuat senyummu semakin sempurna. Kau memiliki suara yang
bagus. Kau jago bermain gitar. Kau sangat baik dan ramah pada siapapun. Sikapmu
amat lembut pada wanita. Kau..” Ucapku lalu mulutku langsung di tutup rapat
oleh tangan Luke.
“I know it. Tapi jangan bicara
keras-keras. Ini perpustakaan, oke?” Ucap Luke kemudian melepaskan tangannya
dari mulutku.
Aku malu akibat tangan Luke yang menutup mulutku. Dasar Aleisha! Mulutnya
tidak bisa dijaga dan kalau ngomong volume suaranya tidak bisa dikecilin.
Akhirnya aku mencoba mengerjakan beberapa soal. Aku rada-rada bisa
mengerjakannya tapi di langkah selanjutnya aku menjadi bingung. Untunglah Luke
mau membantuku dan caranya menjelaskan cukup simpel, beda jauh dengan Miss.
Tina yang kalau menerangkan materi ngomongnya panjang lebar sehingga bukannya
membuatku mengerti, melainkan membuatku bingung dan mengantuk.
“Aku paham! Ah ternyata matematika sangat mudah. Itu berkat Luke
Hemmings. Thanks.” Ucapku lalu
menutup buku tugasku setelah aku berhasil mengerjakan semua soal.
“Sure. Setiap hari aku belajar
dan latihan soal.” Ucap Luke.
“Mmm.. Apakah Ibumu seorang guru matematika?” Tanyaku. Hanya menebak
saja.
Luke tidak langsung menjawab. “Yap. She’s
math teacher. Tapi selain menjadi guru matematika, Mom juga bekerja sebagai
seorang photographer. Dia sudah mendapat job
yang berhubungan dengan photographer.” Jawanya.
“That’s cool. Kau sangat
beruntung memiliki ibu seperti dia.” Ucapku.
Air muka Luke berubah mendengar ucapanku. Apakah aku salah bicara? Aku
takut jika Luke sedang memiliki masalah dengan Ibunya. Ya ku harap tidak. Aku
ingin Luke selalu bahagia dan tersenyum. Aku tidak ingin melihat Luke sedih. I really love him, maksudnya aku
menyayanginya sebagai sahabat. Akan aku usahakan membatasi perasaan yang aku
rasakan saat setiap kali aku bertemu dengan Luke.
“Kau lapar?” Tebak Luke.
Aku nyengir kuda. “Tebakanmu selalu benar Mr. Hemmings. Ayo kita ke
kantin!” Ucapku.
Setelah membereskan alat tulis, aku dan Luke langsung lari ke kantin.
Tapi sialnya bel masuk sudah berbunyi sedangkan aku tengah kelaparan. Bagaimana
ini? Aku tidak enak dengan Luke. Nantinya kami akan telat masuk dan dihukum.
“Sebaiknya kau balik saja ke kelas. Bel masuk sudah berbunyi.” Ucapku.
Anehnya Luke menggeleng-gelengkan kepala. “Sebagai seorang sahabat, tentu
dia tidak akan pernah meninggalkan sahabatnya.” Ucapnya.
Apa dia bilang? Sahabat? Jadi Luke sudah menganggapku sebagai sahabatnya?
Wau that’s so amazing! Aku kira aku
hanya memiliki sahabat di dunia maya, tapi kini aku memiliki sahabat di dunia
nyata, dan itu adalah Luke Hemmings.
“Aku mencintaimu, sahabatku.” Ucapku girang lalu memesan spaghetti
berikut es jeruk. Tidak apa-apa terlambat masuk kelas.
“Hei, kau benar-benar tidak takut terlambat ya? Dan astaga! Kau memesan spaghetti
jumbo. Aku tak habis pikir denganmu.” Ucap Luke.
Aku tersenyum mengambil spaghetti berukuran besar itu. Luke mengikutiku
dari belakang. Spaghetti itu terlihat lezat. Aku siap menghabiskannya dalam
waktu yang cepat. Lalu aku melihat Luke yang tengah membuka ponselnya. Dia
menatapku dengan tatapan panik.
“Ada apa?” Tanyaku.
“Mr. Aaron sudah tiba di kelas dan dia mengadakan ulangan fisika
mendadak. Mau tidak mau kita harus kembali ke kelas. Kau tau kan bagaimana Mr.
Aaron itu? Nanti dia mengira kita sengaja menghindari ulangan dan membuat
perhitungan dengan kita.” Jelas Luke.
Apa? Aku bahkan belum belajar sama sekali. Mendadak rumus-rumus fisika
melayang-layang di otakku namun terlihat samar. Aku menatap spaghetti-ku dengan
perasaan sedih. Tidak mungkin aku menghabiskan spaghetti dalam waktu kurang
satu menit. Ah sial!
“Kalau begitu, bantu aku menghabiskan spaghetti ini!” Ucapku.
“Hah?” Kaget Luke.
“Aku tidak membutuhkan jawaban ‘hah’. Sekarang bantu aku menghabiskan
spaghetti ini. Nanti aku akan memberimu hadiah, please?” Ucapku.
“You’re really crazy!” Ucap
Luke.
Kulihat Luke menarik nafas dalam-dalam sebelum memakan spaghetti yang
porsinya gede. Kami harus menghabiskan spaghetti itu tidak lebih satu menit.
Akhirnya kami memakannya dengan tergesa-gesa. Kasihan Luke. Sepertinya dia
tidak biasa memakan sesuatu dengan cepat sepertiku.
Spaghetti pun habis. Aku melihat Luke yang tersedak lalu cepat-cepat
meneguk air putih. Dia melihat jam di tangannya. Kami pun bangkit lalu berlari
menuju kelas. Semoga ulangan belum dimulai. Tapi aku sudah bisa menebak berapa
nilai yang nantinya aku dapatkan.
“Tadi itu menyenangkan sekali.” Ucapku. Tapi Luke tidak mendengarnya.
Setiba di kelas, untunglah Mr. Aaron berbaik hati. Dia mengizinkan kami
masuk berdua. Sialnya tempat duduk kami diacak jadi aku tidak bisa menanyakan
rumus ke Luke. Aku duduk di depan tepat di meja Mr. Aaron sedangkan Luke duduk
di tempat paling ujung. Aku mendengus kesal melihat soal tes yang memang sulit.
Tapi jika saja aku belajar, soal itu sudah bisa aku kerjakan selama seperti aku
memakan makanan dengan cepat.
***
Tadi Luke menyuruhku duluan pergi ke parkiran. Aku menunggu Luke dengan
sabar. Entahlah apa yang sedang dia lakukan kenapa Luke sampai lama datang ke
parkiran. Akhirnya Luke datang dan meminta maaf padaku karena aku menunggunya
dengan lama. Sebelum aku naik ke motornya, Luke seperti mengingat sesuatu.
“Bukankah tadi kau berjanji memberiku hadiah karena aku mau membantumu
memakan spaghetti?” Tanya Luke.
Aku memukul jidatku. Amat menyesali ucapan yang tadi aku katakan. Hadiah?
Dasar Luke, masih saja mengingatnya padahal tadi aku hanya bercanda. Tiba-tiba
aku mendapatkan ide. Ide yang kurasa gila dan Luke tidak akan menduganya.
Langsung saja aku berjinjit lalu dengan gerakan cepat aku mencium pipi Luke.
Tidak lama. Hanya beberapa detik lalu aku melepaskan ciumanku di pipinya. Uh,
aku benar-benar gila. Sialnya ada beberapa anak yang melihat aksi-ku tadi.
“Hei..” Ucap Luke.
Ku mohon jangan sampai dia marah padaku. Anak-anak yang tadi melihat
perbuatan-ku menatapku dengan tidak suka. Pasti dipikiran mereka adalah si
Aleisha yang sudah mulai berani macam-macam dengan Luke. Cepat-cepat aku
menaiki motor Luke dan menyuruh Luke meninggalkan parkiran itu. Luke nurut
saja. Dia menyalakan motornya dan meninggalkan parkiran.
Selama perjalanan pulang, aku tidak bisa berhenti memikirkan perbuatanku
tadi. Aku mencium pipi Luke? Untung bukan bibir-nya. Itu tadi merupakan ciuman
pipi pertamaku. Tidak ada rasanya sih. Hanya saja pipi Luke yang terasa lembut
di bibirku yang dapat membuat aliran darahku seakan-akan terhenti.
Tunggu! Kenapa jalan pulangnya salah? Harusnya belok kanan tapi kenapa
Luke lurus saja? Pasti tidak ada yang beres. Aku takut kalau-kalau Luke beneran
marah padaku karena ciuman mendadak tadi.
“Kita kemana Luk?” Tanyaku panik.
“Santai saja. Aku ingin menculikmu.” Jawab Luke.
“Apa? Kau sedang bercanda kan?” Tanyaku.
“Yeah. Aku hanya ingin membalas perbuatanmu tadi.” Jawab Luke.
Astaga jadi Luke juga kepikiran dengan ciuman tadi. Lantas apa yang akan
Luke lakukan padaku? Aku berharap tidak ada hal buruk yang terjadi padaku. Tapi
pikiran negatif itu datang menghiasi otakku. Aku takut diapa-apakan oleh Luke,
sungguh. Namun jawabannya adalah tepat di sebuah restoran sederhana. Jadi Luke
mau mengajakku makan disini?
“Ayo turun.” Ucap Luke.
Aku tersadar lalu turun dan berjalan di belakang Luke. Sebuah restoran
Jepang. Tidak buruk. Aku suka makanan dari berbagai negara. Sudah aku bilang,
walau masakannya terasa aneh tapi aku tetap memakannya. Kami menemukan tempat
duduk yang nyaman lalu memesan menu makanan. Tentu saja aku memilih Sushi dan
minuman Jepang yang namanya sulit diucapkan.
“Kau tidak memesan ramen? Ramen disini enak loh.” Ucap Luke.
“Perutku mual karena spaghetti tadi.” Jujurku.
Luke tertawa. “Padahal aku ingin mengajakmu lomba memakan ramen. Kalau
kau menang, aku akan memberikan hadiah spesial untukmu.” Ucapnya.
Aku menatap Luke dengan serius. “Tentu saja aku yang menang! Tapi lain
kali saja, perutku sakit.” Ucapku.
Setelah aku mengucapkan kalimat itu, kami sama-sama diam. Aku sempat
melihat jari-jari Luke yang bergerak indah. Ingin rasanya aku sentuh, kalau
bisa aku makan *eh. Lalu aku beralih menatap Luke yang sedang menunduk. God! Dia benar-benar tampan walau sedang
menunduk. Aku menggigit bibirku. Entah apa tujuan Tuhan mempertemukanku dengan
Luke.
“Mmm.. Tadi itu.. Aku benar-benar minta maaf ya. Aku tidak tau kenapa aku
bisa menciummu.” Ucapku.
Luke mengangkat wajahnya, lalu tersenyum. “It’s okay. Ciuman persahabatan.” Ucapnya.
“Hei! Lukey!”
Mendadak aku kaget mendengar suara seorang gadis yang lembut itu. Aku
menoleh ke arah samping. Astaga! Siapa gadis itu? Wajahnya sangat cantik dan
tubuhnya yang menjadi impian banyak gadis, termasuk aku. Aku menelan ludahku.
Perasaan cemburu datang menghampiriku. Tapi hei! Apa hak-ku untuk cemburu?
“Rose! Aku tak menyangka bisa bertemu lagi denganmu.” Ucap Luke.
Sepertinya Luke dan gadis itu sudah akrab. Lihat saja! Luke amat bahagia
bertemu dengan gadis itu. Jangan-jangan gadis itu adalah mantan Luke lagi. Duh,
aku jadi malu. Kemudian gadis itu menoleh ke arahku.
“Are you Luke’s girlfriend?”
Tanyanya.
Untunglah aku bisa mengunci mulutku sehingga aku tidak berbicara yang
aneh-aneh. Malah Luke yang menjawab pertanyaan gadis itu. Mungkin Luke takut
kalau-kalau aku berbicara ceplas-ceplos dan memutar balik fakta.
“No, she’s my best friend.
Leish, kenalkan ini Rose, dia temanku. Tay, ini Aleisha.” Ucap Luke
memperkenalkan kami berdua.
Rose tersenyum manis melihatku. Aku membalas senyumannya dengan canggung.
“Kalau begitu aku pergi dulu ya.” Ucap Rose lalu meninggalkan kami berdua.
“Dia.. Mantan-mu?” Tanyaku.
Luke tertawa. “Kau ini, tentu saja tidak. Rose adalah temanku.” Jawabnya.
Aku menggaruk-garukkan rambutku. “But
she’s so beautiful. Aku tidak bisa dibandingkan dengannya. Apakah dia
seorang model?” Ucapku.
“Leish, jangan bandingkan dirimu dengan gadis manapun. Justru kau yang
paling spesial. Kau adalah gadis yang paling spesial yang pernah aku temui.”
Ucap Luke.
Pipi-ku memerah mendengar ucapan Luke. Aku tidak yakin apakah yang
dikatakan Luke benar atau tidak. Biasanya cowok itu jago dalam hal merayu tapi
banyak bohongnya. Kemudian pesanan kami datang. Entah mengapa aku memakan sushi
itu dengan malas. Aku juga tidak merasa lapar sama sekali. Baguslah. Kalau
begini caranya aku akan lebih mudah diet.
“Mana si Leish yang jago makan?” Tanya Luke.
Aku tersenyum malu. “Dia sedang isetirahat.” Jawabku.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar