Part
16
.
.
.
Semuanya
tampak tegang. Maylaf, Ibunda Dea sedaritadi terus berdo’a demi keselamatan
putrinya. Kejadian kecelakaan yang terjadi begitu saja membuat putrinya
terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Keluarganya satu persatu mulai
berdatangan.
Beberapa
menit kemudian, seorang dokter berkepala botak keluar dari ruangannya dengan
wajah yang sangat serius. Maylaf semakin pucat dan takut. Dengan jantung yang
berdebar-debar ia berjalan mengikuti dokter itu.
“Maaf
dok. Apa yang terjadi dengan anak saya?” Tanya Maylaf.
Dokter
itu menghela nafas panjang. “Anak ibu terkena penyakit hemophilia yaitu darah
yang sukar membeku. Penyakit ini baru diketahui beberapa menit yang lalu saat
perawat tidak bisa menahan darah anak anda supaya tidak keluar banyak.” Jelas
dokter itu.
Maylaf
semakin tegang. Wajahnya semakin pucat. Darah… Hatinya teramat sakit
mengingatnya. Ada suatu rahasia yang selama ini ia dan suaminya pendam. Yaitu
mengenai Dead an siapa sebenarnya Dea itu.
“Parahnya,
darah anak ibu AB resesif. Itu adalah darah langka. Saat ini pihak rumah sakit
berusaha mencari golongan darah AB resesif agar anak Ibu selamat. Atau mungkin
Ibu dan suami ibu bergolongan darah AB? ” Kata Dokter.
Maylaf
tidak menjawab pertanyaan dokter itu. Secepat mungkin ia berlari dan menemui
suaminya. Air matanya menetes deras membahasi pipinya.
“Mas,
Dea bukan anak kita.. Bukan..” Lirihnya.
Ya,
Dea memang bukan anak kandungnya. Pertama kali Maylaf menemukan Dea sewaktu
mereka berkunjung ke panti asuhan. Karena kasian dengan bayi mungil itu, Maflaf
dan suaminya memutuskan mengambil Dea sebagai anak mereka. Sampai saat ini.
“Sabar.
Secepat mungkin kita akan menemukan golongan darah AB.” Kata suaminya
menenangkan istrinya.
Seorang
cowok kira-kira berusia enam belas tahun memandangi sepasang suami istri yang
sepertinya tengah membutuhkan pertolongan. Cowok berwajah tampan itu berjalan
mendekati sepasang suami istri itu.
“Maaf
tan, ada yang bisa saya bantu?” Tanya cowok itu sesopan mungkin.
“Kamu
siapa?” Tanya Maylaf.
“Nama
saya Rio, tan.” Jawab cowok itu.
“Rio..
Bisa tidak kamu mencarikan siapa saja yang memiliki golongan darah AB resesif
di rumah sakit ini. Karena anak saya sedang kritis dan darahnya hampir mau
habis.”
Tentu
saja Rio tau kalo wanita yang di hadapannya ini sangat membutuhkan bantuan
dengan segera. Dan siapapun tau kalo golongan darah AB resesif sangat langka.
“Saya
bisa membantu tante. Ambil saja darah saya.” Kata Rio.
Awalnya
Maylaf nggak percaya dan hanya menganggap ucapan cowok itu adalah candaan. Tapi
melihat wajah seriusnya, Maylaf jadi percaya dan sadar bahwa Rio adalah
malaikat penyelamat putrinya. Ya, Dea walau nyatanya bukan anak kandungnya.
“Te..
Terimakasih..” Lirihnya.
***
Air matanya menetes deras membahasi pipinya. Ya, Dea
menangis bersamaan darah segar yang keluar dari tangan kanannya. Setelah ia
mengingat semua itu, dan setelah ia sadar kalo ia tidak tau siapa orang tuanya,
ia merasa hidupnya sudah tidak berguna lagi.
“Hiks.. Mama jahat! Mama jahat! Teganya Mama
membohongi Dea selama ini!” Tangisnya.
Dea teringat Rio, sang penyelamat hidupnya. Ia yakin
sekali jika waktu itu Rio nggak ada, tentu saja sekarang ini ia nggak ada di
dunia lagi. Kesimpulannya, Rio sangat berarti dan penting untuknya. Ia paham
mengapa setiap harinya Rio selalu menjaganya dari jarak dekat maupun jarak jauh
dan selalu mengkhawatirkannya.
“Hiks.. Ma.. Maafin Dea Yo.. Maafin karena Dea harus
mati sekarang. Dea udah nggak kuat lagi. Terimakasih karena telah membantu
Dea…”
Dan… Kedua matanya pun tertutup.
Untuk selamanya.
***
Berita kematian seorang gadis yang bernama Dea sudah
sampai di telinga Rio. Rio kaget setengah mati saat menerima kabar kalau Dea
meninggal karena kehabisan darah. Rio sangat menyesal karena ia tidak bisa
membantu Dea.
“Tan, maafin Rio karena Rio terlambat bantu Dea.”
Kata Rio dengan penuh penyesalan.
Disampingnya, Maylaf mengelus punggung sedih Rio.
Wanita itu tersenyum walau hatinya sangat sedih. Dea memang bukan anak
kandungnya tetapi ia sudah menganggap Dea sebagai anak kandungnya sendiri.
“Sekarang Rio tau kalau Dea bukan anak kandung
tante.” Kata Rio.
Di pemakaman yang mulai sepi ini, Rio mencium batu
nisan Dea dengan hati yang teramat sedih. Ia memang tidak mencintai Dea, tapi
ia merasa wajib untuk menjaga malaikat kecil bernama Dea itu. Sampai kapanpun.
“Sebaiknya kita pulang. Sebentar lagi mau magrib.”
Kata Maylaf dan Rio mengangguk walau rasanya berat meninggalkan pemakaman itu.
Semoga
lo tenang disana…
***
“Fy..”
Belakang-belakangan ini Sivia lebih suka murung.
Bicara dengan Ify pun jarang. Siapa lagi kalo bukan karena Alvin? Cowok yang
telah mencuri hatinya dan kini ia tidak bisa meraih Alvin karena Alvin sudah
jadian dengan seorang gadis cantik bernama Shilla.
Shilla. Adalah mantan sahabatnya. Sivia memang nggak
tau kapan dan bagaimana Alvin dan Shilla bisa menjadi sepasang kekasih.
Setaunya, sudah ada gossip yang mengatakan kalau Alvin dan Shilla jadian.
“Udahalah Vi, jangan nangis.” Kata Ify.
Sama halnya dengan Ify. Gadis itu tidak seceria
seperti dulu. Hidupnya mulai berubah saat ia menemukan sebuah surat misterius.
Dan ketika Cakka jarang menemuinya. Apakah hubungannya dengan Cakka telah
berakhir?
“Iya. Gue tau gue nggak pantes jadi pacar kak
Alvin.” Kata Sivia.
Tiba-tiba, seorang gadis datang mendekati mereka.
Shilla gadis itu. Ia tersenyum lebar menyapa Ify dan Sivia.
“Hello good morning! Kok kalian pada lemes?” Sapa
Shilla.
Ify mengangkat kepala. Ia merasa heran dengan
Shilla. Tumben Shilla menjadi ramah seperti ini. Apa karena Alvin yang telah
mengubahnya menjadi baik kayak gini?
“Fy, gimana hubungan lo sama kak Cakka? Baik-baik
aja kan?” Tanya Shilla.
Kali ini Sivia yang bicara. Tampaknya gadis itu
nggak suka akan kehadiran Shilla di tempat ini. “Lo jangan tanya gitu sama
sahabat gue! Lebih baik lo urusin noh pacar tercinta lo dan jangan ganggu
kami!” Bentaknya.
Baik Shilla maupun Ify sama-sama kaget. Shilla
melihat sejuta kesedihan terlukis di wajah Sivia. Shilla baru sadar kalau
ternyata Sivia sangat menyukai Alvin.
“Gue tau lo suka Alvin. But now, he is my mine and
not yours. Masih banyak cowok lain di luar sana.” Jelas Shilla.
Sivia menatap tajam Shilla. “Ya! Cewek kayak gue
nggak pantas jadi pacar kak Alvin!” Ucapnya.
Untungnya, seorang guru masuk ke dalam kelas X.3 dan
semua murid pun diam. Shilla kembali ke tempat asalnya. Sesekali ia melirik
wajah Sivia yang sangat menyedihkan.
Gue
nggak tega melihat wajah sedih itu… Batinnya.
***
Sejak kematian Dea, Rio lebih suka menyendiri. Alvin
dan Cakka berusaha untuk membuatnya tertawa. Tersenyum pun itu sudah termasuk
hal yang hebat. Tapi sayangnya baik Cakka maupun Alvin nggak bisa membuat Rio
tersenyum.
“Yo, sebenarnya lo itu suka nggak sih sama Dea?”
Tanya Alvin.
Ketiganya kini sedang berada di rumah Cakka. Mumpung
rumah Cakka saat ini lagi sepi, jadi Cakka bebas melakukan apa aja di rumah.
Eit, tapi melakukan kegiatan positif lho bukan yang negatif.
“Lo juga bagaimana sama Ify?” Rio balik nanya.
Mendengar Rio mengucapkan nama ‘Ify’, wajah Cakka
berubah menjadi pucat. Saat ini hubungannya dengan Ify sedang tidak jelas. Tapi
ia pernah mendengar gossip kalau ia dan Ify sudah putus. Bagaimana jika Ify tau
tentang gossip itu? Tentu hatinya sakit.
“Sebaiknya, kalo lo nggak mencintai Ify, lebih baik
lo putusin dia aja.” Kata Rio.
Kalimat itu sudah sering diucapkan oleh Agni, dan ia
tidak pernah membuat ucapan itu menjadi sebuah kenyataan. Selalu saja ada hal
yang membuatnya enggan memutusi Ify. Antara lain karena ia takut membuat Ify
sakit dan menangis.
“Gue nggak berani memutusinya.” Kata Cakka.
Kali ini giliran Alvin yang bicara, “Kalo lo berani
nembak dia, seharusnya lo berani juga dong mutusin dia.”
Apa
gue pantas disebut sebagai seorang pengecut? Batin Cakka.
Sudah lama ia tidak melihat wajah Ify dan ia sama sekali nggak pernah meng-sms
Ify hanya untuk menanyakan kabarnya saja. Oh
ayolah Kka, semua ini harus diakhiri. Bisa tidak bisa, lo harus bisa!
“Yo, Vin, sebisa mungkin gue hadirkan perasaan cinta
buat Ify. Tapi sayangnya gue nggak bisa. Gue gagal.”
“Itu karena Ify bukanlah orang yang tepat buat lo
cintai!” Kata Alvin.
Cakka melirik ke arah Alvin. “Mungkin.” Ucapnya.
Cowok itu pun memilih untuk menyendiri. Sambil
membawa gitar, Cakka memainkan gitarnya dengan asal sehingga menghasilkan suara
yang membuat Rio dan Alvin menjadi tidak nyaman.
“Yo, lo masih mikirin Dea?” Tanya Alvin hati-hati.
Rio bingung mau menjawab apa. “Gue nggak tau. Yang
jelas gue sudah ikhlas relain dia pergi.”
“Kalau begitu, hal apa yang membuat lo kusut kayak
gini?”
Saat ini, Rio juga bingung mengapa dirinya bisa
seperti ini. Mengenai apa yang ia pikirkan, ia sendiri juga tidak tau. Intinya,
ia sedang berhadapan dengan sebuah masalah besar yang tidak bisa ia hadapi dan
ia lebih memilih menjadi seorang yang pendiam seperti ini.
“Ify?” Tebak Alvin.
“Ada apa dengan Ify?” Tanya Rio.
“Lo.. Apa lo suka sama Ify?”
Yang ditanya nggak menjawab. Apa gue harus jujur? Apa gue harus menceritakan sebagian kisah hidup
gue yang tidak diketahui Alvin maupun Cakka? Apa gue harus menceritakannya
sekarang?
“Gue nggak bisa cerita sekarang. Mungkin suatu hari
nanti lo akan tau.” Kata Rio akhirnya.
Alvin tersenyum mendengar jawaban Rio. Rio suka Ify? Tiba-tiba ia teringat
dengan Shilla yang kini menjadi kekasihnya. Awalnya, Alvin bingung dengan
perasaannya saat meninggalnya Zevana dan menemukan Shilla yang sedang dalam
keadaan mengenaskan. Namun, senyum manis Shilla menjawab segalanya. Dan ia
berani mengakui kalau sebenarnya ia mencintai Shilla.
***
Belakang-belakangan ini Ify mulai merasakan hal-hal
aneh. Surat misterius itu masih ia simpan dan ia ingat. Gadis itu duduk di
tempat tidurnya dan membuka sedikit jendela kamarnya agar udara di dalam
kamarnya tertukar dengan udara yang ada di luar.
Sudah
hampir tengah malam dan Ayah belum juga pulang, batin
Ify. Memang, Ayahnya jarang pulang dan jarang mengurusinya. Ia merasa seperti
seorang anak yang dilantarkan oleh Ayahnya sendiri. Itu membuat Ify semakin
tidak suka dengan Ayahnya yang baginya merupakan manusia terpelit di dunia.
Satu hal yang ia tau tentang Ayahnya. Ify tidak
sengaja menemukan jutaan uang yang disimpan di lemari Ayahnya. Ketika ia
melihat uang itu, ia tersenyum sinis. Seharusnya uang itu di gunakan untuk hal
yang berguna dan bukan untuk di simpan seperti itu.
Dan sampai sekarang ia belum dibelikan hanphone oleh
Ayahnya. Tapi tak apa. Ify sudah bisa menerima semua sikap kikir Ayahnya yang
sok miskin tapi aslinya adalah seseorang yang kaya, bahkan sangat kaya.
Tiba-tiba Ify teringat dengan Cakka. Apakah
hubungannya dengan Cakka masih dikatakan sebagai sebuah hubungan atau sudah
berakhir? Ify terlalu sedih jika ia mengingat Cakka dan hubungan nggak jelasnya
dengan Cakka. Namun Ify bisa menyimpulkan kalau sebenarnya Cakka sama sekali
nggak mencintainya.
Ketika Ify hendak membalikkan badan, ia tidak
sengaja menyenggol gelas yang ada di atas meja belajarnya. Gelas itu pecah dan
membuatnya kaget. Nggak tau kenapa, bulu kuduknya menjadi merinding. Perasaan
aneh itu menyelinap ke dalam tubuhnya.
Apa
sebenarnya yang terjadi? Tanyanya dalam hati.
Dan…. Pintu kamarnya pun di buka dan jawaban itu
sudah ada di depan matanya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar