expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 03 Desember 2015

Beside You ( Part 1 )



“Hei Gretta!”

            Gretta, gadis tomboi yang sehari-hari selalu mengenakan snapback hitam menoleh ke belakang dan tersenyum melihat Eleanor membawa sebotol air mineral. Eleanor, sahabatnya sejak SMP dan selalu tetap menjadi sahabatnya. Meski keduanya amat berbeda, tapi keduanya amat akrab dan tidak bisa terpisahkan. Memang sih diantara keduanya Eleanor-lah yang lebih cantik dan lebih menarik dibanding Gretta. Eleanor banyak disukai oleh cowok seisi sekolah sedangkan Gretta malah ditakuti oleh para cowok karena sikapnya yang garang dan tidak mencerminkan sikap seorang cewek.

            Kalau boleh jujur, hanya Eleanor satu-satunya teman cewek Gretta dan yang lainnya adalah teman-teman cowok Gretta yang berpenampilan seperti anak Punk dan kerjaannya nge-band mulu. Gretta juga lumayan menyukai band dan jago bermain gitar. Entahlah apa yang membuat Eleanor mau bersahabat dengan Gretta. Tapi menurut Eleanor, Gretta itu anaknya menyenangkan dan suka bercanda. Kadang-kadang nyebelin sih tapi bisa membuat Eleanor tertawa.

            Siang yang panas ini, masih saja Gretta bermain basket di tengah lapangan dengan kaus hitam yang dibeberapa bagian robek dan celana skinny-jeans hitam ketat yang juga robek. Sebenarnya Gretta itu cantik hanya saja Gretta tidak mau menampilkan kecantikannya meski banyak yang nge-bully Gretta. Entah apa yang membuat Gretta menjadi seperti itu dan entahlah bagaimana kisah masa lalu Gretta.

            Gretta berjalan mendekati Eleanor sambil men-dribel bola basket yang warnanya sudah kusam. Keringat mengucur deras membasahi wajah Gretta dan rambut hitamnya yang berantakan. Eleanor menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian memberikan botol air mineral pada Gretta.

            “Grett, kapan sih kamu berubah?” Tanya Eleanor tiba-tiba.

            Gretta yang asyik meneguk air langsung saja tersedak dan Eleanor merasa bersalah. Pertanyaan itu sudah sering ia tanyakan pada Gretta dan Gretta selalu menjawab seperti ini.

            “El, aku tidak akan berubah. Aku adalah si Gretta yang tomboi dan akan selalu seperti ini.” Jawab Gretta.

            Eleanor menghela nafas panjang. “Kalau begini caranya, gimana Connor bisa tertarik padamu?” Tanyanya.

            Ups! Eleanor salah bicara lagi. Lihat kan bagaimana perubahan wajah Gretta. Siapa sih yang tidak kenal dengan Connor? Setelah naik ke kelas sebelas dan dengan tim basketnya berhasil memenangkan pertandingan basket antar-kota, nama Connor selalu dipuja-puja dan banyak gadis yang berebutan untuk menjadi pacarnya. Connor sama seperti Gretta. Jago bermain basket dan musik. Di sekolah, Connor mempunyai band bernama Before You Exit yang beranggotakan tiga orang yaitu Riley, Toby dan dirinya sendiri. Sebenarnya Connor tidak bisa dibilang tampan tapi karena bakatnya yang luar biasa dan style-nya di lapangan, atau sewaktu Connor bermain gitar dengan serius, cowok berambut pirang dengan mata biru yang menggoda itu akhirnya menjadi idola seisi sekolah, dan Gretta salah satu dari sekian banyak gadis yang memuja Connor habis-habisan!

            Saat ini mungkin Gretta masih merasa aman dan tenang karena status Connor adalah jomblo setelah putus dengan Lily sebulan yang lalu. Tampaknya Connor sudah bosan dengan tipe cewek macam Lily yang manja sekali dan senang menggunakan make-up berlebihan. Kesempatan Gretta untuk mendekati Connor berpeluang besar! Gretta juga masuk ke dalam tim basket putri walau masih awal-awal maksudnya masih kelas sepuluh. Saat latihan basket, Gretta sering bertatap muka dengan Connor dan begitu kagum dengan Connor. Apalagi mata biru Connor yang bagaikan samudera pasifik. Tapi rasanya Connor sama sekali tidak tertarik padanya.

            Sampai sekarang. Connor suka banyak bercanda dan tidak pernah menyadari bahwa ada gadis yang benar-benar mencintainya. Seorang gadis tomboi yang banyak dijauhi oleh para cowok, Gretta. Connor tidak akan pernah menyadarinya sampai kapanpun. Sampai kapanpun.

            “Hayoo melamun apa?” Ucap Eleanor.

            Gretta baru sadar kalau dia sedaritadi melamunkan Connor. “Eh, tidak ada.” Jawabnya cepat-cepat.

            “Hmm.. Maafkan aku ya..” Ucap Eleanor.

            “Untuk apa?” Tanya Gretta.

            “Itu.. tuan McDonough. Aku tau bagaimana perasaanmu pada Connor dan Connor..”

            “Sudahlah. Sampai kapanpun Connor tidak akan tertartik padaku..” Ucap Gretta dengan nada sedih.

***

            Lagi dan lagi. Gretta mendengus kesal menatap wajah Mama-nya yang tampak sebal. Langsung saja Gretta nyerocos ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Tetapi kali ini, Teresa-Mama Gretta-langsung mencengkal lengan Gretta sampai Gretta menjerit. Gretta tau Teresa marah padanya.

            “Kamu habis main basket lagi ya? Sudah Mama bilang, jangan main basket di siang bolong! Mama tidak ingin kamu kenapa-napa.” Ucap Teresa.

            Gretta menatap Teresa sebal. “Gretta baik-baik aja kok Ma! Basket kan hidup Gretta juga!” Ucapnya.

            Teresa langsung diam dan melonggarkan cengkalan tangannya. Gretta dapat melihat perubahan wajah Teresa dan diam-diam Gretta merasa bersalah. Mama. Saat ini Gretta hanya tinggal bersama Mama. Hanya bersama Mama. Ia kehilangan Ayah dan kakak kandung cowoknya akibat kecelakaan maut. Sembilan tahun lalu yang sangat menyedihkan baginya dan sampai detik ini Gretta masih merasakan kesedihan itu. Ayah… Kak Harry…

            “Gretta..” Lirih Teresa.

            Gretta menelan ludah. “Ya Ma?” Tanyanya.

            “Mama tidak melarang kamu untuk tidak bermain basket, Mama tidak melarang kamu bermain musik dan menyetel lagu rock sekeras mungkin. Hanya saja Mama ingin kamu berubah menjadi gadis impian Mama. Gadis yang baik dan berpenampilan seperti gadis enam belas tahun pada umumnya. Mama tau hal itu sangat sulit dilakukan. Tapi Mama berharap kamu mau melakukannya.” Ucap Teresa.

            Meninggalkan penampilan tomboi-nya dan berubah menjadi gadis pada umumnya adalah mimpi buruk Gretta. Gretta begitu mencintai penampilannya ini. Gretta sudah janji untuk tetap menjadi gadis yang tomboi dan mencintai basket ataupun musik.

            “Maafkan Gretta Ma karena Gretta tidak bisa menjadi gadis impian Mama. Seandainya ada Ayah dan kak Harry disini…”

            Satu persatu air mata menetes membasahi pipi Gretta. Ayah.. Kak Harry… Teresa bisa memahami kesedihan yang dirasakan putri satu-satunya itu. Dan Teresa takut jika Gretta masih menyimpan dendam. Dendam seorang bocah tujuh tahun tatkala menyadari siapa sosok yang tega membuat ia kehilangan Ayah dan kakak laki-lakinya. Gretta kecil tidak akan pernah mengerti bagaimana kronologi kecelakaan itu. Yang Gretta tau hanya satu, yaitu orang yang membuatnya kehilangan Ayah dan kakak laki-lakinya.

            “Gretta benci keluarga itu. Gretta masih dendam sama keluarga itu walau dulu Gretta dekat sekali dengan anak keluarga itu.. Sahabat kecil Gretta yang Gretta tidak mau sebut lagi namanya.” Ucap Gretta.

            Teresa berusaha tetap tersenyum dan sadar bahwa Gretta masih dendam dengan keluarga yang sudah membuat Gretta kehilangan Ayah dan kakaknya. Tapi menurut Teresa, keluarga itu sama sekali tidak bersalah. Itu murni kecelakaan. Mungkin karena Gretta masih kecil dan Gretta tidak tau apa-apa jadi Gretta bisa saja menyalahkan siapapun dengan mudah tanpa perlu diselidiki.

            “Itu hanya dendam masa lalu. Jangan menyimpan dendam ataupun kebencian terutama dengan keluarga yang dulu amat dekat dengan Mama. Mereka tidak salah, mereka..”

            “Apa? Jelas-jelas mereka salah Ma! Mereka yang membuat Gretta kehilangan Ayah dan kak Harry!” Bentak Gretta kemudian berlari ke dalam kamarnya. Teresa berusaha menahan air matanya dan berharap supaya dendam dan kebencian yang dirasakan Gretta menghilang.

            Sementara itu Gretta sudah berada di dalam kamarnya dan langsung membanting tubuhnya di atas kasur sambil menghapus sisa-sisa air mata di pipinya dengan kasar. Mengapa? Mengapa semua ini harus terjadi padanya? Mengapa ia harus kehilangan Ayah dan kakak laki-lakinya?

            Dulu, masa kecil Gretta amatlah bahagia dan tidak sedikitpun ada air mata. Masa kecil yang indah dan disana masih ada Ayah, kak Harry dan…. Cukup! Gretta tidak mau lagi mengingat masa kecilnya yang walau terasa indah namun ada serpihan yang juga menyakitkan, yang ada hubungannya dengan dendamnya itu.

            Sebenarnya Gretta mengaku kalau dia sudah amnesia dan sudah bisa melupakan kesedihannya karena Teresa tidak tahan dengan putrinya yang menangis terus akhirnya di bawa ke psikiater dan Gretta sempat di rawat disana. Dan pada akhirnya Gretta bisa sedikit melupakan masa lalunya walau tidak semuanya.  Namun kenapa bayang-bayang itu masih bisa hadir bahkan sampai saat ini? Bukannya ia sudah amnesia? Apakah ia harus amnesia lagi?

            Dan Connor. Cowok bermata indah itu juga tidak mau peka dengan perasaannya. Gretta tau bahwa dirinya sama sekali tidak cantik dan tidak menarik. Tapi Gretta merasa kalau Connor bakal tertarik dengan cewek yang sama seperti dirinya, yaitu jago bermain basket dan musik. Tapi sepertinya dugaan Gretta salah. Memang sih ia dan Connor sering ngobrol pada saat latiha basket namun sekali lagi Connor tidak pernah serius dan Gretta suka merasa sakit ketika Connor menggombalnya dan mengatakan kalau Gretta adalah gadis yang cantik namun semua itu hanyalah kebohongan, kebohongan yang mampu membuat hatinya perih.

            Karena perasaannya sedang tidak baik, cepat-cepat Gretta membuka laptop-nya dan langsung menyetel lagu-lagu dari band favorit sepanjang masanya yaitu All Time Low. Band Punk-Pop yang setiap harinya selalu menemaninya dengan lagu-lagu yang sangat luar biasa. Lagu-lagu yang mengerti perasaannya walau hampir semua lagu bernada berisik tapi Gretta suka hal itu.

            “I’m gonna break your little heart watch you take the fall

            Laughing all the way to the hospital

            Cause there’s nothing surgery can do
            When I break your little heart in two..”

***

            Pagi yang sama. Seperti biasanya Gretta terbangun dari tidurnya dan hampir terlambat karena Gretta termasuk salah satu murid yang suka terlambat datang ke sekolah. Sudah berkali-kali Gretta diperingatkan tapi Gretta cuek saja. Dalam hal pelajaran juga sama. Otak Gretta tidak pernah tersambung dengan pelajaran kecuali seni dan olahraga.

            Ternyata, kehilangan sosok Ayah dan kakak laki-laki mampu membuatnya menyimpang sekali seperti ini dan Teresa tidak bisa mengembalikan keceriaan Gretta seperti ketika Gretta masih kecil. Siapa sosok yang bisa mengembalikan Gretta menjadi Gretta-nya yang dulu? Siapa?

            Morning Mom!” Sapa Gretta ceria sambil mencium pipi Teresa.

            Penampilan yang tidak mencerminkan sosok gadis bahkan sosok pelajar. Gretta lebih terlihat sebagai anak Band Punk dengan kaos hitam yang bolong-bolong, snapback hitam yang bergambar tengkorak dan skinny-jeans ketat yang juga robek. Dan rambut Gretta baru disadari Teresa kalau Gretta baru mengecat rambut bagian bawahnya menjadi kemerahan. Memang di sekolah tidak diwajibkan memakai seragam sesuai perintah sekolah, hanya saja harus menggunakan seragam yang sopan dan rapi.

            Tentu saja banyak guru yang merasa risih dengan penampilan Gretta. Bahkan Gretta lebih parah dari geng-geng cowok nakal di sekolah. Tapi Teresa masih bersyukur kalau pergaulan Gretta masih aman dan Gretta tidak pernah mabuk-mabukan. Entah bagaimana kedepannya. Gretta masih berumur enam belas tahun dan dua tahun lagi akan memasuki umur legal dan menjadi gadis yang bebas.

            “Kamu janji kan Gretta kalau kamu tidak akan terbawa ke dalam pergaulan yang bebas?” Tanya Teresa hati-hati.

            Gretta yang telah menghabiskan segelas susu langsung menatap wajah Teresa. “Gretta tidak tau. Tapi Mama jangan khawatir. Gretta akan baik-baik saja.” Jawabnya lalu bersiap-siap menuju sekolah.

            Teresa menghela nafas panjang menatap punggung Gretta yang menghilang. Sebenarnya Teresa ingin mencarikan sosok Ayah yang baru untuk Gretta namun akhirnya Teresa memutuskan untuk tetap menjanda meski ada beberapa pria yang mau melamarnya. Bahkan pria yang belum menikah. Mungkin rasa cintanya pada Ayah Gretta sangatlah besar dan Teresa belum siap untuk jatuh cinta lagi.

            Kalaupun Gretta mau kehadiran Ayah baru.

***

            Sekolah. Sejujurnya Gretta amat malas dengan sekolah. Bukannya kenapa. Setiap pagi ia harus berdesakan dengan penumpang bus dan jika terlambat ia bakal dihukum oleh Pak Satpam. Beda halnya dengan Eleanor. Sahabatnya itu adalah anak orang kaya dan setiap hari diantar jemput oleh supir pribadi. Bukannya Gretta cemburu dengan kehidupan sempurna Eleanor. Hanya saja Gretta sedikit merasa kesal pada Tuhan. Kenapa Tuhan sampai teganya memberikannya cobaan seperti ini.

            Dan ketika sesampai di sekolah, ketika Gretta berjalan masuk kebetulan hari itu ia tidak terlambat, hampir semua murid menjauhinya seakan-akan Gretta adalah penyakit yang harus dihindari. Gretta tidak marah. Sebaliknya Gretta merasa senang karena merasa ‘tidak dianggap’ oleh mereka. Gretta lebih suka menjadi sosok yang ‘tidak terlihat’.

            Entah apa yang menyebabkan Gretta tiba di lapangan basket outdoor dan melihat beberapa anak bermain basket disana. Dan…. Connor….

            Hari ini kelas Connor ada jadwal olahraga dan Connor selalu bermain basket disini bersama teman-temannya. Keringat di wajah Connor membuat Gretta ingin mengelapinya dan memberikan Connor sebotol air mineral. Gretta memang lebih ingin tidak terlihat, tapi Gretta tidak ingin Connor tidak melihatnya. Lalu tiba-tiba matanya beradu pandang dengan mata biru Connor yang mampu menelenggamkannya. Astaga!

            Entah mengapa pandangan Connor kali ini terasa berbeda bagi Gretta. Connor… Kapan cowok itu menyadari perasaannya? Kapan? Dengan hati yang sesak Gretta meninggalkan lapangan basket itu dan pergi menuju kelasnya.

***






Tidak ada komentar:

Posting Komentar