expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 10 April 2015

One Hope ( Part 16 )



Part 16

.

.

.

Semuanya tampak tegang. Maylaf, Ibunda Dea sedaritadi terus berdo’a demi keselamatan putrinya. Kejadian kecelakaan yang terjadi begitu saja membuat putrinya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Keluarganya satu persatu mulai berdatangan.

Beberapa menit kemudian, seorang dokter berkepala botak keluar dari ruangannya dengan wajah yang sangat serius. Maylaf semakin pucat dan takut. Dengan jantung yang berdebar-debar ia berjalan mengikuti dokter itu.

“Maaf dok. Apa yang terjadi dengan anak saya?” Tanya Maylaf.

Dokter itu menghela nafas panjang. “Anak ibu terkena penyakit hemophilia yaitu darah yang sukar membeku. Penyakit ini baru diketahui beberapa menit yang lalu saat perawat tidak bisa menahan darah anak anda supaya tidak keluar banyak.” Jelas dokter itu.

Maylaf semakin tegang. Wajahnya semakin pucat. Darah… Hatinya teramat sakit mengingatnya. Ada suatu rahasia yang selama ini ia dan suaminya pendam. Yaitu mengenai Dead an siapa sebenarnya Dea itu.

“Parahnya, darah anak ibu AB resesif. Itu adalah darah langka. Saat ini pihak rumah sakit berusaha mencari golongan darah AB resesif agar anak Ibu selamat. Atau mungkin Ibu dan suami ibu bergolongan darah AB? ” Kata Dokter.

Maylaf tidak menjawab pertanyaan dokter itu. Secepat mungkin ia berlari dan menemui suaminya. Air matanya menetes deras membahasi pipinya.

“Mas, Dea bukan anak kita.. Bukan..” Lirihnya.

Ya, Dea memang bukan anak kandungnya. Pertama kali Maylaf menemukan Dea sewaktu mereka berkunjung ke panti asuhan. Karena kasian dengan bayi mungil itu, Maflaf dan suaminya memutuskan mengambil Dea sebagai anak mereka. Sampai saat ini.

“Sabar. Secepat mungkin kita akan menemukan golongan darah AB.” Kata suaminya menenangkan istrinya.

Seorang cowok kira-kira berusia enam belas tahun memandangi sepasang suami istri yang sepertinya tengah membutuhkan pertolongan. Cowok berwajah tampan itu berjalan mendekati sepasang suami istri itu.

“Maaf tan, ada yang bisa saya bantu?” Tanya cowok itu sesopan mungkin.

“Kamu siapa?” Tanya Maylaf.

“Nama saya Rio, tan.” Jawab cowok itu.

“Rio.. Bisa tidak kamu mencarikan siapa saja yang memiliki golongan darah AB resesif di rumah sakit ini. Karena anak saya sedang kritis dan darahnya hampir mau habis.”

Tentu saja Rio tau kalo wanita yang di hadapannya ini sangat membutuhkan bantuan dengan segera. Dan siapapun tau kalo golongan darah AB resesif sangat langka.

“Saya bisa membantu tante. Ambil saja darah saya.” Kata Rio.

Awalnya Maylaf nggak percaya dan hanya menganggap ucapan cowok itu adalah candaan. Tapi melihat wajah seriusnya, Maylaf jadi percaya dan sadar bahwa Rio adalah malaikat penyelamat putrinya. Ya, Dea walau nyatanya bukan anak kandungnya.

“Te.. Terimakasih..” Lirihnya.

***

Air matanya menetes deras membahasi pipinya. Ya, Dea menangis bersamaan darah segar yang keluar dari tangan kanannya. Setelah ia mengingat semua itu, dan setelah ia sadar kalo ia tidak tau siapa orang tuanya, ia merasa hidupnya sudah tidak berguna lagi.

“Hiks.. Mama jahat! Mama jahat! Teganya Mama membohongi Dea selama ini!” Tangisnya.

Dea teringat Rio, sang penyelamat hidupnya. Ia yakin sekali jika waktu itu Rio nggak ada, tentu saja sekarang ini ia nggak ada di dunia lagi. Kesimpulannya, Rio sangat berarti dan penting untuknya. Ia paham mengapa setiap harinya Rio selalu menjaganya dari jarak dekat maupun jarak jauh dan selalu mengkhawatirkannya.

“Hiks.. Ma.. Maafin Dea Yo.. Maafin karena Dea harus mati sekarang. Dea udah nggak kuat lagi. Terimakasih karena telah membantu Dea…”

Dan… Kedua matanya pun tertutup.

Untuk selamanya.

***

Berita kematian seorang gadis yang bernama Dea sudah sampai di telinga Rio. Rio kaget setengah mati saat menerima kabar kalau Dea meninggal karena kehabisan darah. Rio sangat menyesal karena ia tidak bisa membantu Dea.

“Tan, maafin Rio karena Rio terlambat bantu Dea.” Kata Rio dengan penuh penyesalan.

Disampingnya, Maylaf mengelus punggung sedih Rio. Wanita itu tersenyum walau hatinya sangat sedih. Dea memang bukan anak kandungnya tetapi ia sudah menganggap Dea sebagai anak kandungnya sendiri.

“Sekarang Rio tau kalau Dea bukan anak kandung tante.” Kata Rio.

Di pemakaman yang mulai sepi ini, Rio mencium batu nisan Dea dengan hati yang teramat sedih. Ia memang tidak mencintai Dea, tapi ia merasa wajib untuk menjaga malaikat kecil bernama Dea itu. Sampai kapanpun.

“Sebaiknya kita pulang. Sebentar lagi mau magrib.” Kata Maylaf dan Rio mengangguk walau rasanya berat meninggalkan pemakaman itu.

Semoga lo tenang disana…

***

“Fy..”

Belakang-belakangan ini Sivia lebih suka murung. Bicara dengan Ify pun jarang. Siapa lagi kalo bukan karena Alvin? Cowok yang telah mencuri hatinya dan kini ia tidak bisa meraih Alvin karena Alvin sudah jadian dengan seorang gadis cantik bernama Shilla.

Shilla. Adalah mantan sahabatnya. Sivia memang nggak tau kapan dan bagaimana Alvin dan Shilla bisa menjadi sepasang kekasih. Setaunya, sudah ada gossip yang mengatakan kalau Alvin dan Shilla jadian.

“Udahalah Vi, jangan nangis.” Kata Ify.

Sama halnya dengan Ify. Gadis itu tidak seceria seperti dulu. Hidupnya mulai berubah saat ia menemukan sebuah surat misterius. Dan ketika Cakka jarang menemuinya. Apakah hubungannya dengan Cakka telah berakhir?

“Iya. Gue tau gue nggak pantes jadi pacar kak Alvin.” Kata Sivia.

Tiba-tiba, seorang gadis datang mendekati mereka. Shilla gadis itu. Ia tersenyum lebar menyapa Ify dan Sivia.

“Hello good morning! Kok kalian pada lemes?” Sapa Shilla.

Ify mengangkat kepala. Ia merasa heran dengan Shilla. Tumben Shilla menjadi ramah seperti ini. Apa karena Alvin yang telah mengubahnya menjadi baik kayak gini?

“Fy, gimana hubungan lo sama kak Cakka? Baik-baik aja kan?” Tanya Shilla.

Kali ini Sivia yang bicara. Tampaknya gadis itu nggak suka akan kehadiran Shilla di tempat ini. “Lo jangan tanya gitu sama sahabat gue! Lebih baik lo urusin noh pacar tercinta lo dan jangan ganggu kami!” Bentaknya.

Baik Shilla maupun Ify sama-sama kaget. Shilla melihat sejuta kesedihan terlukis di wajah Sivia. Shilla baru sadar kalau ternyata Sivia sangat menyukai Alvin.

“Gue tau lo suka Alvin. But now, he is my mine and not yours. Masih banyak cowok lain di luar sana.” Jelas Shilla.

Sivia menatap tajam Shilla. “Ya! Cewek kayak gue nggak pantas jadi pacar kak Alvin!” Ucapnya.

Untungnya, seorang guru masuk ke dalam kelas X.3 dan semua murid pun diam. Shilla kembali ke tempat asalnya. Sesekali ia melirik wajah Sivia yang sangat menyedihkan.

Gue nggak tega melihat wajah sedih itu… Batinnya.

***

Sejak kematian Dea, Rio lebih suka menyendiri. Alvin dan Cakka berusaha untuk membuatnya tertawa. Tersenyum pun itu sudah termasuk hal yang hebat. Tapi sayangnya baik Cakka maupun Alvin nggak bisa membuat Rio tersenyum.

“Yo, sebenarnya lo itu suka nggak sih sama Dea?” Tanya Alvin.

Ketiganya kini sedang berada di rumah Cakka. Mumpung rumah Cakka saat ini lagi sepi, jadi Cakka bebas melakukan apa aja di rumah. Eit, tapi melakukan kegiatan positif lho bukan yang negatif.

“Lo juga bagaimana sama Ify?” Rio balik nanya.

Mendengar Rio mengucapkan nama ‘Ify’, wajah Cakka berubah menjadi pucat. Saat ini hubungannya dengan Ify sedang tidak jelas. Tapi ia pernah mendengar gossip kalau ia dan Ify sudah putus. Bagaimana jika Ify tau tentang gossip itu? Tentu hatinya sakit.

“Sebaiknya, kalo lo nggak mencintai Ify, lebih baik lo putusin dia aja.” Kata Rio.

Kalimat itu sudah sering diucapkan oleh Agni, dan ia tidak pernah membuat ucapan itu menjadi sebuah kenyataan. Selalu saja ada hal yang membuatnya enggan memutusi Ify. Antara lain karena ia takut membuat Ify sakit dan menangis.

“Gue nggak berani memutusinya.” Kata Cakka.

Kali ini giliran Alvin yang bicara, “Kalo lo berani nembak dia, seharusnya lo berani juga dong mutusin dia.”

Apa gue pantas disebut sebagai seorang pengecut? Batin Cakka. Sudah lama ia tidak melihat wajah Ify dan ia sama sekali nggak pernah meng-sms Ify hanya untuk menanyakan kabarnya saja. Oh ayolah Kka, semua ini harus diakhiri. Bisa tidak bisa, lo harus bisa!

“Yo, Vin, sebisa mungkin gue hadirkan perasaan cinta buat Ify. Tapi sayangnya gue nggak bisa. Gue gagal.”

“Itu karena Ify bukanlah orang yang tepat buat lo cintai!” Kata Alvin.

Cakka melirik ke arah Alvin. “Mungkin.” Ucapnya.

Cowok itu pun memilih untuk menyendiri. Sambil membawa gitar, Cakka memainkan gitarnya dengan asal sehingga menghasilkan suara yang membuat Rio dan Alvin menjadi tidak nyaman.

“Yo, lo masih mikirin Dea?” Tanya Alvin hati-hati.

Rio bingung mau menjawab apa. “Gue nggak tau. Yang jelas gue sudah ikhlas relain dia pergi.”

“Kalau begitu, hal apa yang membuat lo kusut kayak gini?”

Saat ini, Rio juga bingung mengapa dirinya bisa seperti ini. Mengenai apa yang ia pikirkan, ia sendiri juga tidak tau. Intinya, ia sedang berhadapan dengan sebuah masalah besar yang tidak bisa ia hadapi dan ia lebih memilih menjadi seorang yang pendiam seperti ini.

“Ify?” Tebak Alvin.

“Ada apa dengan Ify?” Tanya Rio.

“Lo.. Apa lo suka sama Ify?”

Yang ditanya nggak menjawab. Apa gue harus jujur? Apa gue harus menceritakan sebagian kisah hidup gue yang tidak diketahui Alvin maupun Cakka? Apa gue harus menceritakannya sekarang?

“Gue nggak bisa cerita sekarang. Mungkin suatu hari nanti lo akan tau.” Kata Rio akhirnya.

Alvin tersenyum mendengar jawaban Rio. Rio suka Ify? Tiba-tiba ia teringat dengan Shilla yang kini menjadi kekasihnya. Awalnya, Alvin bingung dengan perasaannya saat meninggalnya Zevana dan menemukan Shilla yang sedang dalam keadaan mengenaskan. Namun, senyum manis Shilla menjawab segalanya. Dan ia berani mengakui kalau sebenarnya ia mencintai Shilla.

***

Belakang-belakangan ini Ify mulai merasakan hal-hal aneh. Surat misterius itu masih ia simpan dan ia ingat. Gadis itu duduk di tempat tidurnya dan membuka sedikit jendela kamarnya agar udara di dalam kamarnya tertukar dengan udara yang ada di luar.

Sudah hampir tengah malam dan Ayah belum juga pulang, batin Ify. Memang, Ayahnya jarang pulang dan jarang mengurusinya. Ia merasa seperti seorang anak yang dilantarkan oleh Ayahnya sendiri. Itu membuat Ify semakin tidak suka dengan Ayahnya yang baginya merupakan manusia terpelit di dunia.

Satu hal yang ia tau tentang Ayahnya. Ify tidak sengaja menemukan jutaan uang yang disimpan di lemari Ayahnya. Ketika ia melihat uang itu, ia tersenyum sinis. Seharusnya uang itu di gunakan untuk hal yang berguna dan bukan untuk di simpan seperti itu.

Dan sampai sekarang ia belum dibelikan hanphone oleh Ayahnya. Tapi tak apa. Ify sudah bisa menerima semua sikap kikir Ayahnya yang sok miskin tapi aslinya adalah seseorang yang kaya, bahkan sangat kaya.

Tiba-tiba Ify teringat dengan Cakka. Apakah hubungannya dengan Cakka masih dikatakan sebagai sebuah hubungan atau sudah berakhir? Ify terlalu sedih jika ia mengingat Cakka dan hubungan nggak jelasnya dengan Cakka. Namun Ify bisa menyimpulkan kalau sebenarnya Cakka sama sekali nggak mencintainya.

Ketika Ify hendak membalikkan badan, ia tidak sengaja menyenggol gelas yang ada di atas meja belajarnya. Gelas itu pecah dan membuatnya kaget. Nggak tau kenapa, bulu kuduknya menjadi merinding. Perasaan aneh itu menyelinap ke dalam tubuhnya.

Apa sebenarnya yang terjadi? Tanyanya dalam hati.

Dan…. Pintu kamarnya pun di buka dan jawaban itu sudah ada di depan matanya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar