expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 12 April 2015

All of Revenges ( Part 3 )



Part 3

.

            Sore ini lumayan cerah. Hannah mengajak Tay jalan-jalan untuk sekedar mHannahpas kepenatan. Untunglah Tay mau dan sikap Tay tidak seperti tadi. Sekarang sikap Tay seperti biasanya. Tetap ceria dan bersemangat. Yang paling Hannah sukai dari sikap Tay adalah bahwa Tay tidak pernah menangis. Hannah tidak pernah melihat Tay menangis. Sedih pun tidak. Artinya, Tay adalah gadis yang kuat dan tidak mudah mengeluh atau menangis.

“Tay, aku heran dengamu. Mengapa kau tidak pernah menangis?” Tanya Hannah.

Tay tertawa mendengar pertanyaan Hannah. “Menangis? Bagiku menangis adalah sesuatu yang membuat seseorang menjadi rapuh dan lemah. Aku benci menangis dan benci melihat orang menangis.” Jawabnya.

Namun Hannah tidak sependapat dengan Tay. “Bagiku, menangis itu dapat membuat hati tenang. Jika kita sudah menangis, maka beban-beban yang ada dalam diri kita hilang.”

“Ya.. Kita memang memiliki perbedaan yang banyak.” Kata Tay.

Langkah mereka terhenti di sebuah toko roti yang besar. Hannah menjadi lapar saat memandangi aneka macam roti yang bisa ia lihat melalui kaca toko yang bening. Setaunya, toko itu adalah toko milih Ayah Zayn yang juga merupakan sahabat kakaknya.

“Kau lapar?” Tebak Tay.

Hannah tersenyum. “Benar. Ayo kita kesana!” Ucapnya penuh dengan semangat.

***     

“Jadi, setelah kau tau siapa Ayahmu, lantas apa yang akan kau lakukan?” Tanya Zayn ketika Harry baru saja datang di tokoknya.
           
Zayn memang sudah tau semua lika-liku kehidupan Harry. Harry termasuk tipe orang yang terbuka dan dengan mudahnya menceritakan kehidupannya, walau kehidupannya sangat buruk. Dan Zayn selalu memberikan masukan dan nasehat yang mudah dipahami Harry.

            “Entahlah, tapi aku ingin balas dendam.” Jawab Harry.

            “Balas dendam?” Zayn mendekati Harry. “Tidak baik kau menyimpan dendam. Bahkan dengan Ayahmu sendiri.” Sambungnya.

            “Tom bukan Ayahku!” Bentak Harry. Entah mengapa ia muak saat ia mengingat nama itu dan menyebut nama itu.

            Zayn paham apa yang diucapkan Harry. “Ya aku tau. Tapi sebaiknya kau jangan membencinya. Tidak ada gunanya kau memendam kebencian dan dendam. Dan dendammu tidak akan terwujud.”

            “Tidak akan terwujud? Kau tau anak Tom? Aku kenal dengannya. Dan aku membencinya saat pertama kali aku melihatnya. Kemungkinan besar aku akan membalas dendam melalui anak gadisnya itu.” Kata Harry.

            Begitulah Harry. Pikirannya kadang-kadang tidak sesuai dengan pikiran Zayn. Zayn paham kalau Harry ingin balas dendam. Tapi bukan begini cara balas dendamnya. Anak Tom tidak bersalah dan Harry tidak berhak untuk menyakiti anak Tom.

            “Eng.. Permisi..” Kata sebuah suara yang tak lain adalah Hannah. Di sampingnya ada Tay. Zayn yang tadinya tenang sudah mulai was-was. Ia menyempatkan melirik ke arah Harry dan ia melihat Harry tidak menampilkan ekspresi apapun.

            “Ada yang bisa kami bantu?” Tanya Harry ramah. Sesuatu yang paling tidak diduga oleh Zayn. Biasanya, Harry selalu ketus dengan siapapun. Tapi kali ini tidak.

            Hannah jadi salah tingkah. Tiba-tiba ia teringat dengan Louis. Lelaki yang telah memikat hatinya. Andai saja yang bicara tadi adalah Louis…

            “Aku ingin membeli cup cake saja.” Ucapnya. Harry pun mengambil cup cake yang dimaksud Hannah. Hannah menerima dengan senang hati dan langsung membayarnya. “Tay, kau tidak mau membelinya?” Tanya Hannah.

            Tay menatap cup cake itu dengan bimbang. Sebenarnya ia ingin sekali membeli, tapi entah mengapa ia malas untuk mengucapkannya.

            “Ini.” Tiba-tiba saja Harry sudah memberinya dua cup cake yang lezat. Tay kaget melihat sikap Harry barusan. “Gratis.” Tambah Harry.

            Hannah yang merasa ganjil dengan perbuatan Harry pun bertanya. “Kau bercanda kan?”

            “Tidak.” Jawab Harry. Di sampingnya, Zayn menatapnya seperti ingin menanyakan sesuatu. Tapi wajah Harry menyiratkan bahwa cup cake itu baik-baik saja.

            “Baiklah, terimakasih. Hann ayo kita pergi.” Kata Tay akhirnya. Gadis itu menerima dua cup cake pemberian Harry, dan mereka berdua pergi meninggalkan toko itu.

            “Kau tidak mengerjainya bukan?” Tanya Zayn. Namun yang ditanya tidak menjawab.

            Sementara Hannah dan Tay, suatu hal yang tidak di duga mereka pun terjadi. Ketika mereka berdua hendak keluar dari toko, mereka hampir saja bertabrakan dengan seseorang. Seseorang yang sangat tidak diinginkan Tay. “Lou!” Seru Hannah kaget. Ia tidak menyangka bisa bertemu dengan Louis disini. Hannah berharap Louis mau meresponnya. Sekali saja.

            “Maaf.” Kata Louis singkat lalu cepat-cepat masuk ke dalam toko. Hannah merasa senang karena direspon oleh Louis. Tapi Hannah merasa kata ‘maaf’ tadi tidak ditunjukkan padanya. Melainkan ditunjukan pada Tay. “Hann..” Kata Tay menyadarkan Hannah. “Eh.. I.. Iya..” Jawab Hannah terbata-bata. Mereka pun meninggalkan toko.

            “Apakah Lou memang seperti itu?” Tanya Hannah pada dirinya sendiri, namun Tay dapat mendengarnya. “Hann, menurutku kau tidak pantas dengan Louis. Percayalah.” Ucapnya.

            “Tidak pantas? Tapi bagiku Louis adalah lelaki yang sempurna. Apa aku yang tidak sempurna?”

            “Tidak ada manusia yang sempurna.” Kata Tay bjiak. Gadis itu teringat dengan cup cake yang diberikan Harry tadi. Tidak ada salahnya untuk mencicipi cup cake itu. Tay mengajak Hannah duduk tidak jauh dari toko tempat mereka membeli cup cake.

            “Tumben Harry baik padamu. Padahal dia sama sekali tidak mengenalmu.” Kata Hannah. Dia mencicipi cup cake itu dan rasanya sangat lezat. Sementara Tay tidak mempedulikan ucapan Hannah. Ia membuka bungkus cup cake dan memakannya. Namun apa yang terjadi?

            “DAMN!” Ucap Tay sambil memuntahkan cup cake itu. Disampingnya, Hannah kaget melihat Tay muntah karena memakan cup cake itu. “Tay! R U okay?” Tanyanya. Hannah melihat cup cake malang itu dan astaga! Mengapa di dalam cup cake itu ada bangkai anak tikus?

“Sialan! Berani-beraninya dia memberiku cup cake seperti ini. Pantas saja dia memberinya secara gratis!” Kata Tay marah. Aura kegalakannya mulai terlihat. Hannah bergidik ngeri melihat Tay marah dan baru kali ini ia melihat Tay semarah ini.

“Lelaki sialan itu harus aku beri pelajaran!” Tay mengepalkan kedua tangannya. Ia siap kembali ke toko tadi. Toko dimana tempat lelaki sialan itu berada.

“Tay! Aku ikut!” Teriak Hannah mengingat disana ada Louis.

***

Louis masuk ke dalam toko roti. Ia tersenyum menyapa Harry dan Zayn. Louis memang tidak akrab dengan Zayn, tapi dia sering bertemu Zayn di toko ini.

“Lou, apa kabar?” Tanya Zayn menyadari kedatangan Louis.

“Baik.” Jawab Louis singkat. Lelaki itu memilih duduk menjauh dari Zayn dan Harry. Zayn mendekati Louis. “Tadi kau melihat dua gadis itu?” Tanya Zayn basa-basi. “Ya. Kami hampir bertabrakan.” Jawab Louis.

Zayn bingung mau bicara apalagi karena pada dasarnya ia selalu kaku dan tidak bisa bicara banyak jika berhadapan dengan orang seperti Louis.

BRAKK !! Suara keras dan kasar itu mengagetkan siapapun yang berada di dalam toko. Untunglah para pengunjung sepi sehingga tidak menimbulkan keributan atau apapun. Wajah Zayn begitu pucat saat melihat kemarahan Tay.

“Mana lelaki sialan itu?” Bentak Tay. Di belakangnya ada Hannah yang mulai merasa takut. Tay benar-benar tidak bisa mengendalikan emosinya. Jika ia menjadi Tay, ia tidak akan merasa semarah ini.

“Tay, ada apa?” Tanya Zayn berusaha untuk tenang.

Tay menatap tajam Zayn dan Zayn begitu merinding melihat tatapan mengerikan Tay. Jadi ada juga ya gadis menyeramkan seperti ini, pikir Zayn.

“Mana lelaki sialan yang memberiku cup cake itu?” Bentak Tay lagi. Matanya beredar keseluruh ruangan toko itu. Tentu saja Zayn tau siapa lelaki sialan yang dimaksud Tay. ‘Harry, apa yang telah kau lakukan?’ Tanya Zayn dalam hati. Sementara Louis terlihat tenang-tenang saja. Lelaki itu tidak peduli dengan kemarahan Tay.

“Kau mencariku?” Tanya sebuah suara yang tak lain adalah suara Harry. Tay menatap Harry dengan tatapan jijik. Ia memerhatikan Harry dari atas sampai bawah. Tay tidak menyadari bahwa dirinya juga sedang diperhatikan oleh Harry

“Kau memang mirip Ibumu. Untung kau tidak mirip Ayahmu.” Kata Harry tiba-tiba yang membuat Tay kaget. Darimana Harry tau tentangnya?

“Darimana kau tau?” Tanya Tay. Suaranya masih membentak. Namun Harry tidak menjawabnya.

“Kau sama sekali tidak mengenal siapa Ayahmu?” Tanya Harry.

Tay menjadi kesal dengan lelaki itu. “Aku mengenalnya. Tapi aku tidak pernah bertemu dengannya. Aku hanya bisa melihat fotonya dan mengetahui namanya.” Jawab Tay.

Harry tersenyum puas. “Pantas saja. Ayahmu tidak pernah mempedulikanmu karena Ayahmu adalah lelaki terbrengsek yang pernah aku temui.”

Mendengar ucapan Harry, Tay serasa ingin menghajar lelaki dihadapannya itu. “Kau memfitnah Ayahku! Tau apa kau tentang Ayahku?”

Harry tersenyum sinis. “Aku tidak memfitnahnya. Itu memang kenyataan. Asal kau tau, aku mengenal Ayahmu. Saat ini dia sedang berada di New York. Nama Ayahmu Richard Tom.”

Deg! Seketika itu juga tubuh Tay membeku. Ia tidak menyangka bahwa lelaki dihadapannya itu tau tentang Ayahnya. Padahal dia sendiri sama sekali tidak pernah bertemu dengan Ayahnya. Tapi Tay tidak begitu percaya dengan ucapan Harry.

“Aku tau iku akal bulusmu! Dan aku tau kau yang memasukkan bangkai anak tikus di dalam cup cake itu!”

Harry tidak peduli apakah Tay percaya atau tidak. Yang jelas ia sudah memberitahu kenyataan yang sebenarnya pada Tay.

“Sebenarnya apa maksudmu memasukkan bangkai tikus itu ke dalam cup cake?” Tanya Tay. Namun lagi-lagi Harry tidak menjawabnya.

Tay pun menatap tajam Harry. “Kau dan aku, belum sHannahsai!” Ucapnya lalu pergi meninggalkan tempat itu. Tay tidak mengajak Hannah pergi bersamanya, dan Hannah masih tetap berada di toko.

“Dia memang seperti itu?” Tanya Zayn pada Hannah. Yang ditanya mengangguk. “Masa lalunya yang telah membuatnya menjadi seperti ini.” Kata Hannah. Louis yang mendengarnya langsung menatap ke arah Hannah. Hannah pun juga menatap Louis. Pandangan keduanya bertemu. Cepat-cepat Hannah menundukkan kepalanya.

“Dan darimana Harry tau tentang Ayah Tay?” Tanya Hannah. Tidak tau dia nanya ke siapa. Zayn ingin menceritakannya namun Harry tidak mengizinkannya.

“Maaf. Ini privasiku.” Kata Harry.

“Tapi, mengapa kelihatannya kau membenci Tay? Ada hubungan apa kau dengan Tay?” Tanya Hannah.

“Ya. Hanya saja dia tidak tau karena dia sama sekali tidak mengenali Ayahnya.” Jawab Harry.

“Tay mengenali Ayahnya!” Bantah Hannah. “Namanya Richard Tom. Tapi Tay belum pernah bertemu dengan Ayahnya. Sekarang ia tinggal bersama neneknya karena Ibunya sudah lama meninggal!” Sambungnya dengan nada tinggi.

“Begitu ya? Betapa kasiannya dia. Ayahnya memang lelaki sialan dan tidak mau bertanggung jawab dengan apa yang telah diperbuatnya. Tidak heran Tom menelantarkan anaknya, sementara dia bahagia tinggal di New York bersama istri barunya.”

Hannah sudah muak dengan ucapan pedas Harry mengenai Ayah Tay. “Cukup! Jangan mengejek Ayah Tay! Bagiku, Ayah Tay juga adalah Ayahku!” Setelah mengucapkan kalimat itu, Hannah pun pergi meninggalkan toko. Sekaligus ia penasaran dengan sosok lelaki bernama Harry.

“Sudahlah. Gadis itu tidak ada hubungannya dengan kau.” Kata Zayn.

Louis yang tadi diam pun akhirnya berbicara. “Memangnya kau kenal Ayah Tay?”

Tidak ada salahnya untuk bercerita. Harry pun bercerita dan setelah sHannahsai bercerita, Louis berusaha menahan rasa sesak di dadanya. Bibirnya yang terlihat pucat hanya bisa mengucapkan dua buah kata untuk  Tay.

‘Kasihan Tay...’

***

Tay membanting pintu kamarnya keras-keras. Kepalanya terasa sakit. Hari ini memang hari yang paling dibencinya. Dan Harry, baginya lelaki itu sangat misterius. Tay tidak bisa menyalahkan ucapan Harry tadi. Richard Tom adalah Ayahnya. Lantas apa Harry mengenal Ayahnya? Apa Harry mempunyai hubungan khusus dengan Ayahnya?

Tay memutuskan untuk menemui neneknya. Tay tersenyum saat melihat neneknya yang sedang merajut sweter. Artinya, neneknya sudah sembuh dan tidak sakit-sakitan lagi.

“Nek..” Kata Tay seraya mendekati neneknya.

“Oh hallo sayang.. Ada apa? Mengapa wajahmu mendung begitu?”

Tay duduk di samping neneknya. “Nek, apa nenek pernah melihat Ayah Tay?”

Neneknya tidak langsung menjawab. Lalu ia tersenyum. “Kau rindu Ayahmu?” Tanyanya.

“Iya nek. Aku dengar Ayah berada di New York.” Jawabnya.

Wajah nenek Tay berubah menjadi pucat saat mendengar Tay menyebut ‘New York’. “Nenek tidak bisa menceritakannya. Intinya, Ayahmu sayang padamu.” Ucapnya.

Tentu saja Tay tidak puas dengan jawaban neneknya. “Kenapa nek? Tay ingin bertemu Ayah. Selama ini Tay hanya melihat Ayah melalui foto. Tapi apa benar Ayah ada di New York?”

Lagi-lagi neneknya tidak menjawab. Tay pun bangkit karena ia rasa hal ini adalah sia-sia. “Baiklah. Nenek tidak berhak untuk menceritakannya.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan neneknya. ‘Maafkan nenek. Hanya saja belum waktunya untuk kau mengetahuinya.’ Kata neneknya dalam hati.
           
Sementara Tay kembali ke kamarnya. Ia tidak sengaja melihat foto Ayahnya yang terbungkus rapi di dalam bingkai. Tori mengambil bingkai itu. “Yah, apa Ayah ada di New York? Mengapa Ayah tidak pernah kesini? Tay ingin melihat Ayah.” Tay menyadari bahwa ia hampir melakukan suatu hal yang sangat haram baginya. Yaitu menangis. Saking rindu dengan Ayahnya, Tay hampir meneteskan air mata. “Tidak! Aku tidak boleh menjadi gadis yang lemah. Jika Ayah memang berada di New York, aku akan mencarinya!” Tekadnya.
           
Tiba-tiba Tay teringat dengan Harry dan segala ucapannya. Mau tidak mau ia harus meminta bantuan Harry mengenai soal Ayahnya. Jika memang Ayahnya berada di New York, Tay yakin Harry tau dimana alamat rumah Ayahnya. Namun apa ia harus mempercayai lelaki yang baru dikenalinya itu? Yang telah memberinya cup cake berisi bangkai anak tikus? Perut Tay langsung mual mengingat cup cake sialan itu. “Tapi dia tidak lolos begitu saja dariku.” Kata Tay tersenyum sinis.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar