Kalian tau
apa yang membuatku kuat sampai saat ini? Tentu saja karena rasa cintaku yang
amat besar pada Luke sehingga membutakan semuanya. Setiap kali aku bertemu
dengan Luke, aku selalu menganggap semua yang terjadi adalah baik-baik saja.
Tapi aku merasa tatapan Luke berbeda dari tatapan sebelumnya. Aku merasa Luke
ingin mengatakan sesuatu tapi dia tidak berani mengatakannya padaku semisal dia
mencintaiku? Ahahaha jangan mengharapkan yang seperti itu. Aku lihat hubungan
mereka semakin erat dan banyak orang yang iri dengan Lea termasuk aku.
Ngomong-ngomong Michael sudah
pacaran dengan Cassa. Pasangan yang sangat cocok walau dengan gaya mereka
sendiri. Tinggal aku, Calum dan Ashton yang masih jomblo. Ohya Ronnie juga.
Ronnie tidak usah ditanya. Katanya dia tidak mau pacaran sekalipun dengan cowok
yang dia sukai. Bagiku Ronnie adalah anak yang alim dan jarang aku temukan
gadis seperti Ronnie di zaman seperti ini.
Entah apa yang membawaku pergi ke
perpustakaan saat jam istirahat. Akhir-akhir ini aku agak malas makan.
Baguslah. Kata teman-temanku aku sedikit kurusan karena jarang makan. Gaya
makan-ku pun sudah berubah. Sekarang aku makan dengan pelan dan dikunyah sampai
benar-benar halus.
Aku tak menyangka bertemu Luke
disana. Cowok itu tampak serius membaca buku dan mencatat hal-hal yang penting
dari buku itu. Anak pintar. Cukup lama aku memandangi Luke lalu aku menemuinya.
Tumben Luke tidak bersama Lea. Aku memang selalu mengandai-andai supaya
hubungan mereka berakhir walau itu sama saja menyakiti Luke. Terkadang manusia
itu harus egois dan tidak mau tau perasaan orang lain sekalipun itu orang yang
kau cintai.
“Leish, ada apa kesini?” Tanya Luke.
Sepertinya Luke tidak ingin diganggu
oleh siapapun. “Aku iseng kesini ternyata kau ada disini. Biasanya kau bersama
Lea. Dimana dia?” Jawab+Tanyaku.
“Lea tidak masuk hari ini.” Jawab
Luke.
“Ohya? Apa dia sakit?” Tanyaku. Atau
bolos sekolah? Tambahku dalam hati.
“Entahlah. Dia tidak mau memberikan
alasan padaku.” Jawab Luke.
Aku pun duduk di kursi yang agak
jauh dari Luke. Sebelumnya aku mencari novel yang belum aku baca. Hidupku
memang garing. Semua orang berpikir kalau hidupku sangat membosankan meski aku
bersahabat dengan cowok nomor satu di sekolah. Tapi aku sangat beruntung
menjadi diriku.
“Hei.” Ucap Luke.
Entah sejak kapan Luke duduk tepat
disampingku. Aku bisa merasakan kehadirannya walau aku tidak melihatnya. Aku
menghela nafas panjang. Aku selalu bermimpi kalau aku kehilangan Luke dan tak
akan pernah melihat Luke lagi. Luke memang segala-galanya bagiku meski dia
bukan milikku, meski aku tak akan pernah bisa memilikinya. Ini lebih baik,
menerima kenyataan meski pahit tanpa harus melupakan Luke. Aku tak akan bisa
jauh darinya. Aku ingin selalu berada di sisi Luke apapun yang terjadi.
“Tubuhku agak kurusan dan gaya
makanmu tidak seperti dulu. Kau agak pendiam dan jarang bicara. Aku rindu
dirimu yang dulu.” Ucap Luke.
Jadi selama ini Luke memerhatikanku?
Aku tau Luke sangat menyayangiku sebagai sahabat dan dia tidak ingin
kehilanganku meski dia sudah memiliki Lea. Aku penasaran mana yang akan Luke
pilih antara aku dengan Lea dan lebih baik mana Lea pergi atau aku yang pergi.
“Setiap manusia itu mengalami
perubahan jadi tidak ada salahnya aku berubah asalkan itu baik.” Ucapku.
Aku jadi teringat tentang Dad yang
sudah menikah dengan seorang wanita janda yang beranak dua yang usianya di atas
usiaku. Aku menyesal tidak menghadiri pesta pernikahan Dad tapi Dad tidak marah
padaku. Kalau Mom sih aku tidak tau bagaimana kabarnya tapi aku sangat
merindukannya. Andaikan saja mereka kembali seperti dulu.
“Leish..” Ucap Luke.
“Hmm..” Ucapku.
Luke terdiam sesaat. “Kau tidak ada
niat untuk kembali ke Perth?” Tanya Luke.
Aku menatap Luke heran. “Memangnya
kenapa? Kau takut ya kehilanganku?” Tanyaku sambil tertawa.
Luke tersenyum. “Aku tidak ingin
kehilangan orang-orang yang aku sayangi karena itu sangat menyakitkan.”
Ucapnya.
Tapi jika kau berada di posisiku
akan jauh menyakitkan. Mengharapkan sesuatu yang mustahil. Aku yang lebih takut
kalau-kalau aku kehilangan Luke. Luke aneh deh. Biasanya kalau cowok sudah
punya cewek pasti cewek itu saja yang ada dipikirannya meski cowok itu punya
sahabat cewek. Tapi Luke?
“Dad sudah menikah. Bagaimana dengan
Ibumu?” Tanyaku.
“Sepertinya dia tidak mau menikah
lagi.” Jawab Luke.
Cukup lama kami ngobrol dan kami
kembali ke kelas karena bel masuk berbunyi. Aku heran sampai sekarang si Lea
sama sekali tidak curiga denganku padahal banyak gosip yang mengatakan kalau
Luke selingkuh dari Lea karena Luke mencintaiku. Tapi selama ini Lea amat baik
padaku. Sebenarnya maksud Lea apa sih? Apa gadis itu sedang membuat suatu
rencana?
***
Saatnya waktu untuk bersepeda! Aku
mengeluarkan sepeda dari garasi rumah lalu menaikinya. Aku memang sering naik sepeda
dan itu sudah menjadi salah satu hobiku. Biasanya aku naik sepeda saat sore
hari. Setiap kali aku naik sepeda, aku selalu teringat masa-masa dimana saat
aku dan Luke naik sepeda bersama. Aku yang mengendalikan setir-nya sedangkan
Luke yang mengayuh sepeda.
Ah lupakan kenangan itu. Aku
mengayuh sepedaku dengan santai sampai tiba di jalan raya. Aku juga memasang
headset di telingaku. Lebih asyik rasanya naik sepeda sambil mendengarkan
lagu-lagu yang santai. Saat aku asyik mengayuh sepeda, tiba-tiba saja aku dikagetkan
oleh klakson mobil yang hampir membuatku terjatuh. Aku menepikan sepedaku lalu
melihat ada mobil merah yang berhenti tak jauh dari posisiku. Siapa pemilik
mobil itu?
Dan… Aku memelototkan mataku tatkala
melihat siapa yang keluar dari mobil itu. Lea? Itu Lea? Gadis itu membawa tiga
temannya yang benar-benar cantik. Aku kira Lea sakit karena tadi dia tidak
masuk sekolah tapi Lea kelihatan sehat-sehat saja. Lea berjalan mendekatiku.
“Apa kabar Leish?” Tanyanya.
Aku menatap Lea ragu. “Baik.” Jawabku.
Lea terdiam sambil menatapku dari
atas sampai bawah. “Belum menyerah untuk merusak hubungan orang?” Tanyanya.
Deg. Jantungku berdebar-debar
mendengar pertanyaan Lea. Lea sedang bercanda kan? Kemudian dengan kasarnya Lea
menarik tanganku dan mengajakku ke tempat yang sepi. Tanganku terasa sakit
akibat perbuatannya itu.
“Apa maksudnya ini?” Tanyaku.
Lea melepaskan tanganku. “Jawab
dengan jujur pertanyaanku. Apa kau mencintai Luke?” Tanyanya.
Baru pertama kali aku menyaksikan
wajah seram Lea. Benar kata Cassa. Lea adalah gadis yang sangat licik.
Seharusnya aku hati-hati dengannya. Jadi selama ini Lea sengaja memasang topeng
untuk menutupi kelicikannya. Tadi apa pertanyaannya? Apakah aku mencintai Luke?
Haruskan aku menjawab dengan jujur? Jika iya, apakah Lea akan membunuhku saat
ini juga?
Dengan segala keberanian yang aku
punya, aku pun menjawab. “Iya. Aku mencintai Luke.” Jawabku.
Lea menatapku dengan tatapan tidak
suka. Kemudian dia memegang pundakku dengan kasar. Aku kalah tinggi dengan Lea.
Sudah aku bilang. Aku kurcaci disini. Tubuhku pendek dan sangat tidak menarik.
Tapi aku berani melawan Lea. Aku berani padanya!
“Aku tau kau adalah sahabat Luke!
Bisa saja Luke jatuh cinta padamu kalau kau tidak menjauhinya! Luke adalah
milikku dan mulai sekarang kau harus menjauhinya!” Bentak Lea.
Aku menatap Lea dengan sinis sambil
mencoba menjadi sosok Cassa saat berhadapan dengan Lea. “Aku tau diri. Aku
bukanlah orang yang tepat untuk Luke. Aku tak akan merebut Luke darimu.”
Ucapku.
“Hah! Omong kosong! Aku tau
bagaimana rencana bulusmu untuk mendapatkan Luke! Well, kau belum tau sih siapa aku. Dulu aku adalah ratu di sekolah.
Semua keinginanku harus terpenuhi! Dan kau! Kau harus menjauhi Luke mau tidak
mau!” Ucap Lea.
“Aku tidak takut denganmu.” Ucapku.
Tiba-tiba saja Lea menamparku dengan
keras. Tentu saja aku kaget. Tamparannya tadi sangat keras sehingga membuat air
mataku keluar. Ayolah Leish! Kau harus kuat! Jangan takut melawan gadis setan
seperti Lea. Kau harus kuat!
Kemudian Lea menatapku dengan tajam.
“Kau mencintai Luke kan?” Tanyanya.
Aku mengangguk pelan.
“Kau tidak ingin kehilangannya kan?”
Tanya Lea lagi.
Lagi-lagi aku mengangguk.
“Aku akan membuatmu kehilangan Luke
jika kau tidak mau menjauhi Luke. Bisa saja kan aku melakukan hal buruk pada
Luke? Di zaman sekarang ini apa susahnya sih membuat seseorang kehilangan
nyawanya?” Ucap Lea dengan serius.
Apa-apaan ini? Ucapan Lea tadi
bagaikan mimpi buruk! Aku sering memimpikan Lea yang berhasil menyakiti Luke
dan membuat hidup Luke hancur karena ulahnya. Ucapan Lea tadi terdengar serius.
Sungguh aku tidak ingin hal buruk terjadi dengan Luke. Aku memang selalu
khawatir akan keadaan Luke selama Luke bersama Lea.
“Asal kau tau, aku punya banyak
mata-mata disini. Aku bisa tau apa saja yang Luke lakukan selama dia tidak
bersamaku. Ternyata dia sering menghabiskan waktu denganmu. Bahkan aku tau
kalian berciuman saat malam itu waktu kau berada di villa-ku.” Ucap Lea.
Aku merinding mendengar suara Lea.
Sepertinya gadis itu benar-benar serius. Jika aku tidak menjauhi Luke maka aku
harus siap kehilangan Luke dan aku tidak ingin hal itu terjadi. Luke,
seandainya dia tidak mencintai Lea. Aku ingin sekali menyatakan perasaanku pada
Luke tapi sekali lagi aku tidak berani, sungguh.
“Ke.. Kenapa kau menjadi jahat
seperti ini?” Lirihku.
“Aku memang jahat dan Luke sangat
bodoh bisa jatuh cinta padaku.” Jawab Lea.
“Tunggu, jadi kau tidak benar-benar
mencintai Luke?” Tanyaku.
Lea menatapku dengan tajam. “Cowok
ganteng seperti dia untuk apa disia-siakan kalau dia mencintaiku?” Tanyanya.
Ingin rasanya aku menerkam Lea tapi
aku tidak mempunyai kekuatan sama sekali. Aku benar-benar sakit. Jika saja Luke
melihat kami, pasti saat itu juga dia akan memutusi Lea.
“Baiklah. Mulai detik ini aku akan
pergi dari kehidupan Luke, juga teman-temannya.” Ucapku dengan parau.
***
Aku menangis sejak tadi. Aku tidak
mempedulikan Paman ataupun Harry. Sejak pulang tadi aku terus saja menangis dan
tidak mau keluar kamar. Lea sialan! Aku tau kalau aku pasti kalah dengannya.
Jika aku berani melawan Lea, maka Luke yang akan menjadi korbannya. Lebih baik
aku merelakan Luke bahagia dengan Lea meski kenyataannya Lea tidak benar-benar
mencintai Luke. Apa yang harus aku lakukan supaya Luke berhenti mencintai Lea?
Aku lelah dengan semua ini.
Aku meraih gitar-ku lalu aku
menyanyikan sebuah lagu yang liriknya menceritakan keadaanku yang seperti ini.
“She
can’t see the way your eyes, light up when you smile
She’ll never notice how you stop and
stare, whenever she walks by
And you can’t see me wanting you the
way you want her
But you are everything to me
I just wanna show you, she don’t even
know you
She's never gonna love you like I
want to
And you just see right through me, if
you only knew me
We could be a beautiful, miracle,
unbelievable
Instead of just invisible..”
I really really hate my life! Seandainya sejak awal aku tidak
mengenal Luke atau setidaknya aku tidak jatuh cinta pada Luke, semuanya tidak
akan menjadi seperti ini. Kalau aku tidak menyimpan rasa pada Luke, mana peduli
aku sama Luke? Ponselku berdering. Dad menelponku. Aku pun mengangkatnya dan
berharap Dad tidak curiga dengan suaraku yang serak.
“Hallo Dad?” Tanyaku.
“Bagaimana kabarmu?” Tanya Dad.
“Baik. Dad sendiri?” Jawab+Tanyaku.
“Sangat baik. Kapan pulang? Dad sudah tak sabar memperkenalkanmu dengan
Mom-mu yang baru.” Ucap Dad.
What a fuck life! Aku berasa jadi Cinderella, serius!
Istri baru Dad memiliki dua anak perempuan. Aku takut kalau-kalau Mom baruku
tidak suka denganku dan dia hanya memanfaatkan Dad.
“Lesih tidak tau kapan Leish bisa pulang.” Ucapku.
“Hmm.. Sebenarnya Dad ingin kau menetap di Perth. Dad sangat memohon
padamu. Dad tidak ingin jauh darimu. Ayo pulang dan tinggal bersama keluarga
baru Dad.” Ucap Dad.
Aku memejamkan mataku, lalu aku buka kemudian aku menertawai diriku
sendiri. Benar apa kata Dad. Aku harus pulang dan bersumpah untuk tak akan
kembali ke Sydney. Di Sydney hanya bisa membuatku sakit padahal aku kira di
Sydney aku bisa menemukan cahaya hidupku akibat dari pertengkaran Dad dengan
Mom. Tapi bagaimana dengan Luke? Dia terlalu spesial bagiku. Aku tidak bisa
meninggalkannya sekalipun Lea memaksaku untuk tidak lagi berhubungan dengan
Luke dan menganggap Luke tidak ada.
Aku diserang dilemma. Tapi memang sudah seharusnya aku kembali tinggal
bersama Dad. Aku bingung mau berkata apa pada Dad.
“Aku tidak tau Dad.” Ucapku.
“Baiklah. Tapi Dad sangat berharap kau mau tinggal bersama Dad.” Ucap
Dad.
Setelah ngobrol dengan Dad, aku membanting ponselku lalu aku menjatuhkan
tubuhku di atas kasur. Aku sangat lelah dengan hidupku ini. Dulu orangtuaku
bertengkar, aku tidak tahan dan aku pindah ke Sydney. Selanjutnya aku
mendapatkan masalah di Sydney yang memaksa air mataku turun.
Aku bingung. Aku bingung apakah aku harus meninggalkan Sydney atau tidak.
Andai saja aku bisa amnesia dan melupakan semua kesakitan yang aku rasakan.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar