expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 03 Desember 2015

Beside You ( Part 3 )



Drible.. Shoot… Drible… Shoot…

            Sore yang cukup cerah ini Gretta menghabiskan sorenya di lapangan basket indoor milik sekolah. Lapangan indoor itu memang dikhususkan untuk tim basket saja dan bebas digunakan untuk mereka. Gretta salah satu yang bisa dengan bebas berlatih disana tetapi harus meminta izin dulu. Namun sore itu mood Gretta sedang tidak baik. Percakapan kemarin malam bersama Teresa membuat dendam itu semakin jelas dan merobek hatinya. Juga tadi Gretta dihukum oleh guru matematika karena tidak mengumpulkan tugas dan sepertinya guru matematika itu amat membencinya dan menyerah atas sikapnya.

            Gretta menguncir rambut sebahunya dengan asal dan tentunya menggunakan snapback hitam yang sengaja ia eratkan agar tidak jatuh pada saat bermain basket. Karena Gretta begitu emosional, gadis itu membanting dengan kasar bola basket itu dan langsung melemparnya namun hanya mengenai tiang ring dan menciptakan suara yang cukup keras. Bola itu kembali padanya dan Gretta langsung men-dribelnya dengan asal.

            Dan hap! Secara tidak sadar bola itu berhasil ditangkap oleh tangan seseorang dan Gretta ternganga dengan si pemilik tangan yang kini sedang tersenyum padanya. Mimpikah ia? Dengan lincahnya dan dengan style kerennya, cowok yang tidak lain adalah Connor itu men-dribel bola dengan santai dan melakukan aksi slam dunk yang memukau. Betapa kerennya Connor dan Gretta semakin memuja cowok itu.

            Tanpa Gretta sadari bola itu menuju ke arahnya dan langsung saja Gretta menangkapnya lalu menatap Connor yang masih tersenyum. Senyum yang indah. Tetapi Gretta lebih menyukai mata biru Connor.

            “Sedang emosi?” Tanya Connor.

            Sebisa mungkin Gretta menguasai keadaan. “Ng.. Mengapa kakak bisa menemukanku?” Tanyanya tanpa menjawab pertanyaan Connor.

            “Hmmm.. Aku tadi iseng saja pergi kesini dan melihatmu bermain basket dengan penuh emosi.” Jawab Connor.

            Mengapa Connor selalu datang di saat yang tepat? Gretta memang membutuhkan Connor untuk mendinginkan hatinya dan memadamkan api di hatinya. Dan hanya melihat mata biru dan senyum Connor sebagian api di hatinya sudah padam.

            “Kau belum menjawab keherananku.” Ucap Connor tiba-tiba lalu duduk di pinggir lapangan.

            Jantung Gretta berdebar-debar mendengar ucapan Connor. Gadis itu melihat Connor yang sedang duduk manis di pinggir lapangan dan itu menggodanya untuk duduk di samping Connor. Perlahan Gretta berjalan ke arah Connor dan merasa ragu sekaligus gemetaran melihat pujaan hatinya sedekat ini.

            “Ayo duduk.” Ucap Connor singkat.

            Ini mimpi! Batin Gretta. Tapi kalau mimpi, mengapa terasa nyata sekali? Akhirnya Gretta memberanikan diri duduk di samping Connor dan menjaga jarak dengan Connor. Gretta tidak ingin tertangkap basah oleh Connor hanya karena ia gemetaran dan tidak bisa menguasai diri.

            “Mungkin aku hanya satu-satunya cowok yang bisa membuatmu tenang.” Ucap Connor.

            Bahkan hanya mendengar suara Connor keringat dingin membanjiri wajah Gretta. Walau di band Connor hanyalah seorang gitaris, tapi suara Connor cukup bagus. Tapi permainan gitar Connor sangatlah memukau banyak orang seperti permainan basketnya.

            “Sebenarnya, bagaimana kisah masa lalumu? Aku penasaran.” Tanya Connor.

            Gretta berusaha mengumpulkan oksigen sebanyak-banyaknya. “Apa Miss Titan tidak pernah bercerita padamu? Dia tau masa laluku.” Ucapnya.

            “Dia tau? Tidak. Dia tidak pernah menceritakan tentangmu padaku. Aku tidak mau mengetahui kisah masa lalu orang kecuali dari mulut masa lalu orang itu sendiri.” Ucap Connor.

            “Apa.. Apa sebegitu menariknya masa laluku sehingga membuat kak Connor ingin mengetahui masa laluku?” Tanya Gretta.

            Connor tidak langsung menjawab. “Ah sudahlah. Salahku yang ingin tau masa lalu orang. Kumohon maafkan aku.” Ucapnya.

            Tiba-tiba senyum tercipta di bibir Gretta. Gadis itu sudah tampak tenang sekarang dan bisa menguasai diri. “Intinya masa laluku amat menyedihkan dan membuatku berubah seperti ini. Kakak pasti sudah tau kalau aku sudah tidak mempunyai Ayah dan kehilangan kakak laki-laki.” Ucapnya.

            Kalimat terakhir Gretta membuat Connor kaget. Apa? Gretta sudah tidak mempunyai Ayah lagi? Ayah Gretta sudah meninggal? Dan ternyata Gretta mempunyai kakak laki-laki? Hal ini sungguh berada di luar jangkauan Connor.

            “Aku tidak tau. Tapi maafkan aku jika itu yang membuatmu sedih.” Ucap Connor.

            It’s okay. Kejadian itu sudah sangat lama. Sembilan tahun yang lalu.” Ucap Gretta.

            “Hmmm.. Bagaimana kalau kita jalan-jalan berdua atau minum kopi di cafee?” Usul Connor.

***

            Mungkin setelah ini amat mudah bagi Gretta untuk dekat dengan Connor. Baginya, Connor berbeda dari cowok lainnya. Connor amat ramah padanya dan tidak menilainya dari penampilan. Apa karena Connor penasaran terhadap masa lalunya maka Connor mau mendekatinya? Gretta tidak tau. Yang jelas, Gretta ingin dekat dengan Connor dan bisa merasakan kebahagiaan.

            “Baru kali ini ada cowok yang mau mengajakku jalan-jalan.” Ucap Gretta.

            Connor tersenyum. “Ah tidak apa-apa. Gadis sepertimu sangat istimewa dan langka. Aku nyaman bersamamu.” Ucapnya.

            Perut Gretta seperti dikelilingi banyak kupu-kupu dan Gretta merasa bahagia sekali. Apa Connor juga menyimpan perasaan padanya? Tapi itu mustahil. Kalaupun Connor tertarik padanya, belum tentu Connor merasakan apa yang Gretta rasakan. Ingat, Connor itu anaknya tidak serius dan dia bisa saja menyatakan cinta pada seorang gadis dan membuat gadis itu kegirangan namun ujung-ujungnya hanya permainan konyol Connor saja.

            “Aku juga senang bersama kakak. Kak Connor adalah idola satu sekolah dan cowok nomor satu di sekolah. Kak Connor yang paling sempurna.” Ucap Gretta.

            “Ya. Aku bangga dengan hal itu. Ini semua kerja kerasku. Pertama aku datang ke sekolah, banyak yang mem-bully-ku dan menjauhiku. Tetapi ketika aku tergabung di tim basket dan membuat band, akhirnya banyak yang mengenaliku dan mengidolakanku. Memang begitu ya syarat-syarat menjadi orang yang akan diidolakan oleh banyak orang.” Ucap Connor.

            Setiba di Caffe, Gretta merasa agak malu. Lihat saja pakaian dan penampilannya. Terlebih saat Gretta tidak sengaja bertatapan dengan kakak kelas yang menyukai Connor. Kakak kelasnya itu menatapnya dengan tatapan jijik. Gretta menjadi tidak nyaman disini.

            “Ada apa?” Tanya Connor.

            Gretta sempat berpikir. Menjadi seseorang yang dekat dengan Connor sangatlah bahaya. Apalagi sampai bisa mendapatkan hati Connor. Cewek itu akan di bully dan banyak yang membenci cewek itu karena berhasil merebut hati Connor. Tapi bukannya Gretta memang menjadi sosok asing dan tidak terlihat? Toh kalau mereka benci padanya Gretta malah senang.

            “Aku sedikit tidak nyaman disini. Lihat, ada kakak kelas. Pasti dia membuat berita heboh tentangku yang datang ke caffe bersamamu.” Jawab Gretta.

Connor hanya meng’o’kan jawaban Gretta dan entah mengapa ekspresi di wajahnya menjadi berubah. Gretta bisa menangkap ekspresi wajah Connor dan perasaannya menjadi tidak enak. Tadi ia bahagia sekali dan mengapa ia cepat sekali merasa ragu dan tidak enak? Sebenarnya apa yang ada dipikiran Connor?

Namun kopi hangat membuat Gretta menjadi tenang. Kopi adalah salah satu minuman favorit Gretta dan tiada hari tanpa minum kopi. Entah kopi jenis apa yang penting kopi.

“Kau suka kopi ya?” Tanya Connor.

“Iya. Kakak?”

“Suka juga. Meminum kopi dapat membuat pikiran kita menjadi tenang dan membuat kita semangat melakukan sesuatu. Kita yang tadinya lemas menjadi semangat karena minum kopi. Yaa lebih baik minum kopi dibanding minum minuman yang tidak jelas.” Jawab Connor.

Keluarga Connor memang sangat ketat dan hati-hati merawat anaknya. Kakak laki-laki Connor yang sudah kuliah sama sekali tidak pernah menyentuh minuman yang berbahaya walau usianya sudah di atas delapan belas tahun. Padahal meminum minuman seperti itu bagi orang-orang yang sudah dewasa adalah hal yang biasa dan merupakan suatu kewajiban. Entah apakah kedepannya Gretta bakalan suka mabuk atau tidak. Tapi kalau hidupnya terus-terusan seperti ini dan dendam itu masih mengena di hatinya, kemungkinan besar Gretta akan menjadi semakin nakal dan tentunya semakin menyakiti hati Teresa.

Dan ya.. Hari ini merupakan salah satu hari terbaik Gretta. Tidak apa-apa Connor tidak mau menyadari perasaannya asalkan ia bisa dekat dengan Connor.

Dan yang paling penting Connor masih single dan semuanya akan baik-baik saja.

***

Hal pertama yang dibicarakan Gretta saat bertemu Eleanor di kelas adalah menceritakan kejadian kemarin. Ia dan Connor. Sebagai sahabat, tentu saja Eleanor ikut bahagia walau sedikit cemburu pada Gretta. Memang Eleanor mengagumi Connor tetapi tidak sampai ingin menjadi orang terdekat Connor. Jika Connor mau membalas perasaan Gretta dan menjadikan Gretta sebagai pacarnya, Eleanor tentu merasa senang. Eleanor sudah lama mengenal Gretta dan Gretta anaknya baik-baik walau penampilannya seperti itu.

“Aku curiga deh jangan-jangan kak Connor menyukaimu.” Ucap Eleanor.

Mendengar ucapan Eleanor, hati Gretta semakin berbunga-bunga. “Susah membaca pikiran kak Connor. Tapi kak Connor juga sering mengajak teman-teman ceweknya pergi, bukan hanya aku saja. Lagipula kak Connor tertartik padaku karena masa laluku.” Ucapnya.

“Ohya? Apa kau menceritakan masa lalumu padanya?” Tanya Eleanor.

“Tidak. Itu tidak penting. Aku hanya bilang kalau Ayah dan kakak laki-lakiku meninggal.” Jawab Gretta.

Eleanor menarik nafas panjang. “Aku tau Grett kesedihan dan kepedihan yang kau rasakan. Tapi apakah selama-lamanya kau seperti ini? Bagaimana jika kau bertemu dengan keluarga yang sangat kau bencikan itu? Bagaimana jika kau bertemu dengan sahabat kecilmu?”

“El, aku tidak akan pernah bertemu mereka dan aku tidak akan mau bertemu mereka. Bahkan dia. Seseorang yang sangat peduli padaku, selalu ada disampingku, selalu membuatku tersenyum dan tertawa, tapi ternyata karena kecelakaan itu aku membencinya. Sangat membencinya.” Ucap Gretta.

“Tapi kau sangat menyayanginya kan? Dia kan sahabat kecilmu. Ayolah Grett. Waktu itu kau masih kecil. Tidak semuanya keluarga sahabatmu yang salah. Kau masih terlalu kecil untuk menyimpulkan sesuatu.” Ucap Eleanor.

Sama seperti Teresa. Eleanor sama seperti Teresa. Itu hanyalah dendam seorang bocah berusia tujuh tahun. Tetapi Gretta tidak peduli. Dendam tetaplah dendam. Bisa saja Gretta membenci seseorang yang sangat disayanginya. Bisa saja sewaktu-waktu Gretta membenci Connor jika Connor menyakiti hatinya walau ia mencintai Connor.

“Tapi jika kau bertemu dengannya apa yang akan kau lakukan? Bisa saja sahabatmu atau orangtua sahabatmu berusaha mencarimu dan meminta maaf padamu.” Ucap Eleanor.

“Sudah kubilang El. Aku tidak mau bertemu dengan mereka.” Ucap Gretta.

***

“Ayah! Kak Harry!”

Gretta menangis memasuki lorong rumah sakit dan mendapati Teresa yang menangis. Dan sahabatnya yang ikut menangis juga. Gretta sempat mendengar pembicaraan bahwa mobil yang dikendarai Ayahnya hancur karena tertabrak oleh mobil yang tidak lain adalah milih Ayah sahabatnya itu. Sahabatnya?

“Gretta, Ayahku juga sedang dirawat. Mobilnya sedikit rusak.” Ucap sahabatnya.

Gretta tetap menangis lalu menatap sahabatnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Apa yang sudah Ayahmu lakukan pada Ayahku? Kenapa mobil Ayahmu bisa menabrak mobil Ayahku?” Tangisnya.

Sahabatnya itu juga ikutan menangis. “Aku juga tidak tau Gretta. Tapi waktu itu Ayah sedang… Mabuk..” Ucapnya.

“Apa?”

Walau Gretta masih kecil, tentu Gretta sudah tidak asing lagi dengan kata ‘mabuk’. Tentu orang yang sedang mabuk tidak bisa mengingat apa-apa dan tidak mengenal siapapun. Kenapa? Kenapa harus Ayah sahabatnya? Perasaan Ayah sahabatnya itu adalah orang yang baik-baik.

“Ma..”

Gretta langsung menghambur di pelukan Teresa. Sambil menangis, Gretta berucap. “Gretta sangat membencinya. Gretta sangat membenci sahabat Gretta.”

***

“Gretta?”

Gretta tersadar dari lamunannya. Makan malam yang sepi. Masa lalu itu kembali hadir di pikirannya dan Gretta baru sadar bahwa Ayah mantan sahabatnya itu di waktu itu sedang mabuk alhasil bisa menabrak mobil Ayahnya dan membuat Gretta kehilangan Ayahnya dan Harry.

“Gretta baru ingat Ma kalau Ayah dia saat mengemudi sedang mabuk.” Ucap Gretta sengaja tidak mau menyebutkan mana mantan sahabatnya itu.

“Gretta..” Ucap Teresa dengan suara serak.

“Apa? Benarkan mereka yang salah?” Tanya Gretta dengan suara setengah membentak.

“Gretta, Mama tau itu. Waktu itu Pak Alex sedang mabuk. Mama tau itu. Tapi sekali lagi jangan terlalu membenci mereka. Hapuslah dendam itu Gretta. Awalnya Mama memang benci tetapi Mama sadar benci itu salah dan hubungan Mama dengan keluarga Pak Alex menjadi baik lagi. Tapi kamu.. dan sahabatmu..”

“Dia bukan lagi sahabat Gretta! Gretta merasa kecewa Ma. Sakit sekali rasanya Ma!” Ucap Gretta.

Memang setelah kejadian itu Gretta dan Teresa pindah rumah dan Gretta tidak pernah lagi berjumpa dengan keluarga Alex bahkan anak laki-laki Alex yang tidak lain adalah sahabat kecilnya. Entahlah bagaimana kabar mereka. Gretta tidak peduli.

Bahkan matipun Gretta tidak peduli.

***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar