expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 05 Juni 2016

Can't Have You ( Part 8 )



Tinggal tiga soal matematika yang belum bisa aku kerjakan. Biasanya aku bisa mengerjakan soal dengan baik. Entahlah mungkin karena soalnya yang benar-benar susah. Akhirnya guru matematika kami memberikan tugas tambahan karena diantara kami tidak ada yang bisa menyelesaikan sepuluh soal yang diberikan olehnya.

            “Aku heran kenapa matematika bisa sesulit ini.” Ucapku sambil mengacak-acak rambutku.

            “Sulit jika kau tidak belajar.” Ucap Luke.

Dia memberikan buku tugas matematikanya padaku. Langsung saja aku melongo melihat buku tugas Luke yang benar-benar lengkap. Tulisan Luke tampak rapi tanpa coretan. Aku heran dengan Luke. Dia sangat pintar matematika ataupun pelajaran lainnya. Aku masih melihat buku tugas Luke, ragu apakah aku menconteknya atau tidak. Pasalnya selama ini aku tidak pernah mencotek tugas temanku. Jika ada soal yang tidak aku tau, aku suka menanyakan ke guru atau ke tetangga sebelah yang jago di mata pelajaran tertentu.

“Kenapa kau diam? Jarang lho Luke memberi buku tugasnya ke orang lain.” Ucap Michael.

“Mmm.. Gimana ya? Aku ingin berusaha dulu mengerjakan soal-soal yang diberi Miss. Tina.” Ucapku.

Good girl. Ayo kita ke perpustakaan. Aku akan membantumu mengerjakan soal disana.” Ucap Luke.

Aku melihat Luke yang sudah meninggalkanku. Aku langsung mengejarnya. Sementara Michael lari ke kantin. Mana betah sih anak seperti Michael berdiam diri di perpustakaan. Tapi aku lapar juga. Selalu saja rasa lapar yang mengacaukan segalanya. Setiba di kantin eh maksudnya perpustakaan, ku lihat Luke menemukan tempat duduk di pojokan. Mungkin karena dia menyukai tempat yang sepi. Disini ada lumayan banyak murid-murid yang membaca buku atau mengerjakan tugas. Tadi aku sempat melihat beberapa gadis yang menyapa Luke sambil malu-malu.

“Kau benar-benar murid spesial ya disini.” Ucapku lalu duduk tepat di hadapan Luke.

Luke tersenyum akan ucapanku. “Aku hanya manusia biasa. Entahlah apa hal dari diriku yang membuat mereka menyukaiku dan berusaha mendapatkanku.” Ucapnya.

Mendengar ucapan Luke, mataku langsung melebar. “Kau tidak tau? Kau sempurna Luk! Kau sangat tampan! Kau juga manis. Otakmu sangat cerdas. Senyummu bisa membuat siapa saja meleleh karena melihatnya, terutama lesung pipi-mu yang memang benar-benar membuat senyummu semakin sempurna. Kau memiliki suara yang bagus. Kau jago bermain gitar. Kau sangat baik dan ramah pada siapapun. Sikapmu amat lembut pada wanita. Kau..” Ucapku lalu mulutku langsung di tutup rapat oleh tangan Luke.

I know it. Tapi jangan bicara keras-keras. Ini perpustakaan, oke?” Ucap Luke kemudian melepaskan tangannya dari mulutku.

Aku malu akibat tangan Luke yang menutup mulutku. Dasar Aleisha! Mulutnya tidak bisa dijaga dan kalau ngomong volume suaranya tidak bisa dikecilin. Akhirnya aku mencoba mengerjakan beberapa soal. Aku rada-rada bisa mengerjakannya tapi di langkah selanjutnya aku menjadi bingung. Untunglah Luke mau membantuku dan caranya menjelaskan cukup simpel, beda jauh dengan Miss. Tina yang kalau menerangkan materi ngomongnya panjang lebar sehingga bukannya membuatku mengerti, melainkan membuatku bingung dan mengantuk.

“Aku paham! Ah ternyata matematika sangat mudah. Itu berkat Luke Hemmings. Thanks.” Ucapku lalu menutup buku tugasku setelah aku berhasil mengerjakan semua soal.

Sure. Setiap hari aku belajar dan latihan soal.” Ucap Luke.

“Mmm.. Apakah Ibumu seorang guru matematika?” Tanyaku. Hanya menebak saja.

Luke tidak langsung menjawab. “Yap. She’s math teacher. Tapi selain menjadi guru matematika, Mom juga bekerja sebagai seorang photographer. Dia sudah mendapat job yang berhubungan dengan photographer.” Jawanya.

That’s cool. Kau sangat beruntung memiliki ibu seperti dia.” Ucapku.

Air muka Luke berubah mendengar ucapanku. Apakah aku salah bicara? Aku takut jika Luke sedang memiliki masalah dengan Ibunya. Ya ku harap tidak. Aku ingin Luke selalu bahagia dan tersenyum. Aku tidak ingin melihat Luke sedih. I really love him, maksudnya aku menyayanginya sebagai sahabat. Akan aku usahakan membatasi perasaan yang aku rasakan saat setiap kali aku bertemu dengan Luke.

“Kau lapar?” Tebak Luke.

Aku nyengir kuda. “Tebakanmu selalu benar Mr. Hemmings. Ayo kita ke kantin!” Ucapku.

Setelah membereskan alat tulis, aku dan Luke langsung lari ke kantin. Tapi sialnya bel masuk sudah berbunyi sedangkan aku tengah kelaparan. Bagaimana ini? Aku tidak enak dengan Luke. Nantinya kami akan telat masuk dan dihukum.


“Sebaiknya kau balik saja ke kelas. Bel masuk sudah berbunyi.” Ucapku.

Anehnya Luke menggeleng-gelengkan kepala. “Sebagai seorang sahabat, tentu dia tidak akan pernah meninggalkan sahabatnya.” Ucapnya.

Apa dia bilang? Sahabat? Jadi Luke sudah menganggapku sebagai sahabatnya? Wau that’s so amazing! Aku kira aku hanya memiliki sahabat di dunia maya, tapi kini aku memiliki sahabat di dunia nyata, dan itu adalah Luke Hemmings.

“Aku mencintaimu, sahabatku.” Ucapku girang lalu memesan spaghetti berikut es jeruk. Tidak apa-apa terlambat masuk kelas.

“Hei, kau benar-benar tidak takut terlambat ya? Dan astaga! Kau memesan spaghetti jumbo. Aku tak habis pikir denganmu.” Ucap Luke.

Aku tersenyum mengambil spaghetti berukuran besar itu. Luke mengikutiku dari belakang. Spaghetti itu terlihat lezat. Aku siap menghabiskannya dalam waktu yang cepat. Lalu aku melihat Luke yang tengah membuka ponselnya. Dia menatapku dengan tatapan panik.

“Ada apa?” Tanyaku.

“Mr. Aaron sudah tiba di kelas dan dia mengadakan ulangan fisika mendadak. Mau tidak mau kita harus kembali ke kelas. Kau tau kan bagaimana Mr. Aaron itu? Nanti dia mengira kita sengaja menghindari ulangan dan membuat perhitungan dengan kita.” Jelas Luke.

Apa? Aku bahkan belum belajar sama sekali. Mendadak rumus-rumus fisika melayang-layang di otakku namun terlihat samar. Aku menatap spaghetti-ku dengan perasaan sedih. Tidak mungkin aku menghabiskan spaghetti dalam waktu kurang satu menit. Ah sial!

“Kalau begitu, bantu aku menghabiskan spaghetti ini!” Ucapku.

“Hah?” Kaget Luke.

“Aku tidak membutuhkan jawaban ‘hah’. Sekarang bantu aku menghabiskan spaghetti ini. Nanti aku akan memberimu hadiah, please?” Ucapku.

You’re really crazy!” Ucap Luke.

Kulihat Luke menarik nafas dalam-dalam sebelum memakan spaghetti yang porsinya gede. Kami harus menghabiskan spaghetti itu tidak lebih satu menit. Akhirnya kami memakannya dengan tergesa-gesa. Kasihan Luke. Sepertinya dia tidak biasa memakan sesuatu dengan cepat sepertiku.

Spaghetti pun habis. Aku melihat Luke yang tersedak lalu cepat-cepat meneguk air putih. Dia melihat jam di tangannya. Kami pun bangkit lalu berlari menuju kelas. Semoga ulangan belum dimulai. Tapi aku sudah bisa menebak berapa nilai yang nantinya aku dapatkan.

“Tadi itu menyenangkan sekali.” Ucapku. Tapi Luke tidak mendengarnya.

Setiba di kelas, untunglah Mr. Aaron berbaik hati. Dia mengizinkan kami masuk berdua. Sialnya tempat duduk kami diacak jadi aku tidak bisa menanyakan rumus ke Luke. Aku duduk di depan tepat di meja Mr. Aaron sedangkan Luke duduk di tempat paling ujung. Aku mendengus kesal melihat soal tes yang memang sulit. Tapi jika saja aku belajar, soal itu sudah bisa aku kerjakan selama seperti aku memakan makanan dengan cepat.

***

Tadi Luke menyuruhku duluan pergi ke parkiran. Aku menunggu Luke dengan sabar. Entahlah apa yang sedang dia lakukan kenapa Luke sampai lama datang ke parkiran. Akhirnya Luke datang dan meminta maaf padaku karena aku menunggunya dengan lama. Sebelum aku naik ke motornya, Luke seperti mengingat sesuatu.

“Bukankah tadi kau berjanji memberiku hadiah karena aku mau membantumu memakan spaghetti?” Tanya Luke.

Aku memukul jidatku. Amat menyesali ucapan yang tadi aku katakan. Hadiah? Dasar Luke, masih saja mengingatnya padahal tadi aku hanya bercanda. Tiba-tiba aku mendapatkan ide. Ide yang kurasa gila dan Luke tidak akan menduganya. Langsung saja aku berjinjit lalu dengan gerakan cepat aku mencium pipi Luke. Tidak lama. Hanya beberapa detik lalu aku melepaskan ciumanku di pipinya. Uh, aku benar-benar gila. Sialnya ada beberapa anak yang melihat aksi-ku tadi.

“Hei..” Ucap Luke.

Ku mohon jangan sampai dia marah padaku. Anak-anak yang tadi melihat perbuatan-ku menatapku dengan tidak suka. Pasti dipikiran mereka adalah si Aleisha yang sudah mulai berani macam-macam dengan Luke. Cepat-cepat aku menaiki motor Luke dan menyuruh Luke meninggalkan parkiran itu. Luke nurut saja. Dia menyalakan motornya dan meninggalkan parkiran.

Selama perjalanan pulang, aku tidak bisa berhenti memikirkan perbuatanku tadi. Aku mencium pipi Luke? Untung bukan bibir-nya. Itu tadi merupakan ciuman pipi pertamaku. Tidak ada rasanya sih. Hanya saja pipi Luke yang terasa lembut di bibirku yang dapat membuat aliran darahku seakan-akan terhenti.

Tunggu! Kenapa jalan pulangnya salah? Harusnya belok kanan tapi kenapa Luke lurus saja? Pasti tidak ada yang beres. Aku takut kalau-kalau Luke beneran marah padaku karena ciuman mendadak tadi.

“Kita kemana Luk?” Tanyaku panik.

“Santai saja. Aku ingin menculikmu.” Jawab Luke.

“Apa? Kau sedang bercanda kan?” Tanyaku.

“Yeah. Aku hanya ingin membalas perbuatanmu tadi.” Jawab Luke.

Astaga jadi Luke juga kepikiran dengan ciuman tadi. Lantas apa yang akan Luke lakukan padaku? Aku berharap tidak ada hal buruk yang terjadi padaku. Tapi pikiran negatif itu datang menghiasi otakku. Aku takut diapa-apakan oleh Luke, sungguh. Namun jawabannya adalah tepat di sebuah restoran sederhana. Jadi Luke mau mengajakku makan disini?

“Ayo turun.” Ucap Luke.

Aku tersadar lalu turun dan berjalan di belakang Luke. Sebuah restoran Jepang. Tidak buruk. Aku suka makanan dari berbagai negara. Sudah aku bilang, walau masakannya terasa aneh tapi aku tetap memakannya. Kami menemukan tempat duduk yang nyaman lalu memesan menu makanan. Tentu saja aku memilih Sushi dan minuman Jepang yang namanya sulit diucapkan.

“Kau tidak memesan ramen? Ramen disini enak loh.” Ucap Luke.

“Perutku mual karena spaghetti tadi.” Jujurku.

Luke tertawa. “Padahal aku ingin mengajakmu lomba memakan ramen. Kalau kau menang, aku akan memberikan hadiah spesial untukmu.” Ucapnya.

Aku menatap Luke dengan serius. “Tentu saja aku yang menang! Tapi lain kali saja, perutku sakit.” Ucapku.

Setelah aku mengucapkan kalimat itu, kami sama-sama diam. Aku sempat melihat jari-jari Luke yang bergerak indah. Ingin rasanya aku sentuh, kalau bisa aku makan *eh. Lalu aku beralih menatap Luke yang sedang menunduk. God! Dia benar-benar tampan walau sedang menunduk. Aku menggigit bibirku. Entah apa tujuan Tuhan mempertemukanku dengan Luke.

“Mmm.. Tadi itu.. Aku benar-benar minta maaf ya. Aku tidak tau kenapa aku bisa menciummu.” Ucapku.

Luke mengangkat wajahnya, lalu tersenyum. “It’s okay. Ciuman persahabatan.” Ucapnya.

“Hei! Lukey!”

Mendadak aku kaget mendengar suara seorang gadis yang lembut itu. Aku menoleh ke arah samping. Astaga! Siapa gadis itu? Wajahnya sangat cantik dan tubuhnya yang menjadi impian banyak gadis, termasuk aku. Aku menelan ludahku. Perasaan cemburu datang menghampiriku. Tapi hei! Apa hak-ku untuk cemburu?

“Rose! Aku tak menyangka bisa bertemu lagi denganmu.” Ucap Luke.

Sepertinya Luke dan gadis itu sudah akrab. Lihat saja! Luke amat bahagia bertemu dengan gadis itu. Jangan-jangan gadis itu adalah mantan Luke lagi. Duh, aku jadi malu. Kemudian gadis itu menoleh ke arahku.

Are you Luke’s girlfriend?” Tanyanya.

Untunglah aku bisa mengunci mulutku sehingga aku tidak berbicara yang aneh-aneh. Malah Luke yang menjawab pertanyaan gadis itu. Mungkin Luke takut kalau-kalau aku berbicara ceplas-ceplos dan memutar balik fakta.

No, she’s my best friend. Leish, kenalkan ini Rose, dia temanku. Tay, ini Aleisha.” Ucap Luke memperkenalkan kami berdua.

Rose tersenyum manis melihatku. Aku membalas senyumannya dengan canggung. “Kalau begitu aku pergi dulu ya.” Ucap Rose lalu meninggalkan kami berdua.

“Dia.. Mantan-mu?” Tanyaku.

Luke tertawa. “Kau ini, tentu saja tidak. Rose adalah temanku.” Jawabnya.

Aku menggaruk-garukkan rambutku. “But she’s so beautiful. Aku tidak bisa dibandingkan dengannya. Apakah dia seorang model?” Ucapku.

“Leish, jangan bandingkan dirimu dengan gadis manapun. Justru kau yang paling spesial. Kau adalah gadis yang paling spesial yang pernah aku temui.” Ucap Luke.

Pipi-ku memerah mendengar ucapan Luke. Aku tidak yakin apakah yang dikatakan Luke benar atau tidak. Biasanya cowok itu jago dalam hal merayu tapi banyak bohongnya. Kemudian pesanan kami datang. Entah mengapa aku memakan sushi itu dengan malas. Aku juga tidak merasa lapar sama sekali. Baguslah. Kalau begini caranya aku akan lebih mudah diet.

“Mana si Leish yang jago makan?” Tanya Luke.

Aku tersenyum malu. “Dia sedang isetirahat.” Jawabku.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar