expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 03 Desember 2015

Beside You ( Part 5 )



Entah apa yang membuat Gretta menggunting rambutnya secara asal dan mewarnai wajahnya dengan cat. Eleanor begitu kaget melihat penampilan baru Gretta dan astaga! Bahkan Gretta sempat memasang tindik di hidungnya! Entah darimana Gretta mendapatkannya dan Gretta terlihat seperti seseorang yang habis mabuk. Memang setelah jam istirahat tiba-tiba saja Gretta menghilang dan tidak kembali ke sekolah. Artinya Gretta membolos dan Gretta akan bermasalah di sekolah.

            “Gretta! Apa yang telah kau lakukan?” Tanya Eleanor kaget.

            Gretta menatap Eleanor dengan tatapan garang dan tidak bersahabat. “Apa? Aku kelihatan habis mabuk ya?” Tanyanya.

            “Ya ampun Gretta! Bahkan kau berani menindik hidungmu! Kalau Mama-mu tau bagaimana? Ayolah Gretta! Kau harus kuat! Aku mendukungmu Gretta..” Ucap Eleanor.

            Tiba-tiba Gretta memeluk erat tubuh Eleanor. Gadis itu benar-benar sedang berada dalam kesedihan yang mendalam. Sama seperti saat mendengar berita bahwa Ayahnya dan kak Harry meninggal akibat kecelakaan. Dan sekarang Connor yang pacaran dengan Aleisha.

            “El.. Aku.. Aku tidak tau apa yang terjadi sebenarnya. Aku.. Aku ingin mati saja..” Ucap Gretta sambil menangis.

            Eleanor semakin mengeratkan pelukannya. “Sudahlah Gretta. Syukur apa adanya. Memang sakit rasanya. Tapi kau harus bersabar. Di dunia ini bukan hanya Connor saja. Masih banyak cowok-cowok baik yang mau mengerti perasaanmu. Percayalah padaku Gretta..” Ucapnya.

            Cukup lama Eleanor memeluk Gretta dan Eleanor melepaskan pelukan itu sambil tersenyum menatap Gretta. Jujur, wajah Gretta memang menyeramkan dengan coretan-coretan yang tidak jelas. Dan warna hitam di sekeliling matanya, juga tindik di hidungnya. Gretta.. Mengapa hidupmu seperti itu? Tolong jangan melakukan hal-hal buruk lainnya.. Sekali lagi, kau harus kuat Gretta…

            By the way, darimana kau mendapatkan tindikan itu?” Tanya Eleanor.

            “Oh.. Tidak. Aku iseng memasangnya tadi sebenarnya aku ingin memasangnya sejak dulu. Gimana? Keren kan?” Ucap Gretta.

            “Gimana kalau Mama-mu tau? Pasti dia akan sedih. Dan tentunya sekolah melarangmu.” Ucap Eleanor.

            “Aku tidak peduli.” Ucap Gretta.

            Sejujur-jujurnya Gretta amat berat pulang ke rumah. Tentunya Teresa bakal mengomelinya dan Gretta tidak ingin melihat wajah sedih Teresa. Bisakah Teresa mengerti perasaannya? Bisakah Teresa mau menerima penampilannya? Sebenarnya Gretta tidak perlu repot menaiki angkutan umum. Sesekali Teresa bisa mengantar dan menjemputnya tetapi Gretta menolak. Teresa memang mempunyai mobil tetapi Gretta jarang menaiki mobil itu. Tau kan alasan Gretta benci menaiki mobil karena kecelakaan yang menimpa Ayah dan kak Harry dan mobil Ayahnya hancur.

            Ketika tiba di rumah, Gretta tampak ragu. Anehnya gerbang terbuka. Artinya Teresa ada di rumah. Bukannya Teresa pulang di sore hari? Apakah hari ini Teresa libur? Pasti ada yang tidak beres. Bukannya… Bukannya hari ini adalah hari besarnya? Tetapi pintu rumah tertutup. Gretta merasa sedikit ketakutan. Apa jangan-jangan ada maling disini? Tetapi rasa takut itu menghilang tatkala Gretta mengingat kejadian tadi. Sebuah pemandangan yang sangat menyakitkan baginya. Connor dan Aleisha. Hatinya menjadi perih dan emosi.

            Entah apa yang menyebabkan gadis itu nekat membuka pintu rumah dengan cara kasar karena Gretta tidak bisa menahan emosi. Emosi pada dirinya sendiri, dan Tuhan. Dan brakkkk… Pintu rumah sukses terbuka dan Gretta bisa melihat kekagetan di wajah Teresa. Gretta menatap Teresa yang begitu kaget dengan penampilan barunya dan….

            Siapa dia? Batin Gretta. Mata gadis itu bertatapan dengan mata biru keabu-abuan yang tenang itu. Namun terlihat sedikit merasa kaget dan heran. Inikah hari besarnya? Tapi hari ini mood Gretta sedang tidak baik dan asyiknya mendengarkan lagu bernuansa rock yang keras dan Gretta bisa mempelampiaskan semuanya dengan mengikuti lagu-lagu itu.

            “Gretta!” Ucap Teresa bingung.

            Gretta beralih menatap Teresa dengan malas. “Siapa dia Ma?” Tanyanya.

            Sebisa mungkin Teresa tersenyum. Namun ada keraguan dan ketakutan di hatinya. “Kau lupa? Dia Luke! Dia sahabat kecilmu! Dia akan tinggal disini dan akan sekolah di sekolahmu.” Jawabnya.

            Tidak ada waktu untuk kaget. Entah bagaimana perasaan Gretta saat mendengar jawaban Teresa. Terakhir, Gretta menatap cowok yang kata Teresa adalah Luke lalu pergi menuju kamarnya. Namun tatapan Gretta pada Luke sangat tidak bersahabat.

            “Gretta?” Tanya cowok yang tidak lain adalah Luke, sahabat kecil Gretta.

            Ya, dialah Luke. Luke Hemmings. Sahabat kecil Gretta yang setiap harinya selalu bermain bersama Gretta. Namun hanya karena kecelakaan yang menimpa Ayah dan kakak Gretta, persahabatan itu berubah menjadi kebencian. Gretta kecil sangat membencinya dan Luke rasa saat ini Gretta masih membencinya.

            “Aku juga tidak tau. Semakin bertambah umur, perilaku Gretta semakin tidak baik.” Ucap Teresa dengan suara lemah.

            Luke menatap Teresa dengan penuh perhatian. “Mengapa dia bisa seperti itu? Apakah.. Apakah Gretta masih membenciku? Apa aku yang membuatnya menjadi seperti itu?” Tanyanya ragu-ragu.

            Teresa menarik nafas panjang. “Sepertinya..” Jawabnya.

***

            FUCK! FUCK! FUCK!

            Sudah berpuluh-puluhan kali Gretta mencoret bukunya dengan tulisan ‘Fuck’ namun itu tidak membuatnya puas. Bahkan Gretta ingin membanting semua barang yang ada di kamarnya. Rambutnya semakin berantakan dan Gretta terlihat tidak lebih dari setan perempuan yang mengerikan.

            Mengapa? Mengapa Teresa jahat padanya? Mengapa? Apa ini hanya sebuah sandiwara saja? Cowok tadi bukan Luke kan? Tapi kalau boleh jujur, Gretta terpesona dengan cowok bermata biru keabu-abuan dengan rambut cokelat yang sedikit berantakan serta sopan. Ya. Cowok itu memang Luke, sahabat kecilnya yang telah mengubah hidupnya menjadi seperti ini! Gretta tidak bisa melupakan mata itu. Mata yang sangat dibencinya.

            Tidak pernah terbayangkan sebelumnya kalau ia akan bertemu lagi dengan Luke. Mengapa Luke harus kembali? Mengapa Teresa memberi izin Luke datang kemari? Dan bukannya tadi kata Teresa, Luke akan tinggal disini dan sekolah bersamanya? Fuck! Teresa bukan Ibunya. Teresa  bukan Ibunya!

            Semua ini berjalan bagaikan neraka. Jadi ini yang dinamakan hari yang besar? Melihat Connor bermesraan dengan Aleisha dan kembali berhadapan dengan Luke. Jika boleh memilih, lebih baik Tuhan mencabut nyawanya agar ia bisa bertemu dengan Ayah dan Kak Harry yang bahagia disana. Ayo Tuhan, cabut nyawaku!

            Tanpa sadar, Gretta menangis dan itu mampu membuat dadanya menjadi sesak. Gretta menangis dan bersembunyi di bantalnya. Hatinya benar-benar hancur sekarang. Hancur. Dan Gretta sampai melupakan tujuannya untuk menyetel lagu rock untuk menghibur hatinya yang penuh dengan luka.

***

            Ini makan malam yang berbeda karena ada penghuni baru, yaitu Luke. Teresa merasa senang ada Luke disini jadi sepi di rumahnya akan berkurang. Teresa menhidangkan menu spesial untuk Luke dan Luke tidak sabaran untuk mencicipinya. Dan dimana Gretta? Mengapa Gretta belum muncul juga? Sejak siang tadi gadis itu tak kunjung keluar dari kamarnya.

            “Gretta mana?” Tanya Luke.

            Teresa hampir melupakan Gretta lalu pergi ke kamar Gretta yang sepertinya terkunci rapat. Sebelum mengetuk pintu, Teresa menarik nafas dalam-dalam dan berharap supaya Gretta mau keluar dari kamar.

            “Gretta sayang, ayo makan. Mama sudah siapkan menu spesial untukmu.” Ucap Teresa dengan lembut.

            Beberapa detik kemudian Gretta keluar, penampilannya masih sama seperti tadi dan mata Gretta terlihat sembab karena habis menangis. Apa karena kedatangan Luke? Tapi bukannya Gretta sudah marah sebelum mengetahui bahwa cowok yang datang itu adalah Luke?

            “Ayo makan.” Ucap Teresa.

            Sebelum membalas ucapan Teresa, Gretta mengalihkan pandang ke ruang makan. Disana ada cowok yang langsung saja membuat perut Gretta terasa mual.

            “Ma, inikah yang disebut sebagai hari yang besar?” Tanya Gretta dengan suara yang dibesar-besarkan agar dari jauh Luke bisa mendengarnya. Alhasil dari jauh Luke bisa mendengar dan langsung menoleh ke arah Gretta dan Teresa.

            “Gretta, ini.. ini ide Mama. Mama yang menyuruh Luke tinggal disini. Mama..”

            “Apa? Mengapa Mama bisa melakukan ini? Apa Mama ingin Gretta bertambah benci dengan keluarga Luke yang jelas-jelas sudah membuat kita kehilangan Ayah dan kak Harry?” Bentak Gretta. Oh shit! Air mata itu jatuh lagi.

            “Gretta..” Lirih Teresa.

            “Artinya Mama sudah tidak sayang dengan Gretta lagi. Mama jahat! Mama membiarkan anak pembunuh itu masuk ke rumah kita yang sudah dibuat hancur karenanya!”

            “GRETTA!”

            Kali ini Teresa tidak bisa menahan emosinya. Betapa keterlaluannya Gretta. Teresa tau disana Luke bisa mendengar perkataan Gretta yang bisa menyakiti hatinya. Teresa merasa bersalah pada Luke. Baru saja Luke tiba di rumah ini dan Luke langsung mendapatkan kata-kata pedas dari mulut Gretta.

            “Mama mau bela dia? Mama lebih membela anak pembunuh itu dibanding Gretta?” Tanya Gretta.

            “Gretta! Ayah Luke memang salah. Tapi kau jangan bertindak seperti itu! Sekali lagi ini keinginan Mama menyuruh Luke tinggal disini. Mama mohon Gretta, berkorbanlah untuk Mama.. Mama mohon..” Ucap Teresa.

            Air mata Gretta tumpah dan dadanya kembali sesak. Pusing, sakit, benci, marah, kesal, semuanya bercampur menjadi satu. Teresa benar-benar keterlaluan. Tidak seharusnya Teresa mau mengajak Luke tinggal disini. Itu sama saja membunuhnya.

            Dan Gretta baru sadar bahwa inilah awal dari semuanya. Awal dari kesengsaraannya.

***

            Luke tersenyum menatap kamar barunya yang terlihat rapi. Semua barang-barangnya sudah ia rapikan dan saatnya untuk tidur. Tidak pernah terbayang dipikirannya bahwa ia akan tinggal di kota ini dalam waktu yang lama. Dan Teresa sangat ramah padanya. Wanita itu sama cantiknya saat terakhir Luke melihatnya. Sembilan tahun yang lalu.

            Perlahan, Luke duduk di pinggir ranjang kasurnya dan tiba-tiba menemukan bayangan wajahnya di depan cermin besar. Disana Luke bisa melihat dengan jelas wajahnya dan terdiam sambil memikirkan sesuatu. Tiba-tiba wajah seorang gadis muncul di pikirannya. Gadis yang tidak lain adalah Gretta, sahabat kecilnya.

            Gretta. Luke tidak menyangka gadis itu masih menyimpan dendam padanya dan Gretta menjadi seperti itu karenanya. Awal melihat Gretta, Luke tidak yakin gadis berambut acak-acakan dengan wajah penuh warna-warni dan tindikan di hidung adalah Gretta. Gretta-nya tidak seperti itu. Gretta-nya adalah gadis kecil yang cantik dan ramah. Dan Luke harus bisa menerima bahwa karena kedatangannya ini dapat membuat Gretta marah. Marah sekali. Luke sempat melihat pertentangan antara Gretta dengan Teresa yang memperlibatkannya. Awalnya Luke ragu menginjakkan kaki di rumah ini. Tapi ia harus melakukannya.

            Salah satu tujuannya datang kemari adalah untuk membantu Gretta menghapus dendam itu dan merubah sikap Gretta. Luke memang tidak yakin kalau ia bisa merubah sikap Gretta sedangkan ia sendiri yang membuat Gretta menjadi seperti itu. Salahnya, meski pada kenyataannya bukan salahnya. Ayahnyalah yang salah. Tapi Luke juga tidak bisa menyalahkan Ayahnya sepenuhnya. Kejadian itu terjadi begitu cepat tanpa ia sadari.

            Harapan kedepannya, Luke bisa memperbaiki hubungan dengan Gretta dan kembali menjadi sahabat Gretta, seperti dulu. Ketika kaki-kaki kecil mereka berlari mengejar angin dan tertawa bersama. Luke sangat merindukan masa-masa itu. Masa-masa yang tidak akan bisa kembali lagi.

***

            Gretta mengucek-ngucek matanya yang terasa perih lalu terbangun dan duduk, mencoba mengumpulkan seluruh nyawanya yang belum sepenuhnya kembali ke tubuhnya. Dilihatnya jam di ponselnya. Masih pagi. Ingin sekali Gretta tidur lagi tetapi aneh karena ngantuknya tiba-tiba saja hilang. Gretta langsung membuka facebook dan langsung menemukan sebuah foto. Sebuah foto yang mampu membuat hatinya sakit dan rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya.

            Connor dan Aleisha. Kenapa ia bisa mengingat dua manusia itu? Gretta mencoba untuk amnesia dan melupakan perasaannya pada Connor. Tetapi tidak bisa. Gretta juga tidak bisa menghapus foto-foto Connor yang sengaja ia simpan di ponselnya. Rasa cinta itu masih ada. Oke. Gretta memang merasa benci pada Connor, tetapi perasaan benci diantara perasaaan cinta. Sangat sakit memang.

            Satu lagi masalah terburuknya. Yaitu Luke. Gretta tersenyum miris. Ia kira kedatangan Luke kemarin hanyalah sebuah mimpi. Tapi sayangnya bukan mimpi. Luke ada disini dan rumah ini telah menjelma menjadi neraka. Dan Teresa.. Gretta sangat kecewa pada Mamanya itu yang tidak mau mengerti perasaannya.

            Gretta pun memilih untuk mandi dan sengaja melama-lamakan diri di kamar mandi. Kalau ia sarapan, pasti di meja sana Gretta bakal melihat sosok yang tidak ingin dilihatnya. Meski sosok itu secara tiba-tiba dapat membuatnya terpesona. Hah! Gretta bersumpah untuk tidak akan terjebak dalam pesona Luke.

            Dan benar saja. Gretta yang berpenampilan sangat kacau tak lupa dengan snapback hitamnya tersenyum sinis menatap meja makan dan disana sudah ada Luke dan Teresa. Teresa terlihat bahagia disana. Apa Teresa sudah terjebak dalam pesona Luke? Gretta menarik tasnya dan berjalan mendekati meja makan sambil menatap Teresa dengan sinis.

            “Pagi sayang. Ayo duduk kita sarapan sama-sama.” Sapa Teresa ceria seakan-akan melupakan perdebatan kemarin malam.

            Gretta tidak membalas sapaan ramah Teresa. Gadis itu malah beralih menatap Luke yang sedang menunduk. Sial! Kenapa ia ingin terus menatap Luke walau Luke hanya menunduk?

            I’m gonna die.” Ucap Gretta sambil mengambil roti bakarnya dan meninggalkan tempat itu.

            Setelah Gretta pergi, sarapan yang tadinya ceria berubah menjadi sunyi dan kaku. Luke terlihat kaku melahap sarapannya, juga Teresa. Entah apa yang dipikirkan oleh keduanya. Namun Luke didera rasa bersalah dan sudah merasa menyerah duluan. Gretta tidak akan mau memaafkannya sampai kapanpun.

            “Ohya, besok kau sudah mulai sekolah. Di sekolahnya Gretta.” Ucap Teresa mencairkan suasana.

            Luke tersenyum. “Aku sangat tidak sabaran.” Ucapnya.

            “Ya. Dan jangan heran kalau kau besok langsung menjadi idola seisi sekolah.” Ucap Teresa jahil.

***
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar