Part 7
.
.
.
Kelas 2IPA-3 sedang
nggak ada guru. Ray yang menjawab sebagai ketua kelas mendapat tugas dari guru
bersangkutan untuk mengerjakan soal latihan halaman empat puluh enam. Padahal,
baru saja bel berbunyi dan mereka langsung diberi tugas.
Dengan semangat
empat lima, Cakka mengeluarkan buku paket matematikanya dan buku tulisnya.
Cakka yang dikenal jago matematika membuat hasil pekerjaannya banyak dicontek
orang, termasuk Rio dan Alvin.
“Liat tuh si Cakka.
Rajin banget.” Kata Alvin melirik Cakka.
“Yoi! Dia kan siswa
teladan tahun ini. Eh, gue mau keluar dulu ya. Sepertinya ada seseorang yang
sedang membutuhkan bantuan gue.” Kata Rio cepat-cepat meninggalkan kelasnya.
Sebenarnya Alvin
mau ikut tapi ntar takut kalo ketahuan guru lain. Bisa-bisa dihukum karena
keliaran di sekolah pada jam pelajaran. Kalo Rio sih bisa saja. Cowok itu
selalu santai dan nggak takut apa-apa. Berhadapan dengan Pak kepsek pun ia
berani.
Rio berjalan
pelan-pelan agar nggak dilihat guru ataupun yang lain. Dan pada akhirnya ia
sampai di belakang sekolah yang menjadi tempat rahasianya. Disana, ada dinding
tua yang dengan mudahnya untuk dipanjat. Kalo seandainya ia mau bolos, tinggal
lewat dinding itu tanpa ketakutan sedikitpun.
Hap! Berhasil juga.
Rio sudah berada di luar sekolah dan berjalan santai menuju pintu gerbang
dimana di luar pintu gerbang itu berdiri seorang cewek dengan rambut yang
dikepang kebelakang dan memakai kacamata. Ify!
Batinnya sambil tertawa.
Pelan-pelan, Rio
mendekati Ify dan menyentuh pundak Ify yang membuat korbannya mendadak kaget.
Rio berusaha menahan tawanya agar tidak membuat hati gadis itu kesal.
“Nggak masuk?”
Tanya Rio santai.
Cowok itu memperhatikan
wajah Ify yang gugup. Ada apa dengan
gadis itu? Tanyanya heran. Kok tumben
ya nggak marah-marahan sama gue?
“Nga.. Ngapai kakak
disini?” Tanya Ify.
Mimpi itu memang
berakibat buruk. Karena mimpi itu, entah mengapa ia nervous sekali saat
berhadapan dengan Rio. Seharusnya, ia merasa kesal. Tapi ini?
“Hahaha.. Tumben lo
nggak ngambek. Haha..” Tawa Rio.
Sebisa mungkin Ify
mengusahakan dirinya agar tenang dan tidak terbawa suasana. Niatnya udah
matang, yaitu berhenti meladeni cowok itu dan menganggap cowok itu tidak ada.
Bukannya ia sama sekali nggak akrab dengan cowok bernama Rio itu?
“Kenapa kakak bisa
ada disini? Pintu gerbang kan dikunci?” Tanya Ify.
Sepertinya, Rio
menemukan sisi lain Ify. Gadis itu sudah berubah. Gadis itu nggak marah-marahan
lagi. Namun, Rio tidak suka. Rio ingin Ify terus kesal dengan dirinya karena
Rio sangat menyukai wajah Ify yang kesal.
“Lo minum obat apa
semalem Fy? Kenapa lo bisa berubah kayak gini?” Tanya Rio. Berusaha membuat
hati Ify kesal.
Lama-lama, Ify
kesal juga sama tuh cowok. Kesal karena pertanyaannya nggak dijawab oleh Rio.
Sebaiknya, nunggu keajaiban datang aja deh. Nunggu ada guru ato Pak satpam
datang dan membukakan pintu untuknya. Ify pun duduk di sebuah kursi plastik
yang ada di dekat pintu gerbang.
Rio mendekati Ify.
Membuat gadis itu semakin kesal. Sebenarnya, salahnya apa sih sehingga
bermasalah dengan cowok aneh bernama Rio? Ya walaupun Rio bukan cowok
sembarangan di sekolahnya. Tapi ia sangat-sangat tidak suka.
“Hei! Mau masuk?
Ayo ikut aku!” Kata Rio menarik tangan Ify.
Hah? Ify
kaget sendiri. Mengapa mimpinya ini menjadi nyata? Dalam mimpi, tangannya
ditarik oleh Rio, dan sekarang pun tangannya sedang ditarik oleh Rio. Ah, gila!
“Kita mau kemana?”
Tanya Ify tidak suka.
“Katanya mau masuk.
Gue ada jalan rahasia agar bisa masuk ke dalam sekolah ini tanpa melewati pintu
gerbang.” Jawab Rio.
Ify nggak
membantah. Terpaksa ia mengikuti Rio. Tapi, kalo sampai Rio bohong? Cowok itu
harus mendapat hukuman berat. Tapi ternyata, cowok itu nggak bohong. Sekarang
ia berada di balik dinding yang tua, yang tingginya kira-kira satu meter lebih.
“Jadi..” Kata Ify.
“Kita panjat
dinding itu!” Kata Rio semangat.
Bagi Ify yang dulu
waktu kecil hobi manjat, sangat mudah baginya memanjat dinding itu. Rio kagum
dengan Ify. Gadis itu ternyata tomboi juga.
“Oke. Thanks Kak
Yo..” Kata Ify lalu pergi meninggalkan Rio.
“Urwell.” Jawab Rio
sambil tersenyum. Dan tiba-tiba ia teringat Dea. Dea?
***
Akhirnya, sampai
juga di kelas! Dengan ragu dan gugup, Ify masuk ke dalam. Untunglah, Pak Waktu
yang mengajar mata pelajaran seni budaya sama sekali nggak curiga kalo ia
terlambat. Syukurlah.. Batin Ify
lega. Ia berjalan menuju bangkunya. Disana, ada Sivia yang tersenyum lebar.
“Kok lo bisa
telat?” Tanyanya.
Sivia melihat keringat
yang membasahi wajah Ify. “Ya ampun Fy! Lo habis ngapain aja?” Tanyanya kaget.
“Hehe.. Gue abis
manjat.” Jawab Ify.
Tentu Sivia nggak
langsung percaya. “Bohong! Gue yakin lo lari maraton dari rumah ke sekolah.”
Kata Sivia.
Ify tersenyum. “Ya
enggaklah Vi. Tadi gue habis manjat dinding belakang sekolah karena pintu
gerbang dikunci.” Ucapnya.
“Dinding belakan
sekolah? Sama siapa?”
“Sama kak Alvin!”
Jawab Ify ngasal lalu fokus ke depan.
Sama kak Alvin? Batin Sivia. Nggak
mungkin! Ify pasti bohong. Pasti tuh cewek sedang menyembunyikan sesuatu...
***
Bel istirahat yang
sangat ditunggunya pun berbunyi. Dipikirannya hanya satu. Yaitu Dea. Ia sangat
khawatir dengan gadis itu. Jika gadis itu terluka, gadis itu sendiri yang
mendapatkan akibat yang fatal. Secepat mungkin Rio berlari menuju kelas 2IPS-3.
“Dea!” Seru Rio
tatkala ia tiba di luar kelas 2IPS-3.
Merasa dipanggil,
Dea langsung menoleh dan menatap Rio dengan tatapan tidak suka. Aneh bukan, ia
yang sangat menyukai Rio tiba-tiba saja berubah menjadi perasaan tidak suka.
Pasti Rio kesini mau menjaganya. Dea tau hal itu.
“De, lo nggak
papa?” Tanya Rio.
Dea yakin sekali,
Rio pura-pura panik. Cewek itu tau kalo Rio nggak ikhlas menjaganya dan ia
berharap bisa bebas dari Rio. Lagipula, ia baik-baik saja.
“Ada yang
berdarah?” Tanya Rio.
Deg! Rasanya begitu
aneh saat ia mendengar Rio mengucapkan ‘berdarah’ atau lebih tepatnya ‘darah’.
Sebuah kata yang nggak asing lagi baginya. Darah.. Ada apa dengan darahnya? Apa
darahnya berbahaya?
“Yo, Dea ngerti
kalo Rio nggak mau ngejaga Dea dan Dea nggak mau dikawal sama Rio. Dea janji
kalo Dea bisa ngejaga diri Dea sendiri dan Rio nggak usah khawatir. Asalkan..”
“Asalkan apa?”
Tanya Rio.
Dea menarik nafas
dalam-dalam. “Beritahu Dea apa sebenarnya penyakit yang dialami Dea. Tentunya
yang ada hubungannya dengan darah Dea.” Jawabnya.
Dan.. Rio nggak
punya alasan untuk tidak menjawab.
***
“Nggak ke kantin
Vi?” Tanya Ify. Perutnya udah nggak tahan menahan lapar dan tenggorokannya yang
kering dan butuh dibasahi.
“Eh?” Kaget Sivia.
Ify tertawa.
Barangkali sahabatnya itu sedang memikirkan kejadian kemarin, saat si pangeran
tampan berlagak seperti pelayan dan melayaninya dengan sopan seakan-akan ia
adalah putri dari seorang Raja. Tiba-tiba Ify teringat sesuatu.
“Shilla kok kayak
menjauhi kita ya?” Tanyanya.
Yang ditanya nggak
menjawab. Membuat perasaan Ify jadi nggak enak. Ada apa dengan Shilla? Ify melihat Shilla yang berjalan sendiri
nggak tau kemana. Seharusnya, Shilla bersamanya. Apa jangan-jangan Shilla sudah
nggak mau menjadi temannya lagi? Cepat-cepat Ify membuang pikiran negatifnya.
“Ke kantin aja
deh.” Kata Sivia.
Keduanya pun
berjalan ke kantin. Seperti ada yang hilang dari mereka. Ya, Shilla! Tanpa
adanya Shilla, persahabatan mereka menjadi tidak lengkap. Ify begitu sedih. Jujur,
ia nggak mau kehilangan sahabatnya itu. Shilla adalah teman bangku MOSnya dan Shilla
yang selalu membantunya mencari bahan-bahan yang dibutuhkan untuk MOS. Sungguh
kenangan indah yang sulit untuk dilupakan.
Tiba-tiba, Ify berhenti
tatkala kedua matanya melihat sesuatu yang aneh. Sesuatu yang mustahil terjadi
dan sekarang terjadi. Ia melihat Shilla yang sedang ngobrol dengan Agni. Mereka
sangat akrab sekali. Agni tertawa terus mendengar ocehan Shilla yang baginya
lucu.
Sivia pun ikut
berhenti dan menatap sedih sahabatnya itu. “Sepertinya Shilla telah menemukan
kehidupan yang sebenarnya.” Ucapnya.
“Iya Vi. Selama ini
Shilla membohongi kita. Shilla itu bukan tipe cewek yang pendiam. Lihat
sekarang! Dia cerewet banget ngobrol sama kak Agni. Padahal, ketika Shilla
masih bersama kita, Shilla sangat benci dengan kak Agni.” Kata Ify.
“Eh, gue lupa kasih
tau lo. Bukannya kak Dea udah keluar dari Zarra Girls?” Kata Sivia.
Sedikit Ify merasa
kaget. “Yang benar aja Vi?” Tanyanya.
Mereka ngobrol
sambil berjalan. Kalo diam aja ntar keburu bel dan jadi nggak bisa ngisi perut
yang sedang kelaparan ini.
“Iya. Sejak dia
pacaran sama kak Rio, kak Dea mulai berubah. Apa ini ada hubungannya sama kak
Rio?” Jawab+Tanya Sivia.
Sebuah nama yang paling
tidak disukainya keluar dari mulut Sivia. Rio? Bisa nggak sih sehari aja nggak
mendengar nama itu. Tapi, Ify sedikit berhutang budi sama Rio karena Rio yang
membantunya masuk ke dalam sekolah. Jadi, walaupun Rio anaknya menyebalkan,
tapi baik juga.
Keduanya pun sampai
di kantin. Nggak tau kenapa Sivia berharap Alvin datang dan melayaninya seperti
kemarin. Tapi, nggak ada tanda-tanda Alvin disini.
“Lo pesen apa Fy?”
Tanya Sivia.
“Bakso aja deh sama
es teh.” Jawab Ify.
Kantin nggak ramai
seperti kemarin. Jadi Sivia nggak harus berdesak-desakan seperti kemarin. Kak Alvin nggak ada.. Ah, ngapain juga gue
mikirin cowok itu? Ingat, cowok itu bukan siapa-siapa lo Vi, lantas, mengapa lo
berharap lebih dengannya?
Akhirnya, Sivia
sendiri yang membawa pesanannya dengan hati yang teramat kecewa. Kecewa?
Hahaha... Ngapain juga kecewa?
“Tumben nggak ada
kak Alvin.” Kata Ify yang membuat Sivia semakin kecewa.
“Ngapain juga
harapin dia datang kesini? Dia kan nggak janji mau datang kesini.” Kata Sivia
sedikit jutek.
Ify tersenyum.
Sudah ia duga! Sahabatnya ini sedang dilanda cinta. Ify yakin Sivia naksir
dengan Alvin. Bakso yang berbau sedap dan menggugah selera itu membuat nafsu
makannya meningkat. Dengan lahapnya, Ify menyerbu bakso itu. Sivia tertawa
melihat tingkah sahabatnya yang sedang kelaparan.
Gue harap lo mau menjadi sahabat gue untuk selama-lamanya
Fy.. Harap Sivia. Ya,
dulu Sivia sering dikhianati oleh teman-temannya, membuuat Sivia membenci
sesuatu yang bernama sahabat sejati itu.
“Vi, lo nggak makan?”
Tanya Ify yang sadar kalo Sivia nggak pesan apapun.
Sivia mendadak
kaget. “Eh, iyaya.. Kok gue bisa lupa ya? Hehe.. Kalo gitu gue pesan dulu ya..”
Ucapnya lalu meninggalkan Ify.
Gue mau mesen apa ya? Kok gue bingung ya? Batin Sivia dalam hati. Lapar sih iya, haus sih iya, tapi
ia bingung mau pesen apa.
Dari arah yang
berlawanan, Sivia kaget melihat seorang cowok tampan yang juga melihatnya.
Cowok itu tersenyum tipis ke arahnya. Bukannya dia...
“Kak Cakka..” Kata
Sivia pelan namun di dengar Cakka.
Cakka sendiri
tersenyum melihat adik kelasnya itu lalu berlalu begitu saja. Sivia dibuat
melongo oleh tatapan dan senyuman Cakka barusan. Apa memang Cakka seperti ini saat bertemu seseorang? Tapi Sivia
berharap cowok tadi itu bukan Cakka, melainkan Alvin.
KRING !!!!
Sial! Bel masuk
berbunyi dan ia belum sempat makan sedikitpun. Bagaimana ini? Ia nggak mau
terlambat masuk kelas. Mending kalo gurunya baik. Setelah istirahat ini, Bu
Rosida yang memegang mata pelajaran matematika selalu mengusir muridnya yang
suka terlambat masuk kelas, dan Sivia nggak mau hal itu terjadi walau ia
sendiri membenci pelajaran matematika.
“Hei!”
Deg! Suara itu..
Bukannya suara itu...
***
huwaaaaaa....... part Rify nya keren....
BalasHapusLANJUTKAN!!
nurdiana.web.id
iya tapi cuma sampe part 17 aja -_- soalnya aku udah lama ngga buat cerbung ini jadi udah lupa sama jalan ceritanya -_-
BalasHapus