Malam ini
hujan. Di luar sana bunyi petir berdengung keras di telinganya dan malam ini
Gretta mengalami insomnia. Sepertinya perasaan langit sama seperti perasaannya.
Gretta masih menangis dan tidak tau kapan ia bisa berhenti menangis. Mengingat
kejadian tadi sungguh membuatnya sakit. Gretta mengira sebentar lagi Connor
akan menjadikannya sebagai kekasih Connor namun sayang. Semua itu hanyalah
mimpi yang tidak akan pernah terwujud. Kecuali.. Kecuali jika tidak ada Luke di
tempat ini…
Sebenarnya Gretta sungguh tidak
ingin membenci Luke. Tapi Luke sendiri yang seakan-akan menginginkan dirinya
untuk dibenci. Kenapa? Kenapa keinginan Luke seperti itu? Bukankah dibenci
orang sangat sakit? Apalagi.. Apalagi Luke menyimpan perasaan padanya…
Ah itu tidak penting. Gretta tidak
mau tau gimana perasaan Luke padanya. Gadis itu sudah sangat lelah. Yang hanya
bisa ia tunggu adalah malaikat pencabut nyawa. Tapi kapan? Dimana malaikat itu?
Kapan malaikat itu datang padanya? Bisa saja Gretta memaksa malaikat pencabut
nyawa itu datang padanya. Bisa saja gadis itu nekat membunuh dirinya sendiri.
Tiba-tiba timbul niatnya untuk kabur
dari rumah.
***
“Ada apa?” Tanya Luke melihat wajah
ketidakberesan dari Teresa.
Teresa sedikit kaget mendengar suara
Luke. “Tidak. Aku hanya khawatir dengan Gretta. Kasihan dia. Jujur aku tidak
tau bagaimana masalah kalian. Dan Connor.” Ucapnya.
Luke terdiam mendengar ucapan
Teresa, lalu ia bicara. “Gretta tidak menginginkanku ada di dunia ini. Aku
hanya ingin mendapat maaf darinya, setelah itu aku akan pergi.” Ucapnya.
Hati Teresa terasa perih mendengar
ucapan Luke. “Kau akan kembali ke Australia? Bagaimana dengan band-mu?”
Tanyanya.
Luke menghela nafas panjang. “Tentu
saja. Karena itulah aku harus bicara baik-baik dengan mereka agar mereka tidak
kecewa padaku. Aku sudah sangat rindu dengan tanah kelahiranku.” Ucapnya.
Tentu saja Teresa tidak bisa melawan
keinginan Luke untuk kembali ke Australia. Disanalah tempat Luke. Teresa pun
sama. Ayahnya adalah warga Australia sedangkan Ibunya baru warga Inggris. Tapi
Teresa tidak bisa tinggal di Australia lagi. Kalau itu keinginan Luke, maka
Teresa ikhlas mengizinkan Luke kembali ke negaranya.
“Baiklah. Aku tidak bisa mencegahmu
untuk kembali ke Australia.” Ucap Teresa sambil tersenyum.
Mengapa rasanya perih? Batin Luke.
Mengapa keputusannya untuk kembali ke Australia adalah keputusannya yang paling
menyakitkan? Luke kemari demi Gretta dan ia ingin membuat hubungannya dengan
Gretta seperti itu. Tapi Luke sudah lelah dan Gretta tidak akan mau
memaafkannya. Ia hanya akan bisa membuat gadis itu semakin membencinya dan Luke
tidak suka akan hal itu.
Teresa memutuskan pergi ke kamar
Gretta namun saat wanita itu membuka kenop pintu kamar Gretta…
“GRETTA KABUR!!” Teriak Teresa
panik.
***
‘Dimana kau Gretta? Where are you going?’ Batin Luke cemas.
Untuk yang pertama kalinya Gretta
kabur dari rumah di bawah guyuran air hujan yang deras. Gretta tidak ada
dimana-dimana. Tidak ada di sekolah, tidak ada di rumah Eleanor. Dimana gadis
itu? Sudah berjam-jam lamanya Luke mencari Gretta menggunakan mobil Teresa.
Untung saja Luke bisa mengemudikan mobil walau belum lancar. Sebenarnya Teresa
memaksa untuk ikut tapi Luke tidak mau. Ia yang salah dan ia yang harus
menemukan Gretta.
Tiba-tiba dada kirinya kambuh lagi
dan Luke mendengus kesal. Kenapa? Kenapa ia sering terkena serangan mendadak?
Padahal ia sudah sering menelan pil itu. Sialnya Luke lupa membawa pil dan Luke
tidak tau bagaimana nasibnya nanti. Pandangan di depan sana terlihat kabur
karena air hujan ditambah lagi kedua matanya yang mulai kabur. Namun saat ia
melihat sosok itu….
Mendadak Luke mengerem tiba-tiba dan
langsung menerobos derasnya air hujan dan ia tidak peduli dengan dadanya yang
sakit. Ketika jaraknya cukup dekat dengan sosok yang tidak lain adalah Gretta,
Luke langsung memeluk gadis itu dari belakang. Pelukannya begitu erat sampai ia
bisa melupakan rasa sakitnya itu.
Ya. Selama ini Luke bisa mengabaikan
rasa sakitnya jika ia memikirkan Gretta. Gretta. Satu-satunya gadis yang ia
cintai dan akan terus ia cintai. Luke sudah berjanji untuk terus berada di
samping Gretta bagaimanapun keadaannya.
“Kenapa? Kenapa kau datang?” Tangis
Gretta.
Luke semakin mengeratkan pelukannya.
“Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu.” Jawabnya.
“Jangan halangi jalanku untuk
bertemu dengan malaikat pencabut nyawa!” Bentak Gretta.
“Gretta tolong jangan ucapkan
kalimat itu. Kau kira mati itu enak? Tidak. Bahkan aku tidak ingin mati sebelum
aku berhasil meraih semua yang aku impikan. Jika kau mati, aku tidak akan bisa
hidup tanpamu. Aku mencintaimu Gretta..” Ucap Luke.
“Palsu! Semua itu palsu Luk!” Bentak
Gretta.
Tiba-tiba pelukan Luke melonggar dan
cowok itu sadar bahwa Gretta pingsan dan secepatnya Luke harus membawa Gretta
ke rumah sakit.
***
“Kau terlalu banyak memikirkan
Gretta dibandingkan kesehatanmu. Karena itulah kau sering terkena serangan
mendadak.” Ucap dr. Smith.
Setelah mengganti pakaian Luke
mengunjungi dr. Smith yang selama ini merawatnya dan memberinya resep obat
sehingga ia bisa bertahan sampai detik ini. Memang benar apa yang dikatakan dr.
Smith. Ia lebih memikirkan Gretta dibanding dirinya sendiri. Gretta masih belum
sadarkan diri dan Teresa yang menjaga Gretta disana.
“Ku dengar band-mu akan menjadi band
pembuka konser boyband terkenal itu? Ah aku lupa namanya.” Ucap dr. Smith
mengubah topik.
Luke tersenyum samar mendengar
ucapan dr. Smith. “Pasti sangat mengasyikkan bukan? Impian yang terasa tidak
nyata sebentar lagi akan menjadi nyata?” Tanyanya.
Dr. Smith tersenyum sedih dan
mengerti kalimat yang diucapkan Luke. “Aku mengerti Luk. Aku mengerti kau ingin
menjadi anak yang normal.” Ucapnya.
Setelah berbincang-bincang dengan
dr. Smith, Luke memutuskan untuk menengok Gretta. Disana ada Teresa yang masih
menjaga Gretta. Luke pun berjalan mendekati Teresa.
“Oh kau Luk. Bagaimana keadaanmu?
Apa semuanya baik-baik saja? Apa kata dr. Smith?” Tanya Teresa.
“Bukan masalah penting.” Jawab Luke
lalu berjalan mendekati Gretta yang berwajah pucat.
“Aku ke kamar kecil sebentar. Kau
jaga Gretta ya..” Ucap Teresa lalu meninggalkan kamar rawat Gretta.
Setelah Teresa pergi, suasana
berubah menjadi hening. Yang terdengar hanyalah monitor kecil yang sudah tidak
asing lagi bagi Luke. Luke duduk di kursi yang sengaja di taruh di samping
kanan ranjang Gretta. Perlahan, Luke menyentuh lembut kening Gretta dan
tersenyum. Gadis itu terlihat bagaikan malaikat baginya.
“Kau tau Gretta, selama ini aku
menganggap hidup ini tidak adil. Tapi aku sadar. Tuhan tidak seperti itu. Tuhan
Maha Adil dan aku percaya itu. Tepatnya tiga tahun yang lalu. Air mata itu
kembali ada dan aku menjadi hancur. Aku menangis seperti anak kecil dan rasanya
ingin mati. Tapi saat aku mengingatmu, aku menjadi tegar dan berjanji suatu
hari nanti akan menemukanmu. Aku tau pertemuan terakhir kita, kau membenciku
dan aku bertekad untuk meminta maaf denganmu.”
Kedua mata Gretta masih terpejam dan
entahlah kapan gadis itu bangun. Luke berharap secepatnya Gretta terbangun.
Kalau bisa Luke ingin sekali Gretta mendengar apa yang ia ucapkan saat ini.
“Tapi mungkin aku ditakdirkan
sebagai penghancur hidup orang dan membuatmu semakin membenciku. Aku tidak tau
mengapa hal itu bisa terjadi. Gretta, aku memang bodoh. Sangat bodoh. Tapi
Gretta tolong maafkan aku. Tolong maafkan aku. Setelah kau memaafkanku, aku
janji akan pergi dari hidupmu. Aku janji, Gretta..”
Kalimat terakhirnya itu membuat dada
Luke menjadi sesak. Sanggupkah ia meninggalkan Gretta? Sanggupkah ia untuk
tidak melihat Gretta lagi? Tapi jika itu yang diinginkan Gretta, Luke tidak
bisa berbuat apa-apa lagi selain pergi dari hidup Gretta dan menjalani hidup
normalnya bersama kesedihan. Dan apakah hidupnya bisa dikatakan sebagai jenis
hidup yang normal?
“Aku sampai lupa kalau hidupku
sebenarnya tidak normal dan berbeda dari anak-anak lainnya. Tapi asal kau tau,
kau yang membuat hidupku normal. Ya. Kau Gretta yang membuat hidupku menjadi
normal dan melupakan semua yang telah terjadi pada diriku. Karena itulah aku
sangat-sangat berterimakasih padamu.”
Namun jika seandainya Gretta tidak
membencinya dan ia tetap menjadi sahabat Gretta, semuanya tidak akan pernah
baik. Bahkan itu jauh lebih buruk dibanding Gretta membencinya. Luke tidak
ingin membuat Gretta khawatir padanya. Ya. Luke menyadari bahwa lebih baik
Gretta membencinya dibanding Gretta khawatir padanya dan menangis sampai
membuat hatinya sakit.
“Satu lagi. Meski kau tidak suka padaku, meski kau tetap membenciku, aku
tidak akan pernah membencimu. Apapun yang kau ucapkan sekalipun membuat hatiku
sakit, aku tidak akan marah padamu. Aku menyayangimu Gretta dan aku
mencintaimu. You’re the only one thing
that I have.”
Terakhir, Luke mencium kening Gretta
dengan waktu yang lama dan berharap gadis itu sadar dan merasakan ciumannya
yang tulus. Gretta, bisakah kau memaafkanku?
***
Sebuah tempat yang asing. Sebuah
tempat yang tidak ada ujungnya. Gretta berjalan menelusuri tempat yang
sebenarnya indah namun terasa sepi. Ada banyak bunga dan sungai disini. Gretta
tercenung. Apakah ia sudah mati? Dan apakah ini surga? Apakah Ayah dan Kak
Harry ada disini? Kalau iya, alangkah baiknya Tuhan.
Setiba di padang rumput yang sangat
luas, dari jauh Gretta melihat sesuatu dengan kecepatan yang cepat
mendekatinya. Ternyata itu adalah kuda poni. Tapi saat kuda poni itu nampak
jelas di matanya, ternyata kuda poni itu mempunyai tanduk tajam di atas
kepalanya. Unicorn! Batin Gretta. Gretta tidak menyangka bisa bertemu dengan
kuda berjenis unicorn yang hanya ada di dunia dongeng.
Unicorn itu berbulu putih bersih dan
cantik. Gretta mengelus bulu unicorn itu dan unicorn itu tampak senang. Gretta
tersenyum. Hidup akan indah bila seperti ini. Hanya saja ia merasa kesepian.
Dimana mereka? Mengapa disini hanya ada ia dan kuda itu?
Tiba-tiba jantung Gretta serasa
berhenti berdetak tatkala melihat sosok berpakaian putih yang sudah tidak asing
lagi. Sosok yang sangat ia rindukan. Sosok yang sangat ingin ia temui.
“Ayah!” Teriak Gretta.
Sayangnya gadis itu tidak bisa
menggapai Ayah karena seperti ada tembok besar yang menghalanginya. Ayah! Batin
Gretta sedih. Ingin sekali ia memeluk Ayah tapi jangankan memeluk, menggapainya
saja susah. Kemudian Gretta menemukan sosok lain yang sangat tampan dan itu
adalah kakaknya, Harry.
“Ayah!” Teriak Gretta dan rasanya ia
ingin menangis.
“Pergilah. Disini bukan tempatmu.”
Ucap Ayah Gretta dengan nada yang lembut.
“Tidak! Gretta ingin disini! Gretta
ingin bersama Ayah dan Kak Harry! Gretta capek hidup di dunia bersama
orang-orang yang membenci Gretta!” Tangis Gretta.
“Gretta, sesungguhnya tidak ada
satupun yang membencimu. Mereka semua menyayangimu. Seharusnya kau beruntung
disayang oleh banyak orang.” Ucap Ayah Gretta.
Gretta teringat dengan Luke. Hah!
Apa peduli ia? Sosok yang menginginkan hidupnya menjadi hancur dan kata Ayah
tidak ada satupun yang membencinya?
“Ayah bisa membaca pikiranmu. Pasti
tentang Luke kan? Gretta, itu bukan salah Luke. Kau tidak boleh membencinya dan
menyimpan dendam. Sebaliknya kau harus menyayanginya dan memberinya kekuatan. Luke
sangat menyayangimu Gretta. Dia tidak ingin kehilanganmu. Jangan berpikiran
Luke ingin membuat hidupmu menderita. Bicaralah baik-baik pada Luke. Minta-lah
apapun yang kau inginkan darinya dan Luke pasti akan mengabulkannya.” Ucap Ayah
Gretta.
Tidak. Itu bukan Ayahnya. Ayahnya
tidak seperti itu. Mengapa Ayahnya jadi membela Luke? Bukankah Ayah Luke yang
telah membunuh Ayahnya? Dan mengapa Ayahnya tidak membenci Luke walau itu bukan
salah Luke tapi salah Ayah Luke?
“Gretta, Ayah tidak menyesal mati
akibat ulah Ayah Luke. Ayah pasti akan memaafkannya karena Ayah adalah orang
yang pemaaf. Ayah mohon padamu, tolong maafkan Luke dan buang semua dendammu
padanya. Ayah mohon Gretta…”
***
Perlahan Gretta membuka matanya dan
mendapati dirinya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Rasanya seperti deva ju. Gretta ingat saat ia mencoba
bunuh diri lalu dilarikan ke rumah sakit namun selamat. Dan sekarang ia selamat
karena Luke yang menyelamatkannya. Sungguh Gretta tidak mengerti apa maksud
dari semua ini. Terlebih saat ia memimpikan Ayahnya yang katanya menyuruhnya
memaafkan Luke, artinya Ayahnya sayang pada Luke.
Gretta menarik nafas panjang-panjang
dan rasanya sakit. Sekarang, tidak ada satupun orang yang ia percayai, termasuk
Ayahnya. Ternyata Ayahnya sama seperti dengan Ibunya. Mereka tidak mau
mendukungnya untuk membenci Luke. Luke. Gretta memejamkan matanya. Ia ingat
betul pelukan Luke saat ia berada di tengah guyuran hujan. Suara Luke..
Sentuhan Luke.. Pelukan Luke…
Aku lelah Tuhan, lelah dengan
semuanya.. Rintih Gretta. Mau tidak mau, ia harus membuat suatu keputusan.
Keputusan yang tepat untuk gadis malang seperti dirinya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar