Part
3
.
Sore ini
lumayan cerah. Hannah mengajak Tay jalan-jalan untuk sekedar mHannahpas
kepenatan. Untunglah Tay mau dan sikap Tay tidak seperti tadi. Sekarang sikap Tay
seperti biasanya. Tetap ceria dan bersemangat. Yang paling Hannah sukai dari
sikap Tay adalah bahwa Tay tidak pernah menangis. Hannah tidak pernah melihat Tay
menangis. Sedih pun tidak. Artinya, Tay adalah gadis yang kuat dan tidak mudah
mengeluh atau menangis.
“Tay, aku heran dengamu. Mengapa
kau tidak pernah menangis?” Tanya Hannah.
Tay tertawa mendengar pertanyaan Hannah.
“Menangis? Bagiku menangis adalah sesuatu yang membuat seseorang menjadi rapuh
dan lemah. Aku benci menangis dan benci melihat orang menangis.” Jawabnya.
Namun Hannah tidak sependapat
dengan Tay. “Bagiku, menangis itu dapat membuat hati tenang. Jika kita sudah
menangis, maka beban-beban yang ada dalam diri kita hilang.”
“Ya.. Kita memang memiliki
perbedaan yang banyak.” Kata Tay.
Langkah mereka terhenti di sebuah
toko roti yang besar. Hannah menjadi lapar saat memandangi aneka macam roti
yang bisa ia lihat melalui kaca toko yang bening. Setaunya, toko itu adalah
toko milih Ayah Zayn yang juga merupakan sahabat kakaknya.
“Kau lapar?” Tebak Tay.
Hannah tersenyum. “Benar. Ayo kita
kesana!” Ucapnya penuh dengan semangat.
***
“Jadi, setelah kau tau siapa
Ayahmu, lantas apa yang akan kau lakukan?” Tanya Zayn ketika Harry baru saja
datang di tokoknya.
Zayn memang sudah tau semua
lika-liku kehidupan Harry. Harry termasuk tipe orang yang terbuka dan dengan
mudahnya menceritakan kehidupannya, walau kehidupannya sangat buruk. Dan Zayn
selalu memberikan masukan dan nasehat yang mudah dipahami Harry.
“Entahlah,
tapi aku ingin balas dendam.” Jawab Harry.
“Balas
dendam?” Zayn mendekati Harry. “Tidak baik kau menyimpan dendam. Bahkan dengan
Ayahmu sendiri.” Sambungnya.
“Tom bukan
Ayahku!” Bentak Harry. Entah mengapa ia muak saat ia mengingat nama itu dan
menyebut nama itu.
Zayn paham
apa yang diucapkan Harry. “Ya aku tau. Tapi sebaiknya kau jangan membencinya.
Tidak ada gunanya kau memendam kebencian dan dendam. Dan dendammu tidak akan
terwujud.”
“Tidak akan
terwujud? Kau tau anak Tom? Aku kenal dengannya. Dan aku membencinya saat
pertama kali aku melihatnya. Kemungkinan besar aku akan membalas dendam melalui
anak gadisnya itu.” Kata Harry.
Begitulah
Harry. Pikirannya kadang-kadang tidak sesuai dengan pikiran Zayn. Zayn paham
kalau Harry ingin balas dendam. Tapi bukan begini cara balas dendamnya. Anak
Tom tidak bersalah dan Harry tidak berhak untuk menyakiti anak Tom.
“Eng..
Permisi..” Kata sebuah suara yang tak lain adalah Hannah. Di sampingnya ada Tay.
Zayn yang tadinya tenang sudah mulai was-was. Ia menyempatkan melirik ke arah
Harry dan ia melihat Harry tidak menampilkan ekspresi apapun.
“Ada yang
bisa kami bantu?” Tanya Harry ramah. Sesuatu yang paling tidak diduga oleh
Zayn. Biasanya, Harry selalu ketus dengan siapapun. Tapi kali ini tidak.
Hannah jadi
salah tingkah. Tiba-tiba ia teringat dengan Louis. Lelaki yang telah memikat
hatinya. Andai saja yang bicara tadi adalah Louis…
“Aku ingin
membeli cup cake saja.” Ucapnya. Harry pun mengambil cup cake yang dimaksud Hannah.
Hannah menerima dengan senang hati dan langsung membayarnya. “Tay, kau tidak
mau membelinya?” Tanya Hannah.
Tay menatap
cup cake itu dengan bimbang. Sebenarnya ia ingin sekali membeli, tapi entah
mengapa ia malas untuk mengucapkannya.
“Ini.”
Tiba-tiba saja Harry sudah memberinya dua cup cake yang lezat. Tay kaget
melihat sikap Harry barusan. “Gratis.” Tambah Harry.
Hannah yang
merasa ganjil dengan perbuatan Harry pun bertanya. “Kau bercanda kan?”
“Tidak.”
Jawab Harry. Di sampingnya, Zayn menatapnya seperti ingin menanyakan sesuatu.
Tapi wajah Harry menyiratkan bahwa cup cake itu baik-baik saja.
“Baiklah,
terimakasih. Hann ayo kita pergi.” Kata Tay akhirnya. Gadis itu menerima dua
cup cake pemberian Harry, dan mereka berdua pergi meninggalkan toko itu.
“Kau tidak
mengerjainya bukan?” Tanya Zayn. Namun yang ditanya tidak menjawab.
Sementara Hannah
dan Tay, suatu hal yang tidak di duga mereka pun terjadi. Ketika mereka berdua
hendak keluar dari toko, mereka hampir saja bertabrakan dengan seseorang.
Seseorang yang sangat tidak diinginkan Tay. “Lou!” Seru Hannah kaget. Ia tidak
menyangka bisa bertemu dengan Louis disini. Hannah berharap Louis mau
meresponnya. Sekali saja.
“Maaf.”
Kata Louis singkat lalu cepat-cepat masuk ke dalam toko. Hannah merasa senang
karena direspon oleh Louis. Tapi Hannah merasa kata ‘maaf’ tadi tidak
ditunjukkan padanya. Melainkan ditunjukan pada Tay. “Hann..” Kata Tay
menyadarkan Hannah. “Eh.. I.. Iya..” Jawab Hannah terbata-bata. Mereka pun
meninggalkan toko.
“Apakah Lou
memang seperti itu?” Tanya Hannah pada dirinya sendiri, namun Tay dapat
mendengarnya. “Hann, menurutku kau tidak pantas dengan Louis. Percayalah.”
Ucapnya.
“Tidak
pantas? Tapi bagiku Louis adalah lelaki yang sempurna. Apa aku yang tidak
sempurna?”
“Tidak ada
manusia yang sempurna.” Kata Tay bjiak. Gadis itu teringat dengan cup cake yang
diberikan Harry tadi. Tidak ada salahnya untuk mencicipi cup cake itu. Tay
mengajak Hannah duduk tidak jauh dari toko tempat mereka membeli cup cake.
“Tumben Harry
baik padamu. Padahal dia sama sekali tidak mengenalmu.” Kata Hannah. Dia
mencicipi cup cake itu dan rasanya sangat lezat. Sementara Tay tidak
mempedulikan ucapan Hannah. Ia membuka bungkus cup cake dan memakannya. Namun
apa yang terjadi?
“DAMN!” Ucap
Tay sambil memuntahkan cup cake itu. Disampingnya, Hannah kaget melihat Tay
muntah karena memakan cup cake itu. “Tay! R U okay?” Tanyanya. Hannah melihat
cup cake malang itu dan astaga! Mengapa di dalam cup cake itu ada bangkai anak
tikus?
“Sialan! Berani-beraninya dia
memberiku cup cake seperti ini. Pantas saja dia memberinya secara gratis!” Kata
Tay marah. Aura kegalakannya mulai terlihat. Hannah bergidik ngeri melihat Tay
marah dan baru kali ini ia melihat Tay semarah ini.
“Lelaki sialan itu harus aku beri
pelajaran!” Tay mengepalkan kedua tangannya. Ia siap kembali ke toko tadi. Toko
dimana tempat lelaki sialan itu berada.
“Tay! Aku ikut!” Teriak Hannah
mengingat disana ada Louis.
***
Louis masuk ke dalam toko roti. Ia
tersenyum menyapa Harry dan Zayn. Louis memang tidak akrab dengan Zayn, tapi
dia sering bertemu Zayn di toko ini.
“Lou, apa kabar?” Tanya Zayn
menyadari kedatangan Louis.
“Baik.” Jawab Louis singkat.
Lelaki itu memilih duduk menjauh dari Zayn dan Harry. Zayn mendekati Louis.
“Tadi kau melihat dua gadis itu?” Tanya Zayn basa-basi. “Ya. Kami hampir
bertabrakan.” Jawab Louis.
Zayn bingung mau bicara apalagi
karena pada dasarnya ia selalu kaku dan tidak bisa bicara banyak jika
berhadapan dengan orang seperti Louis.
BRAKK !! Suara keras dan kasar itu
mengagetkan siapapun yang berada di dalam toko. Untunglah para pengunjung sepi
sehingga tidak menimbulkan keributan atau apapun. Wajah Zayn begitu pucat saat
melihat kemarahan Tay.
“Mana lelaki sialan itu?” Bentak Tay.
Di belakangnya ada Hannah yang mulai merasa takut. Tay benar-benar tidak bisa
mengendalikan emosinya. Jika ia menjadi Tay, ia tidak akan merasa semarah ini.
“Tay, ada apa?” Tanya Zayn
berusaha untuk tenang.
Tay menatap tajam Zayn dan Zayn
begitu merinding melihat tatapan mengerikan Tay. Jadi ada juga ya gadis
menyeramkan seperti ini, pikir Zayn.
“Mana lelaki sialan yang memberiku
cup cake itu?” Bentak Tay lagi. Matanya beredar keseluruh ruangan toko itu.
Tentu saja Zayn tau siapa lelaki sialan yang dimaksud Tay. ‘Harry, apa yang
telah kau lakukan?’ Tanya Zayn dalam hati. Sementara Louis terlihat
tenang-tenang saja. Lelaki itu tidak peduli dengan kemarahan Tay.
“Kau mencariku?” Tanya sebuah
suara yang tak lain adalah suara Harry. Tay menatap Harry dengan tatapan jijik.
Ia memerhatikan Harry dari atas sampai bawah. Tay tidak menyadari bahwa dirinya
juga sedang diperhatikan oleh Harry
“Kau memang mirip Ibumu. Untung
kau tidak mirip Ayahmu.” Kata Harry tiba-tiba yang membuat Tay kaget. Darimana
Harry tau tentangnya?
“Darimana kau tau?” Tanya Tay.
Suaranya masih membentak. Namun Harry tidak menjawabnya.
“Kau sama sekali tidak mengenal
siapa Ayahmu?” Tanya Harry.
Tay menjadi kesal dengan lelaki
itu. “Aku mengenalnya. Tapi aku tidak pernah bertemu dengannya. Aku hanya bisa
melihat fotonya dan mengetahui namanya.” Jawab Tay.
Harry tersenyum puas. “Pantas
saja. Ayahmu tidak pernah mempedulikanmu karena Ayahmu adalah lelaki
terbrengsek yang pernah aku temui.”
Mendengar ucapan Harry, Tay serasa
ingin menghajar lelaki dihadapannya itu. “Kau memfitnah Ayahku! Tau apa kau
tentang Ayahku?”
Harry tersenyum sinis. “Aku tidak
memfitnahnya. Itu memang kenyataan. Asal kau tau, aku mengenal Ayahmu. Saat ini
dia sedang berada di New York. Nama Ayahmu Richard Tom.”
Deg! Seketika itu juga tubuh Tay
membeku. Ia tidak menyangka bahwa lelaki dihadapannya itu tau tentang Ayahnya.
Padahal dia sendiri sama sekali tidak pernah bertemu dengan Ayahnya. Tapi Tay
tidak begitu percaya dengan ucapan Harry.
“Aku tau iku akal bulusmu! Dan aku
tau kau yang memasukkan bangkai anak tikus di dalam cup cake itu!”
Harry tidak peduli apakah Tay
percaya atau tidak. Yang jelas ia sudah memberitahu kenyataan yang sebenarnya
pada Tay.
“Sebenarnya apa maksudmu
memasukkan bangkai tikus itu ke dalam cup cake?” Tanya Tay. Namun lagi-lagi
Harry tidak menjawabnya.
Tay pun menatap tajam Harry. “Kau
dan aku, belum sHannahsai!” Ucapnya lalu pergi meninggalkan tempat itu. Tay
tidak mengajak Hannah pergi bersamanya, dan Hannah masih tetap berada di toko.
“Dia memang seperti itu?” Tanya
Zayn pada Hannah. Yang ditanya mengangguk. “Masa lalunya yang telah membuatnya
menjadi seperti ini.” Kata Hannah. Louis yang mendengarnya langsung menatap ke
arah Hannah. Hannah pun juga menatap Louis. Pandangan keduanya bertemu.
Cepat-cepat Hannah menundukkan kepalanya.
“Dan darimana Harry tau tentang
Ayah Tay?” Tanya Hannah. Tidak tau dia nanya ke siapa. Zayn ingin
menceritakannya namun Harry tidak mengizinkannya.
“Maaf. Ini privasiku.” Kata Harry.
“Tapi, mengapa kelihatannya kau
membenci Tay? Ada hubungan apa kau dengan Tay?” Tanya Hannah.
“Ya. Hanya saja dia tidak tau
karena dia sama sekali tidak mengenali Ayahnya.” Jawab Harry.
“Tay mengenali Ayahnya!” Bantah Hannah.
“Namanya Richard Tom. Tapi Tay belum pernah bertemu dengan Ayahnya. Sekarang ia
tinggal bersama neneknya karena Ibunya sudah lama meninggal!” Sambungnya dengan
nada tinggi.
“Begitu ya? Betapa kasiannya dia.
Ayahnya memang lelaki sialan dan tidak mau bertanggung jawab dengan apa yang
telah diperbuatnya. Tidak heran Tom menelantarkan anaknya, sementara dia
bahagia tinggal di New York bersama istri barunya.”
Hannah sudah muak dengan ucapan
pedas Harry mengenai Ayah Tay. “Cukup! Jangan mengejek Ayah Tay! Bagiku, Ayah Tay
juga adalah Ayahku!” Setelah mengucapkan kalimat itu, Hannah pun pergi
meninggalkan toko. Sekaligus ia penasaran dengan sosok lelaki bernama Harry.
“Sudahlah. Gadis itu tidak ada
hubungannya dengan kau.” Kata Zayn.
Louis yang tadi diam pun akhirnya
berbicara. “Memangnya kau kenal Ayah Tay?”
Tidak ada salahnya untuk
bercerita. Harry pun bercerita dan setelah sHannahsai bercerita, Louis berusaha
menahan rasa sesak di dadanya. Bibirnya yang terlihat pucat hanya bisa
mengucapkan dua buah kata untuk Tay.
‘Kasihan Tay...’
***
Tay membanting pintu kamarnya
keras-keras. Kepalanya terasa sakit. Hari ini memang hari yang paling
dibencinya. Dan Harry, baginya lelaki itu sangat misterius. Tay tidak bisa
menyalahkan ucapan Harry tadi. Richard Tom adalah Ayahnya. Lantas apa Harry
mengenal Ayahnya? Apa Harry mempunyai hubungan khusus dengan Ayahnya?
Tay memutuskan untuk menemui
neneknya. Tay tersenyum saat melihat neneknya yang sedang merajut sweter.
Artinya, neneknya sudah sembuh dan tidak sakit-sakitan lagi.
“Nek..” Kata Tay seraya mendekati
neneknya.
“Oh hallo sayang.. Ada apa?
Mengapa wajahmu mendung begitu?”
Tay duduk di samping neneknya.
“Nek, apa nenek pernah melihat Ayah Tay?”
Neneknya tidak langsung menjawab.
Lalu ia tersenyum. “Kau rindu Ayahmu?” Tanyanya.
“Iya nek. Aku dengar Ayah berada
di New York.” Jawabnya.
Wajah nenek Tay berubah menjadi
pucat saat mendengar Tay menyebut ‘New York’. “Nenek tidak bisa
menceritakannya. Intinya, Ayahmu sayang padamu.” Ucapnya.
Tentu saja Tay tidak puas dengan
jawaban neneknya. “Kenapa nek? Tay ingin bertemu Ayah. Selama ini Tay hanya
melihat Ayah melalui foto. Tapi apa benar Ayah ada di New York?”
Lagi-lagi neneknya tidak menjawab.
Tay pun bangkit karena ia rasa hal ini adalah sia-sia. “Baiklah. Nenek tidak
berhak untuk menceritakannya.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan neneknya.
‘Maafkan nenek. Hanya saja belum waktunya untuk kau mengetahuinya.’ Kata
neneknya dalam hati.
Sementara Tay kembali ke kamarnya.
Ia tidak sengaja melihat foto Ayahnya yang terbungkus rapi di dalam bingkai.
Tori mengambil bingkai itu. “Yah, apa Ayah ada di New York? Mengapa Ayah tidak
pernah kesini? Tay ingin melihat Ayah.” Tay menyadari bahwa ia hampir melakukan
suatu hal yang sangat haram baginya. Yaitu menangis. Saking rindu dengan
Ayahnya, Tay hampir meneteskan air mata. “Tidak! Aku tidak boleh menjadi gadis
yang lemah. Jika Ayah memang berada di New York, aku akan mencarinya!”
Tekadnya.
Tiba-tiba Tay teringat dengan
Harry dan segala ucapannya. Mau tidak mau ia harus meminta bantuan Harry
mengenai soal Ayahnya. Jika memang Ayahnya berada di New York, Tay yakin Harry
tau dimana alamat rumah Ayahnya. Namun apa ia harus mempercayai lelaki yang
baru dikenalinya itu? Yang telah memberinya cup cake berisi bangkai anak tikus?
Perut Tay langsung mual mengingat cup cake sialan itu. “Tapi dia tidak lolos
begitu saja dariku.” Kata Tay tersenyum sinis.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar