Part 4
.
.
.
“Eh Vin, lo mau
kemana?” Tanya Rio melihat gelagat aneh Alvin.
Alvin menoleh ke
arah Rio. “Gue mau kesana dulu. Kasian gue liat cewek cantik itu antre nasi
goreng sampe keringetan.” Jawabnya.
Menyadari Alvin
telah pergi, Rio menggeleng-gelengkan kepala. Di sampingnya ada Cakka yang sedang
diam. Tuh cowok memang sedikit pendiam, nggak seperti Rio dan Alvin yang
cerewet banget. Rio tau sebuah rahasia yang dimiliki Cakka yang sekaligus ada
hubungannya dengan status jomblo Cakka saat ini.
Shit! Tiba-tiba
Rio teringat dengan Dea. Ia diberi tugas untuk menjaga cewek itu. Cepat-cepat
Rio berlari meninggalkan Cakka yang kebingungan. Lha, mengapa sekarang ia
sendiri?
Sementara Alvin,
cowok yang satu itu berjalan santai mendekati seorang cewek yang mulai
kelelahan. Cewek ini lumayan cantik, coba
kalo didandan ala Zevana, pasti dia lebih cantik daripada Zevana.. Batin
Alvin sambil tertawa. Kalo Zevana yang adalah kekasihnya itu sampai tau, tuh
cewek bakal ngamuk dan langsung minta putus, dan Alvin nggak mau hal itu
terjadi.
“Hei cewek! Butuh
bantuan?” Tanya Alvin.
Merasa dipanggil,
cewek yang tak lain adalah Sivia itu menoleh dan kaget mendapati seorang
pangeran tampan yang sedang tersenyum melihanya. Kedua matanya nggak berkedip
melihat senyuman manis itu. Mimpi ya gue
disapa kak Alvin?
“Ng.. I..Iya sih..
Anterannya lama banget..” Jawab Sivia gugup.
Entah mengapa Alvin
suka melihat wajah cewek yang sedang gugup itu. Benar-benar gadis polos yang manis.. Pasti dia masih kelas satu..
“Lo tenang aja.
Biar gue yang pesan. Mau pesan berapa?” Tanya Alvin yang membuat Sivia melongo.
“Ng.. Ti.. Tiga.”
Jawabnya. Cowok itu kak Alvin atau bukan
sih?
“Oke. Sama apa
lagi?”
“Jus jeruk tiga.”
Jawab Sivia.
Beberapa murid yang
melihat percakapan antara Sivia dengan Alvin berbisik-bisik. Muncul pertanyaan
di benak mereka. Apa yang dilakukan Alvin pada cewek itu? Mengapa wajah Alvin
terlihat senang? Mustahil kalo Alvin pedekate dengan cewek itu karena Alvin
sudah punya pacar yang sangat dicintainya.Beberapa menit kemudian, Alvin datang
sambil membawa tiga piring nasi goreng dan tiga jus jeruk menggunakan nampan.
Lagi-lagi Sivia dibuat melongo. Kenapa
kak Alvin nggak minta dianter aja? Tapi, Alvin cocok lho membawa dua nampan
yang terlihat seperti pelayan.
“Ee.. Biar aku yang
bawa jusnya.” Kata Sivia cepat-cepat mengambil nampan itu. Namun, Alvin
melarangnya.
“Sebaiknya tuan
putri duduk saja. Biar saya yang mengantar pesanan ini di meja tuan putri.”
Kata Alvin seperti gaya seorang pelayan yang sukses membuat pipi Sivia memerah.
Karena nggak berani
menolak kebaikan Alvin, Sivia pun pergi menuju tempat duduknya. Disana ada Ify
dan Shilla yang sedang menatapnya heran. Mengapa wajah Sivia merah dan gugup?
“Wajah lo kenapa
Vi?” Tanya Ify.
Belum sempat ia
menjawab, Alvin datang sambil menaruh pesanan itu dengan teliiti supaya nggak
membuat kesal hati yang memesan makanan. Baik Ify maupun Shilla dibuat kaget.
Terutama Shilla yang diam-diam menyukai kakak kelasnya itu. Hatinya
berbunga-bunga melihat Alvin yang mengantar pesanannya.
“Ma.. Makasih
kak..” Kata Sivia.
“Sama-sama tuan
putri. Mohon pamit tuan putri.” Kata Alvin meninggalkan Sivia yang sedang
bahagia.
Tidak dengan
Shilla. Gadis itu merasa cemburu melihat Alvin yang memperlakukan Sivia bak
seorang putri raja. Sungguh, hati Shilla mendidih melihatnya.
“Vi, kok bisa kak
Alvin yang anter pesanan kita?” Tanya Ify. Gadis itu sedikit tau tentang Alvin
yang juga merupakan sahabat Cakka dan... Cowok yang nggak mau ia sebut namanya.
“Ng.. Gue juga
nggak tau Fy. Tadi sewaktu gue antri makanan, tiba-tiba kak Alvin datang dan
bantu gue.” Jawab Sivia gugup.
Ify tersenyum.
“Hati-hati. Lo bakal ngegantiin posisi kak Zevana di hati kak Alvin..” Ucapnya.
***
Cowok itu berlari
dengan nafas yang tersengal-sengal. Ia begitu lupa kalo ia harus menjaga Dea
mulai detik ini hingga seterusnya. Akhirnya, ia sampai di kelas Dea yaitu
2IPS-3. Baru saja ia sampai di pintu kelas, cewek-cewek mulai ribut. Sang
pangeran tampan datang mengunjungi kelas mereka.
Rio mendengus
kesal. Cowok itu teramat nggak suka jika ia dikerumunin cewek-cewek
penggilanya. Bisa nggak sih cewek-cewek itu tenang? Ngapain juha harus ribut dan
lebay seperti itu?
“Dea mana?” Tanya
Rio pada seorang cewek berambut sebahu.
Cewek itu sedikit
malu mendengar pertanyaan dari Rio. “Dea lagi latihan cheers sama Zarra Girls.
Seperti biasa.” Jawabnya.
Mendengar jawaban
cewek itu, Rio memukul keningnya. Sangat berbahaya bagi Dea kalo cewek itu
melakukan aktivitas seperti cheers atau aktivitas lainnya. Apalagi jika cewek
itu terjatuh dan mengeluarkan darah yang sangat membahayakan nyawanya.
Mudah baginya untuk
mencari Dea. Dea dan anggota Zarra lainnya berada di lapangan basket indoor.
Setelah sampai, Rio berusaha mencari Dea. Pandangannya ia edarkan ke seluruh
penjuru di dalam gedung itu. Dan pada akhirnya Rio berhasil menemukan Dea yang
sedang beristirahat.
“DEA !!” Seru Rio
mendekati Dea.
Merasa dipanggil,
cepat-cepat Dea menoleh dan mendapati wajah sang kekasih yang terlihat panik.
Dea mengerti mengapa Rio amat panik. Bukannya mulai detik ini Rio yang selalu
menjaganya? Dan kemanapun ia pergi selalu diikuti Rio? Membosankan!
“Kenapa kesini Yo?”
Tanya Dea kesal.
Rio menatap Dea
tajam. “Tempat lo bukan disini!” Bentaknya.
Zarra Girls yang
sedang berlatih langsung menghentikan latihannya. Agni dan lainnya melihat
pertengkaran antara Rio dengan Dea.
“Ckck.. Baru jadian
sudah bertengkar..” Decak Agni. Ia teringat saat ia dan Sion sering bertengkar
yang menyebabkan berakhirnya hubungan mereka.
“Sudahlah Yo, gue
tau lo kesini mau jaga gue kan atas perintah nyokap gue? Sebaiknya lo pergi
aja. Gue bukan anak kecil lagi yang harus dijaga.” Kata Dea dan entah mengapa
rasa cintanya pada Rio mulai menghilang.
“Nggak. Nggak
bisa!” Bantah Rio lalu mencengkram erat tangan Dea yang membuat gadis itu
mengerang kesakitan.
Sadar akan hal itu,
Rio melepaskan cengkramannya dan melihat apakah ada yang luka di tangan halus
itu. Syukurlah, tak ada sediktpun luka disana.
“De, sebenarnya gue
malas melakukan ini semua. Gue malas menjaga lo dan mengikuti lo kemanapun lo
pergi. Ada sebuah tugas lain yang harus gue lakukan. Tapi, karena gue kasian
lihat lo, makanya gue mau menjaga lo dengan sangat-sangat terpaksa!”
Dea tersenyum sinis
menatap Rio. Sudah gue duga, lo nggak
mencintai gue dengan tulus. Gue yakin ada cewek lain dihati lo! Tapi tak apa,
gue sudah nggak cinta lagi sama lo. Masih banyak cowok cakep lain di luar sana.
“Kalo lo terpaska,
jangan lakukan hal itu! Gue nggak pantas lo kasihanin. Sekarang lo pergi!
Pergi!” Bentak Dea.
Emosi Rio yang tadi
sudah berada di puncak kini mulai turun. Rio sadar, ia terlalu kasar dengan
Dea. Seharusnya, ia memperlakukan gadis itu dengan lembut dan penuh cinta.
Tapi, bagaimana ia bisa mencintai Dea jika ia sudah mencintai gadis lain?
“De, Rio mohon. Dea
harus berada di sisi Rio apapun yang terjadi. Karena Dea memang ditakdirkan
disini, disamping Rio.” Kata Rio lembut.
Mendadak Dea
terdiam. Gadis itu mulai paham dengan keadaan dan takdir bahwa ia harus selalu
berada di samping Rio. Dea pun mengangguk dan berjalan mengikuti Rio.
Teman-temannya yang lain merasa heran sekaligus penasaran dengan Dea.
“Kalo gini caranya,
dia bisa dengan mudahnya dikeluarkan dari cheers. Bahkan geng kita.” Kata Oik.
Agni mengangguk.
“Itulah keinginan gue yang sangat ingin mengeluarkannya dari Zarra Girls dan
mencari anggota baru..” Ucapnya.
***
Karena masih ada
sisa waktu lima menit, Ify mengajak Sivia dan Shilla jalan-jalan mengelilingi
sekolah. Lagipula, belum sepenuhnya Ify hafal dengan sekolah barunya ini. Tentu
saja Sivia nggak bisa menolak ajakan Ify. Begitu pun dengan Shilla yang nggak
mau terpisah dengan dua sahabatnya. Tapi, Shilla merasa nggak nyaman berada
dekat dengan Sivia.
Setelah kejadian
tadi yang membuat hatinya panas, Shilla merasa tidak suka dengan Sivia. Mengapa
harus dia (Sivia) yang dapat dengan mudahnya diperlakukan bak seorang putri
raja oleh pangeran di sekolah ini? Mengapa tidak dirinya saja? Shilla tau Sivia
nggak suka atau nggak tergila-gila dengan Alvin. Sedangkan ia? Karena itulah
Shilla memilih diam. Membiarkan Ify dan Sivia ngoceh sambil tertawa.
“Vi, gue nggak
nyangka deh perlakuan kak Alvin tadi.” Kata Ify.
Sivia tersenyum
malu. “Sama Fy. Gue juga nggak nyangka. Padahal gue dan dia nggak akrab. Kenal
pun tidak. Wah, sama kayak lo dan kak Rio dong!”
Ajaibnya, setelah
Sivia mengucapkan nama ‘Rio’, nama itu datang bersama seorang cewek cantik yang
adalah kekasihnya. Siapa lagi kalo bukan Dea? Sivia sedikit nggak suka melihat
Dea yang terlihat manja dalam rangkulan Rio. Ganjen banget tuh cewek.. Sok cantik sekali, kayak dia aja yang
cantik..
Tiba-tiba, Rio
menoleh menatap seorang cewek berkacamata yang juga sedang menatapnya.
Langkahnya pun ia hentikan. Di sampingnya, Dea menjadi heran. Kenapa Rio berhenti? Apa yang akan dia
lakukan terhadap tiga cewek itu?
Merasa ditatap, Ify
merasa kesal. Cowok itu memang aneh dan menyebalkan. Ia ingat kejadian tadi,
saat ia diejek karena motor buntut Ayahnya, juga hidungnya yang berubah menjadi
pesek. Namun, tatapan Rio yang entahlah itu mengandung sebuah arti khusus yang
tidak dimengertinya. Apa itu?
“Ngapain lo
liat-liat gue?” Bentak Ify sadis.
Sementara Sivia
kagum akan gaya sahabatnya itu yang menurutnya sangat ‘Waw’. Dan baru kali ini
Sivia melihat sisi lain dari Ify. Tapi ngomong-ngomong, Ify sama Rio cocok kok.
Kalo Ify mau dandan, bakal heboh seisi sekolah menyadari kedatangan seorang
bidadari cantik yang telah merubah penampilan.
Rio merasa salting
mendapat bentakan dari Ify. Lalu ia tersenyum. “Hahaha.. Lo geer kali ya? Siapa
juga yang natap wajah culun kayak lo? Mending gue natap wajah teman lo yang
diam itu.” Ucapnya yang sukses membuat Ify merah padam.
‘Teman lo yang diam
itu’ pasti Shilla karena Shilla memang sedang diam. Nggak tau tuh cewek lagi
mikirin apa. Shilla kan asli pendiam. Ya hampir samalah kayak Cakka. Tapi Cakka
nggak segitunya diam kayak Shilla.
“Alah, lo nggak
usah bohong. Bilang aja lo malu ketangkap basah sama gue, ya kan?” Balas Ify
membela dirinya.
Di sampingnya, Dea
tersenyum melihat cewek yang setiap harinya sering ia bully dan ia ejek. Namun
cewek itu nggak marah. Cewek itu malah sabar. Tapi ternyata cewek itu berani
juga ya sama Rio.
“Kalo iya kenapa?”
Tanya Rio yang menyebabkan Ify terdiam.
Tuh cowok kenapa sih? Kenapa hidup gue selalu dihantui
oleh cowok itu? Oke-oke! Ini akhir dari segalanya. Ini terakhir kalinya gue
ngeladenin cowok aneh itu. Ucap
Ify dalam hati.
“Terserah.” Kata
Ify lalu pergi meninggalkan tempatnya disusul Sivia dan Shilla.
Melihat sasarannya
pergi dan kesal, Rio terkekeh. Senang rasanya bisa membuat hati cewek bernama
Ify itu menjadi kesal dan ia nggak bisa berhenti untuk tertawa sampai perutnya
sakit.
“Rio kenal cewek
itu?” Tanya Dea.
“Oh, hehe.. Iya..
Gue kenal baik dengannya. Eh, maksud gue keluarganya. Almarhum nyokap gue kenal
baik dengan nyokapnya.” Jelas Rio.
Dea kaget
mendengarnya. Jadi, Rio udah nggak punya Ibu lagi?
“Jangan kaget.
Sudah lama nyokap gue meninggal karena penyakit kankernya.” Kata Rio tanpa
mengeluarkan ekspresi kesedihan.
“Oh, maaf kalo
gitu.” Lirih Dea.
***
Tatapannya entah
kemana. Cowok itu duduk bersila di luar gerbang sekolahnya. Ada tempat duduk
disana dan ia merasa nyaman duduk disana. Sejak tadi, cewek-cewek pada
menyapanya. Namun, ia tidak mempedulikan sapaan cewek-cewek itu. Cowok itu kini
sendiri dan entah menunggu siapa.
Sejam yang lalu
bunyi bel pulang. Sahabat-sahabatnya menyuruhnya pulang. Tapi ia menolak. Cowok
itu seperti menunggu sesuatu yang nggak pasti kapan datangnya.
“Meski kata orang
gue itu cowok perfect, nasib gue nggak sebahagia nasib mereka.” Kata cowok itu
sedih. “Gue iri dengan mereka.” Lanjutnya meratapi nasib malangnya.
Dari kejauhan, ia
melihat seorang nenek tua yang memapah suaminya dengan teliti dan pelan-pelan
agar suaminya itu nggak jatuh. Cowok itu tersenyum sedih. Betapa bahagianya
hati sang kakek itu mendapat perlakuan manis dari sang istri yang penuh dengan
cinta.
Cinta? Apa itu?
“Hei! Lo nggak pulang?”
Tanya seseorang dari belakang.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar