expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 03 Desember 2015

Beside You ( Part 23 )



Malam ini hujan. Di luar sana bunyi petir berdengung keras di telinganya dan malam ini Gretta mengalami insomnia. Sepertinya perasaan langit sama seperti perasaannya. Gretta masih menangis dan tidak tau kapan ia bisa berhenti menangis. Mengingat kejadian tadi sungguh membuatnya sakit. Gretta mengira sebentar lagi Connor akan menjadikannya sebagai kekasih Connor namun sayang. Semua itu hanyalah mimpi yang tidak akan pernah terwujud. Kecuali.. Kecuali jika tidak ada Luke di tempat ini…

            Sebenarnya Gretta sungguh tidak ingin membenci Luke. Tapi Luke sendiri yang seakan-akan menginginkan dirinya untuk dibenci. Kenapa? Kenapa keinginan Luke seperti itu? Bukankah dibenci orang sangat sakit? Apalagi.. Apalagi Luke menyimpan perasaan padanya…

            Ah itu tidak penting. Gretta tidak mau tau gimana perasaan Luke padanya. Gadis itu sudah sangat lelah. Yang hanya bisa ia tunggu adalah malaikat pencabut nyawa. Tapi kapan? Dimana malaikat itu? Kapan malaikat itu datang padanya? Bisa saja Gretta memaksa malaikat pencabut nyawa itu datang padanya. Bisa saja gadis itu nekat membunuh dirinya sendiri.

            Tiba-tiba timbul niatnya untuk kabur dari rumah.

***

            “Ada apa?” Tanya Luke melihat wajah ketidakberesan dari Teresa.

            Teresa sedikit kaget mendengar suara Luke. “Tidak. Aku hanya khawatir dengan Gretta. Kasihan dia. Jujur aku tidak tau bagaimana masalah kalian. Dan Connor.” Ucapnya.

            Luke terdiam mendengar ucapan Teresa, lalu ia bicara. “Gretta tidak menginginkanku ada di dunia ini. Aku hanya ingin mendapat maaf darinya, setelah itu aku akan pergi.” Ucapnya.

            Hati Teresa terasa perih mendengar ucapan Luke. “Kau akan kembali ke Australia? Bagaimana dengan band-mu?” Tanyanya.

            Luke menghela nafas panjang. “Tentu saja. Karena itulah aku harus bicara baik-baik dengan mereka agar mereka tidak kecewa padaku. Aku sudah sangat rindu dengan tanah kelahiranku.” Ucapnya.

            Tentu saja Teresa tidak bisa melawan keinginan Luke untuk kembali ke Australia. Disanalah tempat Luke. Teresa pun sama. Ayahnya adalah warga Australia sedangkan Ibunya baru warga Inggris. Tapi Teresa tidak bisa tinggal di Australia lagi. Kalau itu keinginan Luke, maka Teresa ikhlas mengizinkan Luke kembali ke negaranya.

            “Baiklah. Aku tidak bisa mencegahmu untuk kembali ke Australia.” Ucap Teresa sambil tersenyum.

            Mengapa rasanya perih? Batin Luke. Mengapa keputusannya untuk kembali ke Australia adalah keputusannya yang paling menyakitkan? Luke kemari demi Gretta dan ia ingin membuat hubungannya dengan Gretta seperti itu. Tapi Luke sudah lelah dan Gretta tidak akan mau memaafkannya. Ia hanya akan bisa membuat gadis itu semakin membencinya dan Luke tidak suka akan hal itu.

            Teresa memutuskan pergi ke kamar Gretta namun saat wanita itu membuka kenop pintu kamar Gretta…

            “GRETTA KABUR!!” Teriak Teresa panik.

***

            ‘Dimana kau Gretta? Where are you going?’ Batin Luke cemas.

            Untuk yang pertama kalinya Gretta kabur dari rumah di bawah guyuran air hujan yang deras. Gretta tidak ada dimana-dimana. Tidak ada di sekolah, tidak ada di rumah Eleanor. Dimana gadis itu? Sudah berjam-jam lamanya Luke mencari Gretta menggunakan mobil Teresa. Untung saja Luke bisa mengemudikan mobil walau belum lancar. Sebenarnya Teresa memaksa untuk ikut tapi Luke tidak mau. Ia yang salah dan ia yang harus menemukan Gretta.

            Tiba-tiba dada kirinya kambuh lagi dan Luke mendengus kesal. Kenapa? Kenapa ia sering terkena serangan mendadak? Padahal ia sudah sering menelan pil itu. Sialnya Luke lupa membawa pil dan Luke tidak tau bagaimana nasibnya nanti. Pandangan di depan sana terlihat kabur karena air hujan ditambah lagi kedua matanya yang mulai kabur. Namun saat ia melihat sosok itu….

            Mendadak Luke mengerem tiba-tiba dan langsung menerobos derasnya air hujan dan ia tidak peduli dengan dadanya yang sakit. Ketika jaraknya cukup dekat dengan sosok yang tidak lain adalah Gretta, Luke langsung memeluk gadis itu dari belakang. Pelukannya begitu erat sampai ia bisa melupakan rasa sakitnya itu.

            Ya. Selama ini Luke bisa mengabaikan rasa sakitnya jika ia memikirkan Gretta. Gretta. Satu-satunya gadis yang ia cintai dan akan terus ia cintai. Luke sudah berjanji untuk terus berada di samping Gretta bagaimanapun keadaannya.

            “Kenapa? Kenapa kau datang?” Tangis Gretta.

            Luke semakin mengeratkan pelukannya. “Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu.” Jawabnya.

            “Jangan halangi jalanku untuk bertemu dengan malaikat pencabut nyawa!” Bentak Gretta.

            “Gretta tolong jangan ucapkan kalimat itu. Kau kira mati itu enak? Tidak. Bahkan aku tidak ingin mati sebelum aku berhasil meraih semua yang aku impikan. Jika kau mati, aku tidak akan bisa hidup tanpamu. Aku mencintaimu Gretta..” Ucap Luke.

            “Palsu! Semua itu palsu Luk!” Bentak Gretta.

            Tiba-tiba pelukan Luke melonggar dan cowok itu sadar bahwa Gretta pingsan dan secepatnya Luke harus membawa Gretta ke rumah sakit.

***

            “Kau terlalu banyak memikirkan Gretta dibandingkan kesehatanmu. Karena itulah kau sering terkena serangan mendadak.” Ucap dr. Smith.

            Setelah mengganti pakaian Luke mengunjungi dr. Smith yang selama ini merawatnya dan memberinya resep obat sehingga ia bisa bertahan sampai detik ini. Memang benar apa yang dikatakan dr. Smith. Ia lebih memikirkan Gretta dibanding dirinya sendiri. Gretta masih belum sadarkan diri dan Teresa yang menjaga Gretta disana.

            “Ku dengar band-mu akan menjadi band pembuka konser boyband terkenal itu? Ah aku lupa namanya.” Ucap dr. Smith mengubah topik.

            Luke tersenyum samar mendengar ucapan dr. Smith. “Pasti sangat mengasyikkan bukan? Impian yang terasa tidak nyata sebentar lagi akan menjadi nyata?” Tanyanya.

            Dr. Smith tersenyum sedih dan mengerti kalimat yang diucapkan Luke. “Aku mengerti Luk. Aku mengerti kau ingin menjadi anak yang normal.” Ucapnya.

            Setelah berbincang-bincang dengan dr. Smith, Luke memutuskan untuk menengok Gretta. Disana ada Teresa yang masih menjaga Gretta. Luke pun berjalan mendekati Teresa.

            “Oh kau Luk. Bagaimana keadaanmu? Apa semuanya baik-baik saja? Apa kata dr. Smith?” Tanya Teresa.

            “Bukan masalah penting.” Jawab Luke lalu berjalan mendekati Gretta yang berwajah pucat.

            “Aku ke kamar kecil sebentar. Kau jaga Gretta ya..” Ucap Teresa lalu meninggalkan kamar rawat Gretta.

            Setelah Teresa pergi, suasana berubah menjadi hening. Yang terdengar hanyalah monitor kecil yang sudah tidak asing lagi bagi Luke. Luke duduk di kursi yang sengaja di taruh di samping kanan ranjang Gretta. Perlahan, Luke menyentuh lembut kening Gretta dan tersenyum. Gadis itu terlihat bagaikan malaikat baginya.

            “Kau tau Gretta, selama ini aku menganggap hidup ini tidak adil. Tapi aku sadar. Tuhan tidak seperti itu. Tuhan Maha Adil dan aku percaya itu. Tepatnya tiga tahun yang lalu. Air mata itu kembali ada dan aku menjadi hancur. Aku menangis seperti anak kecil dan rasanya ingin mati. Tapi saat aku mengingatmu, aku menjadi tegar dan berjanji suatu hari nanti akan menemukanmu. Aku tau pertemuan terakhir kita, kau membenciku dan aku bertekad untuk meminta maaf denganmu.”

            Kedua mata Gretta masih terpejam dan entahlah kapan gadis itu bangun. Luke berharap secepatnya Gretta terbangun. Kalau bisa Luke ingin sekali Gretta mendengar apa yang ia ucapkan saat ini.

            “Tapi mungkin aku ditakdirkan sebagai penghancur hidup orang dan membuatmu semakin membenciku. Aku tidak tau mengapa hal itu bisa terjadi. Gretta, aku memang bodoh. Sangat bodoh. Tapi Gretta tolong maafkan aku. Tolong maafkan aku. Setelah kau memaafkanku, aku janji akan pergi dari hidupmu. Aku janji, Gretta..”

            Kalimat terakhirnya itu membuat dada Luke menjadi sesak. Sanggupkah ia meninggalkan Gretta? Sanggupkah ia untuk tidak melihat Gretta lagi? Tapi jika itu yang diinginkan Gretta, Luke tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain pergi dari hidup Gretta dan menjalani hidup normalnya bersama kesedihan. Dan apakah hidupnya bisa dikatakan sebagai jenis hidup yang normal?

            “Aku sampai lupa kalau hidupku sebenarnya tidak normal dan berbeda dari anak-anak lainnya. Tapi asal kau tau, kau yang membuat hidupku normal. Ya. Kau Gretta yang membuat hidupku menjadi normal dan melupakan semua yang telah terjadi pada diriku. Karena itulah aku sangat-sangat berterimakasih padamu.”

            Namun jika seandainya Gretta tidak membencinya dan ia tetap menjadi sahabat Gretta, semuanya tidak akan pernah baik. Bahkan itu jauh lebih buruk dibanding Gretta membencinya. Luke tidak ingin membuat Gretta khawatir padanya. Ya. Luke menyadari bahwa lebih baik Gretta membencinya dibanding Gretta khawatir padanya dan menangis sampai membuat hatinya sakit.

“Satu lagi. Meski kau tidak suka padaku, meski kau tetap membenciku, aku tidak akan pernah membencimu. Apapun yang kau ucapkan sekalipun membuat hatiku sakit, aku tidak akan marah padamu. Aku menyayangimu Gretta dan aku mencintaimu. You’re the only one thing that I have.”

            Terakhir, Luke mencium kening Gretta dengan waktu yang lama dan berharap gadis itu sadar dan merasakan ciumannya yang tulus. Gretta, bisakah kau memaafkanku?

***

            Sebuah tempat yang asing. Sebuah tempat yang tidak ada ujungnya. Gretta berjalan menelusuri tempat yang sebenarnya indah namun terasa sepi. Ada banyak bunga dan sungai disini. Gretta tercenung. Apakah ia sudah mati? Dan apakah ini surga? Apakah Ayah dan Kak Harry ada disini? Kalau iya, alangkah baiknya Tuhan.

            Setiba di padang rumput yang sangat luas, dari jauh Gretta melihat sesuatu dengan kecepatan yang cepat mendekatinya. Ternyata itu adalah kuda poni. Tapi saat kuda poni itu nampak jelas di matanya, ternyata kuda poni itu mempunyai tanduk tajam di atas kepalanya. Unicorn! Batin Gretta. Gretta tidak menyangka bisa bertemu dengan kuda berjenis unicorn yang hanya ada di dunia dongeng.

            Unicorn itu berbulu putih bersih dan cantik. Gretta mengelus bulu unicorn itu dan unicorn itu tampak senang. Gretta tersenyum. Hidup akan indah bila seperti ini. Hanya saja ia merasa kesepian. Dimana mereka? Mengapa disini hanya ada ia dan kuda itu?

            Tiba-tiba jantung Gretta serasa berhenti berdetak tatkala melihat sosok berpakaian putih yang sudah tidak asing lagi. Sosok yang sangat ia rindukan. Sosok yang sangat ingin ia temui.

            “Ayah!” Teriak Gretta.

            Sayangnya gadis itu tidak bisa menggapai Ayah karena seperti ada tembok besar yang menghalanginya. Ayah! Batin Gretta sedih. Ingin sekali ia memeluk Ayah tapi jangankan memeluk, menggapainya saja susah. Kemudian Gretta menemukan sosok lain yang sangat tampan dan itu adalah kakaknya, Harry.

            “Ayah!” Teriak Gretta dan rasanya ia ingin menangis.

            “Pergilah. Disini bukan tempatmu.” Ucap Ayah Gretta dengan nada yang lembut.

            “Tidak! Gretta ingin disini! Gretta ingin bersama Ayah dan Kak Harry! Gretta capek hidup di dunia bersama orang-orang yang membenci Gretta!” Tangis Gretta.

            “Gretta, sesungguhnya tidak ada satupun yang membencimu. Mereka semua menyayangimu. Seharusnya kau beruntung disayang oleh banyak orang.” Ucap Ayah Gretta.

            Gretta teringat dengan Luke. Hah! Apa peduli ia? Sosok yang menginginkan hidupnya menjadi hancur dan kata Ayah tidak ada satupun yang membencinya?

            “Ayah bisa membaca pikiranmu. Pasti tentang Luke kan? Gretta, itu bukan salah Luke. Kau tidak boleh membencinya dan menyimpan dendam. Sebaliknya kau harus menyayanginya dan memberinya kekuatan. Luke sangat menyayangimu Gretta. Dia tidak ingin kehilanganmu. Jangan berpikiran Luke ingin membuat hidupmu menderita. Bicaralah baik-baik pada Luke. Minta-lah apapun yang kau inginkan darinya dan Luke pasti akan mengabulkannya.” Ucap Ayah Gretta.

            Tidak. Itu bukan Ayahnya. Ayahnya tidak seperti itu. Mengapa Ayahnya jadi membela Luke? Bukankah Ayah Luke yang telah membunuh Ayahnya? Dan mengapa Ayahnya tidak membenci Luke walau itu bukan salah Luke tapi salah Ayah Luke?

            “Gretta, Ayah tidak menyesal mati akibat ulah Ayah Luke. Ayah pasti akan memaafkannya karena Ayah adalah orang yang pemaaf. Ayah mohon padamu, tolong maafkan Luke dan buang semua dendammu padanya. Ayah mohon Gretta…”

***

            Perlahan Gretta membuka matanya dan mendapati dirinya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Rasanya seperti deva ju. Gretta ingat saat ia mencoba bunuh diri lalu dilarikan ke rumah sakit namun selamat. Dan sekarang ia selamat karena Luke yang menyelamatkannya. Sungguh Gretta tidak mengerti apa maksud dari semua ini. Terlebih saat ia memimpikan Ayahnya yang katanya menyuruhnya memaafkan Luke, artinya Ayahnya sayang pada Luke.

            Gretta menarik nafas panjang-panjang dan rasanya sakit. Sekarang, tidak ada satupun orang yang ia percayai, termasuk Ayahnya. Ternyata Ayahnya sama seperti dengan Ibunya. Mereka tidak mau mendukungnya untuk membenci Luke. Luke. Gretta memejamkan matanya. Ia ingat betul pelukan Luke saat ia berada di tengah guyuran hujan. Suara Luke.. Sentuhan Luke.. Pelukan Luke…

            Aku lelah Tuhan, lelah dengan semuanya.. Rintih Gretta. Mau tidak mau, ia harus membuat suatu keputusan. Keputusan yang tepat untuk gadis malang seperti dirinya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar