expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 04 Juni 2016

Stay ( Part 12 )



Dua minggu break-nya 5 Seconds of Summer dan gosip-gosip tak baik muncul. Khususnya yang membicarakan bubar-nya 5 Seconds of Summer. Tapi mereka tak menanggapi-nya dengan serius. Calum tetap fokus pada hubungannya dengan Ashley dan membiarkan publik mengetahuinya. Ashton sedang liburan ke Thailand bersama keluarganya dan sepertinya Ashton sudah melupakan perasaannya pada Ashley. Michael selalu baik-baik saja. Karena tidak ada kerjaan, ia membuka toko game dan di hari pertama saja sudah laris manis. Banyak anak-anak yang berlomba-lomba bermain game disana karena itu adalah toko milik personil band terkenal, selain itu, Michael juga membuat tarif yang murah. Ya demi membantu anak-anak yang susah tapi kepengen main game murah.

            Tapi Luke tidak suka dengan kerjaan Michael karena baginya bermain game itu tidak baik, apalagi harganya murah. Tapi Michael cuek-cuek aja tuh. Apalagi iseng main game sama anak tetangga sebelah dan kalau kalah, Michael bakal marah-marah tidak jelas. Luke merasa sahabat-sahabatnya itu bahagia dengan libur panjang yang mereka dapatkan. Tami pun sama. Dia banyak menghabiskan waktu bersama keluarganya, mungkin saja membicarakan pernikahan karena usia Tami cocok untuk menikah.

            Hubungannya dengan Novela sejauh ini baik-baik saja. Novela jadi senang karena Luke lebih banyak meluangkan waktu untuknya. Luke sering menjemput Novela di kampusnya dan tentu saja banyak warga kampus yang melihatnya serta heboh sendiri. Risih memang tapi Luke selalu bersikap tidak peduli asalkan ia bahagia bersama Novela. Luke juga sudah meyakinkan kepada orangtua Novela kalau ia janji bakal selalu melindungi Novela dan tidak akan menyakiti Novela. Untunglah mereka mau mengerti.

            Rasanya, masalah-masalah itu sudah berakhir kecuali tentang penyakit Ashley dan… Cody! Luke tak pernah bertemu Cody dan sangat sulit mencari keberadaan cowok misterius itu. Luke juga tak pernah menceritakan pertemuannya dengan Cody pada Novela dan sepertinya gadis itu seakan-akan sudah melupakan Cody. Bagus-lah.

            “Hai Luk, maaf lama menunggu.”

            Suara lembut itu menyadarkannya. Novela sudah duduk manis di mobilnya dan Luke langsung menyalakan mesin mobilnya meninggalkan kampus Novela. Di tengah perjalanan, tiba-tiba saja Luke mendadak mengerem mobilnya karena melihat ada orang yang ingin menyebrang tapi orang itu bagaikan mayat hidup dan tidak peduli apakah ada kendaraan yang menabraknya. Tapi bukan itu masalahnya. Orang itu…

            “Cody..” Lirih Novela.

            Mobil Luke terparkir di pinggir jalan dan Luke langsung berlari menuju cowok yang tidak lain adalah Cody. Tentu saja Novela kaget dengan apa yang Luke lakukan. Luke mendatangi Cody merupakan suatu keajaiban. Apakah.. Apakah sebelumnya mereka sudah saling kenal mengenal? Novela memutuskan untuk tetap duduk di dalam mobil sambil menyaksikan keduanya dari kaca jendela.

            “Kau!” Ucap Luke dengan suara tinggi.

            Cody tersenyum dan menatap Luke dengan tenang. “Hai kita bertemu lagi. Bagaimana kabarmu?” Sapanya ramah.

            Luke amat bingung dengan makhluk di hadapannya itu. “Kau mau cari mati ya? Untung tidak aku bunuh. Aku hampir saja membunuhmu kalau aku tidak cepat-cepat mengerem mobilku.” Ucapnya.

            Tatapan Cody sangat sulit ditebak oleh Luke. Tapi karena ucapannya itu, Cody tampak diam sambil terus menatap Luke dengan mata birunya itu. Tatapan mereka bertemu. Sial. Ada apa dengan cowok itu? Entah mengapa Luke merasa kasihan dengan Cody. Rasanya seperti… Ah lupakan saja. Dia sudah mati, batin Luke.

            Tiba-tiba saja Cody berjalan mendekati Luke. “Kau sangat beruntung. Kaya, banyak penggemar, pintar nyanyi, punya kekasih seperti Novela..” Ucapnya.

            Apa? Jadi Cody iri padanya? “Kau kenapa sih? Sebenarnya siapa kau? Kenapa kau ingin merebut Novela dariku?” Tanya Luke.

            “Aku tidak bermaksud merebut Novela darimu. Tapi aku hanya membuktikan kalau Novela lebih memilihku dibanding dirimu.” Ucap Cody santai.

            Belum saja Luke menjawab, Novela sudah ada dan sempat mendengar ucapan Cody tadi. Apa maksudnya dari ucapan Cody tersebut? Novela teringat dengan tulisan yang ia temukan di kulkas. Gadis itu amat yakin kalau Cody yang menulisnya. Tapi bagaimana cara cowok itu masuk ke dalam rumahnya? Luke sedikit kaget dengan keberadaan Novela disampingnya.

            “Siapapun kamu, sebaiknya kau pergi dari hidupku. Jangan ganggu aku dengan Luke, ku mohon.” Ucap Novela.

            Tiba-tiba saja tubuh Cody terjatuh dan itu sukses membuat Luke dan Novela kaget. Luke langsung meraih tubuh Cody dan membantu cowok itu berdiri. Demi Tuhan, Luke tidak tau apa maksud dari cowok yang tidak ia kenal itu. Lagi-lagi Luke kembali menatap mata Cody yang terlihat sudah tidak asing lagi. Entahlah hatinya tiba-tiba saja menjadi perih.

            “Aku tidak apa-apa. Aku hanya kesal dengan hidup-ku ini.” Ucap Cody lalu meninggalkan keduanya.

            Sebenarnya Luke ingin mengejar Cody tapi Novela menahannya. Cody emang aneh tapi Novela tidak ingin terus-terusan memikirkan Cody. “Dia gila, Luk. Lupakan saja.” Ucap Novela.

            Ucapan terakhir Cody tadi cukup membuat Luke termenung. Sama. Ia juga kesal dengan hidupnya. Sepertinya Cody sedang mengalami masalah, sama seperti dirinya. Tapi karena Cody-lah yang menimbulkan masalah itu, dan keinginan Cody untuk merebut Novela darinya, maksudnya membuktikan kalau Novela lebih memilih Cody dibanding dirinya.

            “Sudahlah Luk, jangan terus dipikirkan. Aku tetap mencintaimu apapun yang terjadi, oke?” Ucap Novela.

***

            Darah. Sesuatu yang tidak di duga Ashley pun terjadi. Darah segar keluar dari hidungnya dan Ashley tidak bisa menahan rasa sakit di kepalanya. Gadis itu memilih untuk berbaring di kasur sambil berusaha menenangkan diri. Rasanya, penyakitnya semakin parah dan Ashley menjadi pesimis. Usahanya berjalan dengan baik. Darah sudah tak lagi keluar dan Ashley bisa bernafas dengan lega. Ashley pun bangkit untuk mencari sesuatu yang akan ia minum karena tenggorokannya kering.

            Tepat di ruang tengah, Ashley mendapati Luke yang sedang diam entahlah memikirkan apa. Akhir-akhir ini kakaknya itu jadi pendiam dan Ashley tidak tau apa penyebabnya. Luke tidak pernah menceritakan masalah sama sekali padanya. Ashley bisa memahami sifat kakaknya yang suka menyembunyikan masalah dan tidak ingin orang lain menjadi repot karena masalahnya. Luke lebih senang mememdamya sendiri. Tapi Ashley tidak tega dengan kakaknya. Akhirnya setelah menyegarkan tenggorokannya, Ashley memutuskan duduk di samping Luke.

            “Hai kak.” Sapa Ashley.

            Luke agak kaget akan kedatangan Ashley. “Ada apa?” Tanyanya.

            “Kalau boleh Ashley tau, kenapa kak Luke jadi pendiam gitu seperti kak Luke sedang terkena masalah yang besar.” Ucap Ashley.

            Luke tidak merespon ucapan Ashley.

            “Apa karena kak Vela? Apa hubungan kak Luke sama kak Vela sedang tidak baik?” Tanya Ashley.

            Langsung saja Luke menoleh ke arah Ashley dan Ashley bisa menebak bahwa ucapan yang ia katakan tadi benar. Jadi karena Novela? Memangnya ada apa hubungan keduanya? Ashley rasa hubungan kakaknya dengan Novela baik-baik saja.

            “Kalau kau ingin tau, ada seseorang yang ingin menghancurkan hubunganku dengan Novela.” Ucap Luke.

            “Apa? Siapa?” Tanya Ashley sedikit kaget.

            “Namanya Cody. Dia sangat misterius. Tapi Ash, sungguh bagiku Cody itu aneh. Saat aku menatap Cody, rasanya seperti sedang menatap Tristan.” Ucap Luke.

            Ashley tak menyangka Luke masih mau mengungkit nama yang sangat dirindunya itu, Tristan. Sudah dua tahun lebih kepergian Tristan dan mau tidak mau Ashley tidak bisa menahan rasa rindunya pada Tristan walau Tristan sudah tiada. Ashley takut jika Luke kembali sedih akibat Tristan dan menjadi gila karena Tristan.

            “Lupakan kak Tristan. Dia sudah bahagia disana.” Ucap Ashley.

            Tiba-tiba saja dada Luke menjadi sesak. Mengapa rasanya seperti ketika Tristan baru saja meninggalkannya? Mengapa rasanya seperti menghadapi kematian Tristan untuk yang kedua kalinya? Sebenarnya Luke tak ingin mengungkit masa lalu yang menyedihkan itu, tapi hatinya lah yang menghadirkan semua kenangan tentang Tristan walau Luke sama sekali tak pernah melihat Tristan setelah ia terjebak di kobaran api yang dahsyat dan amnesia lalu memulai kehidupan baru bersama Sara. Luke merindukan masa kecilnya dulu bersama Tristan walau hampir semua kenangan-kenangan itu tidak bisa diingatnya.

            “Seandainya Tristan masih ada.” Ucap Luke.

            Sebisa mungkin Ashley menahan air matanya agar tidak turun. Tapi percuma saja. Air matanya terlalu kuat dan akhirnya turun membahasi pipinya yang pucat. Melihat hal itu, Luke merasa bersalah karena telah membuat Ashley menangis. Tidak seharusnya ia mengharapkan sesuatu yang mustahil.

            “Maaf Ash, aku tak bermaksud mengharapkan kehadiran Tristan. Hanya saja..” Ucap Luke lalu dipotong Ashley.

            “Aku tau kalau kak Luke ingin bertemu kak Tris karena kak Luke belum pernah melihat kak Tris setelah kejadian itu. Ashley bisa merasakan apa yang kak Luke rasakan. Ashley juga ingin kak Tris ada disini.” Ucap Ashley.

            “Ash, andaikan.. andaikan aku saja yang terkena kanker, bukan kau.” Ucap Luke.

            Air mata Ashley semakin banyak keluar dan rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya. Cobaan hidupnya amatlah banyak dan menguras air mata serta kehilangan. Ashley mengaku hidup ini sudah tidak ada gunanya lagi. Seharusnya Ashley bersyukur karena diberi penyakit kanker oleh Tuhan. Tapi di sisi lain, Ashley tidak ingin membuat sedih Ibunya, Luke dan Calum. Ashley tidak ingin meninggalkan orang-orang yang sangat ia cintai.

            “Kak, kalau Ashley mati, apakah kak Luke siap menerimanya?” Tanya Ashley.

            Mendengar ucapan Ashley, Luke langsung memeluk erat adiknya itu. Jangan. Ashley tidak boleh pergi karena Luke trauma ditinggal oleh orang yang sangat ia sayangi. Bahkan mengenai Tristan pun kini hadir membunuh pikirannya. Jika Ashley mati, Luke akan menjadi gila dan jika ia berani, ia akan bunuh diri meninggalkan semuanya.

            “Kamu pasti sembuh, aku yakin sekali. Aku tak akan membiarkanmu pergi.” Ucap Luke.

            Cukup lama Luke memeluk Ashley, akhirnya Luke melepaskan pelukannya. Tak bisakah sebentar saja ia merasakan kebahagiaan dan melupakan segala kesedihan? Luke merasa hidupnya sudah hancur walau orang-orang mengatakan hidupnya melebihi kata sempurna.

            “Maaf membuatmu menangis.” Ucap Luke.

            Ashley mencoba untuk tersenyum. “Tidak apa-apa. Ashley sudah biasa menangis. Kalau begitu, Ashley istirahat dulu ya.” Ucapnya lalu meninggalkan Luke.

            Luke menatap punggung Ashley yang mengecil dan menghilang di balik tembok. Haruskah ia mendapatkan semua kesedihan ini? Mengapa ia tidak bisa men-syukuri nikmat yang Tuhan beri padanya? Masih ada Ibunya, Novela dan sahabat-sahabat yang selalu ada untuknya. Namun kesedihan itulah yang menutup semuanya dan Luke tidak tau kapan kesedihan-kesedihan itu berakhir.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar