Part
2
.
Suasana di Universitas
Directioners *ngarang* mulai ramai. Banyak mahasiswa dan mahasiswi yang mulai
sibuk dengan aktivitasnya. Tay, gadis tomboi itu memilih untuk menyendiri di
sebuah tempat yang sepi. Ditemani laptopnya, Tay memainkan laptopnya agar
suasananya tidak menjadi sepi. Lagipula ada beberapa tugas yang belum sempat ia
selesaikan.
Sejak pagi tadi Tay tidak melihat Hannah
dan Tay tidak memikirkan semua itu. Ia tidak harus selalu bersama Hannah setiap
saat. Tay sudah lelah diejek dan dituduh oleh semua orang bahwa ia sedang
menjalin hubungan dengan sesama jenis yaitu dengan Hannah.
“Maksud orang-orang itu apa sih?
Mengapa mereka seenaknya menuduh kalau aku dan Hannah menyukai satu sama lain?
Dasar gila!” Kata Tay dengan suara yang sedikit dicampur amarah.
Jika Tay marah, maka semua orang
akan takut dengannya. Bagi mereka, Tay adalah seorang monster wanita yang
sangat mengerikan. Di tambah lagi dengan penampilan Tay yang kacau. Yang hanya
menggunakan kaus dan jins bHannahl. Cocok deh Tay disebut sebagai preman ( atau
prewoman? )
Hampir dua jam-man ia menyendiri.
Karena kuliahnya sudah sHannahsai dua jam yang lalu, Tay memutuskan untuk
pulang ke rumah lalu bekerja. Saat ini uang yang ia punya hampir habis. Nenek
yang sedang sakit tidak bisa bekerja. Keluar rumah saja tidak bisa, apalagi
mencari uang?
“Tay!”
Itu suara Hannah. Tay tersenyum
melihat Hannah datang. Wajahnya berseri-seri. Tay yakin pasti ada hal ajaib
yang telah terjadi hari ini yang membuat Hannah sebahagia ini.
“Kau kemana saja Tay? Aku lelah
mencarimu.” Kata Hannah.
“Aku hanya ingin menyendiri saja.”
Jawab Tay.
Tiba-tiba Hannah teringat sesuatu.
“Tay, ayo kita ke kantin. Aku lapar.” Hannah menarik tangan Tay dan Tay tidak
bisa menolaknya. Lagipula perutnya juga lapar dan butuh diisi.
***
Tiga cowok tampan dan cool itu
memasuki kantin yang mulai sepi. Mereka sengaja mencari waktu yang tepat agar
nyaman dan tidak diganggu oleh para gadis. Niall memesan cappucino sementara
Harry dan Louis mengikutinya.
“Aku heran. Sebenarnya apa yang
terjadi dengan kalian berdua?” Tanya Niall yang mulai membuka pembicaraan.
“Dulu, kalian berdua sangat bersemangat dan tidak aneh seperti sekarang ini.
Aku tau kalau kalian itu cool dan cuek. Tapi, kalian jangan terus-terusan
seperti itu. Tersenyum pun kalian jarang.” Sambungnya.
Menurut Niall, Louis dan Harry
sedang ada dalam masalah. Terutama Louis! Louis lebih parah dari Harry. Selama
ini, Louis sering menutupi diri dari cewek-cewek. Kesimpulannya, Louis anti
dengan yang namanya cewek dan Niall heran dengan sikap Louis. Lain halnya
dengan Harry. Niall merasa kalau Harry sedang menyimpan sebuah dendam yang
sangat besar, yang mungkin berhubungan dengan keluarganya terutama Ibunya yang
kini sedang terkena penyakit struk.
“Lou, mengapa kau tidak mau
melirik satu gadis saja? Menurutku gadis kemarin cocok untukmu.” Kata Niall.
Louis melirik ke arah Niall. “Hannah?”
Tanyanya.
Niall mengangguk. “Ya. Entah
mengapa aku menyukai caranya tersenyum, berbicara dan tertawa. Hannah kan adik
kandungnya Liam dan kau dekat dengan Liam.”
“Artinya kau menyukai gadis itu.”
Kata Harry yang tadi diam kini akhirnya berbicara.
“Entahlah. Tapi aku ingin
mengenalnya lebih dekat.” Kata Niall.
Louis yang tadi diam tiba-tiba
teringat sesuatu. Baginya, hidupnya ini sangatlah buruk dan penuh dengan air
mata. Ia telah banyak melakukan kesalahan-kesalahan. Dari semua kesalahan itu,
ia mendapat balasannya. Itu yang membuat hidupnya berbeda dari kehidupan orang
lain. Jujur saja, Louis ingin menjadi manusia normal seperti kebanyakan manusia
lainnya. Tapi ia tidak bisa mengubah takdir Tuhan yang telah diberikan
kepadanya.
“Lou, aku tidak peduli apa kau hanya
memendam masalahmu sendiri. Tapi selagi masih ada kami, kami tentu akan
membantumu karena aku dan Harry adalah sahabatmu.” Kata Niall.
“Thanks.” Ucap Louis singkat.
Sementara di luar kantin, dua
gadis yang tidak lain adalah Tay dan Hannah berhasil mendengar percakapan tiga
lelaki itu. Hannah begitu penasaran dengan sikap Louis. Tidak hanya ia saja
yang penasaran. Niall pun juga penasaran. Dan Tay, gadis itu memandang Louis
dengan pandangan entahlah. Ada sesuatu yang ia pendam dan ingin ia keluarkan. Tapi
ada tembok yang menahan semua itu.
“Tay, aku ingin kesana.” Kata Hannah.
Tay menatap Hannah dengan tatapan
aneh. “Kau bercanda kan? Mereka itu tidak suka diganggu.” Ucapnya. Namun Hannah
nekat masuk ke dalam kantin demi menemui pangerannya. Cinta emang bisa membuat
siapapun nekat untuk melakukan sesuatu. Seperti Hannah. Tay yang mulai merasa
was-was akhirnya mengikuti Hannah dari belakang.
Menyadari ada makhluk lain, Niall,
Harry dan Louis kaget. Terutama Niall. Baru saja ia membicarakan tentang Hannah
dan Hannah pun datang.
“Mengapa kau kemari?” Harry yang
tidak suka ada orang lain yang datang langsung melontarkan pertanyaan itu.
Tidak tau mengapa Hannah berubah
menjadi es yang membeku. Ia begitu kaku dan semua alat geraknya tidak bisa
digerakkan sedikitpun. Mulutnya membisu. Hannah bingung dengan dirinya sendiri.
Namun matanya sempat melihat Louis-yang tentu saja seperti biasa-yang sedang
memainkan hanphonenya. Melihat hal itu, Tay langsung datang menemui Hannah.
“An, R U okay?” Tanyanya.
Untunglah Tay datang sehingga membuatnya kembali seperti
semula.
Niall yang sedikit tau tentang Tay
cepat-cepat berbicara. “Maaf Tay, Hannah baik-baik saja. Hanya saja Harry yang
sedikit kasar dengan pertanyaannya. Kau tau kan kalau Harry tidak pernah lembut
dengan wanita kecuali Ibunya?”
Tay menatap tajam Niall. “Aku
tidak peduli. Ayo Hann kita pergi.” Tay menarik tangan Hannah untuk
meninggalkan tempat ini.
Baru saja Tay dan Hannah hendak
pergi, Niall menghadangnya. “Tunggu! Kalian bisa disini, bersama kami.”
Ucapnya. Namun Harry langsung membantahnya. “Sebaiknya kalian pergi saja! Dasar
gadis aneh!”
“Harr, jangan bicara seperti itu.
Ka..”
“Baik. Kami pergi! Maaf atas
kedatangan kami.” Ketus Tay lalu meninggalkan tempat itu.
Setelah Tay dan Hannah pergi,
Louis pun berbicara. “Diantara kedua gadis itu, ada satu yang membuatku berubah
menjadi seperti ini. Tidak, bukan dia yang salah. Tapi aku sendiri yang telah
merubah hidupnya dan hidupku.” Dan Louis pun pergi, membuat Niall dan Harry
penasaran. Mereka berdua saling tatap menatap. “Ku harap bukan Hannah.” Lirih
Niall.
“Kau tau dengan gadis bernama Tay?”
Tanya Harry mengubah topik pembicaraan.
“Tay? Dia adalah gadis tertomboi
dan tergalak yang pernah aku temui. Memangnya ada apa? Kau menyukainya?”
Mendengar ucapan Niall, Harry
langsung melotot. “Dia adalah gadis terburuk yang pernah aku temui. Aku yakin
sekali masa lalunya pasti sangat mengerikan.” Ucapnya seakan-akan ia mengetahui
masa lalu gadis itu.
Niall setuju dengan pendapat
Harry. Mungkin benar gadis seperti Tay mempunyai masa lalu yang buruk, yang
dapat mengubahnya menjadi seperti ini.
“Tapi aku menaruh curiga padanya.”
Sambung Harry.
“Maksudmu?” Tanya Niall tidak mengerti.
Namun Harry memilih untuk tidak menjawab dan membuat Niall penasaran untuk yang
kedua kalinya.
***
“Tay, tunggu!” Hannah berada jauh di belakang Tay.
Sebisa mungkin Hannah menyusul Tay. Tay memang aneh. Tidak biasanya ia seperti
ini. Tay seperti melarangnya untuk menyukai Louis. Ada apa ini? Apa
jangan-jangan Tay menyukai Louis?
Ketika posisinya sejajar dengan Tay,
Tay memberhentikan langkahnya. “What’s wrong?” Tanyanya.
“Tay, kau tidak suka ya jika aku
menyukai Louis?” Tanya Hannah. Tay terdiam mendengar pertanyaan Hannah. “Tay..”
Kata Hannah lagi.
“Aku malas membicarakan Louis!”
Ucap Tay sedikit membentak, lalu melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Hannah
pun kembali mengejar Tay.
“Tay, kau menyukai Louis?” Tanya Hannah
hati-hati. Takut kalau Tay marah padanya. Tay pun memberhentikan langkah untuk
yang kedua kalinya. Ia menatap tajam Hannah. “Aku sama sekali tidak menyukai
Louis ataupun lelaki lainnya. Hanya saja aku tidak suka kau dekat dengan Louis.
Kau sudah tau kan kalau Louis suka menolak cewek-cewek yang menembaknya?”
Tampaknya Hannah mulai paham
dengan ucapan Tay. “Jadi maksudmu, kau melarangku menyukai Louis agar aku tidak
merasakan kesakitan dikemudian hari?” Tebak Hannah.
Tay hanya mengangkat bahu lalu
pergi meninggalkan Hannah. ‘Apa Tay dan Lou sudah saling mengenal satu sama
lain? Apa masa lalu Tay ada hubungannya dengan Lou? Apa…’ Hannah berhenti
berpikir. Keringat dingin mulai mengalir membahasi wajahnya yang pucat. ‘Tidak
mungkin! Tidak mungkin Lou sejahat itu pada Tay!’
***
Harry memakirkan motornya di
garasi rumahnya yang terlihat tua dan tak terawat. Di rumah, ia hanya tinggal
bersama Ibunya saja. Hanya berdua. Keluarganya yang lain sangat membenci
Ibunya. Karena itulah Harry dan Ibunya hidup sendiri dan keduanya sudah
terbiasa dengan hal ini. Namun parahnya, Ibunya sedang sakit parah dan
kemungkinan besar tidak akan bisa sembuh.
Pernah terpikir dibenaknya bahwa
ia akan membawa Ibunya ke rumah sakit. Tapi Harry merasa itu adalah hal yang
sia-sia. Hidupnya kini sudah hancur dan ia akan membalas dendam pada seorang
lelaki yang telah membuat hidupnya menjadi seperti ini. Khususnya Ibunya.
Lelaki yang tak lain adalah Ayah kandungnya sendiri. Ayahnyalah yang juga telah
membuat Ibunya sakit sampai saat ini.
Sekarang, ia sudah tau siapa Ayah
kandungnya. Tapi Harry tidak pernah mengakui Ayahnya karena baginya ia sama
sekali tidak mempunyai seorang Ayah. Kesimpulannya, lelaki yang adalah Ayahnya
itu yang telah menodai Ibunya dan lahirlah ia. Jadi Harry harus menerima bahwa
ia adalah anak haram dan ia sangat membenci lelaki yang telah membuatnya ada di
dunia ini.
Richard Tom adalah lelaki yang
sangat dibencinya sekaligus Ayahnya dan lelaki itu sedang berada di New York.
Dan Harry tau bahwa Tom mempunyai anak perempuan yang usianya dua tahun lebih
muda darinya. Harry tersenyum sinis. Ia tau siapa anak perempuan Tom. Usahanya
selama ini tidak sia-sia. Harry bisa memecahkan misteri hidupnya ini. Setelah
tau siapa Ayah dan anak perempuan itu, lantas apa yang harus ia lakukan?
Membenci anak gadis Tom? Itu sudah pasti.
Pelan-pelan Harry membuka pintu
kamar Ibunya. Ia menghela nafas panjang. Ibunya sama seperti kemarin. Duduk di
kursi roda sambil menatap kosong ke depan.Sebenarnya Harry kasian dengan
kondisi. Tapi ya mau bagaimana lagi? Harry pun bersimpuh di hadapan Ibunya.
Berharap Ibunya mau tersenyum atau hanya meliriknya saja.
“Bu, kapan Ibu sembuh? Aku sangat
merindukan Ibu. Apa aku harus memanggil lelaki sialan itu yang telah membuat
Ibu menjadi seperti ini? Apa aku harus meminta lelaki itu agar bertanggung
jawab dengan apa yang pernah dilakukannya pada Ibu dulu? Tapi itu sudah lama
Bu. Dua puluh dua tahun yang lalu. Apa lelaki itu masih mengingat Ibu?”
Namun, Ibunya sama sekali tidak
merespon. Harry melihat jam di tangannya. Seharusnya ia sudah ada di tempat
kerja sekarang. Harry bekerja di sebuah toko roti milik Ayah sahabatnya yang
bernama Zayn. Toko roti itu sangat besar dan Harry beruntung bisa bekerja
disana.
“Bu, aku kerja dulu. Ibu baik-baik
di rumah.” Kata Harry. Tidak lupa ia mencium tangan Ibunya yang terasa dingin.
Harry pun bangkit dan meninggalkan kamar Ibunya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar