expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 10 Juni 2016

Can't Have You ( Part 29 )



Kalian tau apa yang membuatku kuat sampai saat ini? Tentu saja karena rasa cintaku yang amat besar pada Luke sehingga membutakan semuanya. Setiap kali aku bertemu dengan Luke, aku selalu menganggap semua yang terjadi adalah baik-baik saja. Tapi aku merasa tatapan Luke berbeda dari tatapan sebelumnya. Aku merasa Luke ingin mengatakan sesuatu tapi dia tidak berani mengatakannya padaku semisal dia mencintaiku? Ahahaha jangan mengharapkan yang seperti itu. Aku lihat hubungan mereka semakin erat dan banyak orang yang iri dengan Lea termasuk aku.

            Ngomong-ngomong Michael sudah pacaran dengan Cassa. Pasangan yang sangat cocok walau dengan gaya mereka sendiri. Tinggal aku, Calum dan Ashton yang masih jomblo. Ohya Ronnie juga. Ronnie tidak usah ditanya. Katanya dia tidak mau pacaran sekalipun dengan cowok yang dia sukai. Bagiku Ronnie adalah anak yang alim dan jarang aku temukan gadis seperti Ronnie di zaman seperti ini.

            Entah apa yang membawaku pergi ke perpustakaan saat jam istirahat. Akhir-akhir ini aku agak malas makan. Baguslah. Kata teman-temanku aku sedikit kurusan karena jarang makan. Gaya makan-ku pun sudah berubah. Sekarang aku makan dengan pelan dan dikunyah sampai benar-benar halus.

            Aku tak menyangka bertemu Luke disana. Cowok itu tampak serius membaca buku dan mencatat hal-hal yang penting dari buku itu. Anak pintar. Cukup lama aku memandangi Luke lalu aku menemuinya. Tumben Luke tidak bersama Lea. Aku memang selalu mengandai-andai supaya hubungan mereka berakhir walau itu sama saja menyakiti Luke. Terkadang manusia itu harus egois dan tidak mau tau perasaan orang lain sekalipun itu orang yang kau cintai.

            “Leish, ada apa kesini?” Tanya Luke.

            Sepertinya Luke tidak ingin diganggu oleh siapapun. “Aku iseng kesini ternyata kau ada disini. Biasanya kau bersama Lea. Dimana dia?” Jawab+Tanyaku.

            “Lea tidak masuk hari ini.” Jawab Luke.

            “Ohya? Apa dia sakit?” Tanyaku. Atau bolos sekolah? Tambahku dalam hati.

            “Entahlah. Dia tidak mau memberikan alasan padaku.” Jawab Luke.

            Aku pun duduk di kursi yang agak jauh dari Luke. Sebelumnya aku mencari novel yang belum aku baca. Hidupku memang garing. Semua orang berpikir kalau hidupku sangat membosankan meski aku bersahabat dengan cowok nomor satu di sekolah. Tapi aku sangat beruntung menjadi diriku.

            “Hei.” Ucap Luke.

            Entah sejak kapan Luke duduk tepat disampingku. Aku bisa merasakan kehadirannya walau aku tidak melihatnya. Aku menghela nafas panjang. Aku selalu bermimpi kalau aku kehilangan Luke dan tak akan pernah melihat Luke lagi. Luke memang segala-galanya bagiku meski dia bukan milikku, meski aku tak akan pernah bisa memilikinya. Ini lebih baik, menerima kenyataan meski pahit tanpa harus melupakan Luke. Aku tak akan bisa jauh darinya. Aku ingin selalu berada di sisi Luke apapun yang terjadi.

            “Tubuhku agak kurusan dan gaya makanmu tidak seperti dulu. Kau agak pendiam dan jarang bicara. Aku rindu dirimu yang dulu.” Ucap Luke.

            Jadi selama ini Luke memerhatikanku? Aku tau Luke sangat menyayangiku sebagai sahabat dan dia tidak ingin kehilanganku meski dia sudah memiliki Lea. Aku penasaran mana yang akan Luke pilih antara aku dengan Lea dan lebih baik mana Lea pergi atau aku yang pergi.

            “Setiap manusia itu mengalami perubahan jadi tidak ada salahnya aku berubah asalkan itu baik.” Ucapku.

            Aku jadi teringat tentang Dad yang sudah menikah dengan seorang wanita janda yang beranak dua yang usianya di atas usiaku. Aku menyesal tidak menghadiri pesta pernikahan Dad tapi Dad tidak marah padaku. Kalau Mom sih aku tidak tau bagaimana kabarnya tapi aku sangat merindukannya. Andaikan saja mereka kembali seperti dulu.

            “Leish..” Ucap Luke.

            “Hmm..” Ucapku.

            Luke terdiam sesaat. “Kau tidak ada niat untuk kembali ke Perth?” Tanya Luke.

            Aku menatap Luke heran. “Memangnya kenapa? Kau takut ya kehilanganku?” Tanyaku sambil tertawa.

            Luke tersenyum. “Aku tidak ingin kehilangan orang-orang yang aku sayangi karena itu sangat menyakitkan.” Ucapnya.

            Tapi jika kau berada di posisiku akan jauh menyakitkan. Mengharapkan sesuatu yang mustahil. Aku yang lebih takut kalau-kalau aku kehilangan Luke. Luke aneh deh. Biasanya kalau cowok sudah punya cewek pasti cewek itu saja yang ada dipikirannya meski cowok itu punya sahabat cewek. Tapi Luke?

            “Dad sudah menikah. Bagaimana dengan Ibumu?” Tanyaku.

            “Sepertinya dia tidak mau menikah lagi.” Jawab Luke.

            Cukup lama kami ngobrol dan kami kembali ke kelas karena bel masuk berbunyi. Aku heran sampai sekarang si Lea sama sekali tidak curiga denganku padahal banyak gosip yang mengatakan kalau Luke selingkuh dari Lea karena Luke mencintaiku. Tapi selama ini Lea amat baik padaku. Sebenarnya maksud Lea apa sih? Apa gadis itu sedang membuat suatu rencana?

***

            Saatnya waktu untuk bersepeda! Aku mengeluarkan sepeda dari garasi rumah lalu menaikinya. Aku memang sering naik sepeda dan itu sudah menjadi salah satu hobiku. Biasanya aku naik sepeda saat sore hari. Setiap kali aku naik sepeda, aku selalu teringat masa-masa dimana saat aku dan Luke naik sepeda bersama. Aku yang mengendalikan setir-nya sedangkan Luke yang mengayuh sepeda.

            Ah lupakan kenangan itu. Aku mengayuh sepedaku dengan santai sampai tiba di jalan raya. Aku juga memasang headset di telingaku. Lebih asyik rasanya naik sepeda sambil mendengarkan lagu-lagu yang santai. Saat aku asyik mengayuh sepeda, tiba-tiba saja aku dikagetkan oleh klakson mobil yang hampir membuatku terjatuh. Aku menepikan sepedaku lalu melihat ada mobil merah yang berhenti tak jauh dari posisiku. Siapa pemilik mobil itu?

            Dan… Aku memelototkan mataku tatkala melihat siapa yang keluar dari mobil itu. Lea? Itu Lea? Gadis itu membawa tiga temannya yang benar-benar cantik. Aku kira Lea sakit karena tadi dia tidak masuk sekolah tapi Lea kelihatan sehat-sehat saja. Lea berjalan mendekatiku.

            “Apa kabar Leish?” Tanyanya.

            Aku menatap Lea ragu. “Baik.” Jawabku.

            Lea terdiam sambil menatapku dari atas sampai bawah. “Belum menyerah untuk merusak hubungan orang?” Tanyanya.

            Deg. Jantungku berdebar-debar mendengar pertanyaan Lea. Lea sedang bercanda kan? Kemudian dengan kasarnya Lea menarik tanganku dan mengajakku ke tempat yang sepi. Tanganku terasa sakit akibat perbuatannya itu.

            “Apa maksudnya ini?” Tanyaku.

            Lea melepaskan tanganku. “Jawab dengan jujur pertanyaanku. Apa kau mencintai Luke?” Tanyanya.

            Baru pertama kali aku menyaksikan wajah seram Lea. Benar kata Cassa. Lea adalah gadis yang sangat licik. Seharusnya aku hati-hati dengannya. Jadi selama ini Lea sengaja memasang topeng untuk menutupi kelicikannya. Tadi apa pertanyaannya? Apakah aku mencintai Luke? Haruskan aku menjawab dengan jujur? Jika iya, apakah Lea akan membunuhku saat ini juga?

            Dengan segala keberanian yang aku punya, aku pun menjawab. “Iya. Aku mencintai Luke.” Jawabku.

            Lea menatapku dengan tatapan tidak suka. Kemudian dia memegang pundakku dengan kasar. Aku kalah tinggi dengan Lea. Sudah aku bilang. Aku kurcaci disini. Tubuhku pendek dan sangat tidak menarik. Tapi aku berani melawan Lea. Aku berani padanya!

            “Aku tau kau adalah sahabat Luke! Bisa saja Luke jatuh cinta padamu kalau kau tidak menjauhinya! Luke adalah milikku dan mulai sekarang kau harus menjauhinya!” Bentak Lea.

            Aku menatap Lea dengan sinis sambil mencoba menjadi sosok Cassa saat berhadapan dengan Lea. “Aku tau diri. Aku bukanlah orang yang tepat untuk Luke. Aku tak akan merebut Luke darimu.” Ucapku.

            “Hah! Omong kosong! Aku tau bagaimana rencana bulusmu untuk mendapatkan Luke! Well, kau belum tau sih siapa aku. Dulu aku adalah ratu di sekolah. Semua keinginanku harus terpenuhi! Dan kau! Kau harus menjauhi Luke mau tidak mau!” Ucap Lea.

            “Aku tidak takut denganmu.” Ucapku.

            Tiba-tiba saja Lea menamparku dengan keras. Tentu saja aku kaget. Tamparannya tadi sangat keras sehingga membuat air mataku keluar. Ayolah Leish! Kau harus kuat! Jangan takut melawan gadis setan seperti Lea. Kau harus kuat!

            Kemudian Lea menatapku dengan tajam. “Kau mencintai Luke kan?” Tanyanya.

            Aku mengangguk pelan.

            “Kau tidak ingin kehilangannya kan?” Tanya Lea lagi.

            Lagi-lagi aku mengangguk.

            “Aku akan membuatmu kehilangan Luke jika kau tidak mau menjauhi Luke. Bisa saja kan aku melakukan hal buruk pada Luke? Di zaman sekarang ini apa susahnya sih membuat seseorang kehilangan nyawanya?” Ucap Lea dengan serius.

            Apa-apaan ini? Ucapan Lea tadi bagaikan mimpi buruk! Aku sering memimpikan Lea yang berhasil menyakiti Luke dan membuat hidup Luke hancur karena ulahnya. Ucapan Lea tadi terdengar serius. Sungguh aku tidak ingin hal buruk terjadi dengan Luke. Aku memang selalu khawatir akan keadaan Luke selama Luke bersama Lea.

            “Asal kau tau, aku punya banyak mata-mata disini. Aku bisa tau apa saja yang Luke lakukan selama dia tidak bersamaku. Ternyata dia sering menghabiskan waktu denganmu. Bahkan aku tau kalian berciuman saat malam itu waktu kau berada di villa-ku.” Ucap Lea.

            Aku merinding mendengar suara Lea. Sepertinya gadis itu benar-benar serius. Jika aku tidak menjauhi Luke maka aku harus siap kehilangan Luke dan aku tidak ingin hal itu terjadi. Luke, seandainya dia tidak mencintai Lea. Aku ingin sekali menyatakan perasaanku pada Luke tapi sekali lagi aku tidak berani, sungguh.

            “Ke.. Kenapa kau menjadi jahat seperti ini?” Lirihku.

            “Aku memang jahat dan Luke sangat bodoh bisa jatuh cinta padaku.” Jawab Lea.

            “Tunggu, jadi kau tidak benar-benar mencintai Luke?” Tanyaku.

            Lea menatapku dengan tajam. “Cowok ganteng seperti dia untuk apa disia-siakan kalau dia mencintaiku?” Tanyanya.

            Ingin rasanya aku menerkam Lea tapi aku tidak mempunyai kekuatan sama sekali. Aku benar-benar sakit. Jika saja Luke melihat kami, pasti saat itu juga dia akan memutusi Lea.

            “Baiklah. Mulai detik ini aku akan pergi dari kehidupan Luke, juga teman-temannya.” Ucapku dengan parau.

***

            Aku menangis sejak tadi. Aku tidak mempedulikan Paman ataupun Harry. Sejak pulang tadi aku terus saja menangis dan tidak mau keluar kamar. Lea sialan! Aku tau kalau aku pasti kalah dengannya. Jika aku berani melawan Lea, maka Luke yang akan menjadi korbannya. Lebih baik aku merelakan Luke bahagia dengan Lea meski kenyataannya Lea tidak benar-benar mencintai Luke. Apa yang harus aku lakukan supaya Luke berhenti mencintai Lea? Aku lelah dengan semua ini.

            Aku meraih gitar-ku lalu aku menyanyikan sebuah lagu yang liriknya menceritakan keadaanku yang seperti ini.

            She can’t see the way your eyes, light up when you smile

She’ll never notice how you stop and stare, whenever she walks by

And you can’t see me wanting you the way you want her

But you are everything to me



I just wanna show you, she don’t even know you

She's never gonna love you like I want to

And you just see right through me, if you only knew me

We could be a beautiful, miracle, unbelievable

Instead of just invisible..”      

I really really hate my life! Seandainya sejak awal aku tidak mengenal Luke atau setidaknya aku tidak jatuh cinta pada Luke, semuanya tidak akan menjadi seperti ini. Kalau aku tidak menyimpan rasa pada Luke, mana peduli aku sama Luke? Ponselku berdering. Dad menelponku. Aku pun mengangkatnya dan berharap Dad tidak curiga dengan suaraku yang serak.

“Hallo Dad?” Tanyaku.

“Bagaimana kabarmu?” Tanya Dad.

“Baik. Dad sendiri?” Jawab+Tanyaku.

“Sangat baik. Kapan pulang? Dad sudah tak sabar memperkenalkanmu dengan Mom-mu yang baru.” Ucap Dad.

What a fuck life! Aku berasa jadi Cinderella, serius! Istri baru Dad memiliki dua anak perempuan. Aku takut kalau-kalau Mom baruku tidak suka denganku dan dia hanya memanfaatkan Dad.

“Lesih tidak tau kapan Leish bisa pulang.” Ucapku.

“Hmm.. Sebenarnya Dad ingin kau menetap di Perth. Dad sangat memohon padamu. Dad tidak ingin jauh darimu. Ayo pulang dan tinggal bersama keluarga baru Dad.” Ucap Dad.

Aku memejamkan mataku, lalu aku buka kemudian aku menertawai diriku sendiri. Benar apa kata Dad. Aku harus pulang dan bersumpah untuk tak akan kembali ke Sydney. Di Sydney hanya bisa membuatku sakit padahal aku kira di Sydney aku bisa menemukan cahaya hidupku akibat dari pertengkaran Dad dengan Mom. Tapi bagaimana dengan Luke? Dia terlalu spesial bagiku. Aku tidak bisa meninggalkannya sekalipun Lea memaksaku untuk tidak lagi berhubungan dengan Luke dan menganggap Luke tidak ada.

Aku diserang dilemma. Tapi memang sudah seharusnya aku kembali tinggal bersama Dad. Aku bingung mau berkata apa pada Dad.

“Aku tidak tau Dad.” Ucapku.

“Baiklah. Tapi Dad sangat berharap kau mau tinggal bersama Dad.” Ucap Dad.

Setelah ngobrol dengan Dad, aku membanting ponselku lalu aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur. Aku sangat lelah dengan hidupku ini. Dulu orangtuaku bertengkar, aku tidak tahan dan aku pindah ke Sydney. Selanjutnya aku mendapatkan masalah di Sydney yang memaksa air mataku turun.                    

Aku bingung. Aku bingung apakah aku harus meninggalkan Sydney atau tidak. Andai saja aku bisa amnesia dan melupakan semua kesakitan yang aku rasakan.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar