“Hei Gretta!”
Gretta, gadis tomboi yang
sehari-hari selalu mengenakan snapback hitam menoleh ke belakang dan tersenyum
melihat Eleanor membawa sebotol air mineral. Eleanor, sahabatnya sejak SMP dan
selalu tetap menjadi sahabatnya. Meski keduanya amat berbeda, tapi keduanya amat
akrab dan tidak bisa terpisahkan. Memang sih diantara keduanya Eleanor-lah yang
lebih cantik dan lebih menarik dibanding Gretta. Eleanor banyak disukai oleh
cowok seisi sekolah sedangkan Gretta malah ditakuti oleh para cowok karena
sikapnya yang garang dan tidak mencerminkan sikap seorang cewek.
Kalau boleh jujur, hanya Eleanor
satu-satunya teman cewek Gretta dan yang lainnya adalah teman-teman cowok Gretta
yang berpenampilan seperti anak Punk dan kerjaannya nge-band mulu. Gretta juga
lumayan menyukai band dan jago bermain gitar. Entahlah apa yang membuat Eleanor
mau bersahabat dengan Gretta. Tapi menurut Eleanor, Gretta itu anaknya
menyenangkan dan suka bercanda. Kadang-kadang nyebelin sih tapi bisa membuat
Eleanor tertawa.
Siang yang panas ini, masih saja Gretta
bermain basket di tengah lapangan dengan kaus hitam yang dibeberapa bagian
robek dan celana skinny-jeans hitam ketat yang juga robek. Sebenarnya Gretta
itu cantik hanya saja Gretta tidak mau menampilkan kecantikannya meski banyak
yang nge-bully Gretta. Entah apa yang membuat Gretta menjadi seperti itu dan
entahlah bagaimana kisah masa lalu Gretta.
Gretta berjalan mendekati Eleanor
sambil men-dribel bola basket yang warnanya sudah kusam. Keringat mengucur
deras membasahi wajah Gretta dan rambut hitamnya yang berantakan. Eleanor
menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian memberikan botol air mineral pada Gretta.
“Grett, kapan sih kamu berubah?”
Tanya Eleanor tiba-tiba.
Gretta yang asyik meneguk air
langsung saja tersedak dan Eleanor merasa bersalah. Pertanyaan itu sudah sering
ia tanyakan pada Gretta dan Gretta selalu menjawab seperti ini.
“El, aku tidak akan berubah. Aku
adalah si Gretta yang tomboi dan akan selalu seperti ini.” Jawab Gretta.
Eleanor menghela nafas panjang.
“Kalau begini caranya, gimana Connor bisa tertarik padamu?” Tanyanya.
Ups! Eleanor salah bicara lagi.
Lihat kan bagaimana perubahan wajah Gretta. Siapa sih yang tidak kenal dengan
Connor? Setelah naik ke kelas sebelas dan dengan tim basketnya berhasil
memenangkan pertandingan basket antar-kota, nama Connor selalu dipuja-puja dan
banyak gadis yang berebutan untuk menjadi pacarnya. Connor sama seperti Gretta.
Jago bermain basket dan musik. Di sekolah, Connor mempunyai band bernama Before
You Exit yang beranggotakan tiga orang yaitu Riley, Toby dan dirinya sendiri.
Sebenarnya Connor tidak bisa dibilang tampan tapi karena bakatnya yang luar
biasa dan style-nya di lapangan, atau sewaktu Connor bermain gitar dengan
serius, cowok berambut pirang dengan mata biru yang menggoda itu akhirnya
menjadi idola seisi sekolah, dan Gretta salah satu dari sekian banyak gadis
yang memuja Connor habis-habisan!
Saat ini mungkin Gretta masih merasa
aman dan tenang karena status Connor adalah jomblo setelah putus dengan Lily
sebulan yang lalu. Tampaknya Connor sudah bosan dengan tipe cewek macam Lily
yang manja sekali dan senang menggunakan make-up berlebihan. Kesempatan Gretta
untuk mendekati Connor berpeluang besar! Gretta juga masuk ke dalam tim basket
putri walau masih awal-awal maksudnya masih kelas sepuluh. Saat latihan basket,
Gretta sering bertatap muka dengan Connor dan begitu kagum dengan Connor.
Apalagi mata biru Connor yang bagaikan samudera pasifik. Tapi rasanya Connor
sama sekali tidak tertarik padanya.
Sampai sekarang. Connor suka banyak
bercanda dan tidak pernah menyadari bahwa ada gadis yang benar-benar
mencintainya. Seorang gadis tomboi yang banyak dijauhi oleh para cowok, Gretta.
Connor tidak akan pernah menyadarinya sampai kapanpun. Sampai kapanpun.
“Hayoo melamun apa?” Ucap Eleanor.
Gretta baru sadar kalau dia
sedaritadi melamunkan Connor. “Eh, tidak ada.” Jawabnya cepat-cepat.
“Hmm.. Maafkan aku ya..” Ucap
Eleanor.
“Untuk apa?” Tanya Gretta.
“Itu.. tuan McDonough. Aku tau
bagaimana perasaanmu pada Connor dan Connor..”
“Sudahlah. Sampai kapanpun Connor
tidak akan tertartik padaku..” Ucap Gretta dengan nada sedih.
***
Lagi dan lagi. Gretta mendengus
kesal menatap wajah Mama-nya yang tampak sebal. Langsung saja Gretta nyerocos
ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Tetapi kali ini,
Teresa-Mama Gretta-langsung mencengkal lengan Gretta sampai Gretta menjerit. Gretta
tau Teresa marah padanya.
“Kamu habis main basket lagi ya?
Sudah Mama bilang, jangan main basket di siang bolong! Mama tidak ingin kamu
kenapa-napa.” Ucap Teresa.
Gretta menatap Teresa sebal. “Gretta
baik-baik aja kok Ma! Basket kan hidup Gretta juga!” Ucapnya.
Teresa langsung diam dan
melonggarkan cengkalan tangannya. Gretta dapat melihat perubahan wajah Teresa
dan diam-diam Gretta merasa bersalah. Mama. Saat ini Gretta hanya tinggal
bersama Mama. Hanya bersama Mama. Ia kehilangan Ayah dan kakak kandung cowoknya
akibat kecelakaan maut. Sembilan tahun lalu yang sangat menyedihkan baginya dan
sampai detik ini Gretta masih merasakan kesedihan itu. Ayah… Kak Harry…
“Gretta..” Lirih Teresa.
Gretta menelan ludah. “Ya Ma?”
Tanyanya.
“Mama tidak melarang kamu untuk
tidak bermain basket, Mama tidak melarang kamu bermain musik dan menyetel lagu
rock sekeras mungkin. Hanya saja Mama ingin kamu berubah menjadi gadis impian
Mama. Gadis yang baik dan berpenampilan seperti gadis enam belas tahun pada
umumnya. Mama tau hal itu sangat sulit dilakukan. Tapi Mama berharap kamu mau
melakukannya.” Ucap Teresa.
Meninggalkan penampilan tomboi-nya
dan berubah menjadi gadis pada umumnya adalah mimpi buruk Gretta. Gretta begitu
mencintai penampilannya ini. Gretta sudah janji untuk tetap menjadi gadis yang
tomboi dan mencintai basket ataupun musik.
“Maafkan Gretta Ma karena Gretta
tidak bisa menjadi gadis impian Mama. Seandainya ada Ayah dan kak Harry
disini…”
Satu persatu air mata menetes
membasahi pipi Gretta. Ayah.. Kak Harry… Teresa bisa memahami kesedihan yang
dirasakan putri satu-satunya itu. Dan Teresa takut jika Gretta masih menyimpan
dendam. Dendam seorang bocah tujuh tahun tatkala menyadari siapa sosok yang
tega membuat ia kehilangan Ayah dan kakak laki-lakinya. Gretta kecil tidak akan
pernah mengerti bagaimana kronologi kecelakaan itu. Yang Gretta tau hanya satu,
yaitu orang yang membuatnya kehilangan Ayah dan kakak laki-lakinya.
“Gretta benci keluarga itu. Gretta
masih dendam sama keluarga itu walau dulu Gretta dekat sekali dengan anak
keluarga itu.. Sahabat kecil Gretta yang Gretta tidak mau sebut lagi namanya.”
Ucap Gretta.
Teresa berusaha tetap tersenyum dan
sadar bahwa Gretta masih dendam dengan keluarga yang sudah membuat Gretta
kehilangan Ayah dan kakaknya. Tapi menurut Teresa, keluarga itu sama sekali
tidak bersalah. Itu murni kecelakaan. Mungkin karena Gretta masih kecil dan
Gretta tidak tau apa-apa jadi Gretta bisa saja menyalahkan siapapun dengan
mudah tanpa perlu diselidiki.
“Itu hanya dendam masa lalu. Jangan
menyimpan dendam ataupun kebencian terutama dengan keluarga yang dulu amat
dekat dengan Mama. Mereka tidak salah, mereka..”
“Apa? Jelas-jelas mereka salah Ma!
Mereka yang membuat Gretta kehilangan Ayah dan kak Harry!” Bentak Gretta
kemudian berlari ke dalam kamarnya. Teresa berusaha menahan air matanya dan
berharap supaya dendam dan kebencian yang dirasakan Gretta menghilang.
Sementara itu Gretta sudah berada di
dalam kamarnya dan langsung membanting tubuhnya di atas kasur sambil menghapus sisa-sisa
air mata di pipinya dengan kasar. Mengapa? Mengapa semua ini harus terjadi
padanya? Mengapa ia harus kehilangan Ayah dan kakak laki-lakinya?
Dulu, masa kecil Gretta amatlah
bahagia dan tidak sedikitpun ada air mata. Masa kecil yang indah dan disana
masih ada Ayah, kak Harry dan…. Cukup! Gretta tidak mau lagi mengingat masa
kecilnya yang walau terasa indah namun ada serpihan yang juga menyakitkan, yang
ada hubungannya dengan dendamnya itu.
Sebenarnya Gretta mengaku kalau dia
sudah amnesia dan sudah bisa melupakan kesedihannya karena Teresa tidak tahan
dengan putrinya yang menangis terus akhirnya di bawa ke psikiater dan Gretta
sempat di rawat disana. Dan pada akhirnya Gretta bisa sedikit melupakan masa
lalunya walau tidak semuanya. Namun
kenapa bayang-bayang itu masih bisa hadir bahkan sampai saat ini? Bukannya ia
sudah amnesia? Apakah ia harus amnesia lagi?
Dan Connor. Cowok bermata indah itu
juga tidak mau peka dengan perasaannya. Gretta tau bahwa dirinya sama sekali
tidak cantik dan tidak menarik. Tapi Gretta merasa kalau Connor bakal tertarik
dengan cewek yang sama seperti dirinya, yaitu jago bermain basket dan musik.
Tapi sepertinya dugaan Gretta salah. Memang sih ia dan Connor sering ngobrol
pada saat latiha basket namun sekali lagi Connor tidak pernah serius dan Gretta
suka merasa sakit ketika Connor menggombalnya dan mengatakan kalau Gretta
adalah gadis yang cantik namun semua itu hanyalah kebohongan, kebohongan yang
mampu membuat hatinya perih.
Karena perasaannya sedang tidak
baik, cepat-cepat Gretta membuka laptop-nya dan langsung menyetel lagu-lagu
dari band favorit sepanjang masanya yaitu All Time Low. Band Punk-Pop yang
setiap harinya selalu menemaninya dengan lagu-lagu yang sangat luar biasa.
Lagu-lagu yang mengerti perasaannya walau hampir semua lagu bernada berisik
tapi Gretta suka hal itu.
“I’m
gonna break your little heart watch you take the fall
Laughing
all the way to the hospital
Cause
there’s nothing surgery can do
When
I break your little heart in two..”
***
Pagi yang sama. Seperti biasanya
Gretta terbangun dari tidurnya dan hampir terlambat karena Gretta termasuk
salah satu murid yang suka terlambat datang ke sekolah. Sudah berkali-kali
Gretta diperingatkan tapi Gretta cuek saja. Dalam hal pelajaran juga sama. Otak
Gretta tidak pernah tersambung dengan pelajaran kecuali seni dan olahraga.
Ternyata, kehilangan sosok Ayah dan
kakak laki-laki mampu membuatnya menyimpang sekali seperti ini dan Teresa tidak
bisa mengembalikan keceriaan Gretta seperti ketika Gretta masih kecil. Siapa
sosok yang bisa mengembalikan Gretta menjadi Gretta-nya yang dulu? Siapa?
“Morning
Mom!” Sapa Gretta ceria sambil mencium pipi Teresa.
Penampilan yang tidak mencerminkan
sosok gadis bahkan sosok pelajar. Gretta lebih terlihat sebagai anak Band Punk
dengan kaos hitam yang bolong-bolong, snapback hitam yang bergambar tengkorak
dan skinny-jeans ketat yang juga robek. Dan rambut Gretta baru disadari Teresa
kalau Gretta baru mengecat rambut bagian bawahnya menjadi kemerahan. Memang di
sekolah tidak diwajibkan memakai seragam sesuai perintah sekolah, hanya saja
harus menggunakan seragam yang sopan dan rapi.
Tentu saja banyak guru yang merasa
risih dengan penampilan Gretta. Bahkan Gretta lebih parah dari geng-geng cowok
nakal di sekolah. Tapi Teresa masih bersyukur kalau pergaulan Gretta masih aman
dan Gretta tidak pernah mabuk-mabukan. Entah bagaimana kedepannya. Gretta masih
berumur enam belas tahun dan dua tahun lagi akan memasuki umur legal dan
menjadi gadis yang bebas.
“Kamu janji kan Gretta kalau kamu
tidak akan terbawa ke dalam pergaulan yang bebas?” Tanya Teresa hati-hati.
Gretta yang telah menghabiskan
segelas susu langsung menatap wajah Teresa. “Gretta tidak tau. Tapi Mama jangan
khawatir. Gretta akan baik-baik saja.” Jawabnya lalu bersiap-siap menuju
sekolah.
Teresa menghela nafas panjang
menatap punggung Gretta yang menghilang. Sebenarnya Teresa ingin mencarikan
sosok Ayah yang baru untuk Gretta namun akhirnya Teresa memutuskan untuk tetap
menjanda meski ada beberapa pria yang mau melamarnya. Bahkan pria yang belum
menikah. Mungkin rasa cintanya pada Ayah Gretta sangatlah besar dan Teresa
belum siap untuk jatuh cinta lagi.
Kalaupun Gretta mau kehadiran Ayah
baru.
***
Sekolah. Sejujurnya Gretta amat
malas dengan sekolah. Bukannya kenapa. Setiap pagi ia harus berdesakan dengan
penumpang bus dan jika terlambat ia bakal dihukum oleh Pak Satpam. Beda halnya
dengan Eleanor. Sahabatnya itu adalah anak orang kaya dan setiap hari diantar
jemput oleh supir pribadi. Bukannya Gretta cemburu dengan kehidupan sempurna
Eleanor. Hanya saja Gretta sedikit merasa kesal pada Tuhan. Kenapa Tuhan sampai
teganya memberikannya cobaan seperti ini.
Dan ketika sesampai di sekolah,
ketika Gretta berjalan masuk kebetulan hari itu ia tidak terlambat, hampir
semua murid menjauhinya seakan-akan Gretta adalah penyakit yang harus
dihindari. Gretta tidak marah. Sebaliknya Gretta merasa senang karena merasa
‘tidak dianggap’ oleh mereka. Gretta lebih suka menjadi sosok yang ‘tidak
terlihat’.
Entah apa yang menyebabkan Gretta
tiba di lapangan basket outdoor dan melihat beberapa anak bermain basket
disana. Dan…. Connor….
Hari ini kelas Connor ada jadwal
olahraga dan Connor selalu bermain basket disini bersama teman-temannya.
Keringat di wajah Connor membuat Gretta ingin mengelapinya dan memberikan
Connor sebotol air mineral. Gretta memang lebih ingin tidak terlihat, tapi
Gretta tidak ingin Connor tidak melihatnya. Lalu tiba-tiba matanya beradu
pandang dengan mata biru Connor yang mampu menelenggamkannya. Astaga!
Entah mengapa pandangan Connor kali
ini terasa berbeda bagi Gretta. Connor… Kapan cowok itu menyadari perasaannya?
Kapan? Dengan hati yang sesak Gretta meninggalkan lapangan basket itu dan pergi
menuju kelasnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar