expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 10 April 2015

One Hope ( Part 4 )



Part 4

.

.

.

“Eh Vin, lo mau kemana?” Tanya Rio melihat gelagat aneh Alvin.

Alvin menoleh ke arah Rio. “Gue mau kesana dulu. Kasian gue liat cewek cantik itu antre nasi goreng sampe keringetan.” Jawabnya.

Menyadari Alvin telah pergi, Rio menggeleng-gelengkan kepala. Di sampingnya ada Cakka yang sedang diam. Tuh cowok memang sedikit pendiam, nggak seperti Rio dan Alvin yang cerewet banget. Rio tau sebuah rahasia yang dimiliki Cakka yang sekaligus ada hubungannya dengan status jomblo Cakka saat ini.

Shit! Tiba-tiba Rio teringat dengan Dea. Ia diberi tugas untuk menjaga cewek itu. Cepat-cepat Rio berlari meninggalkan Cakka yang kebingungan. Lha, mengapa sekarang ia sendiri?

Sementara Alvin, cowok yang satu itu berjalan santai mendekati seorang cewek yang mulai kelelahan. Cewek ini lumayan cantik, coba kalo didandan ala Zevana, pasti dia lebih cantik daripada Zevana.. Batin Alvin sambil tertawa. Kalo Zevana yang adalah kekasihnya itu sampai tau, tuh cewek bakal ngamuk dan langsung minta putus, dan Alvin nggak mau hal itu terjadi.

“Hei cewek! Butuh bantuan?” Tanya Alvin.

Merasa dipanggil, cewek yang tak lain adalah Sivia itu menoleh dan kaget mendapati seorang pangeran tampan yang sedang tersenyum melihanya. Kedua matanya nggak berkedip melihat senyuman manis itu. Mimpi ya gue disapa kak Alvin?

“Ng.. I..Iya sih.. Anterannya lama banget..” Jawab Sivia gugup.

Entah mengapa Alvin suka melihat wajah cewek yang sedang gugup itu. Benar-benar gadis polos yang manis.. Pasti dia masih kelas satu..

“Lo tenang aja. Biar gue yang pesan. Mau pesan berapa?” Tanya Alvin yang membuat Sivia melongo.

“Ng.. Ti.. Tiga.” Jawabnya. Cowok itu kak Alvin atau bukan sih?

“Oke. Sama apa lagi?”

“Jus jeruk tiga.” Jawab Sivia.

Beberapa murid yang melihat percakapan antara Sivia dengan Alvin berbisik-bisik. Muncul pertanyaan di benak mereka. Apa yang dilakukan Alvin pada cewek itu? Mengapa wajah Alvin terlihat senang? Mustahil kalo Alvin pedekate dengan cewek itu karena Alvin sudah punya pacar yang sangat dicintainya.Beberapa menit kemudian, Alvin datang sambil membawa tiga piring nasi goreng dan tiga jus jeruk menggunakan nampan. Lagi-lagi Sivia dibuat melongo. Kenapa kak Alvin nggak minta dianter aja? Tapi, Alvin cocok lho membawa dua nampan yang terlihat seperti pelayan.

“Ee.. Biar aku yang bawa jusnya.” Kata Sivia cepat-cepat mengambil nampan itu. Namun, Alvin melarangnya.

“Sebaiknya tuan putri duduk saja. Biar saya yang mengantar pesanan ini di meja tuan putri.” Kata Alvin seperti gaya seorang pelayan yang sukses membuat pipi Sivia memerah.

Karena nggak berani menolak kebaikan Alvin, Sivia pun pergi menuju tempat duduknya. Disana ada Ify dan Shilla yang sedang menatapnya heran. Mengapa wajah Sivia merah dan gugup?

“Wajah lo kenapa Vi?” Tanya Ify.

Belum sempat ia menjawab, Alvin datang sambil menaruh pesanan itu dengan teliiti supaya nggak membuat kesal hati yang memesan makanan. Baik Ify maupun Shilla dibuat kaget. Terutama Shilla yang diam-diam menyukai kakak kelasnya itu. Hatinya berbunga-bunga melihat Alvin yang mengantar pesanannya.

“Ma.. Makasih kak..” Kata Sivia.

“Sama-sama tuan putri. Mohon pamit tuan putri.” Kata Alvin meninggalkan Sivia yang sedang bahagia.

Tidak dengan Shilla. Gadis itu merasa cemburu melihat Alvin yang memperlakukan Sivia bak seorang putri raja. Sungguh, hati Shilla mendidih melihatnya.

“Vi, kok bisa kak Alvin yang anter pesanan kita?” Tanya Ify. Gadis itu sedikit tau tentang Alvin yang juga merupakan sahabat Cakka dan... Cowok yang nggak mau ia sebut namanya.

“Ng.. Gue juga nggak tau Fy. Tadi sewaktu gue antri makanan, tiba-tiba kak Alvin datang dan bantu gue.” Jawab Sivia gugup.

Ify tersenyum. “Hati-hati. Lo bakal ngegantiin posisi kak Zevana di hati kak Alvin..” Ucapnya.

***

Cowok itu berlari dengan nafas yang tersengal-sengal. Ia begitu lupa kalo ia harus menjaga Dea mulai detik ini hingga seterusnya. Akhirnya, ia sampai di kelas Dea yaitu 2IPS-3. Baru saja ia sampai di pintu kelas, cewek-cewek mulai ribut. Sang pangeran tampan datang mengunjungi kelas mereka.

Rio mendengus kesal. Cowok itu teramat nggak suka jika ia dikerumunin cewek-cewek penggilanya. Bisa nggak sih cewek-cewek itu tenang? Ngapain juha harus ribut dan lebay seperti itu?

“Dea mana?” Tanya Rio pada seorang cewek berambut sebahu.

Cewek itu sedikit malu mendengar pertanyaan dari Rio. “Dea lagi latihan cheers sama Zarra Girls. Seperti biasa.” Jawabnya.

Mendengar jawaban cewek itu, Rio memukul keningnya. Sangat berbahaya bagi Dea kalo cewek itu melakukan aktivitas seperti cheers atau aktivitas lainnya. Apalagi jika cewek itu terjatuh dan mengeluarkan darah yang sangat membahayakan nyawanya.

Mudah baginya untuk mencari Dea. Dea dan anggota Zarra lainnya berada di lapangan basket indoor. Setelah sampai, Rio berusaha mencari Dea. Pandangannya ia edarkan ke seluruh penjuru di dalam gedung itu. Dan pada akhirnya Rio berhasil menemukan Dea yang sedang beristirahat.

“DEA !!” Seru Rio mendekati Dea.

Merasa dipanggil, cepat-cepat Dea menoleh dan mendapati wajah sang kekasih yang terlihat panik. Dea mengerti mengapa Rio amat panik. Bukannya mulai detik ini Rio yang selalu menjaganya? Dan kemanapun ia pergi selalu diikuti Rio? Membosankan!

“Kenapa kesini Yo?” Tanya Dea kesal.

Rio menatap Dea tajam. “Tempat lo bukan disini!” Bentaknya.

Zarra Girls yang sedang berlatih langsung menghentikan latihannya. Agni dan lainnya melihat pertengkaran antara Rio dengan Dea.

“Ckck.. Baru jadian sudah bertengkar..” Decak Agni. Ia teringat saat ia dan Sion sering bertengkar yang menyebabkan berakhirnya hubungan mereka.

“Sudahlah Yo, gue tau lo kesini mau jaga gue kan atas perintah nyokap gue? Sebaiknya lo pergi aja. Gue bukan anak kecil lagi yang harus dijaga.” Kata Dea dan entah mengapa rasa cintanya pada Rio mulai menghilang.

“Nggak. Nggak bisa!” Bantah Rio lalu mencengkram erat tangan Dea yang membuat gadis itu mengerang kesakitan.

Sadar akan hal itu, Rio melepaskan cengkramannya dan melihat apakah ada yang luka di tangan halus itu. Syukurlah, tak ada sediktpun luka disana.

“De, sebenarnya gue malas melakukan ini semua. Gue malas menjaga lo dan mengikuti lo kemanapun lo pergi. Ada sebuah tugas lain yang harus gue lakukan. Tapi, karena gue kasian lihat lo, makanya gue mau menjaga lo dengan sangat-sangat terpaksa!”

Dea tersenyum sinis menatap Rio. Sudah gue duga, lo nggak mencintai gue dengan tulus. Gue yakin ada cewek lain dihati lo! Tapi tak apa, gue sudah nggak cinta lagi sama lo. Masih banyak cowok cakep lain di luar sana.

“Kalo lo terpaska, jangan lakukan hal itu! Gue nggak pantas lo kasihanin. Sekarang lo pergi! Pergi!” Bentak Dea.

Emosi Rio yang tadi sudah berada di puncak kini mulai turun. Rio sadar, ia terlalu kasar dengan Dea. Seharusnya, ia memperlakukan gadis itu dengan lembut dan penuh cinta. Tapi, bagaimana ia bisa mencintai Dea jika ia sudah mencintai gadis lain?

“De, Rio mohon. Dea harus berada di sisi Rio apapun yang terjadi. Karena Dea memang ditakdirkan disini, disamping Rio.” Kata Rio lembut.

Mendadak Dea terdiam. Gadis itu mulai paham dengan keadaan dan takdir bahwa ia harus selalu berada di samping Rio. Dea pun mengangguk dan berjalan mengikuti Rio. Teman-temannya yang lain merasa heran sekaligus penasaran dengan Dea.

“Kalo gini caranya, dia bisa dengan mudahnya dikeluarkan dari cheers. Bahkan geng kita.” Kata Oik.

Agni mengangguk. “Itulah keinginan gue yang sangat ingin mengeluarkannya dari Zarra Girls dan mencari anggota baru..” Ucapnya.

***

Karena masih ada sisa waktu lima menit, Ify mengajak Sivia dan Shilla jalan-jalan mengelilingi sekolah. Lagipula, belum sepenuhnya Ify hafal dengan sekolah barunya ini. Tentu saja Sivia nggak bisa menolak ajakan Ify. Begitu pun dengan Shilla yang nggak mau terpisah dengan dua sahabatnya. Tapi, Shilla merasa nggak nyaman berada dekat dengan Sivia.

Setelah kejadian tadi yang membuat hatinya panas, Shilla merasa tidak suka dengan Sivia. Mengapa harus dia (Sivia) yang dapat dengan mudahnya diperlakukan bak seorang putri raja oleh pangeran di sekolah ini? Mengapa tidak dirinya saja? Shilla tau Sivia nggak suka atau nggak tergila-gila dengan Alvin. Sedangkan ia? Karena itulah Shilla memilih diam. Membiarkan Ify dan Sivia ngoceh sambil tertawa.

“Vi, gue nggak nyangka deh perlakuan kak Alvin tadi.” Kata Ify.

Sivia tersenyum malu. “Sama Fy. Gue juga nggak nyangka. Padahal gue dan dia nggak akrab. Kenal pun tidak. Wah, sama kayak lo dan kak Rio dong!”

Ajaibnya, setelah Sivia mengucapkan nama ‘Rio’, nama itu datang bersama seorang cewek cantik yang adalah kekasihnya. Siapa lagi kalo bukan Dea? Sivia sedikit nggak suka melihat Dea yang terlihat manja dalam rangkulan Rio. Ganjen banget tuh cewek.. Sok cantik sekali, kayak dia aja yang cantik..

Tiba-tiba, Rio menoleh menatap seorang cewek berkacamata yang juga sedang menatapnya. Langkahnya pun ia hentikan. Di sampingnya, Dea menjadi heran. Kenapa Rio berhenti? Apa yang akan dia lakukan terhadap tiga cewek itu?

Merasa ditatap, Ify merasa kesal. Cowok itu memang aneh dan menyebalkan. Ia ingat kejadian tadi, saat ia diejek karena motor buntut Ayahnya, juga hidungnya yang berubah menjadi pesek. Namun, tatapan Rio yang entahlah itu mengandung sebuah arti khusus yang tidak dimengertinya. Apa itu?

“Ngapain lo liat-liat gue?” Bentak Ify sadis.

Sementara Sivia kagum akan gaya sahabatnya itu yang menurutnya sangat ‘Waw’. Dan baru kali ini Sivia melihat sisi lain dari Ify. Tapi ngomong-ngomong, Ify sama Rio cocok kok. Kalo Ify mau dandan, bakal heboh seisi sekolah menyadari kedatangan seorang bidadari cantik yang telah merubah penampilan.

Rio merasa salting mendapat bentakan dari Ify. Lalu ia tersenyum. “Hahaha.. Lo geer kali ya? Siapa juga yang natap wajah culun kayak lo? Mending gue natap wajah teman lo yang diam itu.” Ucapnya yang sukses membuat Ify merah padam.

‘Teman lo yang diam itu’ pasti Shilla karena Shilla memang sedang diam. Nggak tau tuh cewek lagi mikirin apa. Shilla kan asli pendiam. Ya hampir samalah kayak Cakka. Tapi Cakka nggak segitunya diam kayak Shilla.

“Alah, lo nggak usah bohong. Bilang aja lo malu ketangkap basah sama gue, ya kan?” Balas Ify membela dirinya.

Di sampingnya, Dea tersenyum melihat cewek yang setiap harinya sering ia bully dan ia ejek. Namun cewek itu nggak marah. Cewek itu malah sabar. Tapi ternyata cewek itu berani juga ya sama Rio.

“Kalo iya kenapa?” Tanya Rio yang menyebabkan Ify terdiam.

Tuh cowok kenapa sih? Kenapa hidup gue selalu dihantui oleh cowok itu? Oke-oke! Ini akhir dari segalanya. Ini terakhir kalinya gue ngeladenin cowok aneh itu. Ucap Ify dalam hati.

“Terserah.” Kata Ify lalu pergi meninggalkan tempatnya disusul Sivia dan Shilla.

Melihat sasarannya pergi dan kesal, Rio terkekeh. Senang rasanya bisa membuat hati cewek bernama Ify itu menjadi kesal dan ia nggak bisa berhenti untuk tertawa sampai perutnya sakit.

“Rio kenal cewek itu?” Tanya Dea.

“Oh, hehe.. Iya.. Gue kenal baik dengannya. Eh, maksud gue keluarganya. Almarhum nyokap gue kenal baik dengan nyokapnya.” Jelas Rio.

Dea kaget mendengarnya. Jadi, Rio udah nggak punya Ibu lagi?

“Jangan kaget. Sudah lama nyokap gue meninggal karena penyakit kankernya.” Kata Rio tanpa mengeluarkan ekspresi kesedihan.

“Oh, maaf kalo gitu.” Lirih Dea.

***

Tatapannya entah kemana. Cowok itu duduk bersila di luar gerbang sekolahnya. Ada tempat duduk disana dan ia merasa nyaman duduk disana. Sejak tadi, cewek-cewek pada menyapanya. Namun, ia tidak mempedulikan sapaan cewek-cewek itu. Cowok itu kini sendiri dan entah menunggu siapa.

Sejam yang lalu bunyi bel pulang. Sahabat-sahabatnya menyuruhnya pulang. Tapi ia menolak. Cowok itu seperti menunggu sesuatu yang nggak pasti kapan datangnya.

“Meski kata orang gue itu cowok perfect, nasib gue nggak sebahagia nasib mereka.” Kata cowok itu sedih. “Gue iri dengan mereka.” Lanjutnya meratapi nasib malangnya.

Dari kejauhan, ia melihat seorang nenek tua yang memapah suaminya dengan teliti dan pelan-pelan agar suaminya itu nggak jatuh. Cowok itu tersenyum sedih. Betapa bahagianya hati sang kakek itu mendapat perlakuan manis dari sang istri yang penuh dengan cinta.

Cinta? Apa itu?

“Hei! Lo nggak pulang?” Tanya seseorang dari belakang.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar