Part 14
.
.
.
Drdrtdrt...
Tengah malam,
ponselnya bergetar. Si pemilik ponsel itu mendengus kesal mendapati ponselnya
yang terus saja bergetar dan nggak mau berhenti. Matanya yang belum sepenuhnya
bisa melihat seperti biasa menatap layar ponsel yang tertera sebuah nomor
asing. Dahinya berkerut. Nomor siapa ini?
Tanyanya dalam hati.
1 Message From:
0878xxxxxxxx
Alvin! Kau pasti kaget saat membaca pesan ini. Aku adalah
Bima, mantan Zevana! Sekarang, kekasihmu sudah ada di tanganku. Jika kau mau
kekasihmu selamat, sekarang juga kau harus menemuiku di markasku. Tentu kau tau
dimana letak markasku.
Salam: Bima yang selalu membencimu
Setelah membaca
pesan itu, ponsel yang ia pegang langsung ia lempar. Alvin sangat geram. Ia tau
betul bagaimana sosok Bima. Bima adalah lelaki yang jahat dan suka
mempermainkan wanita. Dan sekarang, Zevana sudah ada di tangannya! Mau nggak
mau, Alvin harus menyelamatkan Zevana.
Diam-diam, Alvin
mengambil kunci mobil dan langsung menjalankan mobil itu. Alasannya untuk tidak
membawa motor karena ia takut membawa motor pada tengah malam hari yang begitu
sepi dan terkesan mengerikan, juga dingin.
Mobil itu melaju
dengan kecepatan di atas rata-rata. Alvin tersenyum puas. Baru kali ini ia
bebas menjalankan mobil berhubung jalan raya sepi. Biasanya kan jalan raya
ramai banget dan mustahil ngebut-ngebutan kayak gini.
CITTT....
Dengan perasaan
kaget yang luar biasa, Alvin menemukan seorang cewek yang sepertinya mau
pingsan. Maka dari itu ia mengerem mendadak mobilnya. Alvin turun dan kaget
mendapati seorang cewek yang sepertinya tidak asing lagi. Ahya, bukannya itu
Shilla?
“Shill.. Shilla!”
Kata Alvin menepuk-nepuk pipi Shilla.
Berhubung malam
hari, Alvin nggak terlalu jelas melihat apakah wajah Shilla pucat atau enggak.
Yang jelas, cewek itu harus ia tolong. Secepatnya! Tapi, bagaimana dengan
Zevana? Alvin nggak mempunyai pilihan lain selain membawa Shilla menuju markas
Bima. Semoga lo baik-baik aja.. Harap
Alvin.
Mobil itu berhenti
di sebuah rumah gelap yang terkesan angker. Alvin keluar dari mobil itu dan
berdoa agar mobilnya aman dan Shilla baik-baik saja. Perlahan, Alvin masuk ke
dalam rumah itu. Baru selangkah ia masuk, sudah disambut oleh tawa licik.
“Akhirnya lo datang
juga!” Kata Bima.
Alvin tersenyum
sinis. “Mana Zevana?” Tanyanya.
Senyum sinis Alvin
dibalas oleh senyum licik Bima. Bima nggak menjawab. Ia mengajak Alvin masuk ke
dalam, sementara Alvin ragu. Ia menoleh ke arah mobilnya.
“Tenang. Mobil lo
nggak bakal hilang.” Kata Bima.
Sampailah mereka
disebuah ruangan yang nggak terlalu besar. Alvin dibuat kaget saat melihat
seorang cewek yang tangan dan kakinya diikat oleh tali.
“Zevana!” Teriak
Alvin.
Bima mendekati
Zevana seraya melepas tali yang mengikat tangan dan kaki Zevana. Zevana
langsung berdiri dan menatap Alvin dengan perasaan yang bersalah. Tak terasa,
air matanya menetes membasahi pipinya.
“Vin, maafin gue. Gue
bukan cewek yang baik.” Ucapnya sedih.
Sebisa mungkin
Alvin menahan tangisnya melihat sang kekasih menangis. Lalu, dipeluknya tubuh
Zevana yang begitu lemah. Alvin merasakan bahwa ini adalah pelukan terakhirnya
dengan Zevana. Benarkah?
“Sekarang kalian
boleh pergi.” Kata Bima santai.
Alvin melepaskan
pelukannya dan tersenyum. Lalu ia melirik ke arah Bima. “Thanks.” Ucapnya
dengan suara berat.
Namun, saat Alvin
menarik tangan Zevana agar gadis itu mau pulang bersamanya, Zevana malah
menepis tangan itu. Nggak tau kenapa, di tangan kanannya sudah ada pisau tajam
yang siap mencabut nyawa siapapun. Alvin ngeri melihat tingkah Zevana.
“Zev, lo mau apa?”
Tanya Alvin.
Zevana tersenyum
sedih lantas menusukkan pisau itu di perutnya. Hal yang nggak diduga Alvin
maupun Bima terjadi. Alvin ingin berteriak, tapi tenggorokannya tercekat.
Bima menghela nafas
berat. “Dia bukan hanya membunuh satu nyawa, tetapi dua nyawa. Yaitu anak gue.”
Ucapnya.
Kesedihan dan
kekagetan yang ia rasakan berubah menjadi kebencian dan penyesalan saat
mendengar ucapan Bima. Alvin paham. Bima dan kekasihnya itu telah melakukan
suatu hal yang sangat berdosa.
“Gue tau, kekasih
gue bukan cewek baik.” Kata Alvin lalu pergi meninggalkan Bima.
“Gue harap lo
mendapatkan pengganti Zevana yang baik!” Teriak Bima namun nggak di dengar
Alvin.
Cowok itu beralih
melihat Zevana yang kini sudah tidak bernyawa lagi. Jujur, perutnya terasa mual
melihat isi perut itu.
“Maafkan aku..”
Lirihnya.
Sementara Alvin,
cowok itu memukul dinding tembok sekeras-kerasnya hingga tangannya sakit. Zevana...
Ia nggak mengerti mengapa ia bisa salah memilih seorang kekasih. Padahal, ia
sangat mencintai Zevana dan nggak mau kehilangannya.
“Shilla..”
Cepat-cepat Alvin
berlari ke mobilnya. Syukurlah, mobilnya dalam keadaan sehat(?) seperti sedia
kala. Dan Alvin sedikit tersenyum saat melihat kedua mata Shilla yang
mengerjap-ngerjap.
“Gue ada dimana?”
***
“Gue ada dimana?”
Jam dinding
menunjukkan pukul dua dini hari. Karena nggak ada pilihan lain, Alvin membawa
Shilla ke kamarnya. Setelah itu, ia kebingungan. Ntar kalo ia dikira sudah
apa-apain Shilla gimana?
“Hei! Sudah sadar?”
Tanya Alvin.
Sedaritadi, Shilla
selalu mengucapkan ‘gue ada dimana’ lalu ia kembali memejamkan mata. Tapi
sekarang sepertinya gadis itu sudah sadar sepenuhnya.
“Kak.. Kak Alvin?”
Lirih Shilla setengah kaget.
Alvin termangu saat
melihat wajah Shilla yang sangat menyedihkan. Dan entah mengapa hatinya ikut
merasakan kesedihan itu. Kedua mata indah Shilla mampu menyihirnya dalam waktu
secepat ini. Apa-apaan lo Vin? Jangan
bilang kalo lo suka sama Shilla!
“Ada yang sakit?”
Tanya Alvin lembut.
Sudah sangat jelas
Shilla bahagia. Cowok yang selama ini dicintainya pengertian dengannya. Shilla
yakin sekali bisa membuat Alvin jatuh cinta dengannya. Secepatnya!
“Cuma pusing aja
kak. Ng..” Shilla teringat dengan Zevana. “Kak, dimana Zevana?” Tanyanya.
***
Pagi hari yang
cerah ini dihebohkan oleh berita mengenai kematian Zevana yang tidak wajar.
Para murid terutama yang cewek bergidik ngeri saat mendengarkan cerita tentang
Zevana. Pasti saat itu mayat Zevana sangat mengerikan dan membuat mual siapa
saja.
Di kelas, Dea
terdiam sambil berusaha menahan tangisnya karena telah kehilangan salah satu
sahabatnya, yaitu Zevana. Dulu, Zevana sangat baik dengannya dan ia sering
berbagi masalah dengan Zevana.
“Semoga lo bahagia
di sana Zev..” Harap Dea.
Sementara di kelas
X.3 juga nampak sedih. Ify nggak percaya cewek yang selama ini suka
menganggunya dan mengejeknya berakhir dengan cara yang mengenaskan.
“Fy, kasian kak
Zevana.” Kata Sivia.
Ify mengangguk.
“Ya, walau gue nggak suka dengan sikapnya, tetapi gue nggak berhak membencinya.
Sebagai orang baik, gue harus mendoakannya agar amal kak Zevana diterima di
sisi Tuhan.” Ucapnya dan diamini Sivia.
Sama halnya dengan
tiga serangkai ini. Untunglah di jam ketiga sedang nggak ada guru. Guru-guru
pada rapat. Diantara ketiganya, Alvinlah yang paling sedih dan ia nggak
segan-segan menceritakan kejadian ajaib saat ia menemukan Shilla yang tidak
sadarkan diri.
“Jadi, Zevana yang
ngajak Shilla pergi ke diskotik dan itu yang menyebabkan Shilla menjadi sakit,
pusing seperti kemarin.” Kata Alvin.
“Terus, dimana
Shilla? Jangan bilang kalo Shilla masih tidur di kamar lo.” Kata Rio.
Alvin tersenyum.
“Ya enggaklah. Gue udah antar dia pulang dan kedua orangtuanya berterimakasih
banyak ke gue.” Ucapnya.
“Ehem..” Dehem Rio
tiba-tiba.
“Kenapa?” Tanya
Alvin.
“Jangan-jangan, lo
nanti suka sama Shilla. Shilla kan cantik.” Jawab Rio.
Dan Alvin salah
tingkah mendengar jawaban Rio. Benarkah secepat ini ia jatuh cinta dengan gadis
yang tidak dikenalnya secara baik?
***
Cowok itu terdiam sambil
memikirkan sesuatu. Di wajahnya, terpancar aura kesedihan dan penyesalan. Ya,
cowok itu adalah Cakka. Ia duduk menyendiri di belakang sekolahnya, tepatnya di
tempat saat ia menjadikan Ify sebagai kekasihnya.
Ify? Cakka
tersenyum sedih. Seharusnya ia tidak melakukan ide Agni yang kini membuatnya
merasa bersalah. Sebisa mungkin ia mencintai Ify, namun, ia nggak bisa.
Padahal, baginya Ify adalah gadis yang menarik walau nggak merupakan cewek
populer.
Kurang lebih
seminggu ia menjadi kekasih Ify dan perasaan cinta itu nggak tumbuh di hatinya.
Cakka harus mengakui kalo ia memang ditakdirkan tidak akan pernah jatuh cinta
kepada siapapun. Bukannya itu tidak adil? Selama ini, ia iri kepada
teman-temannya yang mudah sekali jatuh cinta.
“Apa gue harus
jujur?” Gumamnya.
Tapi jika ia
berkata jujur pada Ify, sama saja membuat Ify sakit hati dan membencinya serta
nggak akan memaafkannya. Tiba-tiba Cakka teringat kalimat Agni.
Jangan putus asa. Gue yakin lo bisa jatuh cinta dengan
Ify!
“Bro..”
Rio datang dan
tersenyum. Cowok itu sendirian dan Alvin sudah pulang sejak tadi. Rio menghela
nafas panjang.
“Lo nggak pulang?”
Tanya Cakka.
“Nggak.” Jawabnya.
“Kenapa?”
Rio nggak menjawab.
Sepertinya, Rio sedang menyimpan sebuah masalah besar dan ia tidak mau
menceritakan kepada siapapun. Termasuk sahabatnya sendiri.
“Gue bodoh ya.”
Kata Cakka.
“Maksud lo?” Tanya
Rio.
“Iya. Gue emang
bodoh karena telah melukai Ify. Seharusnya gue nggak nembak dia dan gue harus
terima takdir kalo gue adalah satu-satunya manusia di dunia ini yang nggak bisa
jatuh cinta.” Jawab Cakka.
Tiba-tiba, seorang
cewek mendekati keduanya. Cakka yang menunduk langsung mendongakkan kepala dan
memaksakan diri untuk tersenyum melihat sang kekasih menatapnya dengan penuh
cinta. Sementara Rio, cowok itu seperti menghindar dari Ify saat kedua mata Ify
menatapnya.
“Cish.. Tumben kak
Rio nggak bikin gue kesal. Bagus.. Bagus..” Kata Ify yang merasa aneh dengan
sikap Rio. Lalu ia melirik ke arah Cakka. “Kak, pulang yuk.” Ucapnya.
Dengan gerakan
cepat, Ify mengaitkan tangannya pada lengan Cakka. Mereka terlihat sangat
romantis. Lagi-lagi, Cakka memaksakan diri untuk tersenyum agar kekasihnya nggak
curiga bahwa ini hanyalah permainan yang ia buat agar ia bisa merasakan jatuh
cinta.
“Yo, gue pulang
dulu.” Kata Cakka berjalan meninggalkan Rio.
Ketika sepasang
kekasih itu sudah pergi, Rio tersenyum hambar. Sudah ia bilang. Ia bukan orang
yang tepat. Mengapa harus ia? Mengapa tidak yang lain saja?
“Sebaiknya gue
tengok Dea. Sudah lama gue nggak ketemu dia.” Kata Rio.
***
Di rumah Dea....
Rumah itu terlihat
sepi. Pasti si pemilik rumah enggan keluar rumah atau sedang pergi. Tapi Rio
yakin sekali kalo Dea ada di kamarnya. Semoga
Dea dalam keadaan baik-baik saja. Gue nggak tega lihat dia menderita dengan
penyakitnya.
Bi Anum yang adalah
pembantu di rumah Dea menyambut kedatangannya dengan ramah. Wanita paruh baya
itu akrab dengan Rio karena Rio sering berkujung di rumah ini. Bi Anum juga
menganggap Rio sebagai malaikat penyelamat dalam keluarga ini yang tentunya ada
hubungannya dengan Dea.
“Bagaimana keadaan
Dea bi?” Tanya Rio.
Bi Anum menangkap
wajah kelesuan Rio. Mungkin cowok itu sedang lelah atau sedang mengalami
masalah yang besar.
“Baik den. Masuk
saja ke kamar Dea.” Jawab Anum.
Perlahan, Rio
berjalan menuju kamar Dea. Ia tersenyum setelah sampai di kamar Dea yang
pintunya terbuka. Ia melihat Dea yang sedang membaca novel. Tentu saja Dea kaget
akan kedatangan Rio. Seorang cowok yang pernah mengisi hatinya dan sekarang
tidak lagi.
“Sedang apa Rio
kesini?” Tanya Dea.
Cowok itu mendekati
Dea. Kedua matanya terpusat pada lengan Dea yang lebam. Namun Rio nggak panik
karena hal itu sudah biasa. Hal yang biasa dialami oleh penderita hemofilia.
“Kangen kamu aja.”
Jawab Rio.
Dea tersenyum.
Namun, senyuman itu berubah menjadi senyuman sedih tatkala ia mengingat Zevana
yang kini tenang di alam sana. Dan entah mengapa ia seperti merasa bahwa
umurnya nggak panjang lagi dan secepatnya menyusul Zevana.
“Rio nggak
benar-benar cinta kan sama Dea?” Tanya Dea.
“Nggak. Karena Rio
sudah mencintai seorang cewek. Tapi sayangnya cewek itu nggak mencintai Rio
karena cewek itu mencintai cowok lain.” Jawab Rio.
Kalimat yang
diucapkan Rio mampu memberikan kesan sedih. Pasti saat ini hati Rio sangat
sakit. Sakit sekali. Tapi Dea yakin kalo Rio adalah cowok yang tegar dan
optimis serta menentang keras sikap pesimis.
“Dea yakin suatu
hari nanti cewek yang Rio sukai akan mencintai kak Rio.” Kata Dea.
Rio tersenyum dan
mengacak poni Dea. “I hope.” Ucapnya pelan.
***
Mimpi itu... Apa
mimpi yang terkesan aneh itu mengandung sebuah arti? Agni duduk sambil
memandangan pemandangan yang ada di depannya. Seingatnya, ia bertemu dengan
Sion yang adalah mantannya. Sion berpesan padanya agar ia merubah diri agar
menjadi lebih baik.
Jujur, Agni masih
mencintai mantannya itu. Tapi ia nggak bisa berharap banyak. Kini, Sion sudah
memiliki kekasih dan ia tidak berhak menghancurkan hubungan Sion. Satu lagi
pesan Sion yang baginya sangat aneh.
“Satu lagi. Lo kenal kan Cakka? Adek gue? Pasti lo kenal.
Gue tau Cakka nggak bisa jatuh cinta. Tapi bukannya selama-lamanya dia nggak
bisa jatuh cinta. Cakka bisa jatuh cinta. Dan lo.. Lo adalah cewek pertama yang
membuatnya jatuh cinta. Percayalah. Lo adalah cinta pertama Cakka dan gue yakin
sekali lo bisa mebuatnya jatuh cinta pada lo.”
Aneh. Gumam
Agni. Anehnya lagi, saat ia terbangun dari mimpi itu, ia kepikiran dengan Cakka
yang kini tengah berjuang demi menghadirkan cinta pada Ify. Dari kepikiranlah
berbuah menjadi sebuah perasaan asing yang sepertinya pernah ia rasakan
sebelumnya.
“Nggak mungkin gue
suka sama Cakka.” Kata Agni.
Tiba-tiba,
jantungnya berdetak hebat ketika ada tangan yang menyentuh pundaknya. Hal
pertama yang ia lakukan adalah menutup mata sebelum ia berhasil menormalkan
kembali detakan jantungnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar