Dua minggu break-nya 5 Seconds of Summer dan
gosip-gosip tak baik muncul. Khususnya yang membicarakan bubar-nya 5 Seconds of
Summer. Tapi mereka tak menanggapi-nya dengan serius. Calum tetap fokus pada
hubungannya dengan Ashley dan membiarkan publik mengetahuinya. Ashton sedang
liburan ke Thailand bersama keluarganya dan sepertinya Ashton sudah melupakan
perasaannya pada Ashley. Michael selalu baik-baik saja. Karena tidak ada
kerjaan, ia membuka toko game dan di
hari pertama saja sudah laris manis. Banyak anak-anak yang berlomba-lomba
bermain game disana karena itu adalah
toko milik personil band terkenal, selain itu, Michael juga membuat tarif yang
murah. Ya demi membantu anak-anak yang susah tapi kepengen main game murah.
Tapi Luke tidak suka dengan kerjaan
Michael karena baginya bermain game
itu tidak baik, apalagi harganya murah. Tapi Michael cuek-cuek aja tuh. Apalagi
iseng main game sama anak tetangga
sebelah dan kalau kalah, Michael bakal marah-marah tidak jelas. Luke merasa
sahabat-sahabatnya itu bahagia dengan libur panjang yang mereka dapatkan. Tami
pun sama. Dia banyak menghabiskan waktu bersama keluarganya, mungkin saja
membicarakan pernikahan karena usia Tami cocok untuk menikah.
Hubungannya dengan Novela sejauh ini
baik-baik saja. Novela jadi senang karena Luke lebih banyak meluangkan waktu
untuknya. Luke sering menjemput Novela di kampusnya dan tentu saja banyak warga
kampus yang melihatnya serta heboh sendiri. Risih memang tapi Luke selalu
bersikap tidak peduli asalkan ia bahagia bersama Novela. Luke juga sudah
meyakinkan kepada orangtua Novela kalau ia janji bakal selalu melindungi Novela
dan tidak akan menyakiti Novela. Untunglah mereka mau mengerti.
Rasanya, masalah-masalah itu sudah
berakhir kecuali tentang penyakit Ashley dan… Cody! Luke tak pernah bertemu
Cody dan sangat sulit mencari keberadaan cowok misterius itu. Luke juga tak
pernah menceritakan pertemuannya dengan Cody pada Novela dan sepertinya gadis
itu seakan-akan sudah melupakan Cody. Bagus-lah.
“Hai Luk, maaf lama menunggu.”
Suara lembut itu menyadarkannya.
Novela sudah duduk manis di mobilnya dan Luke langsung menyalakan mesin
mobilnya meninggalkan kampus Novela. Di tengah perjalanan, tiba-tiba saja Luke
mendadak mengerem mobilnya karena melihat ada orang yang ingin menyebrang tapi
orang itu bagaikan mayat hidup dan tidak peduli apakah ada kendaraan yang
menabraknya. Tapi bukan itu masalahnya. Orang itu…
“Cody..” Lirih Novela.
Mobil Luke terparkir di pinggir
jalan dan Luke langsung berlari menuju cowok yang tidak lain adalah Cody. Tentu
saja Novela kaget dengan apa yang Luke lakukan. Luke mendatangi Cody merupakan
suatu keajaiban. Apakah.. Apakah sebelumnya mereka sudah saling kenal mengenal?
Novela memutuskan untuk tetap duduk di dalam mobil sambil menyaksikan keduanya
dari kaca jendela.
“Kau!” Ucap Luke dengan suara
tinggi.
Cody tersenyum dan menatap Luke
dengan tenang. “Hai kita bertemu lagi. Bagaimana kabarmu?” Sapanya ramah.
Luke amat bingung dengan makhluk di
hadapannya itu. “Kau mau cari mati ya? Untung tidak aku bunuh. Aku hampir saja
membunuhmu kalau aku tidak cepat-cepat mengerem mobilku.” Ucapnya.
Tatapan Cody sangat sulit ditebak
oleh Luke. Tapi karena ucapannya itu, Cody tampak diam sambil terus menatap
Luke dengan mata birunya itu. Tatapan mereka bertemu. Sial. Ada apa dengan
cowok itu? Entah mengapa Luke merasa kasihan dengan Cody. Rasanya seperti… Ah
lupakan saja. Dia sudah mati, batin Luke.
Tiba-tiba saja Cody berjalan
mendekati Luke. “Kau sangat beruntung. Kaya, banyak penggemar, pintar nyanyi,
punya kekasih seperti Novela..” Ucapnya.
Apa? Jadi Cody iri padanya? “Kau
kenapa sih? Sebenarnya siapa kau? Kenapa kau ingin merebut Novela dariku?”
Tanya Luke.
“Aku tidak bermaksud merebut Novela
darimu. Tapi aku hanya membuktikan kalau Novela lebih memilihku dibanding
dirimu.” Ucap Cody santai.
Belum saja Luke menjawab, Novela
sudah ada dan sempat mendengar ucapan Cody tadi. Apa maksudnya dari ucapan Cody
tersebut? Novela teringat dengan tulisan yang ia temukan di kulkas. Gadis itu
amat yakin kalau Cody yang menulisnya. Tapi bagaimana cara cowok itu masuk ke
dalam rumahnya? Luke sedikit kaget dengan keberadaan Novela disampingnya.
“Siapapun kamu, sebaiknya kau pergi
dari hidupku. Jangan ganggu aku dengan Luke, ku mohon.” Ucap Novela.
Tiba-tiba saja tubuh Cody terjatuh
dan itu sukses membuat Luke dan Novela kaget. Luke langsung meraih tubuh Cody
dan membantu cowok itu berdiri. Demi Tuhan, Luke tidak tau apa maksud dari
cowok yang tidak ia kenal itu. Lagi-lagi Luke kembali menatap mata Cody yang
terlihat sudah tidak asing lagi. Entahlah hatinya tiba-tiba saja menjadi perih.
“Aku tidak apa-apa. Aku hanya kesal
dengan hidup-ku ini.” Ucap Cody lalu meninggalkan keduanya.
Sebenarnya Luke ingin mengejar Cody
tapi Novela menahannya. Cody emang aneh tapi Novela tidak ingin terus-terusan
memikirkan Cody. “Dia gila, Luk. Lupakan saja.” Ucap Novela.
Ucapan terakhir Cody tadi cukup
membuat Luke termenung. Sama. Ia juga kesal dengan hidupnya. Sepertinya Cody
sedang mengalami masalah, sama seperti dirinya. Tapi karena Cody-lah yang
menimbulkan masalah itu, dan keinginan Cody untuk merebut Novela darinya,
maksudnya membuktikan kalau Novela lebih memilih Cody dibanding dirinya.
“Sudahlah Luk, jangan terus
dipikirkan. Aku tetap mencintaimu apapun yang terjadi, oke?” Ucap Novela.
***
Darah. Sesuatu yang tidak di duga
Ashley pun terjadi. Darah segar keluar dari hidungnya dan Ashley tidak bisa
menahan rasa sakit di kepalanya. Gadis itu memilih untuk berbaring di kasur
sambil berusaha menenangkan diri. Rasanya, penyakitnya semakin parah dan Ashley
menjadi pesimis. Usahanya berjalan dengan baik. Darah sudah tak lagi keluar dan
Ashley bisa bernafas dengan lega. Ashley pun bangkit untuk mencari sesuatu yang
akan ia minum karena tenggorokannya kering.
Tepat di ruang tengah, Ashley
mendapati Luke yang sedang diam entahlah memikirkan apa. Akhir-akhir ini
kakaknya itu jadi pendiam dan Ashley tidak tau apa penyebabnya. Luke tidak
pernah menceritakan masalah sama sekali padanya. Ashley bisa memahami sifat
kakaknya yang suka menyembunyikan masalah dan tidak ingin orang lain menjadi
repot karena masalahnya. Luke lebih senang mememdamya sendiri. Tapi Ashley
tidak tega dengan kakaknya. Akhirnya setelah menyegarkan tenggorokannya, Ashley
memutuskan duduk di samping Luke.
“Hai kak.” Sapa Ashley.
Luke agak kaget akan kedatangan
Ashley. “Ada apa?” Tanyanya.
“Kalau boleh Ashley tau, kenapa kak
Luke jadi pendiam gitu seperti kak Luke sedang terkena masalah yang besar.”
Ucap Ashley.
Luke tidak merespon ucapan Ashley.
“Apa karena kak Vela? Apa hubungan
kak Luke sama kak Vela sedang tidak baik?” Tanya Ashley.
Langsung saja Luke menoleh ke arah
Ashley dan Ashley bisa menebak bahwa ucapan yang ia katakan tadi benar. Jadi
karena Novela? Memangnya ada apa hubungan keduanya? Ashley rasa hubungan
kakaknya dengan Novela baik-baik saja.
“Kalau kau ingin tau, ada seseorang
yang ingin menghancurkan hubunganku dengan Novela.” Ucap Luke.
“Apa? Siapa?” Tanya Ashley sedikit
kaget.
“Namanya Cody. Dia sangat misterius.
Tapi Ash, sungguh bagiku Cody itu aneh. Saat aku menatap Cody, rasanya seperti
sedang menatap Tristan.” Ucap Luke.
Ashley tak menyangka Luke masih mau
mengungkit nama yang sangat dirindunya itu, Tristan. Sudah dua tahun lebih
kepergian Tristan dan mau tidak mau Ashley tidak bisa menahan rasa rindunya
pada Tristan walau Tristan sudah tiada. Ashley takut jika Luke kembali sedih
akibat Tristan dan menjadi gila karena Tristan.
“Lupakan kak Tristan. Dia sudah
bahagia disana.” Ucap Ashley.
Tiba-tiba saja dada Luke menjadi
sesak. Mengapa rasanya seperti ketika Tristan baru saja meninggalkannya?
Mengapa rasanya seperti menghadapi kematian Tristan untuk yang kedua kalinya?
Sebenarnya Luke tak ingin mengungkit masa lalu yang menyedihkan itu, tapi
hatinya lah yang menghadirkan semua kenangan tentang Tristan walau Luke sama
sekali tak pernah melihat Tristan setelah ia terjebak di kobaran api yang
dahsyat dan amnesia lalu memulai kehidupan baru bersama Sara. Luke merindukan
masa kecilnya dulu bersama Tristan walau hampir semua kenangan-kenangan itu
tidak bisa diingatnya.
“Seandainya Tristan masih ada.” Ucap
Luke.
Sebisa mungkin Ashley menahan air
matanya agar tidak turun. Tapi percuma saja. Air matanya terlalu kuat dan
akhirnya turun membahasi pipinya yang pucat. Melihat hal itu, Luke merasa
bersalah karena telah membuat Ashley menangis. Tidak seharusnya ia mengharapkan
sesuatu yang mustahil.
“Maaf Ash, aku tak bermaksud
mengharapkan kehadiran Tristan. Hanya saja..” Ucap Luke lalu dipotong Ashley.
“Aku tau kalau kak Luke ingin
bertemu kak Tris karena kak Luke belum pernah melihat kak Tris setelah kejadian
itu. Ashley bisa merasakan apa yang kak Luke rasakan. Ashley juga ingin kak
Tris ada disini.” Ucap Ashley.
“Ash, andaikan.. andaikan aku saja
yang terkena kanker, bukan kau.” Ucap Luke.
Air mata Ashley semakin banyak
keluar dan rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya. Cobaan hidupnya
amatlah banyak dan menguras air mata serta kehilangan. Ashley mengaku hidup ini
sudah tidak ada gunanya lagi. Seharusnya Ashley bersyukur karena diberi
penyakit kanker oleh Tuhan. Tapi di sisi lain, Ashley tidak ingin membuat sedih
Ibunya, Luke dan Calum. Ashley tidak ingin meninggalkan orang-orang yang sangat
ia cintai.
“Kak, kalau Ashley mati, apakah kak
Luke siap menerimanya?” Tanya Ashley.
Mendengar ucapan Ashley, Luke
langsung memeluk erat adiknya itu. Jangan. Ashley tidak boleh pergi karena Luke
trauma ditinggal oleh orang yang sangat ia sayangi. Bahkan mengenai Tristan pun
kini hadir membunuh pikirannya. Jika Ashley mati, Luke akan menjadi gila dan
jika ia berani, ia akan bunuh diri meninggalkan semuanya.
“Kamu pasti sembuh, aku yakin sekali.
Aku tak akan membiarkanmu pergi.” Ucap Luke.
Cukup lama Luke memeluk Ashley,
akhirnya Luke melepaskan pelukannya. Tak bisakah sebentar saja ia merasakan
kebahagiaan dan melupakan segala kesedihan? Luke merasa hidupnya sudah hancur
walau orang-orang mengatakan hidupnya melebihi kata sempurna.
“Maaf membuatmu menangis.” Ucap
Luke.
Ashley mencoba untuk tersenyum.
“Tidak apa-apa. Ashley sudah biasa menangis. Kalau begitu, Ashley istirahat
dulu ya.” Ucapnya lalu meninggalkan Luke.
Luke menatap punggung Ashley yang
mengecil dan menghilang di balik tembok. Haruskah ia mendapatkan semua
kesedihan ini? Mengapa ia tidak bisa men-syukuri nikmat yang Tuhan beri
padanya? Masih ada Ibunya, Novela dan sahabat-sahabat yang selalu ada untuknya.
Namun kesedihan itulah yang menutup semuanya dan Luke tidak tau kapan
kesedihan-kesedihan itu berakhir.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar