Part
17
.
.
.
Seorang
lekaki paruh baya mendekati seorang cowok yang sedang terdiam sambil memikirkan
masalahnya sendiri. Cowok itu langsung menegakkan punggungnya tatkala menyadari
kedatangan lelaki itu. Apa ini saatnya? Batin cowok itu.
“Om,
adakah yang bisa Rio bantu?” Tanya cowok itu yang tak lain adalah Rio.
Lelaki
yang tak lain adalah Ayah Ify itu tersenyum pucat. Wajahnya yang sejuk
seakan-akan menandakan kalau sebentar lagi ia akan pergi dari dunia ini.
“Umur
om sudah tidak lama lagi. Jadi, apa kau tidak lupa dengan janjimu untuk menjaga
putriku yang bernama Ify?”
Rio,
cowok itu mengangguk pelan walau rasanya tidak yakin. Orang di depannya ini
baginya bukan orang sembarangan. Melainkan orang yang harus ia hormati. Rio
lebih suka memanggil nama Ayah Ify dengan nama Adi dan bukan Anwar karena nama
panjang Ayah Ify sendiri adalah Anwardi.
“Kamu
jangan ragu begitu, om yakin kamu adalah orang yang tepat untuk menjaga Ify.
Lambat laun, Ify akan menemukan kebahagiaan yang sebenarnya. Om sudah banyak
melakukan kesalahan pada Ify dan mungkin saja sampai sekarang ini Ify masih
membenci om.”
Dari
Cakka, Rio dapat tau kalo Ify sangat membenci Ayahnya yang hobinya menghemat
uang dan saking hematnya sehingga membuatnya seperti manusia miskin yang serba
kekurangan. Padahal setau Ify, Ayahnya adalah seorang pengusaha kaya, bukan
orang miskin.
“Iya
om, Rio tau.”
Setelah
itu, Anwar atau Adi mengeluarkan selembar surat lalu surat itu ia berikan ke
Rio. Rio menerima surat itu dan ia yakin sekali bahwa surat itu ditunjukkan
untuk Ify dan nantinya Ify pasti menangis ketika membaca surat itu.
“Tolong
kasih surat ini ke Ify. Om tidak bisa memberikannya sendiri.”
Lagi-lagi
Rio mengangguk.
***
“Pa.. Pa..” Lirih Ify.
Seorang polisi menceritakan kejadian dari A sampai
Z. Tentang Ayahnya yang saat ini sedang menderita penyakit jantung. Parahnya,
Anwar mengalami kecelakaan dan nyawanya nggak bisa diselamatkan. Jadi
kesimpulannya Anwar meninggal bukan karena penyakit jantung, tapi karena murni
kecelakaan.
“Jadi.. Jadi selama ini Papa terkena sakit jantung?”
Tanya Ify pada dirinya sendiri.
“Mari ikut kami ke rumah sakit. Disana sudah ada
keluarga adik.” Kata dokter itu dan diangguki oleh Ify.
***
Mendengar berita meninggalnya Ayah Ify, Sivia
langsung kaget setengah mati. Bagaimana ini bisa terjadi? Sivia nggak bisa
membayangkan bagaimana reaksi wajah Ify saat mengetahui Ayahnya meninggal
dunia. Apakah kebencian Ify pada Ayahnya menghilang atau masih?
Tengah malam ini, Sivia mondar-mandir nggak jelas di
dalam kamarnya. Ingin sekali ia pergi ke rumah sakit dan melihat keadaan Ayah
Ify. Tapi, apa ia berani pergi sendirian kesana? Apa itu tidak berbahaya?
Akhirnya Sivia memutuskan untuk pergi saja. Ia tidak
peduli dengan dirinya sendiri. Apa jadinya jika seorang gadis seperti dirinya
berjalan seorang diri di tengah kegelapan malam? Setelah mempersiapkan diri,
Sivia berhasil keluar dari rumahnya. Ia berjalan ke luar rumah dan sampailah ia
menuju jalan besar.
“Naik apa gue ke rumah sakit?” Tanyanya.
Untunglah Sivia tau dimana letak rumah sakit dan
dimana letak kamar Ayah Ify. Masalahnya, ia bingung bagaimana caranya pergi ke
rumah sakit. Jalan raya sudah tampak sepi. Ada beberapa kendaraan tapi
kendaraan itu cuek padanya.
Dari arah kanan, sebuah mobil melaju dengan
kecepatan sedang. Mobil itu berhenti tepat di depan Sivia. Sivia kaget dengan
mobil itu. Siapa pemilik mobil itu? Kaca mobil pun dibuka dan membuat Sivia
kaget setengah mati sekaligus ingin cepat-cepat kabur.
“Lo mau ke rumah sakit? Ayo sama gue aja. Gue sudah
tau berita tentang Ayah Ify.”
***
“IFY!!!”
Teriakan Sivia membuat Ify kaget. Gadis itu langsung
memeluk sahabatnya yang tengah menangis. Di belakangnya ada Alvin yang ikut
bersedih. Walau ia nggak terlalu kenal dengan Ify, namun Alvin turut merasakan
kesedihan yang dialami Ify.
“Vi.. Hiks.. Hiks..”
Sivia membiarkan bajunya basah oleh air mata Ify. Ia
biarkan Ify menangis jika hal itu mampu mengobati lukanya karena ditinggal sang
Ayah. Sekarang, Ify tidak mempunyai siapa-siapa lagi.
“Menangislah Fy..” Kata Sivia yang juga ingin
menangis.
Melihat hal itu, Alvin menjadi terharu. Nggak tau
kenapa, Alvin ingin memeluk dua gadis itu. Terutama Sivia yang baginya adalah
gadis yang unik. Alvin menyukai gaya bicara Sivia dan senyum Sivia.
“Vin..”
Itu suara Rio. Alvin sedikit kaget akan kehadiran
Rio di rumah sakit. Begitupun dengan Rio yang kaget mengapa ada Alvin disini.
“Vin, ngapain lo disini?” Tanya Rio.
“Lo juga ngapain disini?” Tanya Alvin.
Rio nggak menjawab pertanyaan Alvin. Kedua matanya
menatap lurus ke arah Ify yang sedang menangis di pelukan Sivia. Akankah gue bisa membuatnya tersenyum lagi?
Akankah gue bisa membuatnya bahagia?
“Yo, gue kasian liat Ify. Dan Cakka..” Kata Alvin.
“Gue tau apa yang harus gue lakukan pada Cakka.”
Kata Rio.
“Maksud lo?” Tanya Alvin.
“Ntar lo tau.”
Malam menjelang pagi ini adalah waktu yang paling
menyedihkan bagi Ify. Gadis malang itu masih ingat dengan Ibunya yang sudah
lama meninggal. Dan sekarang Ayahnya yang meninggalkannya. Apakah ada hal lain
lagi yang dapat membuat hatinya sedih dan sakit seperti ini?
Setelah melepaskan pelukannya, Ify melihat Rio
datang mendekatinya. Lalu Rio memberinya sebuah surat. Ify menerimanya dengan
tangan yang gemetar.
“Baca di rumah lo..” Lirih Rio.
***
NB: untuk next story-nya, rasanya aku udah gak lagi
ngelanjutin cerita ini. Maaf banget ya tapi masih banyak kok story-ku yang
lain, yang ceritanya gak gantung kayak ini. Ohya jangan lupa ya follow
twitter-ku: @Namelessnni_ , Facebook: Nike Hemmayanti, Ig: unni_is_a_cat, Pin:
7DC3F268
Thankyou J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar