expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 10 April 2015

One Hope ( Part 7 )



Part 7

.

.

.

Kelas 2IPA-3 sedang nggak ada guru. Ray yang menjawab sebagai ketua kelas mendapat tugas dari guru bersangkutan untuk mengerjakan soal latihan halaman empat puluh enam. Padahal, baru saja bel berbunyi dan mereka langsung diberi tugas.

Dengan semangat empat lima, Cakka mengeluarkan buku paket matematikanya dan buku tulisnya. Cakka yang dikenal jago matematika membuat hasil pekerjaannya banyak dicontek orang, termasuk Rio dan Alvin.

“Liat tuh si Cakka. Rajin banget.” Kata Alvin melirik Cakka.

“Yoi! Dia kan siswa teladan tahun ini. Eh, gue mau keluar dulu ya. Sepertinya ada seseorang yang sedang membutuhkan bantuan gue.” Kata Rio cepat-cepat meninggalkan kelasnya.

Sebenarnya Alvin mau ikut tapi ntar takut kalo ketahuan guru lain. Bisa-bisa dihukum karena keliaran di sekolah pada jam pelajaran. Kalo Rio sih bisa saja. Cowok itu selalu santai dan nggak takut apa-apa. Berhadapan dengan Pak kepsek pun ia berani.

Rio berjalan pelan-pelan agar nggak dilihat guru ataupun yang lain. Dan pada akhirnya ia sampai di belakang sekolah yang menjadi tempat rahasianya. Disana, ada dinding tua yang dengan mudahnya untuk dipanjat. Kalo seandainya ia mau bolos, tinggal lewat dinding itu tanpa ketakutan sedikitpun.

Hap! Berhasil juga. Rio sudah berada di luar sekolah dan berjalan santai menuju pintu gerbang dimana di luar pintu gerbang itu berdiri seorang cewek dengan rambut yang dikepang kebelakang dan memakai kacamata. Ify! Batinnya sambil tertawa.

Pelan-pelan, Rio mendekati Ify dan menyentuh pundak Ify yang membuat korbannya mendadak kaget. Rio berusaha menahan tawanya agar tidak membuat hati gadis itu kesal.

“Nggak masuk?” Tanya Rio santai.

Cowok itu memperhatikan wajah Ify yang gugup. Ada apa dengan gadis itu? Tanyanya heran. Kok tumben ya nggak marah-marahan sama gue?

“Nga.. Ngapai kakak disini?” Tanya Ify.

Mimpi itu memang berakibat buruk. Karena mimpi itu, entah mengapa ia nervous sekali saat berhadapan dengan Rio. Seharusnya, ia merasa kesal. Tapi ini?

“Hahaha.. Tumben lo nggak ngambek. Haha..” Tawa Rio.

Sebisa mungkin Ify mengusahakan dirinya agar tenang dan tidak terbawa suasana. Niatnya udah matang, yaitu berhenti meladeni cowok itu dan menganggap cowok itu tidak ada. Bukannya ia sama sekali nggak akrab dengan cowok bernama Rio itu?

“Kenapa kakak bisa ada disini? Pintu gerbang kan dikunci?” Tanya Ify.

Sepertinya, Rio menemukan sisi lain Ify. Gadis itu sudah berubah. Gadis itu nggak marah-marahan lagi. Namun, Rio tidak suka. Rio ingin Ify terus kesal dengan dirinya karena Rio sangat menyukai wajah Ify yang kesal.

“Lo minum obat apa semalem Fy? Kenapa lo bisa berubah kayak gini?” Tanya Rio. Berusaha membuat hati Ify kesal.

Lama-lama, Ify kesal juga sama tuh cowok. Kesal karena pertanyaannya nggak dijawab oleh Rio. Sebaiknya, nunggu keajaiban datang aja deh. Nunggu ada guru ato Pak satpam datang dan membukakan pintu untuknya. Ify pun duduk di sebuah kursi plastik yang ada di dekat pintu gerbang.

Rio mendekati Ify. Membuat gadis itu semakin kesal. Sebenarnya, salahnya apa sih sehingga bermasalah dengan cowok aneh bernama Rio? Ya walaupun Rio bukan cowok sembarangan di sekolahnya. Tapi ia sangat-sangat tidak suka.

“Hei! Mau masuk? Ayo ikut aku!” Kata Rio menarik tangan Ify.

Hah? Ify kaget sendiri. Mengapa mimpinya ini menjadi nyata? Dalam mimpi, tangannya ditarik oleh Rio, dan sekarang pun tangannya sedang ditarik oleh Rio. Ah, gila!

“Kita mau kemana?” Tanya Ify tidak suka.

“Katanya mau masuk. Gue ada jalan rahasia agar bisa masuk ke dalam sekolah ini tanpa melewati pintu gerbang.” Jawab Rio.

Ify nggak membantah. Terpaksa ia mengikuti Rio. Tapi, kalo sampai Rio bohong? Cowok itu harus mendapat hukuman berat. Tapi ternyata, cowok itu nggak bohong. Sekarang ia berada di balik dinding yang tua, yang tingginya kira-kira satu meter lebih.

“Jadi..” Kata Ify.

“Kita panjat dinding itu!” Kata Rio semangat.

Bagi Ify yang dulu waktu kecil hobi manjat, sangat mudah baginya memanjat dinding itu. Rio kagum dengan Ify. Gadis itu ternyata tomboi juga.

“Oke. Thanks Kak Yo..” Kata Ify lalu pergi meninggalkan Rio.

“Urwell.” Jawab Rio sambil tersenyum. Dan tiba-tiba ia teringat Dea. Dea?

***

Akhirnya, sampai juga di kelas! Dengan ragu dan gugup, Ify masuk ke dalam. Untunglah, Pak Waktu yang mengajar mata pelajaran seni budaya sama sekali nggak curiga kalo ia terlambat. Syukurlah.. Batin Ify lega. Ia berjalan menuju bangkunya. Disana, ada Sivia yang tersenyum lebar.

“Kok lo bisa telat?” Tanyanya.

Sivia melihat keringat yang membasahi wajah Ify. “Ya ampun Fy! Lo habis ngapain aja?” Tanyanya kaget.

“Hehe.. Gue abis manjat.” Jawab Ify.

Tentu Sivia nggak langsung percaya. “Bohong! Gue yakin lo lari maraton dari rumah ke sekolah.” Kata Sivia.

Ify tersenyum. “Ya enggaklah Vi. Tadi gue habis manjat dinding belakang sekolah karena pintu gerbang dikunci.” Ucapnya.

“Dinding belakan sekolah? Sama siapa?”

“Sama kak Alvin!” Jawab Ify ngasal lalu fokus ke depan.

Sama kak Alvin? Batin Sivia. Nggak mungkin! Ify pasti bohong. Pasti tuh cewek sedang menyembunyikan sesuatu...

***

Bel istirahat yang sangat ditunggunya pun berbunyi. Dipikirannya hanya satu. Yaitu Dea. Ia sangat khawatir dengan gadis itu. Jika gadis itu terluka, gadis itu sendiri yang mendapatkan akibat yang fatal. Secepat mungkin Rio berlari menuju kelas 2IPS-3.

“Dea!” Seru Rio tatkala ia tiba di luar kelas 2IPS-3.

Merasa dipanggil, Dea langsung menoleh dan menatap Rio dengan tatapan tidak suka. Aneh bukan, ia yang sangat menyukai Rio tiba-tiba saja berubah menjadi perasaan tidak suka. Pasti Rio kesini mau menjaganya. Dea tau hal itu.

“De, lo nggak papa?” Tanya Rio.

Dea yakin sekali, Rio pura-pura panik. Cewek itu tau kalo Rio nggak ikhlas menjaganya dan ia berharap bisa bebas dari Rio. Lagipula, ia baik-baik saja.

“Ada yang berdarah?” Tanya Rio.

Deg! Rasanya begitu aneh saat ia mendengar Rio mengucapkan ‘berdarah’ atau lebih tepatnya ‘darah’. Sebuah kata yang nggak asing lagi baginya. Darah.. Ada apa dengan darahnya? Apa darahnya berbahaya?

“Yo, Dea ngerti kalo Rio nggak mau ngejaga Dea dan Dea nggak mau dikawal sama Rio. Dea janji kalo Dea bisa ngejaga diri Dea sendiri dan Rio nggak usah khawatir. Asalkan..”

“Asalkan apa?” Tanya Rio.

Dea menarik nafas dalam-dalam. “Beritahu Dea apa sebenarnya penyakit yang dialami Dea. Tentunya yang ada hubungannya dengan darah Dea.” Jawabnya.

Dan.. Rio nggak punya alasan untuk tidak menjawab.

***

“Nggak ke kantin Vi?” Tanya Ify. Perutnya udah nggak tahan menahan lapar dan tenggorokannya yang kering dan butuh dibasahi.

“Eh?” Kaget Sivia.

Ify tertawa. Barangkali sahabatnya itu sedang memikirkan kejadian kemarin, saat si pangeran tampan berlagak seperti pelayan dan melayaninya dengan sopan seakan-akan ia adalah putri dari seorang Raja. Tiba-tiba Ify teringat sesuatu.

“Shilla kok kayak menjauhi kita ya?” Tanyanya.

Yang ditanya nggak menjawab. Membuat perasaan Ify jadi nggak enak. Ada apa dengan Shilla? Ify melihat Shilla yang berjalan sendiri nggak tau kemana. Seharusnya, Shilla bersamanya. Apa jangan-jangan Shilla sudah nggak mau menjadi temannya lagi? Cepat-cepat Ify membuang pikiran negatifnya.

“Ke kantin aja deh.” Kata Sivia.

Keduanya pun berjalan ke kantin. Seperti ada yang hilang dari mereka. Ya, Shilla! Tanpa adanya Shilla, persahabatan mereka menjadi tidak lengkap. Ify begitu sedih. Jujur, ia nggak mau kehilangan sahabatnya itu. Shilla adalah teman bangku MOSnya dan Shilla yang selalu membantunya mencari bahan-bahan yang dibutuhkan untuk MOS. Sungguh kenangan indah yang sulit untuk dilupakan.

Tiba-tiba, Ify berhenti tatkala kedua matanya melihat sesuatu yang aneh. Sesuatu yang mustahil terjadi dan sekarang terjadi. Ia melihat Shilla yang sedang ngobrol dengan Agni. Mereka sangat akrab sekali. Agni tertawa terus mendengar ocehan Shilla yang baginya lucu.

Sivia pun ikut berhenti dan menatap sedih sahabatnya itu. “Sepertinya Shilla telah menemukan kehidupan yang sebenarnya.” Ucapnya.

“Iya Vi. Selama ini Shilla membohongi kita. Shilla itu bukan tipe cewek yang pendiam. Lihat sekarang! Dia cerewet banget ngobrol sama kak Agni. Padahal, ketika Shilla masih bersama kita, Shilla sangat benci dengan kak Agni.” Kata Ify.

“Eh, gue lupa kasih tau lo. Bukannya kak Dea udah keluar dari Zarra Girls?” Kata Sivia.

Sedikit Ify merasa kaget. “Yang benar aja Vi?” Tanyanya.

Mereka ngobrol sambil berjalan. Kalo diam aja ntar keburu bel dan jadi nggak bisa ngisi perut yang sedang kelaparan ini.

“Iya. Sejak dia pacaran sama kak Rio, kak Dea mulai berubah. Apa ini ada hubungannya sama kak Rio?” Jawab+Tanya Sivia.

Sebuah nama yang paling tidak disukainya keluar dari mulut Sivia. Rio? Bisa nggak sih sehari aja nggak mendengar nama itu. Tapi, Ify sedikit berhutang budi sama Rio karena Rio yang membantunya masuk ke dalam sekolah. Jadi, walaupun Rio anaknya menyebalkan, tapi baik juga.

Keduanya pun sampai di kantin. Nggak tau kenapa Sivia berharap Alvin datang dan melayaninya seperti kemarin. Tapi, nggak ada tanda-tanda Alvin disini.

“Lo pesen apa Fy?” Tanya Sivia.

“Bakso aja deh sama es teh.” Jawab Ify.

Kantin nggak ramai seperti kemarin. Jadi Sivia nggak harus berdesak-desakan seperti kemarin. Kak Alvin nggak ada.. Ah, ngapain juga gue mikirin cowok itu? Ingat, cowok itu bukan siapa-siapa lo Vi, lantas, mengapa lo berharap lebih dengannya?

Akhirnya, Sivia sendiri yang membawa pesanannya dengan hati yang teramat kecewa. Kecewa? Hahaha... Ngapain juga kecewa?

“Tumben nggak ada kak Alvin.” Kata Ify yang membuat Sivia semakin kecewa.

“Ngapain juga harapin dia datang kesini? Dia kan nggak janji mau datang kesini.” Kata Sivia sedikit jutek.

Ify tersenyum. Sudah ia duga! Sahabatnya ini sedang dilanda cinta. Ify yakin Sivia naksir dengan Alvin. Bakso yang berbau sedap dan menggugah selera itu membuat nafsu makannya meningkat. Dengan lahapnya, Ify menyerbu bakso itu. Sivia tertawa melihat tingkah sahabatnya yang sedang kelaparan.

Gue harap lo mau menjadi sahabat gue untuk selama-lamanya Fy.. Harap Sivia. Ya, dulu Sivia sering dikhianati oleh teman-temannya, membuuat Sivia membenci sesuatu yang bernama sahabat sejati itu.

“Vi, lo nggak makan?” Tanya Ify yang sadar kalo Sivia nggak pesan apapun.

Sivia mendadak kaget. “Eh, iyaya.. Kok gue bisa lupa ya? Hehe.. Kalo gitu gue pesan dulu ya..” Ucapnya lalu meninggalkan Ify.

Gue mau mesen apa ya? Kok gue bingung ya? Batin Sivia dalam hati. Lapar sih iya, haus sih iya, tapi ia bingung mau pesen apa.

Dari arah yang berlawanan, Sivia kaget melihat seorang cowok tampan yang juga melihatnya. Cowok itu tersenyum tipis ke arahnya. Bukannya dia...

“Kak Cakka..” Kata Sivia pelan namun di dengar Cakka.

Cakka sendiri tersenyum melihat adik kelasnya itu lalu berlalu begitu saja. Sivia dibuat melongo oleh tatapan dan senyuman Cakka barusan. Apa memang Cakka seperti ini saat bertemu seseorang? Tapi Sivia berharap cowok tadi itu bukan Cakka, melainkan Alvin.

KRING !!!!

Sial! Bel masuk berbunyi dan ia belum sempat makan sedikitpun. Bagaimana ini? Ia nggak mau terlambat masuk kelas. Mending kalo gurunya baik. Setelah istirahat ini, Bu Rosida yang memegang mata pelajaran matematika selalu mengusir muridnya yang suka terlambat masuk kelas, dan Sivia nggak mau hal itu terjadi walau ia sendiri membenci pelajaran matematika.

“Hei!”

Deg! Suara itu.. Bukannya suara itu...

***

2 komentar:

  1. huwaaaaaa....... part Rify nya keren....

    LANJUTKAN!!

    nurdiana.web.id

    BalasHapus
  2. iya tapi cuma sampe part 17 aja -_- soalnya aku udah lama ngga buat cerbung ini jadi udah lupa sama jalan ceritanya -_-

    BalasHapus