Malam yang
sama seperti malam-malam sebelumnya. Gretta termenung di dalam kamarnya,
memikirkan semua masalah yang terjadi padanya. Semakin hari penampilan Gretta
semakin tidak teratur bahkan mungkin Gretta tidak pernah berkaca. Kemarin ia
sudah bicara dengan Luke. Bukan. Maksudnya membentaki Luke akan
kekesalan-kekesalannya pada Luke. Agak sedikit lega memang.
Perut Gretta mulai berbunyi dan
rasanya lapar sekali. Gretta pun pergi ke meja makan berharap menemukan menu
kesukaannya disana. Dan kalian tau pemandangan apa yang terjadi disana? Gretta
terpaku melihat Teresa yang tersenyum bahagia sesekali mengelus-elus punggung
Luke dengan penuh kasih sayang, seperti anaknya sendiri. Jangan. Air mata itu
tidak boleh turun lagi. Namun dadanya terasa sesak. Teresa tidak pernah melakukan
itu padanya, tetapi mengapa Teresa melakukannya pada Luke?
Nafsu makan yang tadinya
menggebu-gebu mendadak hilang. Dengan langkah gontai Gretta masuk ke dalam
kamarnya, mengunci pintunya dan menyembunyikan wajahnya di dalam bantal. Sial.
Ia menangis lagi. Gretta menangis dan langsung teringat dengan Ayahnya yang
sangat menyayanginya. Gretta menangis teringat senyum Harry yang mampu
membuatnya tenang. Sungguh Gretta sangat merindukan senyum itu.
Ayah.. Kak Harry.. Disini Mama jahat
sama Gretta. Mama lebih menyayangi Luke ketimbang Gretta. Mama lebih member
perhatian lebih pada Luke. Padahal keluarga Luke-lah yang telah membunuh Ayah
dan Kak Harry.
Gretta tersadar. Gadis itu tersadar
bahwa Luke adalah sang perebut. Sang perebut hidup orang lain. Buktinya Luke
sudah merebut apa yang Connor punya dan Luke sudah merebut Teresa. Rasanya
ingin sekali ia melarikan diri dari rumah ini, entah pergi kemana. Yang jelas
ia bisa terhindar dari Luke dan Teresa.
Akhirnya Gretta memutuskan untuk
membuka facebook. Siapa tau Connor sedang online dan cowok itu bisa membuatnya
sedikit tersenyum. Namun saat ia menemukan status dan foto-foto di berandanya….
‘I’ll
always love you My Aleisha no matter what happens. Let them talk anything about
us but we’re always strong and ignore them because you’re the special girl in
my heart and always be like that. I’m so glad to have you..’
Disana ada foto Connor yang sedang
mencium pipi Aleisha dengan mesra dan tangan kanannya memeluk pinggang Aleisha.
Apa-apaan ini? Kepedihan yang tadi ia rasakan kini bertambah semakin banyak.
Kenapa kak? Kenapa? Kenapa Gretta tidak bisa ada di posisi Kak Aleisha? Kenapa
hidup Gretta malang seperti ini? Kenapa?
“Gretta..”
Suara lembut Teresa menyadarkannya.
Tapi Gretta enggan membuka pintu kamarnya sekaligus tidak mau makan. Biarlah ia
sakit perut, Gretta tidak peduli. Kesedihannya menutup semuanya, menutup rasa
laparnya.
“Gretta ayo makan. Luke sudah
menunggumu disana. Katanya dia ingin bicara baik-baik denganmu.” Ucap Teresa.
Hah! Untuk apa Teresa menyebut nama
yang telah menghancurkannya itu? Gretta tidak akan membuka pintunya sampai
besok. Malam ini ia ingin ditemani oleh tangisan dan kesedihannya serta
kerinduannya pada Ayah dan Kak Harry.
“Gretta tidak mau makan! Pergi aja
sana! Ngapain urus Gretta? Kan disana sudah ada Luke!” Bentak Gretta sambil
menangis.
Hati Teresa sakit mendengar suara
Gretta dan merasa kasihan dengan Gretta. Jika saja Gretta mau memaafkan Luke,
pasti tidak akan seperti ini. Dan sampai kapan Gretta menjadi seperti ini?
Percuma membuka pintu kamar Gretta sementara pintu itu di kunci oleh Gretta.
Akhirnya Teresa kembali ke ruang makan.
“Gretta mana?” Tanya Luke.
Teresa menarik nafas
panjang-panjang. “Dia tidak mau makan. Gretta sedang menangis. Aku takut kalau
dia tidak makan malam ini, penyakit mag-nya kambuh.” Jawabnya sedih.
Tiba-tiba Luke mendapatkan sebuah
ide. “Aku akan kesana membawa makanan untuk Gretta.” Ucap Luke.
“Percuma. Gretta mengunci kamarnya.”
Ucap Teresa.
“Tidak apa-apa. Aku akan menunggu di
luar kamar Gretta sampai Gretta mau membuka pintunya.” Ucap Luke.
Teresa menatap Luke dengan tatapan
tidak yakin. “Gretta tidak akan mau membuka pintunya sekalipun kau memohon
dengan sangat. Anak itu keras kepala.” Ucapnya.
“Aku.. Aku tidak mau Gretta sakit.”
Ucap Luke lalu mengambil makanan untuk Gretta.
Teresa menatap Luke dengan tatapan
yang sedih. Luke. Anak itu hanyalah ingin meminta permaafan dari Gretta. Hanya
itu saja. Kalau boleh Luke ingin menikmati masa-masa indah bersama Gretta seperti
dulu, saat keduanya masih bersahabat dan sama-sama saling menyayangi.
Setelah mengambil makanan untuk
Gretta yang ia taruh di atas nampan, Luke berjalan menuju kamar Gretta dengan
harapan agar Gretta mau membuka pintunya.
“Hai Gretta. Ayo makan. Ini aku
bawakan makanan kesukaanmu.” Ucap Luke dengan suara yang ceria.
Di dalam sana, Gretta merutuki suara
yang sangat ia bencikan itu. Ngapain Luke kemari sambil mengantarnya makanan?
Luke yang bodoh! Batin Gretta.
“Gretta ayo keluar. Teresa takut nantinya
mag-mu kambuh dan aku tidak ingin melihatmu sakit karena kesehatan itu sangat
mahal dan penting.” Ucap Luke.
“Jangan sok peduli!” Bentak Gretta
dari dalam sana.
“Kita bisa membicarakan masalah kita
dengan baik-baik. Sekarang ayo keluar.” Ucap Luke. Dia merasa senang karena
Gretta mau membalas ucapannya walau terkesan membentak.
“Tidak akan! Sebaik apapun sikapmu,
semanis apapun sikapmu padaku, aku tidak akan mau keluar! Biarkan aku mati
disini menyusul Ayah dan Kak Harry!” Bentak Gretta.
Diam sesaat. Gretta berharap Luke
mau pergi dan ia bisa tenang disini tanpa harus mendengarkan suara yang sangat
ia bencikan itu. Sementara itu Luke mencoba untuk tetap tenang dan berusaha
mengatur nafasnya yang sepertinya tidak beraturan.
“Aku akan menunggu disini sampai kau
keluar.” Ucap Luke.
Di dalam sana Gretta tersenyum
sinis. “Dasar keras kepala! Aku tidak peduli!” Ucapnya.
Dan benar saja. Luke memutuskan
untuk menunggu Gretta membuka pintunya dan menjaga makanan itu agar tetap
terlihat cantik. Kemudian Teresa datang menemui Luke sambil tersenyum sedih.
Hatinya pedih melihat Luke yang sedang duduk bersandaran di pintu kamar Gretta
sambil berusaha mengatur nafasnya. Luke sedang tidak baik!
“Gretta tidak akan keluar. Sebaiknya
kau kembalikan makanan itu. Disini udara sangat dingin.” Ucap Teresa.
“Tidak. Ini salahku. Aku pantas
mendapatkannya.” Ucap Luke.
“Kalau sampai larut malam Gretta
tidak mau keluar bagaimana?” Tanya Teresa.
“Tidak masalah. Aku akan tidur
disini.” Jawab Luke.
Gretta mendengar percakapan antara
Teresa dengan Luke. Dari suaranya saja Luke terdengar serius. Dasar keras
kepala! Luke kira yang sedang dia lakukan mampu meluluhkan hatinya? Gretta
tersenyum sinis. Ia tidak akan keluar sampai besok. Sampai besok.
***
Dua
bocah itu duduk di salah satu bangku yang ada di taman. Sambil mengayunkan
kaki-kaki kecil mereka, mereka bercanda dan tertawa tanpa henti. Masa kecil
yang indah. Masa kecil yang tidak akan bisa terulang lagi.
“Aku
ingin kita selalu bersama. Selamanya.” Ucap anak perempuan itu.
“Iya.
Aku juga ingin kita selalu bersama.” Balas anak laki-laki itu.
“Aku
penasaran gimana kita saat besar nanti. Aku takut kalau-kalau Ayah dan Mama
pindah rumah dan kita berpisah..” Ucap anak perempuan sedih.
Anak
laki-laki itu tersenyum sambil membelai lembut rambut anak perempuan itu.
“Percayalah Gretta, aku akan selalu berada di sampingku.. Aku berjanji untuk
selalu ada di sampingmu dimanapun kamu berada.. Aku akan selalu di sampingmu..”
Perlahan Gretta membuka matanya. Mimpi
itu.. Mimpi itu merupakan sebagian masa lalunya bersama seorang anak laki-laki
yang tidak lain adalah Luke. Mengapa mimpi itu bisa hadir? Seharusnya masa lalu
itu ia kubur dalam-dalam dan ia tidak boleh mengingatnya sedikitpun. Perutnya
terasa perih dan mau tidak mau Gretta harus keluar mencari makanan. Lalu muncul
satu pertanyaan di otaknya. Masih adakah Luke di luar sana?
Gretta bangkit dari tidurnya lalu
mendekati pintu kamarnya. Gadis itu merasa ragu. Akankah ia buka pintunya?
Akhirnya Gretta membuka pintu itu dan keluar dari kamar. Dan… Alangkah kagetnya
Gretta menemukan Luke yang sedang tertidur sambil bersender di tembok kamarnya
dan makanan itu masih ada! Gretta terdiam, kemudian ia tersenyum sinis. Apapun
yang dilakukan Luke padanya, hatinya tidak akan pernah tersentuh. Luke
melakukan itu hanya untuk membuat hatinya tersentuh dan ia menjadi kalah.
Dengan langkah pelan Gretta berjalan
menuju ruang makan dan berharap disana ada sedikit sisa makanan untuk sekedar
mengisi perutnya yang kesakitan.
***
Masih teringat di memorinya tentang
kejadian semalam. Saat ini Gretta melihat Luke sedang sarapann bersama Teresa.
Entah apakah Luke tau kalau semalaman ia diam-diam pergi ke ruang makan untuk
mengambil makanan.
“Aku pergi dulu.” Ucap Gretta lalu meninggalkan
Luke dan Teresa.
Setiba di sekolah, Gretta tidak
sengaja berpapasan dengan Connor yang berwajah masam. Sama seperti dirinya.
Bedanya mata Gretta sembab sedangkan Connor tidak.
“Gretta, kau baik-baik saja?” Tanya
Connor.
“Kak Connor bisa melihatnya kan? Ini
semua karena Luke.” Jawab Gretta.
Mendengar Gretta menyebut nama Luke,
wajah masam Connor semakin menjadi-jadi. “Anak itu benar-benar keterlaluan! Dia
sudah bergabung dalam tim basket dan Kak Nathan suka dengan permainan Luke.
Rasanya aku ingin membunuhnya.” Ucapnya.
Gretta tidak terlalu kaget mendengar
ucapan Connor karena ia tau kalau permainan basket Luke memang luar biasa. Apa?
Jadi selama latihan basket ia tetap bertemu dengan Luke? Padahal latihan basket
adalah pelariannya. Tidak ada Luke disana.
“Aku tidak mau Luke tergabung dalam
tim basket. Aku tidak mau melihat wajahnya selama aku latihan.” Ucap Gretta.
“Aku juga. Tapi aku tidak bisa
melarangnya dan Kak Nathan sudah sangat senang dengan kehadiran Luke disana,
dan perasaanku menjadi tidak enak. Aku mempunyai firasat buruk.” Ucap Connor.
“Apa itu?” Tanya Gretta.
Connor menghela nafas berat. “Aku
takut jika Kak Nathan memilih Luke untuk menggantikan jabatannya sebagai kapten
tim.” Jawabnya.
***
BRAKK !!!
Sepulang sekolah Gretta langsung
membanting tasnya dengan kasar di ruang tengah. Disana ada Luke yang sedang
menonton TV. Tentu saja Luke menjadi kaget. Tapi dia langsung tersenyum
mendapati Gretta yang berada tidak jauh darinya.
“Ku peringatkan padamu. Jangan rebut
semua yang kak Connor punya. Dan kau harus keluar dari tim basket!” Bentaknya
kemudian meninggalkan Luke yang masih terdiam karena ucapan Gretta barusan.
Merebut semua yang Connor punya?
Luke mulai mengerti.
***
Sore ini Gretta malas untuk latihan basket.
Apalagi saat mendapati Luke yang sudah siap dengan baju basketnya dan itu dapat
membuat Gretta muak. Emang sih Luke kelihatan sangat keren dengan baju
basketnya ditambah lagi rambut cokelat emasnya yang terlihat acak-acakan
menambah kesan sempurna pada diri Luke.
“Maafkan aku Gretta. Sampaikan
permintamaafanku dengan Connor. Bermain basket adalah hobi-ku juga dan aku
tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.” Ucap Luke.
Gretta tersenyum sinis. “Aku bisa
mendengar kebohongan dari setiap kata-katamu.” Ucapnya.
Luke menghela nafas panjang. “Ohya,
terimakasih karena sudah mau bicara denganku.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan
Gretta.
Selepas kepergian Luke, Gretta
semakin merasa kesal dengan Luke. Kesal sekali. Ia bersumpah dalam hati untuk
tidak akan terpengaruh atau tersentuh oleh sikap dan ucapan kasihan dari Luke.
Luke terlalu pintar dan walau Gretta bodoh, tapi Gretta tidak akan bisa
dibodohkan oleh Luke.
***
Sebelum latihan basket di mulai,
tentu saja Nathan akan mengumumkan anggota baru yang tidak lain adalah Luke.
Tim cewek tentu pandangan mereka tidak bisa lepas dari Luke yang terlihat
sangat keren. Gretta tidak ada disini. Sedangkan Connor memilih untuk diam
sambil menahan emosinya untuk tidak mengeluarkan kemarahannya pada Luke di depan
teman-temannya. Dan dimana Gretta? Connor tidak menemukan Gretta di bagian tim
cewek. Diam-diam Connor merasa menyesal latihan hari ini karena tau ada Luke
disini.
Luke maju ke depan untuk
memperkenalkan diri di hadapan teman-temannya. Di sampingnya ada Nathan yang
sedang tersenyum lebar. “Hai namaku Luke. Aku anggota baru disini. Ku harap
kalian bisa menerimaku sebagai anggota baru.” Ucapnya.
Suara yang terdengar sopan dan
terdengar lembut di telinga siapapun yang mendengarnya. Ya. Luke telah berhasil
merebut perhatian hampir dari semua anggota tim basket. Dan Connor, rasanya
ingin membunuh Luke dan menyingkirkan Luke dari tempat ini, bahkan dari sekolah
ini.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar