expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 10 April 2015

One Hope ( Part 10 )



Part 10

.

.

.

Kira-kira sekitar pukul delapan malam Rio pulang ke rumahnya karena melihat Ify yang sudah tertidur lelap. Sebenarnya, Rio nggak tega meninggalkan gadis itu sendiri. Tapi semoga Ayah gadis itu cepat pulang agar Ify nggak sendirian di rumah.

Bisa ditebak, Sonia-sepupu Rio-langsung memarahi adiknya itu. Sudah berkali-kali ia menelpon Rio tapi nggak diangkat sama Rio. Hampir tiga tahun Sonia tinggal di rumah Rio karena ia ingin sekali kuliah di Jakarta. Sekarang Sonia kuliah di semester empat.

“Kamu ini! Kok nggak bilang-bilang kalo pulang malam? Kamu ngapain aja? Ini bukan malam minggu!” Kata Sonia.

“Hehe.. Sorry mbak. Ohya, Papa mana?” Tanya Rio.

Sonia melirik ke arah ruang keluarga. Sepertinya Ayah sedang menonton Televisi. Rio pun berjalan mendekati Ayahnya yang sudah berkepala empat. Ayah tersenyum hangat melihat kedatangan anak sematawayangnya itu.

“Pa..” Kata Rio pelan.

Harry-Ayah Rio-menoleh ke Rio. “Ada apa? Kamu nggak lagi menjaga Dea?” Tanyanya.

Yang ditanya menggeleng. “Dea sudah tau penyakitnya dan dia nggak mau merepotkan orang. Termasuk Rio. Akhirnya, Rio nggak perlu lagi menjaga Dea. Tapi Rio harus selalu mengamatinya dari jauh. Barangkali dia butuh bantuan Rio.” Ucapnya. Tiba-tiba Rio teringat kejadian beberapa bulan yang lalu. Kecelakaan yang membuatnya membantu gadis yang bernama Dea itu.

“Terus, bagaimana dengan putri Pak Adi? Dan, bagaimana kabar Pak Adi?” Tanya Harry.

Rio tersenyum sedih. “Kondisi om Adi semakin buruk. Kasian putrinya. Dia sudah kehilangan Ibunya. Kalo sampai om Adi meninggal gimana Pa? Rio nggak tega melihat putri om Adi menangis.” Ucapnya.

“Iya Rio. Papa juga sedih. Tapi sudah menjadi tugasmu untuk menjaga putri Pak Adi. Kamulah satu-satunya harapan bagi Pak Adi untuk menjaga putrinya. Kamu siap kan Rio untuk menjaganya?”

Mendengar pertanyaan dari Ayah, Rio terdiam. Ia nggak bisa menjawab. “Tapi.. Kenapa harus Rio? Kenapa nggak orang lain saja?” Tanyanya tanpa menjawab pertanyaan Ayahnya.

Ayahnya tersenyum. “Hanya Tuhan dan Pak Adi saja yang tau. Kamu hanya menjalaninya saja. Ya sudah, sekarang kamu istirahat dulu. Tadi Papa lihat kakakmu itu marah-marah.”

Rio terkekeh. “Biasa kalo lagi dapet. Bawaannya marah-marah mulu.”

***

Pagi-pagi sekali Agni berangkat. Ia sudah nggak sabaran melihat Cakka menjalankan idenya kemarin malam. Idenya biasa aja sih. Nggak tau berhasil atau enggak. Asalkan dicoba dulu. Kalo nggak berhasil ya, konsekuensinya besar.

Akhirnya, Cakka datang juga diikuti oleh dua sahabatnya. Di samping kanan Cakka ada Rio dan di samping kiri Cakka ada Alvin. Cakka tersenyum senang melihat Agni seraya melambai-lambaikan tangan.

“Lo berdua duluan aja. Gue mau kesana dulu.” Kata Cakka meninggalkan Rio dan Alvin yang saling tatap menatap.

Setelah berbasa-basi dengan Agni, pembicaraan Cakka mulai serius. Murid-murid yang melihat Cakka dan Agni tampak berbisik-bisik. Ada apa dengan Cagni? Mengapa keduanya terlihat akrab?

“Ag, lo yakin dengan ide ini?” Tanya Cakka.

Agni mengangguk.

“Tapi.. Gue bingung mau milih siapa.” Kata Cakka.

“Masalah itu, lo pikirkan sendiri. Intinya, lo harus nyari satu cewek yang sangat menyukai lo. Lalu, lo jadikan pacar tuh cewek. Nah, lo harus menumbuhkan rasa cinta dan sayang ke cewek itu. Walau awalnya terasa aneh, lama-kelamaan menjadi biasa kok. Percayalah..” Jelas Agni.

Bagi Cakka, ide Agni ini sangat aneh, tapi masuk akal juga. Kalo kita dekat sama seseorang, pasti kita merasa menyayangi orang itu dan takut jika seseorang itu jauh di sisi kita. Cakka bingung. Ada banyak cewek yang menyukainya.

“Okelah. Thanks ya atas bantuan lo. Gue pergi dulu..” Kata Cakka meninggalkan Agni.

Dengan langkah lebar Cakka berlari menuju kelasnya. Tanpa ia sadari, Cakka menyenggol bahu seorang cewek yang kaget melihatnya. Cakka memberhentikan langkahnya dan meminta maaf pada cewek itu.

“Eh, sorry ya. Ada yang sakit?” Tanya Cakka.

Cewek itu nggak menjawab. Cewek itu kebingungan dengan apa yang terjadi saat ini. Ia ditabrak Cakka? Mimpikah? Merasa nggak dijawab, Cakka memilih untuk pergi. Tapi sebelumnya, Cakka meminta maaf lagi sama cewek itu.

“Sekali lagi sorry ya. Gue mau pergi dulu. Kalo ada apa-apa tinggal ke kelas gue aja.” Kata Cakka.

Sementara, cewek itu menjadi salah tingkah. Ia menyadari Cakka telah pergi tanpa sempat mendengarkan suaranya untuk menjawab pertanyaan Cakka. Entah mengapa, cewek itu berteriak memanggil nama ‘Cakka.’

“Kak Cakka!!!”

***

Untunglah hari ini ia tidak sial. Kemarin, ia terbangun dan Ayah sudah pulang. Ify nggak tau jam berapa Ayahnya pulang dan itu bukan masalahnya. Semoga hari ini adalah hari keberuntungan gue.. Harap Ify.

Seperti biasa. Murid-murid menertawai motor buntut Ayahnya. Tapi syukurlah nggak ada Tiga serangkai terutama Rio. Ohya, Ify juga nggak tau kapan Rio kembali ke rumahnya. Nasi goreng buatan Rio yang lezat kemarin membuatnya mengantuk. Jangan-jangan, memang benar nasi goreng itu ada racunnya! Tapi Ify merasa hari ini ia baik-baik saja.

Langkahnya terhenti saat ia melihat Cakka ngobrol dengan Agni. Wajah Cakka tampak ceria, begitu pula Agni. Ify cemburu melihat kedekatan mereka. Astaga Fy! Lo apaan sih? Agni kan Most Wanted Girl SMA Harapan sedangkan Cakka Most Wanted Boynya. Jelaslah mereka akrab. Sedangkan ia?

Setelah sampai di kelas, Ify berjalan menuju bangkunya. Sivia belum datang. Mungkin anak itu lagi otw. Karena nggak ada kerjaan, Ify membuka buku Kimianya dan mencoba mengerjakan soal-soal latihan. Hmmm.. Ternyata susah juga.

Sepuluh menit berlalu. Sivia belum datang juga. Apa jangan-jangan Sivia terlambat? Nggak mungkin! Sivia jarang terlambat walau datangnya nggak bisa dikatakan pagi. Ya palingan jam tujuh kurang Sivia sudah sampai di sekolah.

“Duh, gue mau BAK aja deh.” Kata Ify lalu cepat-cepat pergi menuju toilet.

Cewek itu nggak sengaja berpapasan dengan Shilla yang sedang tertawa dengan Zarra Girls, tapi nggak ada Agni disana. Yaiyalah, Agni kan lagi ngobrol sama Cakka. Apa sekarang Shilla telah bergabung di Zarra Girls dan menggantikan Dea?

Ify teringat cerita Rio kemarin tentang Dea dan penyakitnya. Kasihan sekali Dea. Apa penyakit itu nggak bisa disembuhkan?

Setelah keluar dari toilet, Ify berjalan dengan langkah kaki yang cepat karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Dari arah yang sama, tiba-tiba saja pundaknya ditabrak oleh seseorang. Ify memberhentikan langkahnya sambil menahan rasa sakit. Siapa sih tuh orang? Kok kasar banget? Batinnya kesal. Jangan-jangan Rio lagi!

Saat Ify menyadari siapa cowok yang menabraknya, ia langsung kaget. Mimpikah ini? Cowok itu sepertinya merasa bersalah dan meminta maaf dengannya.

“Eh, sorry ya. Ada yang sakit?”

Suaranya begitu lembut dan manis. Ify bingung harus menjawab apa. Detakan jantungnya nggak beraturan dan cepat. Keringat dinginnya mulai membasahi wajahnya yang gugup. Oh Tuhan! Bantulah hamba-Mu ini!

“Sekali lagi sorry ya. Gue mau pergi dulu. Kalo ada apa-apa tinggal ke kelas gue aja.”

Ya, cowok itu adalah Cakka. Sayangnya, Cakka memilih pergi karena nggak direspon olehnya. Ify jadi salah tingkah. Fy! Apa-apaan sih lo? Seharusnya lo ngomong kek! Akhirnya, Ify memberanikan diri berbicara, larat, berteriak.

“Kak Cakka!!!”

Merasa dipanggil, Cakka menoleh kebelakang dan mendapati Ify yang cepat-cepat membekap mulutnya dengan tangannya. Cakka tertawa. Cewek itu lucu juga. Cakka pun mendekati cewek itu.

“Hai! Ada apa?” Tanyanya ramah.

Sebisa mungkin Ify bersikap biasa seolah dihadapannya ini bukan Cakka. Tapi, apa ia bisa? Sedangkan wajahnya semakin gugup saja. Ayolah Fy! Bicara! Bicara!

“Ng.. Nggak ada deh.” Kata Ify akhirnya. Sial!

KRING !!!

Bel masuk berbunyi. Semua murid berlari menuju kelas masing-masing. Ify nggak yakin di kelas nanti ada Sivia. Mungkin saja hari ini Sivia nggak masuk sekolah. Karena sakit mungkin.

“Udah bel. Gue balik dulu ya. Bye!” Kata Cakka.

Ify terdiam sambil melihat kepergian Cakka. Senyumannya pun mengembang. Cakka.. Sebuah nama yang selalu menciptakan debaran dahsyat di jantungnya.

Kak Cakka...

***

Cakka sampai di kelas. Cepat-cepat ia berlari menuju bangkunya. Cakka sempat melihat Rio yang sedang melamun. Nggak tau lamunin apa.

“Yo..” Tegur Cakka yang membuat Rio kaget.

“Eh iya.. iya.. Ada apa? Tadi lo ngapain sama Ify?” Tanyanya.

Ify? Batin Cakka bingung.

“Oh, ngg.. Lo duduk aja sana. Kasian Alvin sibuk pelajarin matematika karena jam pertama ada ulangan.” Kata Rio.

Aneh! Sikap Rio lain dari biasanya. Dan Ify? Siapa Ify? Mengapa tadi Rio bertanya kalo ia sedang apa tadi sama Ify? Ify.. Jangan-jangan, cewek tadi itu Ify!

“Yo.. Ify itu teman lo? Dia pake kacamata kan?” Tanya Cakka. Ia hafal betul kalo cewek yang tadi tak sengaja ia tabrak memakai kacamata.

“Hah? I.. Iya.. Ify naksir lo.” Jawab Rio.

Tadi, Rio nggak sengaja melihat Cakka dan Ify berbicara. Disana, Ify terlihat sangat gugup. Rio yakin, gadis itu sangat menyukai Cakka dan berharap menjadi kekasih Cakka. Karena itulah Ify meminta bantuannya agar Ify bisa dekat dengan Cakka.

Tiba-tiba, Cakka mendapatkan sebuah ide cemerlang. Yang ada hubungannya dengan gadis bernama Ify tadi.

***

Tuh kan benar! Hari ini Sivia nggak masuk. Surat Sivia baru saja diantar. Ify jadi kesepian. Teman-temannya yang lain nggak ada yang mau mengajaknya ngobrol. Apa sebegitu buruknya kah ia sehingga tak ada satupun yang mau mengajaknya ngobrol ataupun pergi ke kantin?

Terpaksa, Ify pergi ke kantin sendirian. Untunglah ia punya sedikit uang untuk membeli makanan di kantin. Saat ia melewati kelas 2IPS-3, nggak sengaja ia bertatap muka dengan Dea. Bisa ia lihat wajah Dea yang pucat.

Sekarang kak Dea bukan anggota Zarra Girls lagi. Kedudukan kak Dea diganti oleh Shilla. Shilla.. Selama ini dia berbohong ke gue! Ternyata, Shilla bukanlah sahabat gue! Tapi gue nggak punya hak untuk melarangnya.

Waktu berjalan begitu cepat. Hari ini Ify benar-benar kesepian. Dengan sabarnya, ia menunggu kedatangan Ayahnya. Ify yakin sekali Ayahnya itu ngaret dan jemputnya lama banget. Ya begitulah orang yang sok sibuk!

“Via.. Kenapa sih lo nggak masuk? Lo kenapa sakit? Apa karena ucapan Shilla kemarin lo jadi sakit?” Tanya Ify.

Ify tau sahabatnya itu menyukai Alvin. Namun, Shilla juga menyukai Alvin dan mengejek kalo Sivia nggak pantas jadi ceweknya Alvin. Ohya, hari ini Shilla telah berubah. Gadis pendiam itu berubah menjadi seorang bidadari cantik yang langsung menggemparkan sekolah. Ify takut jika seandainya Alvin menyukai Shilla walau nyatanya Alvin sudah memiliki pacar.

Dari arah belakang, tiba-tiba kedua matanya ditutup oleh kain. Tentu saja Ify kaget. Ingin sekali ia berteriak. Ditambah lagi kacamatanya yang nggak tau terlempar kemana. Tapi saking takutnya, ia bingung bagaimana cara berteriak. Ify hanya bisa pasrah saja ditarik paksa oleh seseorang.

“Lo harus ikut gue!” Bentak suara dingin itu yang tadi menutup matanya menggunakan kain.

Lho? Suara itu kan....

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar