expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 10 April 2015

One Hope ( Part 14 )



Part 14

.

.

.

Drdrtdrt...

Tengah malam, ponselnya bergetar. Si pemilik ponsel itu mendengus kesal mendapati ponselnya yang terus saja bergetar dan nggak mau berhenti. Matanya yang belum sepenuhnya bisa melihat seperti biasa menatap layar ponsel yang tertera sebuah nomor asing. Dahinya berkerut. Nomor siapa ini? Tanyanya dalam hati.

1 Message From: 0878xxxxxxxx

Alvin! Kau pasti kaget saat membaca pesan ini. Aku adalah Bima, mantan Zevana! Sekarang, kekasihmu sudah ada di tanganku. Jika kau mau kekasihmu selamat, sekarang juga kau harus menemuiku di markasku. Tentu kau tau dimana letak markasku.

Salam: Bima yang selalu membencimu

Setelah membaca pesan itu, ponsel yang ia pegang langsung ia lempar. Alvin sangat geram. Ia tau betul bagaimana sosok Bima. Bima adalah lelaki yang jahat dan suka mempermainkan wanita. Dan sekarang, Zevana sudah ada di tangannya! Mau nggak mau, Alvin harus menyelamatkan Zevana.

Diam-diam, Alvin mengambil kunci mobil dan langsung menjalankan mobil itu. Alasannya untuk tidak membawa motor karena ia takut membawa motor pada tengah malam hari yang begitu sepi dan terkesan mengerikan, juga dingin.

Mobil itu melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Alvin tersenyum puas. Baru kali ini ia bebas menjalankan mobil berhubung jalan raya sepi. Biasanya kan jalan raya ramai banget dan mustahil ngebut-ngebutan kayak gini.

CITTT....

Dengan perasaan kaget yang luar biasa, Alvin menemukan seorang cewek yang sepertinya mau pingsan. Maka dari itu ia mengerem mendadak mobilnya. Alvin turun dan kaget mendapati seorang cewek yang sepertinya tidak asing lagi. Ahya, bukannya itu Shilla?

“Shill.. Shilla!” Kata Alvin menepuk-nepuk pipi Shilla.

Berhubung malam hari, Alvin nggak terlalu jelas melihat apakah wajah Shilla pucat atau enggak. Yang jelas, cewek itu harus ia tolong. Secepatnya! Tapi, bagaimana dengan Zevana? Alvin nggak mempunyai pilihan lain selain membawa Shilla menuju markas Bima. Semoga lo baik-baik aja.. Harap Alvin.

Mobil itu berhenti di sebuah rumah gelap yang terkesan angker. Alvin keluar dari mobil itu dan berdoa agar mobilnya aman dan Shilla baik-baik saja. Perlahan, Alvin masuk ke dalam rumah itu. Baru selangkah ia masuk, sudah disambut oleh tawa licik.

“Akhirnya lo datang juga!” Kata Bima.

Alvin tersenyum sinis. “Mana Zevana?” Tanyanya.

Senyum sinis Alvin dibalas oleh senyum licik Bima. Bima nggak menjawab. Ia mengajak Alvin masuk ke dalam, sementara Alvin ragu. Ia menoleh ke arah mobilnya.

“Tenang. Mobil lo nggak bakal hilang.” Kata Bima.

Sampailah mereka disebuah ruangan yang nggak terlalu besar. Alvin dibuat kaget saat melihat seorang cewek yang tangan dan kakinya diikat oleh tali.

“Zevana!” Teriak Alvin.

Bima mendekati Zevana seraya melepas tali yang mengikat tangan dan kaki Zevana. Zevana langsung berdiri dan menatap Alvin dengan perasaan yang bersalah. Tak terasa, air matanya menetes membasahi pipinya.

“Vin, maafin gue. Gue bukan cewek yang baik.” Ucapnya sedih.

Sebisa mungkin Alvin menahan tangisnya melihat sang kekasih menangis. Lalu, dipeluknya tubuh Zevana yang begitu lemah. Alvin merasakan bahwa ini adalah pelukan terakhirnya dengan Zevana. Benarkah?

“Sekarang kalian boleh pergi.” Kata Bima santai.

Alvin melepaskan pelukannya dan tersenyum. Lalu ia melirik ke arah Bima. “Thanks.” Ucapnya dengan suara berat.

Namun, saat Alvin menarik tangan Zevana agar gadis itu mau pulang bersamanya, Zevana malah menepis tangan itu. Nggak tau kenapa, di tangan kanannya sudah ada pisau tajam yang siap mencabut nyawa siapapun. Alvin ngeri melihat tingkah Zevana.

“Zev, lo mau apa?” Tanya Alvin.

Zevana tersenyum sedih lantas menusukkan pisau itu di perutnya. Hal yang nggak diduga Alvin maupun Bima terjadi. Alvin ingin berteriak, tapi tenggorokannya tercekat.

Bima menghela nafas berat. “Dia bukan hanya membunuh satu nyawa, tetapi dua nyawa. Yaitu anak gue.” Ucapnya.

Kesedihan dan kekagetan yang ia rasakan berubah menjadi kebencian dan penyesalan saat mendengar ucapan Bima. Alvin paham. Bima dan kekasihnya itu telah melakukan suatu hal yang sangat berdosa.

“Gue tau, kekasih gue bukan cewek baik.” Kata Alvin lalu pergi meninggalkan Bima.

“Gue harap lo mendapatkan pengganti Zevana yang baik!” Teriak Bima namun nggak di dengar Alvin.

Cowok itu beralih melihat Zevana yang kini sudah tidak bernyawa lagi. Jujur, perutnya terasa mual melihat isi perut itu.

“Maafkan aku..” Lirihnya.

Sementara Alvin, cowok itu memukul dinding tembok sekeras-kerasnya hingga tangannya sakit. Zevana... Ia nggak mengerti mengapa ia bisa salah memilih seorang kekasih. Padahal, ia sangat mencintai Zevana dan nggak mau kehilangannya.

“Shilla..”

Cepat-cepat Alvin berlari ke mobilnya. Syukurlah, mobilnya dalam keadaan sehat(?) seperti sedia kala. Dan Alvin sedikit tersenyum saat melihat kedua mata Shilla yang mengerjap-ngerjap.

“Gue ada dimana?”

***

“Gue ada dimana?”

Jam dinding menunjukkan pukul dua dini hari. Karena nggak ada pilihan lain, Alvin membawa Shilla ke kamarnya. Setelah itu, ia kebingungan. Ntar kalo ia dikira sudah apa-apain Shilla gimana?

“Hei! Sudah sadar?” Tanya Alvin.

Sedaritadi, Shilla selalu mengucapkan ‘gue ada dimana’ lalu ia kembali memejamkan mata. Tapi sekarang sepertinya gadis itu sudah sadar sepenuhnya.

“Kak.. Kak Alvin?” Lirih Shilla setengah kaget.

Alvin termangu saat melihat wajah Shilla yang sangat menyedihkan. Dan entah mengapa hatinya ikut merasakan kesedihan itu. Kedua mata indah Shilla mampu menyihirnya dalam waktu secepat ini. Apa-apaan lo Vin? Jangan bilang kalo lo suka sama Shilla!

“Ada yang sakit?” Tanya Alvin lembut.

Sudah sangat jelas Shilla bahagia. Cowok yang selama ini dicintainya pengertian dengannya. Shilla yakin sekali bisa membuat Alvin jatuh cinta dengannya. Secepatnya!

“Cuma pusing aja kak. Ng..” Shilla teringat dengan Zevana. “Kak, dimana Zevana?” Tanyanya.

***

Pagi hari yang cerah ini dihebohkan oleh berita mengenai kematian Zevana yang tidak wajar. Para murid terutama yang cewek bergidik ngeri saat mendengarkan cerita tentang Zevana. Pasti saat itu mayat Zevana sangat mengerikan dan membuat mual siapa saja.

Di kelas, Dea terdiam sambil berusaha menahan tangisnya karena telah kehilangan salah satu sahabatnya, yaitu Zevana. Dulu, Zevana sangat baik dengannya dan ia sering berbagi masalah dengan Zevana.

“Semoga lo bahagia di sana Zev..” Harap Dea.

Sementara di kelas X.3 juga nampak sedih. Ify nggak percaya cewek yang selama ini suka menganggunya dan mengejeknya berakhir dengan cara yang mengenaskan.

“Fy, kasian kak Zevana.” Kata Sivia.

Ify mengangguk. “Ya, walau gue nggak suka dengan sikapnya, tetapi gue nggak berhak membencinya. Sebagai orang baik, gue harus mendoakannya agar amal kak Zevana diterima di sisi Tuhan.” Ucapnya dan diamini Sivia.

Sama halnya dengan tiga serangkai ini. Untunglah di jam ketiga sedang nggak ada guru. Guru-guru pada rapat. Diantara ketiganya, Alvinlah yang paling sedih dan ia nggak segan-segan menceritakan kejadian ajaib saat ia menemukan Shilla yang tidak sadarkan diri.

“Jadi, Zevana yang ngajak Shilla pergi ke diskotik dan itu yang menyebabkan Shilla menjadi sakit, pusing seperti kemarin.” Kata Alvin.

“Terus, dimana Shilla? Jangan bilang kalo Shilla masih tidur di kamar lo.” Kata Rio.

Alvin tersenyum. “Ya enggaklah. Gue udah antar dia pulang dan kedua orangtuanya berterimakasih banyak ke gue.” Ucapnya.

“Ehem..” Dehem Rio tiba-tiba.

“Kenapa?” Tanya Alvin.

“Jangan-jangan, lo nanti suka sama Shilla. Shilla kan cantik.” Jawab Rio.

Dan Alvin salah tingkah mendengar jawaban Rio. Benarkah secepat ini ia jatuh cinta dengan gadis yang tidak dikenalnya secara baik?

***

 Cowok itu terdiam sambil memikirkan sesuatu. Di wajahnya, terpancar aura kesedihan dan penyesalan. Ya, cowok itu adalah Cakka. Ia duduk menyendiri di belakang sekolahnya, tepatnya di tempat saat ia menjadikan Ify sebagai kekasihnya.

Ify? Cakka tersenyum sedih. Seharusnya ia tidak melakukan ide Agni yang kini membuatnya merasa bersalah. Sebisa mungkin ia mencintai Ify, namun, ia nggak bisa. Padahal, baginya Ify adalah gadis yang menarik walau nggak merupakan cewek populer.

Kurang lebih seminggu ia menjadi kekasih Ify dan perasaan cinta itu nggak tumbuh di hatinya. Cakka harus mengakui kalo ia memang ditakdirkan tidak akan pernah jatuh cinta kepada siapapun. Bukannya itu tidak adil? Selama ini, ia iri kepada teman-temannya yang mudah sekali jatuh cinta.

“Apa gue harus jujur?” Gumamnya.

Tapi jika ia berkata jujur pada Ify, sama saja membuat Ify sakit hati dan membencinya serta nggak akan memaafkannya. Tiba-tiba Cakka teringat kalimat Agni.

Jangan putus asa. Gue yakin lo bisa jatuh cinta dengan Ify!

“Bro..”

Rio datang dan tersenyum. Cowok itu sendirian dan Alvin sudah pulang sejak tadi. Rio menghela nafas panjang.

“Lo nggak pulang?” Tanya Cakka.

“Nggak.” Jawabnya.

“Kenapa?”

Rio nggak menjawab. Sepertinya, Rio sedang menyimpan sebuah masalah besar dan ia tidak mau menceritakan kepada siapapun. Termasuk sahabatnya sendiri.

“Gue bodoh ya.” Kata Cakka.

“Maksud lo?” Tanya Rio.

“Iya. Gue emang bodoh karena telah melukai Ify. Seharusnya gue nggak nembak dia dan gue harus terima takdir kalo gue adalah satu-satunya manusia di dunia ini yang nggak bisa jatuh cinta.” Jawab Cakka.

Tiba-tiba, seorang cewek mendekati keduanya. Cakka yang menunduk langsung mendongakkan kepala dan memaksakan diri untuk tersenyum melihat sang kekasih menatapnya dengan penuh cinta. Sementara Rio, cowok itu seperti menghindar dari Ify saat kedua mata Ify menatapnya.

“Cish.. Tumben kak Rio nggak bikin gue kesal. Bagus.. Bagus..” Kata Ify yang merasa aneh dengan sikap Rio. Lalu ia melirik ke arah Cakka. “Kak, pulang yuk.” Ucapnya.

Dengan gerakan cepat, Ify mengaitkan tangannya pada lengan Cakka. Mereka terlihat sangat romantis. Lagi-lagi, Cakka memaksakan diri untuk tersenyum agar kekasihnya nggak curiga bahwa ini hanyalah permainan yang ia buat agar ia bisa merasakan jatuh cinta.

“Yo, gue pulang dulu.” Kata Cakka berjalan meninggalkan Rio.

Ketika sepasang kekasih itu sudah pergi, Rio tersenyum hambar. Sudah ia bilang. Ia bukan orang yang tepat. Mengapa harus ia? Mengapa tidak yang lain saja?

“Sebaiknya gue tengok Dea. Sudah lama gue nggak ketemu dia.” Kata Rio.

***

Di rumah Dea....

Rumah itu terlihat sepi. Pasti si pemilik rumah enggan keluar rumah atau sedang pergi. Tapi Rio yakin sekali kalo Dea ada di kamarnya. Semoga Dea dalam keadaan baik-baik saja. Gue nggak tega lihat dia menderita dengan penyakitnya.

Bi Anum yang adalah pembantu di rumah Dea menyambut kedatangannya dengan ramah. Wanita paruh baya itu akrab dengan Rio karena Rio sering berkujung di rumah ini. Bi Anum juga menganggap Rio sebagai malaikat penyelamat dalam keluarga ini yang tentunya ada hubungannya dengan Dea.

“Bagaimana keadaan Dea bi?” Tanya Rio.

Bi Anum menangkap wajah kelesuan Rio. Mungkin cowok itu sedang lelah atau sedang mengalami masalah yang besar.

“Baik den. Masuk saja ke kamar Dea.” Jawab Anum.

Perlahan, Rio berjalan menuju kamar Dea. Ia tersenyum setelah sampai di kamar Dea yang pintunya terbuka. Ia melihat Dea yang sedang membaca novel. Tentu saja Dea kaget akan kedatangan Rio. Seorang cowok yang pernah mengisi hatinya dan sekarang tidak lagi.

“Sedang apa Rio kesini?” Tanya Dea.

Cowok itu mendekati Dea. Kedua matanya terpusat pada lengan Dea yang lebam. Namun Rio nggak panik karena hal itu sudah biasa. Hal yang biasa dialami oleh penderita hemofilia.

“Kangen kamu aja.” Jawab Rio.

Dea tersenyum. Namun, senyuman itu berubah menjadi senyuman sedih tatkala ia mengingat Zevana yang kini tenang di alam sana. Dan entah mengapa ia seperti merasa bahwa umurnya nggak panjang lagi dan secepatnya menyusul Zevana.

“Rio nggak benar-benar cinta kan sama Dea?” Tanya Dea.

“Nggak. Karena Rio sudah mencintai seorang cewek. Tapi sayangnya cewek itu nggak mencintai Rio karena cewek itu mencintai cowok lain.” Jawab Rio.

Kalimat yang diucapkan Rio mampu memberikan kesan sedih. Pasti saat ini hati Rio sangat sakit. Sakit sekali. Tapi Dea yakin kalo Rio adalah cowok yang tegar dan optimis serta menentang keras sikap pesimis.

“Dea yakin suatu hari nanti cewek yang Rio sukai akan mencintai kak Rio.” Kata Dea.

Rio tersenyum dan mengacak poni Dea. “I hope.” Ucapnya pelan.

***

Mimpi itu... Apa mimpi yang terkesan aneh itu mengandung sebuah arti? Agni duduk sambil memandangan pemandangan yang ada di depannya. Seingatnya, ia bertemu dengan Sion yang adalah mantannya. Sion berpesan padanya agar ia merubah diri agar menjadi lebih baik.

Jujur, Agni masih mencintai mantannya itu. Tapi ia nggak bisa berharap banyak. Kini, Sion sudah memiliki kekasih dan ia tidak berhak menghancurkan hubungan Sion. Satu lagi pesan Sion yang baginya sangat aneh.

“Satu lagi. Lo kenal kan Cakka? Adek gue? Pasti lo kenal. Gue tau Cakka nggak bisa jatuh cinta. Tapi bukannya selama-lamanya dia nggak bisa jatuh cinta. Cakka bisa jatuh cinta. Dan lo.. Lo adalah cewek pertama yang membuatnya jatuh cinta. Percayalah. Lo adalah cinta pertama Cakka dan gue yakin sekali lo bisa mebuatnya jatuh cinta pada lo.”

Aneh. Gumam Agni. Anehnya lagi, saat ia terbangun dari mimpi itu, ia kepikiran dengan Cakka yang kini tengah berjuang demi menghadirkan cinta pada Ify. Dari kepikiranlah berbuah menjadi sebuah perasaan asing yang sepertinya pernah ia rasakan sebelumnya.

“Nggak mungkin gue suka sama Cakka.” Kata Agni.

Tiba-tiba, jantungnya berdetak hebat ketika ada tangan yang menyentuh pundaknya. Hal pertama yang ia lakukan adalah menutup mata sebelum ia berhasil menormalkan kembali detakan jantungnya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar