“Leish
bangun! Bangun!”
Saking asyik bersama mimpi aku jadi
malas membuka mata. Tapi karena suara Harry yang amat keras dan bisa
mengalahkan mimpiku akhirnya aku terpaksa membuka mata. Aku menatap Harry
dengan pandangan yang tidak jelas. Aku berpikir sesaat. Astaga! Bukankah hari
ini adalah konser Simple Plan? Aku melihat jam di ponselku. Apa? Pukul delapan
pagi? Kenapa aku bisa setelat itu? Cepat-cepat aku bangun lalu mengambil handuk.
“Kau mimpi apa sih sampai-sampai
terlambat bangun? Teman-temanmu sudah menunggu di luar.” Ucap Harry.
Aku tidak mempedulikan ucapan Harry.
Aku mandi dengan cepat lalu keluar dan memakai baju asal. Aku hanya menonton
konser, bukan pergi ke pesta jadi aku hanya memakai kaus yang tentu saja
bertuliskan “Simple Plan” dan celana jeans hitamku. Rambutku yang berantakan
aku sisir lalu aku ikat.
“Kau tidak sarapan dulu?” Tanya
Harry.
Memikirkan konser, mau tidak mau aku
harus membawa makanan disana karena aku akan berada disana sampai malam. Kalau
tidak aku akan mati kelaparan. Ais aku alay sekali. Aku mengambil roti bakar
lalu membawa beberapa makanan lain yang lalu aku masukkan ke dalam tasku. Aku
tidak tau bagaimana nasib teman-temanku yang jelas mereka tidak boleh mengambil
makananku.
“Hi guys!” Sapaku.
“Ku kira kau yang bangun duluan tapi
sayang kau yang paling lama bangun.” Ucap Michael.
Aku nyengir. “Sorry. Tadi aku sedang mimpi indah.” Ucapku.
“Mimpi bulan madu sama Pierre
Bouvier dan ngerebut istrinya.” Ucap Calum asal.
Aku menatap Calum dengan kesal.
Bukan. Bukan memimpikan vokalis Simple Plan itu. Tapi aku memimpikan Luke! Di
dalam mimpi, aku dan Luke adalah sepasang kekasih dan kami sedang jalan-jalan
ke Paris. Mimpinya terasa samar tapi aku ingat bagaimana dia menciumku dengan
lembut. Ah mimpiku sudah sangat jauh bukan?
“Ayo kita berangkat!” Ucap Cassa
semangat.
Ini adalah hari terbaikku. Malam ini
aku akan menyaksikan konser idola terbesarku yaitu Simple Plan. Coba bayangkan
kalau kalian nonton konser idola kalian, pasti kalian sangat bahagia kan? Kesempatan
ini datang sangat langka. Bukan hanya membutuhkan uang saja, tapi kita juga
membutuhkan izin dari orangtua dan kesehatan kita. Kalau kita sakit mana bisa
kita menonton konser.
Saat kita tiba di tempat konser,
disana sudah ramai dipenuhi orang. Banyak gadis yang terlihat semangat. Bisa
saja aku bergabung dengan mereka tapi aku memilih untuk tetap bersama
teman-temanku. Kami pun memilih tempat duduk yang nyaman. Hmm kalau begini
caranya aku tidak tahan. Aku benci menunggu.
“Well,
sepertinya kita harus menunggu disini sambil mencari informasi.” Ucap Ashton.
Aku tidak sengaja melihat Luke.
Cowok itu duduk agak menjauh dari kami. Akhirnya aku memutuskan untuk
mendekatinya. Saat aku menyentuh pundaknya, Luke sedikit kaget menatapku lalu
dia tersenyum, tapi senyumannya itu terkesan memaksa. Apakah Luke baik-baik
saja? Dilihat dari wajahnya dia terlihat tidak baik-baik saja. Aku jadi merasa
bersalah karena mengajak Luke datang di konser ini. Kurasa sebenarnya Luke
tidak ingin menonton konser Simple Plan.
“Are
you ok?” Tanyaku.
“Yeah. I’m ok.” Jawab Luke.
Aku tau Luke sedang berbohong. Tapi
dia mencoba baik-baik saja dihadapanku. “Sebenarnya kau niat menonton konser
atau tidak?” Tanyaku.
Luke terdiam. “Kau bicara apa sih?
Jelas-jelas aku ingin menonton konser Simple Plan.” Jawabnya.
“Kalau aku tidak menonton konser
apakah kau tetap menonton konser atau tidak?” Tanyaku.
Lagi-lagi Luke terdiam. “Entahlah.
Tergantung teman-temanku yang lain.” Jawab Luke.
Daerah sekitar konser mulai ramai.
Matahari mulai bergerak di tengah-tengah langit yang membuatku kepanasan. Aku
membuka tas-ku dan melihat beberapa makanan yang tadi aku bawa, lalu aku
memakannya tanpa harus membagi ke temanku yang lain. Sialnya Michael melihat
aksiku yang nampak egois lalu dia merebut makananku.
“Aku lapar sekali. Bagaimana kalau
kita memesan pizza?” Tanya Michael sambil mengunyah makananku.
“Ide yang bagus. Aku akan mencari
makanan disana. Siapa yang mau ikut denganku?” Ucap Cassa.
Tidak ada yang menjawab. Kemudian
Luke membuka suara. “Aku ikut denganmu.” Ucapnya.
***
Author’s POV
Akhirnya Luke dan Cassa yang
bertugas mencari makanan. Mereka menemukan restoran mini yang berada tidak jauh
dari area konser. Sayangnya harga makanan disana mahal-mahal. Pintar sekali ya
yang jualan disana mentang-mentang yang mau nonton konser kelaparan dan tempat
itu sepertinya adalah tempat satu-satunya yang menjual makanan.
“Kau mau pesan apa?” Tanya Cassa.
“Sama denganmu saja. Semuanya sama
denganmu.” Jawab Luke.
Cassa memesan makanan sedangkan Luke
menunggu di tempat duduk yang sudah disediakan di restoran itu. Setelah Cassa
kembali, gadis itu duduk di samping Luke sambil menatap Luke dengan heran.
Masalah apa coba lagi?
“Your
parents? Again?” Tanya Cassa yang sepertinya sudah tau apa masalah Luke.
Luke menatap Cassa sambil tersenyum
sedih. “Kau benar. Aku tidak habis pikir dengan mereka. Apa mereka tidak
menyayangiku? Apa mereka menyesal memiliki anak sepertiku?” Tanya Luke.
“Jangan begitu! Kau adalah anak
idaman semua orangtua. Pasti ada alasannya kan mereka bertengkar dan jarang
berada di rumah?” Ucap Cassa.
Luke menghela nafas panjang. “Semua
itu bermula dari perusahaan ayah yang bangkrut. Dia kehilangan pekerjaannya
lalu dia sering mabuk-mabukan akibat kejadian itu. Mom tentu tidak tahan dengan
sikap ayah. Apalagi ayah stress dan suka menghabiskan uang Mom. Bagaimana bisa
Mom tidak marah karena sikap Ayah?” Jelas Luke.
Cassa mendengar cerita Luke dengan
hati yang sedih. Sebenarnya Cassa iri dengan hidup Luke. Keluarga Luke adalah
keluarga impian walau Luke tidak memiliki saudara kandung. Tapi tiba-tiba saja
keluarga yang indah itu menjadi hancur. Rumah yang sempurna itu berubah menjadi
rumah yang hancur.
“Mom menunduh Dad selingkuh ke
wanita lain. Alasan Mom tidak mau pulang ke rumah karena dia tidak mau disiksa
oleh Dad. Sebenarnya Mom mau membantu Dad keluar dari masalahnya hanya saja Dad
yang tidak mau. Kurasa Dad sudah gila.” Ucap Luke.
Beberapa menit kemudian, pesanan
mereka datang. Cassa dan Luke menerima pesanan itu lalu kembali menuju tempat
mereka tadi.
“Aku harap mereka baikan lagi.” Ucap
Cassa.
***
Aleisha’s POV
Inilah saat yang paling-paling aku
tunggu! Yuhuuu! Konser Simple Plan sudah dimulai. Aku berdiri tepat di samping
Luke dan kami saling bergandengan tangan agar kami tidak terpisah. Aku dan Luke
berdiri di posisi paling depan sedangkan yang lainnya berada di belakang.
Teriakan dari para penonton mulai terdengar. Sabar Leish. Simple Plan belum
muncul. Ada band pembuka yang akan memeriahkan konser Simple Plan yaitu Tonight
Alive, sebuah band dari Australia yang cukup terkenal seperti Paramore. Tapi
aku tidak mengenal mereka, bahkan lagu mereka. Aku aneh ya tidak tau apa-apa
tentang musik di negaraku sendiri tapi di negara lain aku selalu tau.
Tonight Alive pun muncul di panggung
dan menyanyikan lagu hits mereka. Aku bisa melihat mereka dengan jelas dari
sini. Astaga vokalis band itu amat cantik dan keren. Suaranya bagus lagi. Entah
kenapa aku jadi ingin menjadi seperti dia. Aku ingin membuat band lalu menyanyi
di berbagai tempat, pasti sangat menyenangkan.
Lagu yang dinyanyikan mereka
terdengar bagus di telingaku. Aku bersumpah setelah ini akan mencari tau
tentang Tonight Alive dan mendownload lagu mereka. Meski aku tidak tau lagu
mereka, aku ikutan joget dan berteriak seperti penonton lainnya. Aku tidak
sempat melihat Luke tapi kurasa dia selalu mengawasiku agar aku tidak jauh
darinya.
“Thank
you for tonight!” Ucap vokalis Tonight Alive.
Setelah ini! Yaaa!! Demi Tuhan
tubuhku bergetar hebat. Aku serasa mau mati. Aku merasakan genggaman Luke yang
semakin erat. Aku menatapnya dan dia tampak semangat. Setelah Tonight Alive
kembali ke dalam, panggung menjadi sepi dan gelap. Jantungku berdebar hebat.
Jika saja tidak ada Luke, mungkin aku akan pingsan di tempat.
Kemudian lampu di panggung menyala.
Teriakan penonton mulai terdengar. Aku pun mengikuti mereka dengan cara
berteriak sekencang-kencangnya seperti orang gila. Selanjutnya suara musik
terdengar. Musik punk-rock milik Simple Plan mulai terdengar jelas.
And…..
Finally! Mereka muncul! Astaga aku tidak tau apa yang harus aku lakukan.
Aku ingin menangis tapi aku tidak bisa. Aku ingin berteriak tetapi
tenggorokanku terasa sakit. Itu mereka! Itu mereka! Aku berteriak dalam hati
dan mencoba untuk tetap tenang walau nyatanya aku tidak bisa tenang.
“Farewell…
Didn’t mean to let you…”
Mereka menyanyikan lagu Farewell
yang merupakan salah satu lagu favoritku! Aku bisa melihat dengan jelas mereka
yang tampak semangat di atas panggung, terutama Pierre! Dia sangat tampan disana
dengan gaya-nya yang begitu cool.
Suaranya juga terdengar bagus walau dia bernyanyi secara live.
“After
all these wasted nights I can’t pretend that I’m doing fine
I’ve played it back a thousand times,
but now I see it and I realize
That
the damage is done and it’s obvious, we can never go back to the way it was
We’re drifting apart and it’s killing
us, it’s killing us..”
Aku menyanyikan lagu mereka dengan semangat. Ini pertama kalinya aku
bernyanyi langsung bersama Simple Plan meski aku adalah salah satu dari sekian
banyak penonton yang juga mengikuti lagu itu. Aku tak sempat melihat Luke. Ah
biarkan saja. Aku tidak mempedulikan apapun selain panggung yang aku lihat.
“Farewell.. Didn’t mean to let
you..
Let you down mess it up
We both knew we couldn’t last forever
It’s coming down, I’ve had enough
I guess we crumbled under all the
pressure
Did my best for what it’s worth and I
gave you all this heart can give so
Farewell.. I didn’t mean to let you
down.. down…”
Aku bagaikan orang gila yang sedang
kesurupan. Setelah mereka sukses menyanyikan lagu Farewell, mereka melanjutkan
lagu yang berjudul Opinion Overload, lagu yang juga merupakan salah satu lagu
favoritku. Aku baru bisa melirik Luke saat lagu itu dinyanyikan. Kurasa Luke
tampak biasa-biasa saja. Dia tidak terlalu bersemangat seperti aku. Apa antara
cewek dengan cowok beda ya? Kulihat Luke bisa tenang sambil menggoyangkan
tubuhnya dengan pelan-pelan.
Satu persatu lagu mereka nyanyikan.
Mereka juga sempat berbicara dan mengucapkan terimakasih. Mereka mengatakan
konser kali ini sangat hebat. Tentu saja aku berteriak walau aku merasa suaraku
sudah serak dan kehausan. Selanjutnya, suasana panggung berubah menjadi hening.
Astaga! Simple Plan membawakan lagu galau yang berjudul “Problem Child”. Lagu
itu bisa termasuk ke dalam tema broken
home karena lagu itu menceritakan tentang seorang anak yang memiliki
masalah dengan orang tua. Aku tau sejak dulu hubungan Pierre dengan Ayahnya
tidak baik tapi tidak taulah sekarang. Aku harap hubungan mereka baik-baik
saja.
“Here
we are again wake up 5 am I didn’t mean a word i said
Can we just pretend I can take it
back? Change the way the story ends
I remember when things were simple
then, didn’t know we hurt this way
I would fall asleep, you would carry
me, you would take my fears away
Am I messed up? Forever flawed,
beyond repair, but forever yours
All my life all i ever did was try
and try
I never meant to be your problem child, your
problem child, yeah
I don’t know why, I always find the
way to make you cry
I never meant to be your problem
child, your problem child, yeah..”
Sebisa mungkin aku menahan tangisku agar tidak keluar. Karena lagu itu
aku jadi teringat Mom dan Dad. Aku sedih karena aku rasa aku belum membuat
mereka bangga dan hanya menjadi beban bagi mereka. Aku tak sengaja melirik
Luke. Dia sama sedihnya denganku tapi dia seperti berusaha menyembunyikan wajah
sedihnya.
Selanjutnya, suasana konser berubah menjadi ceria. Kulihat di atas
panggung Simple Plan seperti ingin membuat kejutan untuk penonton. Benar saja!
Pierre mengambil gitar lalu dia berjalan mendekati kami! Aaaaa rasanya aku
ingin mati! Pierre berdiri tepat di hadapanku dan rasanya aku ingin mati saat
itu juga. Tubuhku bergetar hebat. Aku menutup mulutku dan berusaha menahan
tangisku.
“I want one of you come to stage
and sing with this guitar. Who wants?” Tanya Pierre.
Aku mau! Aku mau! Demi Tuhan aku
ingin sekali walau aku merasa ragu dan malu. Tentu saja para penonton pada
heboh dan banyak yang mengangkat tangan. Kulihat Pierre agak bingung memilih
siapa satu diantara kami yang akan menyanyi di atas panggung bersamanya.
“How about you? What’s your name?”
Tanya Pierre.
Demi Tuhan! Pierre berbicara dengan…. Luke! Ku lihat Luke yang sangat
kaget karena Pierre sedang bicara dengannya. Sebelum menjawab, Luke melirik ke
arahku seakan-akan meminta pendapatku. Aku langsung mengangguk. Lalu Luke
berjalan dan naik ke panggung. Astaga……
Aku bisa melihat dengan jelas Luke yang salah tingkah. Dia menerima gitar
itu lalu duduk di tempat yang sudah disediakan. Luke memangku gitar itu dan dia
terlihat bingung. Jangan sampai Luke tidak tau lagu apa yang akan dia
nyanyikan. Pastinya Luke merasa gugup dan takut kalau-kalau dia lupa lirik lagu
atau lupa kunci gitar-nya.
“I think you should sing a song for
your beautiful girlfriend.” Ucap Pierre.
Apa? Pacar Luke? Aku tak sengaja bertatapan dengan Pierre. Dia juga
menatapku sambil mengedipkan matanya. Ya Tuhan…. Bahkan idola terbesarku saja
mengira kalau aku adalah kekasih Luke.. Sungguh aku ingin menangis saat ini
juga. Kemudian aku iseng membuka ponselku. Aku melihat satu pesan masuk dari
Michael. Aku tertawa melihat isi pesannya itu.
“Fuck
you Luke, fuck! He’s a fake fan! Seharusnya aku yang
berada di panggung itu, bukan dia!”
Eh kenapa Michael yang mengirim pesan itu padaku? Bukankah Michael
mengirim pesan itu ke Luke? Tampaknya Michael cemburu dengan Luke. Sabar ya
Mike… Lalu aku melihat ke arah panggung. Aku tersenyum. Luke mulai memetik
gitar itu. Jantungku berdebar-debar. Lagu apa ya yang kira-kira akan Luke
nyanyikan?
“You might not think you're a
supermodel, but you look like one to me
I'd rather have your picture on my
phone, than on the cover of a magazine
It's hard to think that a girl like
you, could have any insecurities
It's funny how all the things you
would change
Are all things that are cute to me..”
Itu adalah salah satu lagu Simple Plan yang menceritakan tentang seorang
gadis yang tidak percaya diri dengan apa yang dia miliki, tapi ada seorang
cowok yang mengatakan kalau gadis itu sangat sempurna. Luke…. Apa dia
menyanyikan lagu itu untukku?
“And I know you don't believe me
and you think that I'm a fool
But I don't care
Maybe, you'll never see in you what I
see
The little things you do that make me
go crazy, I'm not crazy
You're perfectly perfect to me..”
Teriakan mulai terdengar setelah Luke berhasil membawakan lagu itu sampai
di reff-nya. Air mataku benar-benar turun membahasi pipiku. Bukan aku dan
penonton saja yang tersentuh dengan lagu yang dinyanyikan Luke, tapi Pierre dan
anggota lainnya. Luke memang sempurna. Dia pasti bisa menjadi seperti Pierre
ataupun penyanyi lainnya.
“You brush it off every time I tell
you, your smile lights up the room
And I'm guessing that you don't even
notice, the whole world notices you
You think you're clumsy, I think
you're cool, you say you're typical, but I think you rule
Sometimes I wonder if you'll ever
believe, that I wrote this song for you
Maybe, you'll never see in you what I
see
The little things you do that make me
go crazy, I'm not crazy
You're perfectly perfect
Someday, You're gonna see you're
beautiful this way
And that you're always gonna make me
go crazy, I'm not crazy
You’re perfectly perfect to me..”
Selanjutnya, tepat di bagian bridge-nya, Pierre yang menyanyikannya. Ah
duet yang sempurna. Luke pun berdiri dan dia berada tepat di samping Pierre.
Disana Pierre merangkul Luke. Astaga… Aku benar-benar cemburu dengan Luke…
Serius, disana Luke tampak bahagia. Dia terus saja tersenyum.
“You don't have to try, change a
single thing, cause just the way you are
Is sweeter than anything
Maybe I’m a fool but it’s always been
you
Cause no one ever makes me smile the
way you do..”
Setelah lagu yang berjudul “Perfectly Perfect” selesai dinyanyikan,
Pierre memeluk Luke dan mengatakan bahwa Luke sangat luar biasa. Selain itu,
Pierre ingin suatu hari nanti Luke berduet dengannya lalu dimasukkan ke dalam
albumnya. Tawaran yang sangat langka. Luke pun kembali ke tempatnya semula.
Langsung saja aku memeluk Luke.
“Thank you.” Ucapku sambil
menangis.
“Sekarang kau sadar kan kalau kau itu sangat cantik dan sempurna?” Tanya
Luke.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar