Drible.. Shoot… Drible… Shoot…
Sore yang cukup cerah ini Gretta
menghabiskan sorenya di lapangan basket indoor milik sekolah. Lapangan indoor
itu memang dikhususkan untuk tim basket saja dan bebas digunakan untuk mereka.
Gretta salah satu yang bisa dengan bebas berlatih disana tetapi harus meminta
izin dulu. Namun sore itu mood Gretta sedang tidak baik. Percakapan kemarin
malam bersama Teresa membuat dendam itu semakin jelas dan merobek hatinya. Juga
tadi Gretta dihukum oleh guru matematika karena tidak mengumpulkan tugas dan
sepertinya guru matematika itu amat membencinya dan menyerah atas sikapnya.
Gretta menguncir rambut sebahunya
dengan asal dan tentunya menggunakan snapback hitam yang sengaja ia eratkan
agar tidak jatuh pada saat bermain basket. Karena Gretta begitu emosional,
gadis itu membanting dengan kasar bola basket itu dan langsung melemparnya
namun hanya mengenai tiang ring dan menciptakan suara yang cukup keras. Bola
itu kembali padanya dan Gretta langsung men-dribelnya dengan asal.
Dan hap! Secara tidak sadar bola itu
berhasil ditangkap oleh tangan seseorang dan Gretta ternganga dengan si pemilik
tangan yang kini sedang tersenyum padanya. Mimpikah ia? Dengan lincahnya dan
dengan style kerennya, cowok yang tidak lain adalah Connor itu men-dribel bola
dengan santai dan melakukan aksi slam
dunk yang memukau. Betapa kerennya Connor dan Gretta semakin memuja cowok
itu.
Tanpa Gretta sadari bola itu menuju
ke arahnya dan langsung saja Gretta menangkapnya lalu menatap Connor yang masih
tersenyum. Senyum yang indah. Tetapi Gretta lebih menyukai mata biru Connor.
“Sedang emosi?” Tanya Connor.
Sebisa mungkin Gretta menguasai
keadaan. “Ng.. Mengapa kakak bisa menemukanku?” Tanyanya tanpa menjawab
pertanyaan Connor.
“Hmmm.. Aku tadi iseng saja pergi
kesini dan melihatmu bermain basket dengan penuh emosi.” Jawab Connor.
Mengapa Connor selalu datang di saat
yang tepat? Gretta memang membutuhkan Connor untuk mendinginkan hatinya dan
memadamkan api di hatinya. Dan hanya melihat mata biru dan senyum Connor
sebagian api di hatinya sudah padam.
“Kau belum menjawab keherananku.”
Ucap Connor tiba-tiba lalu duduk di pinggir lapangan.
Jantung Gretta berdebar-debar
mendengar ucapan Connor. Gadis itu melihat Connor yang sedang duduk manis di
pinggir lapangan dan itu menggodanya untuk duduk di samping Connor. Perlahan
Gretta berjalan ke arah Connor dan merasa ragu sekaligus gemetaran melihat
pujaan hatinya sedekat ini.
“Ayo duduk.” Ucap Connor singkat.
Ini mimpi! Batin Gretta. Tapi kalau
mimpi, mengapa terasa nyata sekali? Akhirnya Gretta memberanikan diri duduk di
samping Connor dan menjaga jarak dengan Connor. Gretta tidak ingin tertangkap
basah oleh Connor hanya karena ia gemetaran dan tidak bisa menguasai diri.
“Mungkin aku hanya satu-satunya
cowok yang bisa membuatmu tenang.” Ucap Connor.
Bahkan hanya mendengar suara Connor
keringat dingin membanjiri wajah Gretta. Walau di band Connor hanyalah seorang
gitaris, tapi suara Connor cukup bagus. Tapi permainan gitar Connor sangatlah
memukau banyak orang seperti permainan basketnya.
“Sebenarnya, bagaimana kisah masa
lalumu? Aku penasaran.” Tanya Connor.
Gretta berusaha mengumpulkan oksigen
sebanyak-banyaknya. “Apa Miss Titan tidak pernah bercerita padamu? Dia tau masa
laluku.” Ucapnya.
“Dia tau? Tidak. Dia tidak pernah
menceritakan tentangmu padaku. Aku tidak mau mengetahui kisah masa lalu orang
kecuali dari mulut masa lalu orang itu sendiri.” Ucap Connor.
“Apa.. Apa sebegitu menariknya masa
laluku sehingga membuat kak Connor ingin mengetahui masa laluku?” Tanya Gretta.
Connor tidak langsung menjawab. “Ah
sudahlah. Salahku yang ingin tau masa lalu orang. Kumohon maafkan aku.”
Ucapnya.
Tiba-tiba senyum tercipta di bibir
Gretta. Gadis itu sudah tampak tenang sekarang dan bisa menguasai diri.
“Intinya masa laluku amat menyedihkan dan membuatku berubah seperti ini. Kakak
pasti sudah tau kalau aku sudah tidak mempunyai Ayah dan kehilangan kakak
laki-laki.” Ucapnya.
Kalimat terakhir Gretta membuat
Connor kaget. Apa? Gretta sudah tidak mempunyai Ayah lagi? Ayah Gretta sudah
meninggal? Dan ternyata Gretta mempunyai kakak laki-laki? Hal ini sungguh
berada di luar jangkauan Connor.
“Aku tidak tau. Tapi maafkan aku
jika itu yang membuatmu sedih.” Ucap Connor.
“It’s
okay. Kejadian itu sudah sangat lama. Sembilan tahun yang lalu.” Ucap
Gretta.
“Hmmm.. Bagaimana kalau kita
jalan-jalan berdua atau minum kopi di cafee?” Usul Connor.
***
Mungkin setelah ini amat mudah bagi
Gretta untuk dekat dengan Connor. Baginya, Connor berbeda dari cowok lainnya.
Connor amat ramah padanya dan tidak menilainya dari penampilan. Apa karena
Connor penasaran terhadap masa lalunya maka Connor mau mendekatinya? Gretta
tidak tau. Yang jelas, Gretta ingin dekat dengan Connor dan bisa merasakan
kebahagiaan.
“Baru kali ini ada cowok yang mau
mengajakku jalan-jalan.” Ucap Gretta.
Connor tersenyum. “Ah tidak apa-apa.
Gadis sepertimu sangat istimewa dan langka. Aku nyaman bersamamu.” Ucapnya.
Perut Gretta seperti dikelilingi
banyak kupu-kupu dan Gretta merasa bahagia sekali. Apa Connor juga menyimpan
perasaan padanya? Tapi itu mustahil. Kalaupun Connor tertarik padanya, belum
tentu Connor merasakan apa yang Gretta rasakan. Ingat, Connor itu anaknya tidak
serius dan dia bisa saja menyatakan cinta pada seorang gadis dan membuat gadis
itu kegirangan namun ujung-ujungnya hanya permainan konyol Connor saja.
“Aku juga senang bersama kakak. Kak
Connor adalah idola satu sekolah dan cowok nomor satu di sekolah. Kak Connor
yang paling sempurna.” Ucap Gretta.
“Ya. Aku bangga dengan hal itu. Ini
semua kerja kerasku. Pertama aku datang ke sekolah, banyak yang mem-bully-ku
dan menjauhiku. Tetapi ketika aku tergabung di tim basket dan membuat band,
akhirnya banyak yang mengenaliku dan mengidolakanku. Memang begitu ya
syarat-syarat menjadi orang yang akan diidolakan oleh banyak orang.” Ucap
Connor.
Setiba di Caffe, Gretta merasa agak
malu. Lihat saja pakaian dan penampilannya. Terlebih saat Gretta tidak sengaja
bertatapan dengan kakak kelas yang menyukai Connor. Kakak kelasnya itu
menatapnya dengan tatapan jijik. Gretta menjadi tidak nyaman disini.
“Ada apa?” Tanya Connor.
Gretta sempat berpikir. Menjadi
seseorang yang dekat dengan Connor sangatlah bahaya. Apalagi sampai bisa
mendapatkan hati Connor. Cewek itu akan di bully dan banyak yang membenci cewek
itu karena berhasil merebut hati Connor. Tapi bukannya Gretta memang menjadi
sosok asing dan tidak terlihat? Toh kalau mereka benci padanya Gretta malah
senang.
“Aku sedikit tidak nyaman disini.
Lihat, ada kakak kelas. Pasti dia membuat berita heboh tentangku yang datang ke
caffe bersamamu.” Jawab Gretta.
Connor hanya meng’o’kan jawaban Gretta dan entah mengapa ekspresi di
wajahnya menjadi berubah. Gretta bisa menangkap ekspresi wajah Connor dan
perasaannya menjadi tidak enak. Tadi ia bahagia sekali dan mengapa ia cepat
sekali merasa ragu dan tidak enak? Sebenarnya apa yang ada dipikiran Connor?
Namun kopi hangat membuat Gretta menjadi tenang. Kopi adalah salah satu
minuman favorit Gretta dan tiada hari tanpa minum kopi. Entah kopi jenis apa
yang penting kopi.
“Kau suka kopi ya?” Tanya Connor.
“Iya. Kakak?”
“Suka juga. Meminum kopi dapat membuat pikiran kita menjadi tenang dan
membuat kita semangat melakukan sesuatu. Kita yang tadinya lemas menjadi
semangat karena minum kopi. Yaa lebih baik minum kopi dibanding minum minuman
yang tidak jelas.” Jawab Connor.
Keluarga Connor memang sangat ketat dan hati-hati merawat anaknya. Kakak
laki-laki Connor yang sudah kuliah sama sekali tidak pernah menyentuh minuman
yang berbahaya walau usianya sudah di atas delapan belas tahun. Padahal meminum
minuman seperti itu bagi orang-orang yang sudah dewasa adalah hal yang biasa
dan merupakan suatu kewajiban. Entah apakah kedepannya Gretta bakalan suka
mabuk atau tidak. Tapi kalau hidupnya terus-terusan seperti ini dan dendam itu
masih mengena di hatinya, kemungkinan besar Gretta akan menjadi semakin nakal
dan tentunya semakin menyakiti hati Teresa.
Dan ya.. Hari ini merupakan salah satu hari terbaik Gretta. Tidak apa-apa
Connor tidak mau menyadari perasaannya asalkan ia bisa dekat dengan Connor.
Dan yang paling penting Connor masih single
dan semuanya akan baik-baik saja.
***
Hal pertama yang dibicarakan Gretta saat bertemu Eleanor di kelas adalah
menceritakan kejadian kemarin. Ia dan Connor. Sebagai sahabat, tentu saja
Eleanor ikut bahagia walau sedikit cemburu pada Gretta. Memang Eleanor
mengagumi Connor tetapi tidak sampai ingin menjadi orang terdekat Connor. Jika
Connor mau membalas perasaan Gretta dan menjadikan Gretta sebagai pacarnya,
Eleanor tentu merasa senang. Eleanor sudah lama mengenal Gretta dan Gretta
anaknya baik-baik walau penampilannya seperti itu.
“Aku curiga deh jangan-jangan kak Connor menyukaimu.” Ucap Eleanor.
Mendengar ucapan Eleanor, hati Gretta semakin berbunga-bunga. “Susah
membaca pikiran kak Connor. Tapi kak Connor juga sering mengajak teman-teman
ceweknya pergi, bukan hanya aku saja. Lagipula kak Connor tertartik padaku
karena masa laluku.” Ucapnya.
“Ohya? Apa kau menceritakan masa lalumu padanya?” Tanya Eleanor.
“Tidak. Itu tidak penting. Aku hanya bilang kalau Ayah dan kakak
laki-lakiku meninggal.” Jawab Gretta.
Eleanor menarik nafas panjang. “Aku tau Grett kesedihan dan kepedihan
yang kau rasakan. Tapi apakah selama-lamanya kau seperti ini? Bagaimana jika
kau bertemu dengan keluarga yang sangat kau bencikan itu? Bagaimana jika kau
bertemu dengan sahabat kecilmu?”
“El, aku tidak akan pernah bertemu mereka dan aku tidak akan mau bertemu
mereka. Bahkan dia. Seseorang yang sangat peduli padaku, selalu ada
disampingku, selalu membuatku tersenyum dan tertawa, tapi ternyata karena
kecelakaan itu aku membencinya. Sangat membencinya.” Ucap Gretta.
“Tapi kau sangat menyayanginya kan? Dia kan sahabat kecilmu. Ayolah
Grett. Waktu itu kau masih kecil. Tidak semuanya keluarga sahabatmu yang salah.
Kau masih terlalu kecil untuk menyimpulkan sesuatu.” Ucap Eleanor.
Sama seperti Teresa. Eleanor sama seperti Teresa. Itu hanyalah dendam
seorang bocah berusia tujuh tahun. Tetapi Gretta tidak peduli. Dendam tetaplah
dendam. Bisa saja Gretta membenci seseorang yang sangat disayanginya. Bisa saja
sewaktu-waktu Gretta membenci Connor jika Connor menyakiti hatinya walau ia
mencintai Connor.
“Tapi jika kau bertemu dengannya apa yang akan kau lakukan? Bisa saja
sahabatmu atau orangtua sahabatmu berusaha mencarimu dan meminta maaf padamu.”
Ucap Eleanor.
“Sudah kubilang El. Aku tidak mau bertemu dengan mereka.” Ucap Gretta.
***
“Ayah! Kak Harry!”
Gretta menangis memasuki lorong rumah
sakit dan mendapati Teresa yang menangis. Dan sahabatnya yang ikut menangis
juga. Gretta sempat mendengar pembicaraan bahwa mobil yang dikendarai Ayahnya
hancur karena tertabrak oleh mobil yang tidak lain adalah milih Ayah sahabatnya
itu. Sahabatnya?
“Gretta, Ayahku juga sedang dirawat.
Mobilnya sedikit rusak.” Ucap sahabatnya.
Gretta tetap menangis lalu menatap
sahabatnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Apa yang sudah Ayahmu lakukan
pada Ayahku? Kenapa mobil Ayahmu bisa menabrak mobil Ayahku?” Tangisnya.
Sahabatnya itu juga ikutan menangis.
“Aku juga tidak tau Gretta. Tapi waktu itu Ayah sedang… Mabuk..” Ucapnya.
“Apa?”
Walau Gretta masih kecil, tentu
Gretta sudah tidak asing lagi dengan kata ‘mabuk’. Tentu orang yang sedang
mabuk tidak bisa mengingat apa-apa dan tidak mengenal siapapun. Kenapa? Kenapa
harus Ayah sahabatnya? Perasaan Ayah sahabatnya itu adalah orang yang
baik-baik.
“Ma..”
Gretta langsung menghambur di pelukan
Teresa. Sambil menangis, Gretta berucap. “Gretta sangat membencinya. Gretta
sangat membenci sahabat Gretta.”
***
“Gretta?”
Gretta tersadar dari lamunannya. Makan malam yang sepi. Masa lalu itu
kembali hadir di pikirannya dan Gretta baru sadar bahwa Ayah mantan sahabatnya
itu di waktu itu sedang mabuk alhasil bisa menabrak mobil Ayahnya dan membuat
Gretta kehilangan Ayahnya dan Harry.
“Gretta baru ingat Ma kalau Ayah dia saat mengemudi sedang mabuk.” Ucap
Gretta sengaja tidak mau menyebutkan mana mantan sahabatnya itu.
“Gretta..” Ucap Teresa dengan suara serak.
“Apa? Benarkan mereka yang salah?” Tanya Gretta dengan suara setengah
membentak.
“Gretta, Mama tau itu. Waktu itu Pak Alex sedang mabuk. Mama tau itu.
Tapi sekali lagi jangan terlalu membenci mereka. Hapuslah dendam itu Gretta.
Awalnya Mama memang benci tetapi Mama sadar benci itu salah dan hubungan Mama
dengan keluarga Pak Alex menjadi baik lagi. Tapi kamu.. dan sahabatmu..”
“Dia bukan lagi sahabat Gretta! Gretta merasa kecewa Ma. Sakit sekali
rasanya Ma!” Ucap Gretta.
Memang setelah kejadian itu Gretta dan Teresa pindah rumah dan Gretta
tidak pernah lagi berjumpa dengan keluarga Alex bahkan anak laki-laki Alex yang
tidak lain adalah sahabat kecilnya. Entahlah bagaimana kabar mereka. Gretta
tidak peduli.
Bahkan matipun Gretta tidak peduli.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar