expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 12 April 2015

All of Revenges ( Part 10 )



Part 10
.

Belum sempat Hannah melanjutkan ucapannya, Liam datang dengan segala kepucatan dan kepanikan. Dan dapat membuat Niall dan Hannah merasakan sesuatu yang buruk. Sesuatu yang buruk yang telah terjadi.

“Liam! Apa yang terjadi? Mengapa kau panik sekali?” Tanya Niall.

Liam berusaha mengatur nafasnya. “Louis! Dia sekarang berada di rumah sakit!” Jawab Liam.

Baik Niall maupun Hannah sama-sama kaget. Terutama Hannah! Wajahnya berubah menjadi pucat. Timbul rasa kekhawatiran yang berlebihan. Ada apa dengan Louis? Mengapa Louis bisa berada di rumah sakit?

“Jangan bercanda!” Bantah Hannah yang tampaknya masih belum percaya.

“Hannah, aku tidak bohong.Tadi aku mendapat kabar dari kakak Louis. Katanya Louis ditemukan tidak sadarkan diri di kamarnya. Di sekitar wajahnya banyak darah. Kita harus cepat-cepat pergi kesana!” Kata Liam.

Tanpa basa-basi lagi, mereka langsung pergi menuju rumah sakit menggunakan mobil Liam. Di dalam mobil, Hannah masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Louis! Ada apa dengan lelaki itu? Hannah tidak bisa membayanagkan lelaki yang sangat dicintainya terbaring lemah di rumah sakit dengan dipasangkan selang infus.

Niall yang mengetahui bahwa Hannah tidak tenang, berusaha untuk menenangkannya. “Louis akan baik-baik saja.” Ucapnya.

Namun Hannah tetap tidak tenang dan berharap hal ini hanyalah sebuah mimpi. Mimpi buruknya dan ia cepat-cepat ingin bangun dari mimpi buruknya. Setelah sampai di rumah sakit, Niall, Hannah dan Liam berlari menuju kamar rawat Louis. Namun, saat mereka sampai di depan pintu kamar Louis, seorang lelaki yang berwajah kHannahlahan datang menghampiri mereka.

***

Beberapa menit yang lalu…..

“Turunkan aku disini!” Kata Tay dengan nada tinggi.

Harry menyetop mobilnya di sebuah rumah makan sederhana yang letaknya tidak jauh dari rumah Tay. Tay sudah sangat lapar dan dia tidak bisa menunda laparnya. Tay meninggalkan Harry tanpa mengatakan apapun. Harry pun memilih menjalankan mobilnya dan menuju pada satu tujuan. Yaitu rumah Louis.

Sesampainya di rumah Louis, disana tampak sepi. Harry yakin di dalam rumah itu tidak ada tanda-tanda kehidupan(?). Tiba-tiba, seorang gadis kira-kira berumur dua belas tahun mendekatinya dengan nafas yang terengah-engah.

“Syukurlah kak Harry datang.” Kata gadis itu.

Harry menatap gadis itu dengan tatapan bingung. “Memangnya ada apa?” Tanyanya.

“Kak Louis..” Jawab gadis itu. “Kak Louis dibawa ke rumah sakit.” Sambungnya.

Mendengar jawaban dari gadis itu, tanpa basa-basi Harry langsung menancap gasnya menuju rumah sakit yang dimaksudkan oleh gadis itu. Mobil Harry melaju dengan kencang dan tidak mempedulikan lalu lintas. Hampir saja ia menabrak dua motor dan satu mobil. Tetapi Harry tidak peduli.

Sesampai di rumah sakit, Harry berlari seperti seseorang yang kesetanan. Disana, ia menemukan Niall, Liam dan Hannah.

“Harry! Kau kenapa?” Tanya Niall heran.

Sebelum menjawab, Harry berusaha mengatur nafasnya. “Louis.. Mana lelaki itu?” Tanyanya sedikit membentak.

Semuanya terdiam dan memandang Harry dengan tatapan heran. Mengapa seakan-akan Harry seperti membenci Louis? Sekarang Louis sedang dirawat di rumah sakit. Seharusnya Harry merasa sedih dan bukannya marah seperti ini.

Giliran Hannah yang bicara. “Harry! Louis sedang dirawat. Memangnya ada apa?”

Ibu Louis keluar dari ruang dokter yang merawat Louis. Wajah Ibu Louis sangat mendung dan ingin menangis. Hannah merasa ada yang tidak beres. Ia merasa bahwa sebentar lagi ia akan menangis hingga air matanya habis.

“Ada apa dengan Louis?” Tanya Liam.

Ibu Louis menarik nafas dalam-dalam. Wanita itu berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Tapi percuma. Air mata yang ia tahan akhirnya terjatuh. “Louis terkena penyakit kanker paru-paru dan kata dokter, penyakitnya sudah sangat parah. Dokter memprediksi umur Louis tidak akan lama lagi.” Ucapnya.

Semuanya kaget mendengar penjelasan Ibu Louis. Hannah langsung mengeluarkan air matanya. Berkali-kali ia mengumpat dalam hati karena Tuhan tidak pernah baik padanya. Tuhan selalu memberinya kemalangan dan kepedihan. Di sampingnya, Niall merangkulnya agar ia tidak jatuh. Namun sayangnya, Hannah pingsan dan harus di rawat.

Niall dan Liam pergi mengurusi Hannah, sementara Harry masih diam di tempat. Ia tidak percaya dengan kejadian ini. Hari ini memang merupakan hari yang membawanya kejutan-kejutan yang membuatnya kaget.

“Do’akan Louis agar Louis bisa bertahan..” Lirih Ibu Louis.

Harry tidak mempedulikan ucapan Ibu Louis. “Apakah aku boleh masuk ke kamar Louis?” Tanyanya.

“Sebaiknya jangan, karena kondisi Louis masih tidak stabil.” Jawab Ibu Louis dan Harry tidak bisa membantahnya. Lelaki itu memilih untuk pulang ke rumah dan mengetahui bagaimana kabar Ibunya.

***

“Apa?”

Baru saja Tay pulang dari rumah makan, ia dikabarkan oleh Liam bahwa Louis sedang berada di rumah sakit karena terkena penyakit kanker paru-paru, sementara Hannah pingsan karena mendengar berita itu. Tay tidak menyangka bahwa Louis bisa terkena penyakit itu. Apa penyakit itu sebagai tanda bahwa pembalasannya sedang berjalan? Apa ia sejahat itu pada Louis?

“Tay, kau darimana saja?” Tanya nenek.

Tay kaget mendengar suara neneknya. “Ng.. Baru dari kampus.” Jawabnya berbohong.

“Tapi wajahmu pucat begitu dan kau tampak lelah. Apa perlu nenek pijat?”

“Tidak perlu. Aku ke kamar saja.”

Tay berjalan dengan langkah yang ling-lung. Tubuhnya terasa remuk. Dua buah kejadian yang sangat tidak di duganya, yang berhubungan dengan Harry dan Louis.

“Tidak. Aku tidak sejahat itu. Tapi, apa dendamku yang telah membuat Louis terkena penyakit mengerikan itu?”

Sebenarnya Tay ingin pergi ke rumah sakit. Tapi tenaganya sudah habis. Tay sadar, ia hampir menangis saat menceritakan masa lalunya dengan Louis ke Harry. Suaranya tampak serak. Tay merasa bodoh karena hampir menangis dihadapan Harry yang tidak lain adalah kakaknya sendiri.

“Tidak mungkin Harry kakakku.” Kata Tay.

Entah mengapa, gadis itu seperti tidak rela pada kenyataan bahwa ia dan Harry adalah adik-kakak. Tapi Tay tidak terlalu memikirkannya karena kepalanya begitu pusing. Tay pun memilih untuk tidur agar segala permasalahannya hilang untuk sementara dan ia dapat tenang.

***

Sore menjelang malam, Harry sampai di rumahnya. Namun lelaki itu merasakan suatu hal yang ganjil, yang terjadi di dalam rumahnya. Cepat-cepat Harry masuk ke dalam rumahnya. Saat ia sampai di ruang tamu, Harry kaget mendapati seorang gadis cantik yang sedang duduk bersama Ibunya. Harry melihat Ibunya tampak bahagia karena kehadiran gadis itu.

“Bu, siapa gadis itu?” Tanya Harry.

Ibunya tersenyum menyambut kedatangan Harry, juga gadis itu. Gadis cantik itu memiliki senyum yang menawan. Ditambah lagi dua lesung pipitnya yang terlihat jelas saat ia tersenyum. Namun Harry sama sekali tidak tertarik dengan semua itu.

“Namanya Tamara. Dia adalah calon istrimu.” Jawab Ibunya sambil merangkul gadis yang ternyata adalah Tamara.

Tentu saja Harry kaget. Bagaimana Ibunya bisa mengenali gadis itu? Bagaimana gadis itu bisa ada di rumahnya? Bagaimana Ibunya bisa mengatakan bahwa gadis itu adalah calon istrinya?

“Darimana Ibu tau kalau gadis itu adalah calon istriku?” Tanya Harry.

“Ibu tidak tau. Yang jelas Tamara adalah calon istrimu dan sekarang dia adalah kekasihmu.” Jawab Ibunya.

Harry pusing dengan keadaan Ibunya. Ia yakin sekali bahwa Ibunya telah lupa dengan dendamnya pada Ayahnya dan Tay. Sekarang, Ibunya ingin menjodohkannya dengan gadis yang tidak dikenalinya?

“Darimana Ibu bisa mengenal gadis itu?” Tanya Harry.

“Ibu Tamara adalah teman Ibu dulu. Dia datang kesini atas perintah Ibunya. Kata Ibu Tamara, ia ingin menjadikanmu sebagai menantunya. Tentu saja Ibu mau. Tamara cantik dan dewasa, dan kau cocok sekali dengan Tamara.” Jelas Ibunya.

***
           
Tamara berjalan mendekati Harry. Gadis itu memegang lengan Harry dan bersandar di bahunya. Harry berusaha untuk mengindar tapi ia tidak bisa.

            “Sekarang, kau adalah kekasihku. Kita memang ditakdirkan untuk bersama.” Kata Tamara.

            Tiba-tiba, Harry mendorong tubuh gadis itu hingga gadis itu kaget. Ibunya pun kaget dengan sikap anaknya yang sangat tidak sopan. “Harry! Kau jangan kasar pada calon istrimu sendiri!” Bentak Ibunya.

            “Bu! Hal gila apa lagi ini? Kemarin Ibu menyuruhku untuk membunuh Ayah dan Tay. Sekarang, Ibu menyuruhku menjadi kekasih gadis itu? Aku tidak mau!” Kata Harry.

            Ibunya tidak menyangka bahwa Harry menolak gadis secantik Tamara. Gadis yang sangat diidam-idamkan oleh para lelaki. “Ibu sudah melupakan dendam itu. Semua dendam itu sudah terobati karena kedatangan Tamara. Kalau kau tidak mau dengan Tamara, maka Ibu memilih untuk mati saja.” Ucapnya.

            Harry melihat Tamara tersenyum penuh kemenangan. Ia tidak tau cara gadis itu mempengaruhi Ibunya agar bisa menjadi seperti ini. Tapi, jika ia menolak Tamara, maka nyawa Ibunya akan terancam, dan Harry tidak mau hal itu terjadi. Maka terpaksa ia mengangguk.

            “Begitu dong, baru anak laki-laki Ibu yang baik.” Kata Donna senang.

            Harry memaksakan diri untuk tersenyum. Lalu, akankah ia mampu bertahan dengan seorang gadis bernama Tamara? Apa ia bisa mencintai gadis yang tidak dikenalinya itu?

***

            Perlahan, gadis itu membuka matanya. Kepalanya terasa sakit. Gadis itu tau bahwa ia telah pingsan. Gadis itu teringat sesuatu. Sesuatu yang telah membuatnya menjadi seperti ini.

            “Kau sudah sadar?” Tanya Liam melihat Hannah yang sudah mulai sadar.

            Hannah tidak langsung menjawab. Pandangan gadis itu kosong ke depan. Kemudian, sebuah nama terlintas dibenaknya. ‘Louis!’ Jeritnya dalam hati.

            “Louis! Louis! Dimana Louis? Aku tidak ingin kehilangan Louis!” Teriak Hannah seperti orang yang tidak waras. Liam berusaha menenangkan Hannah.

            Kemudian, Niall datang sambil membawa makanan. Lelaki itu begitu kaget saat melihat Hannah yang sedang berontak. Niall memanggil dokter dan dokter itu datang. Dokter itu memberi obat penenang dan Hannah pun tidur kembali.

            “Dok, apa adik saya akan baik-baik saja?” Tanya Liam.

            “Ya. Sekarang biarkanlah dia istirahat. Dia sudah terlalu shock.” Jawab dokter itu lalu meninggalkan kamar rawat Hannah.

            Niall yang membawa beberapa makanan memberikannya pada Liam. Namun Liam tidak mau memakannya. “Aku tidak lapar.” Kata Liam.

            Niall tau bahwa Liam sangat lelah. Akhirnya Niall mendapatkan ide. “Kau pulang saja. Disini aku yang menjaga Hannah. Besok aku tidak ada kuliah pagi.” Ucapnya.

            “Kau yakin?” Tanya Liam.

            “Iya. Apa kau meragukan cintaku pada Hannah?”

            Liam tersenyum mendengar ucapan Niall. “Baiklah. Jaga dia. Kalau dia kenapa-kenapa, kau akan bermasalah denganku.” Ucapnya.

            “Siap bos!” Kata Niall semangat.

            Liam pun pergi meninggalkan Niall. Kini, hanya Niall dan Hannah saja. Niall melihat wajah cantik Hannah yang terlihat pucat. Niall mendekati Hannah seraya memegang tangan Hannah. “Hannah, andaikan aku bisa memilikimu. Tapi aku tau bahwa cintaku tidak akan pernah terwujud.” Ucapnya, lalu Niall mencium tangan Hannah. Berharap Hannah terbangun dan tersenyum padanya. Niall pun tertidur di samping Hannah dengan cara duduk. Namun ia nyaman dan nyenyak dalam tidurnya.

***

            Pagi pun datang. Tay terbangun dengan keadaan yang cukup baik. Gadis itu berusaha melupakan semua masalah-masalah yang dialaminya. Kini, hidupnya normal kembali. Hari ini ada kuliah pagi. Seperti biasa, Tay menggunakan kaus dibaluti jaket jeans dan celana jeans belel favoritnya. Tidak peduli apa kata orang, Tay pamit dengan neneknya dan pergi menuju kampusnya.

            Di kampus, Tay melihat kerumunan gadis yang sepertinya sedang menggosip. Diantaranya adalah Heidy. Cepat-cepat Tay berlari menuju Heidy dan kawan-kawan.

            “Hei Heid! Sedang membicarakan apa? Kalian tampaknya serius.” Tanya Tay.

            Heidy menatap Tay dengan tatapan serius. “Kau tidak akan percaya Tay!” Ucapnya.

            Tentu saja Tay bingung dengan apa yang dikatakan oleh Heidy. “Maksudmu apa? Jangan membuatku penasaran!” Ucapnya.

            “Dengar. Disini ada mahasiswi baru pindahan dari Prancis. Mahasiswi baru itu adalah seorang model yang sangat cantik. Aku saja terpesona dengan kecantikannya walau aku bukan laki-laki. Satu hal yang terpenting. Gadis itu adalah kekasih dari Harry!” Jelas Heidy.

            Tay sedikit kaget. Harry? Memiliki seorang kekasih yang adalah seorang model? Tay tidak bisa menebak bagaimana pikiran lelaki itu. “Kau tidak bohong kan?” Tanya Tay.

            “Aku tidak bohong dan..”

            “Itu mereka!” Teriak Carissa.

            Tay melihat sebuah pemandangan yang sangat tidak diduganya. Dari jauh, ia bisa melihat Harry yang sedang bermesraan dengan seorang gadis cantik. Memang benar. Gadis itu sangat cantik. Gadis itu terlihat manja dilengan Harry, dan Harry bahagia berjalan bersama gadis itu. Entah apa yang kini dirasakan olehnya. Namun satu hal yang ia tau, bahwa ia sangat tidak menyukai pemandangan itu.

            Heidy menyenggol lengan Tay. “Hei! Kau cemburu?” Tanyanya.

            “Cemburu? Tidak akan!” Kata Tay.

            Cemburu? Ulangnya dalam hati. Tay baru menyadari bahwa ia dan Harry adalah adik kakak. Jadi, mustahil sekali bila ia cemburu. Namun, di lubuk hatinya yang terdalam, ia mulai merasakan sebuah kesakitan. Sebuah kesakitan yang ia tidak tau kapan datangnya.

***

            “Aku juga tidak percaya.” Komentar Zayn.

            Tidak sengaja Tay bertemu dengan Zayn di kantin. Tay memilih untuk berbicara dengan Zayn. Tapi ia tidak menceritakan kejadian kemarin.

            “Kau sudah tau kalau Lou sedang dirawat di rumah sakit?” Tanya Zayn.

            “Ya.” Jawab Tay singkat. Jujur, ia malas membahas tentang Louis.

            “Kau tidak menjenguknya?” Tanya Zayn.

            “Sudahlah Zayn. Aku malas membahas tentang Louis. Bisakah kau membahas hal yang lain saja?”

            Zayn paham bahwa Tay membenci Louis. Tapi, tidak seharusnya Tay membenci Louis di saat Louis sedang terkena sakit parah. Seharusnya kebencian itu hilang dan berubah menjadi rasa simpati. Zayn memilih untuk tidak membicarakan tentang Louis lagi.

            Tiba-tiba, sepasang kekasih baru itu datang di kantin. Tidak sengaja kedua mata Tay bertatapan dengan mata Harry. Tay tidak sanggup melihat mata Harry. Zayn yang tau hal itu kini telah menemukan sebuah fakta yang pasti. Tanpa diduga keduanya, Harry dan Tamara datang menemui Zayn dan Tay.

            “Harry, aku mau duduk disini. Bisakah kau mengusir dua manusia itu? Terutama yang jelek itu.” Kata Tamara dengan santainya.

            Jujur, Harry begitu panas mendengar ucapan Tamara yang sangat tidak sopan. Tapi ia memilih untuk diam. Sementara Tay, gadis itu sangat marah dan sebentar lagi akan meledak. Tay pun berdiri dan siap membalas ucapan Tamara.

            “Kalau bicara hati-hati!” Bentak Tay. Tentu ia tidak mau dikatakan sebagai gadis yang buruk rupa.

            Tamara tidak mau kalah. “Kenyataannya kan memang begitu. Kau adalah gadis terjelek yang dijauhi oleh para lelaki. Betapa kasihannya dirimu.” Ucapnya.

            Secara refleks, Tay menampar pipi kanan Tamara. Tentu Tamara kaget. Ia merasakan kesakitan yang sangat di pipi kanannya. Zayn langsung menjauhkan Tay dari Tamara. “Damn!” Maki Tamara. Sementara Harry membantunya untuk mengurangi rasa sakit di pipi Tamara. Harry yang pernah merasakan tamparan Tay tentu pernah merasakan betapa sakitnya Tamara saat ini. Harry pun mengajak Tamara pergi dari tempat itu.

            Setelah keduanya pergi, Zayn langung mengomeli Tay. “Tay! Tidak baik kau menamparnya! Ingat, jagalah emosimu. Jangan biarkan kau kalah dengan emosimu.” Ucapnya.

            Namun Tay tidak mempedulikan nasehat Zayn dan memilih untuk meninggalkan Zayn dengan perasaan hati yang sangat sulit ia terjemahkan.

***

            “Pipimu tidak apa-apa?” Tanya Harry saat sHannahsai mengobati pipi Tamara.

            “Sekarang sudah mendingan.” Jawab Tamara. Tiba-tiba ia teringat dengan gadis sialan tadi. “Kau tau siapa gadis kurang ajar yang menampar pipiku tadi?” Tanyanya.

            “Tidak. Memangnya kenapa?” Bohong Harry. Ia tidak ingin Tamara mengetahui bahwa ia dan Tay adalah adik kakak.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar