expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 12 April 2015

All of Revenges ( Part 12 )



Part 12

.

Seketika itu juga dua teman Tamara mHannahpas Tay. Tay yang merasa sudah bebas cepat-cepat berlari menuju tempat Zayn dan Harry. Zayn kaget mendapati bibir Tay yang berdarah. Begitu pula dengan Harry. Lelaki itu berjalan mendekati Tamara.

“Kau apakan Tay?” Bentak Tay.

Tamara tersenyum sinis. “Jadi, kau mengenali gadis itu?” Tanyanya.

Harry tidak menjawab. Ingin sekali ia menghajar Tamara dan kedua temannya. Tapi mengingat Tamara adalah seorang gadis dan bukan seorang lelaki, Harry mengurungkan niatnya. Sementara Zayn, lelaki itu mengajak Tay untuk mengobati luka yang dialami Tay. Zayn mempunyai kotak p3k yang selalu ia simpan di mobilnya.

“Zayn! Biarkan aku yang mengobati Tay!” Teriak Harry.

Belum sempat Zayn menjawab, Tay langsung berbicara. “Tidak terimakasih. Ayo Zayn kita pergi!” Ucapnya lalu meninggalkan tempat itu.

Setelah kepergian Zayn dan Tay, Harry merasa tidak ikhlas melihat Zayn mengobati Tay. Seharusnya ia yang mengobatinya dan bukan Zayn. Tamara berjalan mendekati Harry sambil berkacak pinggang.

“Kau kenapa sayang? Mengapa kau lesu sekali?” Tanya Tamara.

Harry mengangkat kepalanya seraya menatap Tamara dengan penuh kebencian. “Aku tau semua akal licikmu. Pertama, kau mempengaruhi Ibuku agar kau bisa mendekatiku. Dan kedua, kau benci dengan Tay karena kau takut gadis itu dekat denganku. Iya bukan?”

Tamara berusaha menahan tawanya. “Aku tidak peduli kalau gadis itu dekat dengamu. Seharusnya gadis itu tau diri karena kau tidak single lagi. Tentu gadis itu tidak akan berani mendekatiku. Lagipula, gadis itu sudah memiliki kekasih. Pria tadi itu kekasihnya.” Ucapnya.

Harry menatap tajam Tamara. “Sekali lagi, kau bukan kekasihku!” Ucapnya lalu berlari menyusul Tay dan Zayn.

Setelah Harry pergi, Tamara tertawa diikuti kedua temannya. “Kita hampir berhasil. Sebentar lagi, lelaki itu akan menderita untuk selama-lamanya. Lihat saja nanti malam saat kau tertidur, aku akan memberimu kejutan yang sangat istimewa.” Ucapnya.

Sementara Harry, lelaki itu menemukan Tay dan Zayn yang sedang duduk di dekat mobil Zayn. Disana, Zayn tampak berhati-hati membersihkan luka Tay dan mengobatinya. Jujur, Harry cemburu melihat semua itu. Ditambah lagi penampilan Tay yang telah membuatnya untuk tidak berhenti merasakan sebuah perasaan yang dinamai cinta.

Satu hal yang Harry takutkan. Harry takut Tay mulai menyukai Zayn dan Zayn menyukai Tay. Setaunya, Zayn sudah putus dengan kekasihnya seminggu yang lalu dan kini Zayn dekat dengan Tay. Tay pun merasa nyaman dekat dengan Zayn. Harry mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ini yang kedua kalinya ia merasakan hal yang biasanya disebut cemburu. Pertama saat seusai pesta ulang tahun Hannah, saat Louis memohon pada Tay. Kedua pada saat inilah. Tapi perasaan cemburu itu harus dihapusnya karena Tay adalah adiknya sendiri dan ia tidak berhak menyukai Tay.

Sebenarnya, Harry ingin mendekati keduanya. Tapi Harry tidak memiliki keberanian yang besar. Ia hanya bisa tersenyum sedih memandangi pemandangan yang menyakitkan itu. Harry pun pergi meninggalkan tempat itu.

“Kau lihat, itu Harry. Mengapa dia pergi? Aku kira dia kemari.” Kata Zayn yang tidak sengaja melihat Harry.

“Biarkan saja. Aku tidak peduli.” Kata Tay. Lukanya sudah membaik dan Tay tidak bermaksud untuk membalas dendam. Ia tau perbuatannya ini salah dan ia berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.

“Kau membenci Harry?” Tanya Zayn.

Tay tidak menjawab pertanyaan Zayn. Gadis itu memilih untuk berdiri seraya meninggalkan Zayn tanpa mengucapkan kata ‘terimakasih’. Semenatara Zayn memandangi kepergian Tay sambil menggHannahng-gHannahngkan kepalanya.

***

Keajaiban datang menghadiri ruang rawat Louis. Lelaki itu terbangun dari tidurnya. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah Ibunya dan kakaknya. Louis tersenyum lemah menatap Ibunya dan kakaknya.

“Ma.. Maafkan aku..” Lirih Louis.

Ibunya berusaha untuk tersenyum. “Tidak apa-apa. Ibu tidak akan marah padamu karena kamu tidak mau memberitahukan penyakitmu pada Ibu.” Ucapnya.

Pintu kamar terbuka. Louis bisa melihat Liam dan Hannah datang mendekatinya. Hannah sudah membaik dan ia diperbolehkan untuk pulang. Namun gadis itu kembali merasakan sakit saat ia melihat Louis yang terbaring lemah di ranjang.

Hannah berjalan mendekati Louis. “Lou, R U alright?” Tanya Hannah.

“As you see.” Jawab Louis singkat.

Hannah berusaha menahan air matanya agar tidak turun membasahi pipinya. “Lou, aku berjanji akan merawatmu sampai kau sembuh. Setiap hari aku disini, disampingmu.” Ucapnya.

“Kau tidak perlu merawatku.” Kata Louis membantah. Namun Hannah tetap pada pendiriannya. “Tidak! Aku akan disini sampai kau sembuh. Percayalah Lou, aku yakin kau akan sembuh karena aku tidak sanggup melihatmu sakit.” Kata Hannah.

Louis tidak bisa membantah permintaan Hannah. Terpaksa ia mengangguk karena ia tidak mau berdebat dengan Hannah. “Terimakasih Lou.” Kata Hannah senang.

Di belakang, Liam tersenyum melihat adiknya yang sepertinya bahagia. Dan Louis, semoga lelaki itu mau membuka hatinya. Sedikit saja untuk Hannah.

Tiba-tiba, datang seorang gadis cantik yang memasuki kamar itu. Semuanya tertegun melihat gadis itu. Tay tersenyum melihat manusia-manusia yang sedang melongo melihat penampilan barunya.

“Tay!” Teriak Hannah girang. Gadis itu memeluk tubuh sahabatnya. Jujur, Hannah sangat merindukan Tay. “Tay! Aku tau kau mau berubah. Dan aku sangat merindukanmu.” Ucapnya.

“Hannah, niatku memang sudah bulat. Aku harus bisa menjadi seorang wanita yang sempurna dan bukan menjadi seorang laki-laki.” Kata Tay.

Setelah berpelukan, Hannah mengajak Tay berjalan mendekati Louis. Hal pertama yang dirasakan Tay saat melihat Louis terbaring lemah yaitu perasaan simpati. Namun Tay tidak mau menampilkannya.

“Bagaimana kabarmu?” Tanya Tay dingin sambil menatap Louis.

Louis berusaha untuk tersenyum. “Buruk. Sangat buruk.”Jawabnya.

Tay tersenyum sinis. Lalu ia mengajak Hannah keluar dari kamar rawat Louis. Awalnya Hannah menolak, namun karena paksaan dari Tay, Hannah pun menuruti ajakan Tay.

“Tay, kau masih membenci Louis?” Tanya Hannah.

Yang ditanya tidak menjawab. Tay mengajak Hannah berjalan keluar rumah sakit. Sialnya, mereka berpapasan dengan Harry.

“Louis sudah sadar.” Kata Hannah.

Harry memberhentikan langkahnya. “Ohya? Aku harap dia segera sembuh.” Ucapnya lalu pergi meningalkan Tay dan Hannah. Harry seperti cuek terhadap keduanya. Tay bisa merasakannya. Semenjak Harry pacaran dengan Tamara, sikap cuek mulai muncul pada diri Harry. Bukan, bukan cuek terhadap teman-temannya atau orang-orang terdekatnya. Melainkan cuek padanya.

“Tay, kau mau mengajakku kemana?” Tanya Hannah.

Tay tersadar. “Ng.. Aku tidak tau. Tapi aku ingin mengajakmu jalan-jalan hanya untuk melepas rindu. Ayo!” Ucapnya dan diangguki Hannah.

***

Selepas pulang dari rumah sakit, Harry memutuskan untuk makan dan langsung tidur karena tubuhnya sangat letih. Di ruang makan, Harry melihat Ibunya yang sedang tertawa dengan Tamara. Sikap Tamara pada Ibunya sangatlah berbeda. Tamara sangat baik pada Ibunya dan bersikap dewasa. Sedangkan jika Tamara bersamanya, Tamara adalah gadis yang sangat mengesalkan dan bersikap kekanak-kanakan.

Melihat kedatangan Harry, Ibunya tersenyum lebar. “Harry, cobalah sup lezat buatan Tamara. Kau pasti menyukainya.” Ucapnya.

Nafsu makan yang tadinya menggebu mendadak menghilang saat menyadari siapa si pembuat sup. Harry curiga dengan sup itu. Walau rasanya enak, tetapi sup itu mengandung racun yang mematikan. Karena itulah Harry tidak mau memakannya.

“Aku tidak lapar.” Kata Harry lalu masuk ke dalam kamarnya.

Ibunya menggHannahng-gHannahngkan kepala melihat kelakuan anaknya. “Harry memang begitu. Dia keras kepala.” Ucapnya.

Tamara tersenyum. “Tidak apa-apa. Aku yakin kalau aku bisa merubah sikap buruknya.” Ucapnya.

Sementara Harry, lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ingatannya kembali pada kejadian tadi. Pertama saat melihat Tamara menyiksa Tay, dan kedua saat Zayn mengobati luka Tay. Kini, hanya nama ‘Tay’ yang memenuhi pikirannya hingga ia pusing memikirkan semua itu. Mengapa selalu Tay yang hinggap dipikirannya?

“Tay, jika kau bukan adikku, aku berani mengatakan kalau aku… Kalau aku mencintaimu.” Kata Harry.

Akhirnya, selama bertahun-tahun, kalimat yang susah ia ucapkan akhirnya ia ucapkan, yaitu ‘Aku mencintaimu’. Terakhir ia mengucapkan kalimat itu saat ia masih duduk di bangku SMA. Harry ingat dengan Megan, mantan terakhirnya itu.

***

Akhirnya, selama bertahun-tahun, kalimat yang susah ia ucapkan akhirnya ia ucapkan, yaitu ‘Aku mencintaimu’. Terakhir ia mengucapkan kalimat itu saat ia masih duduk di bangku SMA. Harry ingat dengan Megan, mantan terakhirnya itu. Hubungannya dengan Megan berakhir karena ia dapat menyimpulkan bahwa Megan adalah gadis yang suka memainkan perasaan lelaki dan ia sudah terjebak dalam permainannya. Sejak itulah ia sulit untuk menemukan cinta barunya dan sulit untuk mengucapkan ‘Aku mencintaimu’ kepada seorang gadis.

Namun, ia salah mencintai seorang gadis. Gadis yang tidak lain adalah adiknya sendiri. Harry harus bisa menerima kenyataan bahwa ia tidak akan bisa hidup bersama Tay, meskipun dengan berbagai cara ia lakukan. Kalaupun Tay bukan adiknya, Tay tidak akan mau mencintainya karena mungkin Tay membencinya.

Harry yakin sebentar lagi Zayn akan menyatakan cinta pada Tay dan ia akan cemburu untuk selama-lamanya. Lelaki seperti Zayn memang beruntung. Hidup sederhana namun bahagia dan tanpa masalah. Zayn juga merupakan sosok dewasa dan calon Ayah yang berwibawa serta bertanggung jawab. Sedangkan ia? Harry mengakui kalau dirinya masih labil seperti anak remaja dan sulit baginya untuk bersikap dewasa.

Jam di kamarnya menunjukkan pukul Sembilan malam. Kedua matanya mulai diserang oleh kantuk. Harry pun tertidur tanpa mengisi sedikitpun makanan di malam ini. Tapi Harry tidak peduli. Yang paling penting adalah ia bisa tidur dengan nyenyak.

***

Pukul dua belas malam. Ya. Sampai detik ini Tay belum juga tertidur. Entah mengapa pikirannya tertuju pada Harry terus. Jujur, Tay ingin sekali menghubungi Harry. Tapi ia tidak berani, ditambah lagi waktu yang sudah malam dan Tay yakin Harry tengah tertidur pulas dan tidak mau diganggu oleh siapapun.

Perasaan tidak enaknya semakin bertambah. Tay merasa ada sesuatu yang terjadi dengan Harry. Sesuatu yang sangat berbahaya. Tay sampai tidak bisa memejamkan matanya. ‘Ada apa dengan Harry?’ Tanya Tay dalam hati.

Kedua pipinya yang ditampar oleh Tamara masih terasa sakit. Tadi, Hannah kaget melihat pipinya yang lebam dan disekitar mulutnya yang nampak jelas bekas-bekas darahnya. Tay menghela nafas panjang. Ia sudah tidak mempedulikan kejadian tadi. Terpenting, bagaimana keadaan Harry sekarang. Dan jujur saja, Tay sangat mengkhawatirkan Harry. Ia seperti tidak mau kehilangan lelaki itu dan ingin sekali lelaki itu berada disampingnya setiap saat.

“Apa aku.. Apa aku menyukai Harry?” Tanyanya.

Tay tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia memang menyukai Harry. Bisa dikatakan Harry adalah cinta pertamanya. Harrylah yang mengubah hidupnya. Harrylah yang membuat hidupnya menjadi berwarna.

“Tidak! Aku tidak mungkin menyukai kakakku sendiri!” Bantah Tay.

Jika saat ini siang hari, tentu saja Tay berani pergi menuju rumah Harry. Tapi sayangnya sekarang ini bukan siang hari, melainkan tengah malam. Jadi Tay hanya bisa bersabar menunggu datangnya sang surya yang terbit menyinari bumi.

Pertanyaannya, apa ia sanggup menunggu sampai esok?

***

Samar-samar bayangan hitam itu datang memasuki kamar seorang lelaki yang tengah tertidur pulas. Bayangan itu tidak lain adalah seorang gadis yang berwajah menyeramkan dengan pakaian serba hitam. Gadis itu berjalan mendekati lelaki yang tengah tertidur itu. Selimut yang dikenakan lelaki itu ia buka. Ternyata lelaki itu tidak memakai baju. Gadis itu tersenyum licik.

Pelan-pelan, gadis itu mengeluarkan sebuah suntikan berukuran sedang. Sebuah suntikan yang sangat mematikan bila disuntikkan pada tubuh manusia.

“Sayang, aku harus melakukannya. Kau pasti kaget dengan apa yang aku lakukan padamu? Dengar, aku datang kemari hanya ingin menghancurkan hidupmu yang teramat malang. Dan Ibumu, kau tidak tau kalau Ibumu sudah mati! Kau tau apa salahmu dan Ibumu dengan keluargaku? Sebenarnya Ibuku sangat membenci Ibumu karena suatu hal yang aku sendiri tidak tau. Tapi yang jelas ada hubungannya dengan Tom Richard yang tidak lain adalah Ayahmu. Aku ditugaskan untuk memusnahkanmu dari dunia ini dan kini aku tengah melakukannya. Maafkan aku sayang.. Aku akan memulainya dan kau jangan bangun dulu.” Kata gadis itu.

Dengan hati-hati, gadis itu mulai menyuntik lelaki itu. Tepatnya di lengan lelaki itu. Cukup lama dan tubuh lelaki itu bergerak, seperti sedang merasakan sebuah kesakitan. Setelah ia rasa cukup, gadis itu menghentikan suntikannya lalu gadis itu mencium kening lelaki itu.

“Kau lihat, aku telah melakukannya.” Kata gadis itu senang. Lalu ia memulai aksinya yang kedua. Yaitu bermain-main bersama tubuh lelaki itu.

***

Pagi yang sangat berbeda dengan pagi biasanya. Harry terbangun dengan sejuta perasaan aneh yang menyerang tubuhnya. Entah mengapa tubuhnya lemas sekali dan Harry sampai tidak sanggup untuk mengangkat sendiri tubuhnya. Harry merasa ada yang lain dengan dirinya.

“Damn!” Umpat Harry saat menyadari bahwa ia sedang telanjang dan tanpa mengenakan sedikitpun kain yang menutupi tubuhnya. Harry kaget bukan main. Apa yang terjadi dengan dirinya? Harry tau ulah siapa ini.

Setelah memakai pakaian, Harry berlari menuju kamar Tamara. Disana ia melihat gadis itu sedang tertidur pulas. Harry mendekati gadis itu. Gadis itu tampaknya baik-baik saja seperti tidak melakukan sebuah kesalahan. Harry memutuskan meninggalkan kamar Tamara dan berjalan menuju kamar Ibunya. Namun apa yang terjadi saat ia sampai di kamar Ibunya?

“IBUU!!” Teriak Harry menyadari Ibunya yang terbaring mengenaskan dengan mata yang melotot. Harry bersimpuh di samping Ibunya dan berusaha menahan air matanya.

“Apa yang terjadi dengan Ibu?” Tanya Harry, berharap Ibunya mau menjawab pertanyaannya. Tapi sayangnya Ibunya tetap diam. Harry menyadari bahwa Ibunya sudah tiada dan ia begitu marah dengan orang yang telah membunuh Ibunya.

Harry kembali menuju kamar Tamara. Ia membangunkan gadis itu secara paksa. “BANGUN BODOH!!” Teriaknya sambil mengacak-acak tempat tidur Tamara.

Gadis itu terbangun dengan segala kebingungannya. Ia mengucek matanya. “Ada apa Harry?” Tanyanya.

Harry menatap tajam gadis itu. “Kau apakan Ibuku? Hah? Dan kau apakan diriku?” Bentaknya.

Tentu saja Tamara kaget mendengar pertanyaan yang sangat tidak diduganya. “Harry! Aku tidak tau apa-apa. Mengapa kau tiba-tiba membangunkanku? Memangnya apa yang terjadi pada Ibumu dan dirimu?” Tanyanya.

Dilihat dari wajahnya, Tamara sepertinya tidak bersalah. Namun Harry tau bahwa Tamara sedang berbohong. Lelaki itu tau bagaimana kelicikan Tamara. “Sebentar lagi polisi datang dan akan menangkapmu.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan Tamara.

“Aku tidak tau apa-apa! Mengapa kau panggil polisi?” Teriak Tamara namun Harry tidak mempedulikannya.

Harry tidak sanggup lagi melihat keadaan Ibunya yang mengenaskan. Setelah menelpon polisi, Harry duduk di sofa dan mengatur nafasnya yang tidak beraturan. Tubuhnya yang tadinya lemah kini bertambah semakin lemah. ‘Apa yang terjadi dengan diriku?’ Batin Harry.

“Harry! Kau tidak apa-apa?”

Itu suara Zayn. Zayn datang dengan segala kepanikan. Ketika Zayn melihat Harry, Zayn kaget saat melihat wajah Harry yang teramat pucat dan kHannahlahan. Zayn merasakan ada sesuatu yang buruk yang telah menimpa Harry.

“Sebaiknya kau ke rumah sakit. Aku akan mengantarmu.” Kata Zayn.

“Terimakasih Zayn. Tapi aku harus menunggu polisi datang.” Kata Harry.

Harry menceritakan kejadian buruk yang menimpanya dari awal sampai akhir. Yang Harry bingungkan, tidak mungkin Tamara yang melakukan ini semua. Tamara tidak mungkin bisa membunuh Ibunya. Tanpa sengaja, Harry menemukan secarik kertas misterius di meja ruang tamu. Harry mengambil kertas itu dan membacanya

‘Surprise! Kau pasti kaget saat melihat keadaan Ibumu yang mengenaskan. Aku, akulah yang membunuh Ibumu. Dan untukku, sebaiknya kau periksakan dirimu ke rumah sakit dan kau akan kaget dengan hasilnya.’

Mrs. S

“Siapa Mrs. S?” Tanya Zayn yang tidak sengaja membaca surat itu.

Belum sempat Harry menjawab, beberapa polisi datang ke rumahnya. Di saat itulah Tamara keluar dari kamarnya. Gadis itu berjalan mendekati Harry.

“Harry, apa yang terjadi?” Tanya Tamara.

Beberapa polisi itu mulai menyelidiki masalah ini. Harry menunjukkan secarik kertas misterius itu kepada polisi itu.

“Aku curiga yang melakukan kejahatan ini adalah gadis itu!” Tunjuk Harry pada Tamara.

“Hei! Aku tidak bersalah. Memangnya apa yang terjadi?” Bantah Tamara.

Harry menatap tajam Tamara. “Aku tau kau pandai menyembunyikan sesuatu. Kau pasti tidak menyangka kalau Ibuku mati mengenaskan dan kau yang membunuhnya!” Ucapnya.

“Harry! Jangan menuduh Tamara. Coba kau perhatikan baik-baik isi pesan itu. Disana tertulis Mrs. S dan S bukanlah nama Tamara. Janganlah menuduh orang tanpa bukti.” Kata Zayn.

Kejadian ini memang sangat sulit untuk dipecahkan. Orang-orang mulai berkumpul di rumah Harry dan membantu untuk mengurusi mayat Donna. Harry begitu terpukul dengan kejadian ini. Tiba-tiba ia merasakan kepalanya yang terasa sakit. Sakit ini berbeda dari biasanya.

“Ayo kita ke dokter.” Kata Zayn dan diangguki Harry.

Setelah keduanya pergi, seorang gadis tersenyum licik. Tugasnya telah berhasil untuk memusnahkan keluarga Harry. Kini, tugasnya tinggal satu. Yaitu membunuh Ayah Harry, Tom Richard yang dulu telah membuat hidupnya menderita dan ia ingin membalas semua itu.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar